Pagi-pagi sekali Aku beranjak dari kamar,
bergegas meraih handuk yang tergantung dibalik pintu kamar.
Sambil berlari ke kamar mandi yang terletak di pojok dapur, maklum kamarku tidak tersedia kamar mandi, dirumah cuma ada satu kamar mandi yang biasa digunakan bergantian oleh anggota keluargaku.
Aku adalah Paradina Lestari, siswi kelas 3 SMA di kota Pempek Palembang.
"Pagi Ma..."
Sapaku yg ketika melintasi ruang makan, disana Mama tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Mama menoleh, dengan tangan sibuk menggoreng Pempek yang akan menjadi sarapan kami pagi ini.
"Pagi Din.."
Jawab Mama
"Kamu kenapa kok pagi-pagi sekali?"
Sambung Mama.
"Iya...ada Misi Ma !"
Jawabku dari balik pintu kamar mandi.
Setengah jam berlalu, Aku keluar dari kamar mandi, sedikit menggigil Aku berlari menuju kamar.
Setelah selesai bersiap merapikan diri, Aku meraih ranselku yang teronggok penuh di atas meja disudut kamar lalu Menuju meja makan. Sepiring pempek khas Palembang dengan cukanya telah tersugu bersama segelas teh hangat, Aku mencomotnya dan mulai menikmatinya.
"Din.. Nanti pulang jam berapa kamu? "
Tanya Mama yang juga tengah makan bersama Aku dan Papa. Sementara Papa hanya menatapku sembari menurunkan kacamata nya seolah ikut menunggu jawabanku.
"Belum tau Ma, Dina blm bisa pastiin.."
Jawabku mengerutkan dahi mencoba menerka waktu.
"Yang pasti enggak sampe sore banget kayaknya."
Sambungku.
"Hari ini itu, Ada teman Dina yang ulang tahun, Jadi nanti habis latihan, kita mau bikin acara kumpul-kumpul gitu Ma.."
Sambungku menjelaskan.
Hari ini hari minggu.
Seperti biasa setiap hari minggu Aku ikut ekskul latihan bela diri yang di adakan di Balai Kota.
Slurrrppp....Tegukan terakhir teh telah sampai pada kerongkonganku, sambil menyeka mulut yang basah, Aku beranjak mendekati Papa yang masih menyeruput kopinya.
"Pa..Dina berangkat ya"
Tanganku mengacung didepan dada Papa menunggu sambutan tangan nya untuk kucium.
Papa meletakkan gelas kopinya, dan meraih tangan ku.
"Hati- hati ya Din.."
Ujar Papa.
"Siap boss"
Godaku sembari meletakkan tangan di samping dahi.
Hal yang samapun kulakukan pada Mama, tapi kali ini diikuti bisikan di telinganya.
"Bagi duit dong Ma..."
Sembari mengerjip-ngerjibkan mata dan menadahkan tangan di depan Mama.
Papa hanya tersenyum simpul menatap kami.
Tak berapa lama Mama keluar kamarnya memberiku selembar uang pecahan 50 ribuan.
"Makasih Ma...."
Jawabku segera berlalu.
10 menit menunggu, Akhirnya angkot yang biasa kunaiki menuju Balai Kota telah kelihatan.
Segera ku lambaikan tangan, tepat di depanku angkot berhenti dan Aku bergegas naik.
"Uuh..syukurlah hari ini angkot lumayan sepi" Gumamku dalam hati.
Hari ini Kotaku terlihat lengang, angkot-angkot yang terlihat lalu lalang sepi penumpang, begitupun kendaraan pribadi yang hanya beberapa saja, tidak seperti hari biasa, angkot akan penuh sesak oleh anak- anak sekolah.
Kendaraan pribadi juga biasanya padat merayap berlalu lalang.
Tak terasa 30 menit berlalu, terlihat gerbang Balai Kota hampir dekat dengan angkot yang kunaiki, segera kuketuk kaca angkot dengan uang receh yang sedari tadi kusiapkan, maklum angkot di sini sudah tua, tak ada bell lagi.
Aku segera turun tepat di depan gerbang Balai Kota.
"Makasih Bang.."
Ucapku ketika memberikan ongkos pada Supir angkot, dan angkot pun berlalu.
Kulangkahkan kakiku memasuki gerbang Balai Kota, dari kejauhan Aku dapat melihat gerombolan remaja yang ku kenali betul sosok mereka.
Dengan senyum lebar mereka menoleh ke arahku.
"Kok lama jeng.."
Seru salah satu dari gerombolan tadi.
Dia adalah Fitri.
Dia teman yang merangkap sahabat sekaligus sepupuku, ya..Dia Anak dari Adiknya Ibuku.
"Iya nich..angkotnya lelet, man yang lain?
Ujarku mengulas senyum.
"Itu tu...pada di dalem"
Sahut Nita teman satu teamku.
"Oke yuk samperin.."
Balasku.
Kami bergegas masuk ke salah satu ruangan tempat dimana kami biasa meletakkan barang barang yang kami bawa.
Ruangan kosong hanya terdapat beberapa kursi dan meja di pojok ruangan.
Terlihat beberapa teman sudah mulai berganti pakaian.
Kamipun segera mengambil pakaian dan menuju kamar mandi untuk bertukar pakaian secara bergantian.
Tak sampai 10 menit semua yg ada di ruangan telah terlihat rapi seragam putih yang khas dgn bela diri kami.
Seperti biasa, sebelum memulai latihan pelatih kami menghampiriku untuk menanyakan absen sekaligus menyerahkanku buku iuran yang biasanya di pungut setiap satu kali pertemuan.
"Din, gimana absen? udah dijalan kan?"
Tanya Bang Andi pelatihku.
"Ehm... Maaf Bang, ini baru mau mulai absen sambil iuran"
Jawabku sembari tersenyum.
Aku mulai mengabsen setiap Siswa yang hadir sembari meminta uang iuran satu persatu.
Terhenti tanganku mencoteng buku absen di sebuah nama.
"Dion"
Aku sejenak mengatupkan bibirku sembari mengernyitkan dahi, berfikir berusaha mengingat nama itu.
"Siapa Dia"
Ujarku lirih.
Ohhh...Aku ingat sekarang..."Dia" adalah Anak baru yang pertemuan nya baru 2 kali termasuk minggu ini.
Menurutku dia aneh, sedikit sombong, dan kurang gaul.
Aku berjalan mendekati Dion dan kumpulannya yang terdiri dari 3 orang yang menurutku sama anehnya dengan "Dia"
Aku berdiri tepat di depan mukanya.
"Absen donk!!"
Ujarku ketus tanpa melihat muka nya.
Dion meraih buku absen dan menandatangani nya, Aku meraih buku tersebut sembari berkata..
"Iuran nya jangan lupa!!"
Kulirik Dion segera menyelipkan tangan di saku tas miliknya, dan menyerahkan uang 10 ribu kearahku, lagi-lagi tanpa menatap muka ku.
Segera kuambil uang tersebut dan melangkah pergi meninggal kan mereka yang kembali duduk berhadapan.
Setelah agak jauh Aku menoleh,
"Ehm... Benerkan ini Orang, bener- bener Aneh!"
Gerutu ku pelan.
Tapi entah kenapa sikap Dion yang seperti itu, malah menyisakan tanda tanya besar dalam hatiku, kenapa Dia bersikap seperti itu hanya kepadaku??
Sementara sama anak-anak lain, Dia terlihat ramah.
"Ahh...ngapain juga Aku mikirin dia"
Aku kembali berbaur dan latihan dimulai.
60 menit berlalu...
Latihan selesai, kami semua berlari ke pinggir lapangan untuk beristirahat.
Fitri mendekatiku disusul Bang Andi pelatihku dan Andika temanku yang lain.
"Gimana Din...rencana kita?? "
Tanya Bang Andi.
"Iya Bang, jadi kok..tunggu istirahat bentar.."
Jawab ku sembari mengeluarkan botol minum lalu meneguknya dengan satu tarikan nafas.
Kuseka keringat didahi dan leherku, gerah dan panas, membuat baju habis basah usai latihan.
Hari ini kami merencanakan untuk memberi kejutan ulang tahun Bayu teman kami.
Bukan acara besar, hanya sekedar memberi kejutan kue ulang tahun dan seember air untuk diguyur ke tubuhnya, hanya untuk seru-seruan.
Tak berselang lama, kulihat Bayu tengah duduk bersandar pada batang pohon, sambil memainkan handphonenya.
Aku berdiri, dan segera memberi kode pada yang lain bahwa sudah saat nya surprise party ini dimulai.
Aku memanggil Bayu, dengan tepukan dan lambaian tangan, Bayu beranjak dan menyimpan kembali handphone nya.
Dan benar saja, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba..
Byuuuuurrrr....
Satu ember air telah mendarat mulus dari atas kepala Bayu.
Andika sukses membasahinya.
Suasana begitu riuh, sorakan dan tepuk tangan kami menyatu dengan lantunan lagu selamat ulang tahun, Bayu kaget, kesal,marah senang dan bahagia bercampur jadi satu, Tawa dari semua teman-teman membuat suasana menjadi ramai.
Aku membawakan kue kecil lengkap dengan lilin diatas nya.
"Selamat ulang tahun ya Bayu...Maaf ya....kami iseng hahhh"
Ujarku memberikan selamat sembari meraih tangan nya bersalaman.
Dalam hitungan menit saja kami sudah basah semua oleh air balas dendam dari Bayu.
Kami bersorak..tertawa..berlarian kesana kemari.
Disaat itu juga mataku tertuju pada sekelompok Orang aneh, siapa lagi kalau bukan Dion dan genknya.
Ternyata mereka tidak turut serta, mereka menepi dari kami.
"Oh my God"
ucapku sembari menepuk dahi. Ada apa dengan mereka???
Aku berlalu sambil tersenyum menggelengkan kepala.
Latihan selesai.
Kami bersiap untuk pulang, dan ketika kubuka tas ransel, berusaha mencari sesuatu.
"Ya mpuuuunnn"
Teriakan kecilku, membuat Fitri melangkahkan kaki mendekatiku.
"Kenapa jeng"
Tanyanya.
"Aku lupa bawa baju ganti"
Jawabku lagi.
"Nah lo... Terus gimana??
masak kamu pulang basah gitu?"
Ledekan Fitri membuatku memutar cepat otakku untuk berpikir mencari solusi.
Mataku tertuju pada Dion, Aku tersenyum dan "Ahaaaa"
Aku dapatkan solusinya.
Fitri hanya menatapku heran sembari mengikutiku dari belakang mendatangi Dion.
"Hey"
Sapaku pada Dion.
Dengan heran Dion menatap ku.
"Saya??"
Tegas nya.
"Ya iyalah Kamu...siapa lagi??"
"Kenapa?"
sambung nya cepat.
"Aku boleh pinjam jaketnya??"
Tanyaku agak malu tapi tetap dengan muka cuek.
Terlihat Dion berpikir agak lama, namun kemudian Dia melepaskan jaket yang dipakainya, dan menyerahkannya padaku.
"Nich"
Dion menyodorkan jaketnya padaku.
Tanpa pikir panjang dan banyak tanya, Aku meraih nya.
"Makasih ya..."
Aku meninggalkannya sementara Dion masih berdiri dalam kebingungan.
bersambung**
Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku menerawang mengingat kejadian barusan.
Agak aneh memang, Dion yang menurutku Aneh, tetapi hari ini Dia menyelamatkanku, setidak nya dari rasa malu karena baju yang basah.
Meskipun hanya sebuah jaket, tapi setidaknya sedikit menyelamatkanku dari rasa malu.
"Kak, kok bajunya basah..habis kecebur ya?"
Sapa seorang anak kecil di angkot. Menyadarkan ku dari lamunan ku.
"Ehmm.."
Aku hanya membalas dengan senyuman.
Ternyata Aku melamun cukup lama, tak terasa jalan masuk ke perumahanku sudah hampir terlewat.
"Stop bang..!! "
Teriakku sambil mengetuk kaca angkot.
Aku bergegas turun lalu menyodorkan ongkos kepada supir angkot.
Aku berjalan pelan, melangkahkan kaki dengan tangan memegang kedua sisi tali ransel, sambil tetap memikirkan kejadian barusan.
"Assalamualaikum ..."
Salamku ketika membuka pintu rumah dan masuk kedalam.
Aku mendapati Papa sedang membolak balik surat kabar.
"Walaikum salam Din, udah pulang kamu Nak.."
"Iya Pa"
Balasku sembari mencium tangan beliau.
" Mana Mama pa??"..
Tanyaku yang tak mendapati sosok Mama di ruang itu.
"Mama di kamar"
Sambung Papa.
Aku hanya berlalu sambil membentuk huruf "O" pada mulut ku.
Setelah meletakkan ransel, Aku mengeluarkan pakaian kotor dan membawanya ke tempat pakaian kotor, lalu bergegas untuk membersihkan diri.
Baru saja tiba di kamar, ketika hendak membuka pakaian. Aku tiba- tiba berhenti, lalu duduk di tepi tempat tidur, Aku meraih jaket yang baru saja kugantung, lalu kupandangi, sembari menghela nafas panjang.
Aku baru saja menyadari bahwa aku tidak tau alamat Dion, begitupun nomor telpon yang bisa Aku hubungi.
"Ya ampuuuunnn... Gimana cara balikin ni jaket?? tadi kenapa gak nanya dulu ya Aku nya..."
Gumam ku pelan.
Ku urungkan niat ku untuk segera mandi, kuraih ponsel lalu mulai mengetik pesan singkat ke Fitri.
"Jeng, udah sampe lum"
Tak berapa lama ponsel ku bergetar
"*U**dah..Napa*"
lalu kutekan panggilan pada no Fitri
"Halo!! Fit..kacau nich!"
Ucapku to the point'
"Kacau kenapa?"
Sahut Fitri bingung.
"Ehm... Kamu tau rumahnya Dion??,"
Tanyaku
"Emang kenapa?? Tunggu.. Tunggu... Ada apa nich tiba- tiba tanya alamat?? mau main jeng??"
Ledek Fitri sambil tertawa terbahak
"Sembarangan!! Bukan gitu, mau balikin jaket nya gimana coba..atau kamu ada nomor kontak nya??"
Tanyaku kembali penuh harap.
"Boro- boro kontak nya, Dia tinggal di daerah mana aja Aku gak tau"
Terdengar hela nafas panjang di sebarang sana,menandakan bahwa Fitri pun turut bingung.
"Eh Din, tapi tunggu dulu..kamu masih pegang buku absen kan??"
Tanya Fitri seperti baru mendapat kan ide.
"Terus"
Sahut ku penasaran.
"Kamu cari deh nama Dia, terus lihat di paling ujung kan ada asal sekolah..."
Penjelasan Fitri semakin membuat bingung..
"Lalu??"
Aku semakin penasaran menunggu ide brilian dari saudara ku ini.
"Ya udah..kamu tinggal datangi sekolahnya Jeng.."
Aku tertegun, sembari mencerna ide dari Fitri.
"Maksud mu, Aku datang kesekolah nya lalu bertanya??? ogahhh!!! males banget"
Jawabanku menciptakan gelak tawa diseberang sana.
"Ya udah dech.. Aku mau mandi.."
Segera kututup telponku. Lalu bergegas mandi.
Malam nya, Aku kembali memikirkan ide Fitri sore tadi.
Aku kembali bertanya pada hatiku, apa Aku harus melakukan nya? kalau tidak demikian, bagaimana Aku bisa mengembalikan jaket itu.
"Ah..nantilah Aku pikirkan lagi"..
Mataku telah memberi sinyal untuk segera beristirahat.
Besok senin kembali bersekolah dan harus pagi- pagi sekali, karena besok Aku petugas upacara di sekolah.
Aku bergegas merapikan bantal dan lelap di balik selimut.
***
Aku terjaga ketika ketukan lembut dari balik pintu kamarku berbunyi entah sudah berapa kali.
"Dina..."
Panggilan Mama, membuatku harus melepaskan diri dari hangatnya selimut kesayanganku, beranjak dari tempat tidur, berjalan sempoyongan membuka pintu.
"Iya ma Dina udah bangun"
Mama memberi kode untuk segera mandi dan sholat subuh.
Aku membalas dengan anggukan kepala, lalu ngeloyor mengambil handuk dan mandi.
Selesai mandi Aku kembali menatap jaket yang masih tergantung lagi-lagi ku hela nafas panjang.
Selesai sarapan Aku bergegas mengambil ranselku, sesaat setelah terdengar klakson sepeda motor Ari.
Ari adalah Pacarku yang setahun ini setia antar jemput sekolah.
Ari berbeda sekolah denganku, Mama Papa ku memang sudah mengizinkan Aku untuk pacaran setelah Aku berusia 16 tahun lebih tepat nya kelas 2 SMA dengan catatan, pacaran hanya dijadikan motivasi untuk semangat belajar,
tetap dengan batasan dan larangan.
Seperti..tidak boleh ada yang namanya malam mingguan dan tidak boleh keluar malam..
"Pamit ya Ma..Pa"
Ujarku sembari mencium tangan keduanya.
"Hati- hati ya Din"
Jawab mama dan papa hampir berbarengan.
Di depan pagar rumah, Ari membuka helm nya melemparkan senyum termanis nya pagi ini.
"Pagi...."
Sapa nya, Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Ari menyerahkan helm untuk Aku kenakan, Aku menerimanya dan segera memakai nya dengan sangat hati-hati, agar rambutku tidak berantakan.
Motor pun melaju.
Di tengah perjalanan Ari membuka percakapan setengah berteriak
"Kemarin gimana??"
"Apanya"
Jawabku tak kalah berteriak.
"Pergi latihannya... Siapa yang anter??"
Tanya Ari memperjelas.
Memang selama ini Ari yang selalu antar jemputku, termasuk saat latihan.
Kemarin, Ari tidak bisa antar karna motor nya rusak.
"Oh... Gak ada, Aku naik angkot"
Jawab ku.
Ari hanya mengangguk angguk kan kepala nya .
Sesampai nya di sekolah, Aku turun dan melepas helm, Aku masih mematung di depan Ari, menunggu motor nya berlalu.
"Hari ini kamu petugas ya??.."
Tanya nya.
"Iya"
"Ya udah,semangat ya... Aku jalan.."
Pamit nya padaku.
Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum dan berucap
"Hati-hati"
Aku melangkah kan kaki memasuki gerbang sekolah.
Teman- teman sudah mulai bersiap, berbaris rapi pada barisan masing- masing.
Saat memasuki kelas, dan menaruh ransel di meja.
Fitri menemuiku dan bertanya.
"Gimana jadi balikin jaket??"
"Nantilah, belum Aku pikirkan, lagian jaketnya belum di cuci."
Jawabku cuek.
"Ya udah yuk upacara udah mau mulai"
Fitri menarik lenganku menuju lapangan.
Hari senin yang sangat cerah, matahari bersinar tanpa awan menutupi. Sesekali kulirik teman-temanku yang mulai berkeringat karena kepanasan.
beruntung barisanku cukup terlindung oleh bayangan gedung sekolah, sehingga dapat terhindar dari sengatan panas matahari pagi ini.
Hampir 40 menit upacara berlangsung.
Ketika protokol mengucapkan upacara selesai, seolah mendapatkan angin segar semua peserta upacara tersenyum lebar.
Jam pelajaran dimulai,
pagi ini pelajaran pertama matematika.
Senin yang berat memang, tak sedikit temanku yang membenci hari senin.
Selain Gurunya galak, jam pelajaran nya pun cukup panjang.
Wajar jika teman-teman menganggap hari senin akan sangat menguras otak.
2 jam berlalu..
Saatnya istirahat.
Aku memilih tak keluar kelas, Aku duduk bersandar di dinding kelas dengan menghadap ke dinding lain nya.
"Jeng..Gak keluar??"
Sapa Fitri.
"Gak ah jeng.. Males!!"
Aku menjawab sambil tetap duduk santai bersandar.
"Kamu kenapa sich Din??
Masih mikirin Si Mr.Jaket??
udahlah santai aja, minggu depan kan latihan lagi, buat apa susah-susah nyari nya?! Balikin nya pas ketemu minggu depan, bereskan"
Sambung Fitri panjang lebar.
"Nahhh..cakep ni...sipp..bener Fit, besok minggu aja Aku balikin nya."
Aku seolah mendapat kan semangatku lagi dengan ide dari saudaraku satu ini.
Jam pulang tiba...
Hanya sekitar 10 menit menunggu, Ari telah tampak dari kejauhan.
Untuk masalah waktu, Aku akui Ari orang yang on time sekali.
Hampir tak pernah telat, dan hampir tak ada janji yang tak dia tepati.
"Mari.. Ojek nya mbak"
Goda Ari seraya menaikkan kaca pada helm nya.
Lagi-lagi Aku hanya membalas dengan senyuman.
Sekolah Ari dan sekolahku tidak terlalu jauh, cuma 5 menit jika ditempuh sepeda motor.
Motor kami melaju... di tengah perjalanan Ari menawarkanku untuk makan bakso.
"Din, kita makan bakso yuk... Aku baru dapet duit honor dari bantuin di bengkel elektronik saudara ."
Ari memang sekolah nya jurusan elektro, jadi Dia kalau malem nyambi di bengkel saudaranya, makanya sering dapet honor,
makanya meski masih Sma, Dia sering traktir makan, walau cuma sekedar bakso atau es campur.
"Ehm..oke"
Jawab ku singkat.
Kami berhenti di salah satu warung bakso di pinggir jalan arah jalan pulang.
Setelah memesan 2 mangkuk bakso, Ari duduk didepanku, kami berhadapan.
Ari menatapku seolah - olah ada yang ingin di ketahuinya dari sikapku.
Aku beberapa kali mencoba menghindari tatapan nya.
"Dina kamu ada apa ?? dari pagi tadi loch..kamu aneh..gak biasa"
Selidik nya sembari menatapku lekat-lekat.
"Gak ada apa-apa,,ngaco ah.. Emang aneh nya dimana coba??"
Tanyaku balik.
"Kamu lebih banyak diam.."
Jawab nya singkat.
Sebenarnya iya, Aku sedang memikirkan si Mr.Aneh dan Jaket nya, tapi masak Aku mesti cerita sama Ari? yang ada nanti malah cemburu.
"Tuh kan diem lagi."
Ari lagi-lagi memergokiku tengah melamun.
"Eh...enggak kok, cm lagi gak fokus aja..banyak tugas"
Uapanku berbohong, dan Aku yakin Ari tak mempercayai alasan ku.
Tapi Dia hanya berusaha memahami kondisiku.
Setelah setengah jam berlalu, bakso telah habis kami lahap.
Aku beranjak dari kursi dan melangkah keluar warung menunggu Ari di motornya.
Sementara Ari masih mengantri untuk membayar bakso yang telah kami santap.
Setibanya dirumah, Aku menawarkan untuk mampir, walau hanya sekedar basa basi, karena kami sama-sama tau, bahwa bukan waktu yang tepat untuk itu.
Ari melemparkan senyum sebelum motor nya melaju meninggalkan rumahku.
Aku masuk dengan gontai, rasa lelah ini menuntunku untuk segera menemui tempat tidurku.
Kudapati Mama tengah berada di dapur sepertinya Mama mendapat resep baru lagi dari majalah yang dibelinya.
Mama selalu mencoba setiap resep baru.
Mama jago sekali dalam urusan memasak.
"Assalamualaikum Ma"
Sapaku memberi salam.
"Walaikum salam Din... Cepat ganti seragam, lalu makan ya!"
Ucap Mama sambil sesekali membaca resep majalah di depan nya.
"Nanti aja Ma, Dina tadi abis makan bakso masih kenyang, mau tiduran dulu"
Jawabku menerangkan.
Aku segera meninggalkan Mama... dan menuju kamar,segera menjatuhkan tubuhku di tempat tidur.
Dan mataku tertuju pada jaket itu lagi, lalu terlelap..
bersambung**
Waktu terasa begitu cepat berlalu.
Sudah 1 minggu berjalan dari hari itu.. Hari dimana Aku merasakan rasa penasaran yang begitu tinggi atas seorang yang kuanggap aneh... Dion Si Mr. Aneh dan sepotong jaketnya.
Kulirik meja belajarku, sebuah bungkusan dengan kertas berwarna biru. Aku beranjak dari sisi tempat tidur, kuraih bungkusan itu, kupandangi, dan kubuka kembali. Aku
merasa tidak enak hati jika harus memberikan jaket itu dengan bungkusan yang terlalu manis. Seperti remaja yang sedang dimabuk asmara menurutku. Aku meremas kertas biru itu, dan membuangnya ke keranjang sampah dibawah meja belajarku, aroma harum dari pewangi pakaian tercium dari jaket tersebut, karena memang sebelumnya Aku cuci dulu menggunakan banyak sekali pengharum pakaian. Setidaknya, ada alasan kenapa baru Aku kembalikan.
Akupun membuka laci mejaku mencari-cari sesuatu yang bisa kupakai sebagai ganti si kertas biru. Aku meraih kantong plastik bergambar hellokity berwarna pink. Aku berpikir sejenak...
"Apa langsung kumasukkan ke plastik ini saja ya?? ah..tapi rasa-rasanya tidak sopan"
Aku mengernyitkan dahiku...mencoba berfikir lagi, lalu kuputuskan mengambil beberapa lembar kertas surat kabar lama milik Papa. Aku lalu membungkus jaket tersebut, dan memasukkannya kedalam kantong pink bermotif hellokity.
"Fiuhh...akhirnya selesai.."
Aku berkacak pinggang merasa lega, Aku mendongak kan kepala melihat jam dinding yg tergantung di bagian atas salah satu dinding kamar, jam menunjuk kan pukul 06.30 masih terlalu pagi..
Aku keluar dari kamarku, kulihat Papa sedang berlari- kecil didepan rumahku. Setiap hari minggu Papa selalu menyempatkan diri untuk berolah raga, meski cuma sebentar. Karena dihari lain beliau kerja. Kami bukan dari keluarga kaya raya.
Papaku hanya seorang buruh di sebuah perusahaan property, dengan gaji seadanya tetapi itu cukup untuk membiayai kehidupan kami dan sekolah ku. Alasan itu lah yang membuat ku tidak terlalu menuntut orang tuaku untuk suatu keinginanku.
Aku melangkahkan kaki menuju kursi di depan televisi, kuraih remot dan mencari siaran yang kusukai.
"Din, kamu gak latihan??"
Tanya Mama yang masuk membawa kantong belanjaan, sepertinya baru pulang dari tukang sayur.
" Bentar lagi Ma"
Jawabku dengan masih dalam posisi awal setengah rebahan di depan televisi.
"Mama beli nasi uduk Din, yuk Kita sarapan dulu"
Ujar mama sembari mengeluarkan 3 bungkusan kertas dari dalam kantong belanjaannya.
"Iya Ma"
Jawabku sambil beranjak menyusul Mama ke dapur, belum sampai ke dapur tiba-tiba
"Ajak Papa sekalian Din"
Teriakan Mama kembali, yang membuatku putar arah menuju depan untuk memanggil Papa.
"Pa..sarapan yuk"
Panggilku pada Papa yang tengah duduk sambil menyeka keringat yang mulai mengkilapkan wajah dan lengannya.
seketika Papa menolehku dan menjawab
"Iya Nak.."
Dalam hitungan menit kami pun sudah menikmati nasi uduk yang disiapkan Mama.
setelah membereskan meja makan, serta mencuci peralatan makan, Aku bergegas mandi, bersiap dan berkemas untuk pergi latihan ke Balai Kota.
Jam saat ini menunjuk kan pukul 07.45.
ketika klakson yang begitu Aku kenal berdentin 2 kali.
"Ma ... Pa.. Dina berangkat ya.."
Pamitku sembari mencium tangan kedua orang tuaku.
Mama mengantarku ke depan, baru saja keluar pintu, Aku menepuk dahi dan putar balik masuk kamar, secepat kilat kuraih bungkusan yg tergolek manis di meja kamar.
Sayup kudengar Mama sedang tertawa bersama Ari di depan, ketika Ari berkata
" Pasti ada yang ketinggalan ya Buk"..
Dalam hitungan detik Aku telah berada kembali disisi Mama yang masih berdiri di depan pagar.
"Kami berangkat ya Bu.."
Pamit Ari, yang kala itu kudapati tengah memperhatikan bungkusan yang kubawa.
Aku melambaikan tangan pada Mama, yang tengah menutup pagar dan berjalan masuk kedalam rumah.
Diatas sepeda motor,
"Itu apa Din?"
Tanya Ari penasaran.
"Oh... Ini baju teman mau dibalikin."
Jawabku.
"Kamu pinjem?"
Sambung nya lagi.
"Iya minggu kemarin lupa bawa baju ganti" Sahutku lagi.
"Wahh... Untung teman kamu bawa dua ya"
Aku seperti ingin tersedak ketika mendengar Ari bicara seperti itu.
Seketika Aku seperti tengah berada dalam kebohongan.
Aku ingin sekali cerita padanya tentang yang Aku alami, tapi Aku takut ada kesalah pahaman, dan Aku lebih memilih diam, toh hari ini setelah jaket ini Aku kembalikan, semua akan selesai, dan hubunganku dengan Ari akan baik- baik saja. Aku menghela nafas memantapkan diri.
"Non.. kok melamun.."
Goda Ari yang diam-diam memperhatikan Aku dari spion motor nya.
Aku tersentak, dan melihat ke arah spion lalu tersenyum.
Tak berapa lama, akhirnya kami tiba.
Aku turun lalu bertanya pada Ari,
"Mau nunggu atau pulang dulu??"
sembari menyerahkan helm.
"Aku pulang dulu aja, jam 11 Aku jemput.
Aku belum mandi"
Sontak saja Aku membelalakkan mataku, rasa tak percaya hal itu membuat Ari terbahak...
"Kenapa?? masih wangi ya??"
Ledek nya lagi.
Aku membalas dengan mendarat kan cubitan dilengannya. Kami sama-sama tertawa.
Hingga akhirnya nya motor Ari melaju meninggalkanku.
Aku bergegas melangkah setengah berlari memasuki Balai Kota, sesekali mataku berkeliling dan kepalaku menoleh ke kanan lalu ke kiri.
"Dimana Dia"
Ucapku dalam hati.
Sampai di dalam ruangan tempat kami berkumpulpun Aku tak melihat Mr.Aneh bahkan pasukan nya sekalipun.
Aku kembali keluar setelah ransel kuletakkan, memperhatikan sekeliling lapangan,
kali ini lebih teliti..tetap tak kutemukan.
Aku berjalan keluar mendekati Andika dan Bayu serta Fitri yang lagi memperagakan tendangan yang baru di ajarkan minggu lalu.
"Ada yang lihat Dion"
Tanyaku tanpa basa basi.
mereka nampak keheranan, Fitri menghentikan aktifitasnya dan mendekatiku.
"Dari tadi belum nampak Din, mungkin belum datang"
Ternyata percakapan kami di dengar Bang Andi pelatih kami.
"Dion, Daka sama Reno mereka mengundurkan diri Din, minggu kemarin mereka bilang."
Aku terpaku mendengar penjelasan Bang Andi, lalu berjalan menghampiri Bang Andi yang tengah mengikat tali sepatunya untuk memulai latihan.
"Ini seriusan Bang?"
Tanyaku masih rasa tak percaya.
"Iya mereka ada bimbel katanya, jadi gak bisa latihan dulu."
Jelas Bang Andi kepadaku yang masih berada dalam kebingungan.
latihan dimulai..
Tepat jam 11 kulihat Ari sudah nangkring di motornya di depan gerbang Balai Kota.
Aku dan Fitri berjalan beriringan.
"Fit... besok Aku mau kesekolahnya Dion mau balikin jaket nya"
Aku memulai percakapan sembari berjalan.
"Kamu mau bolos ya? emang kamu udah tau sekolahnya dimana?... Apa mau Aku temenin"
Menawarkan diri.
"Dia sekolah di SMA setia darma Fit... kan sekolah itu masuk nya siang, gak jauh dari sekolah kita, jadi pulang sekolah Aku langsung kesana."
Jelas ku panjang lebar.
"Lalu....Ari??"
Tanya Fitri lagi seolah ragu.
Aku hanya menoleh nya sambil mengangkat bahu, menandakan bahwa Aku belum tau harus bagai mana.
Belum sempat Fitri menjawab lagi, Aku buru-buru berlari kecil ke arah Ari yang menungguku, sambil melambaikan tangan pada Fitri.
"Duluan ya....bye..".
Sembari mengedipkan sebelah mataku pada Fitri.
Dia hanya tersenyum membalas lambai tanganku.
"Kok bungkusannya dibawa pulang lagi Din?"
Tanya Ari heran.
"Orangnya gak masuk."
Balas ku.
"Apa kita antar kerumahnya aja?"
Tawar Ari padaku.
"Ehm gak usah..besok aja disekolah"
Lalu sepanjang perjalanan kami cuma diam.
Sampai dirumahku, Ari ikut masuk ke dalam pagar memarkirkan motornya dan duduk di teras. Aku masuk lalu mengambilkan segelas air jeruk dingin dan meletakkannya diatas meja disamping kursi yang diduduki Ari.
Papa keluar..
"Pa kabar Ri?? gimana sekolahnya?"
Ari seketika berdiri dan menyalami Papa.
"Baik Pak... Sekolah Alhamdulillah lancar aja"
"Kabarnya Kamu udah mulai PKL ya..."
Tanya Papa lagi.
"Belum Pak, mungkin bulan depan."
Jawab Ari.
Tak berselang lama Aku telah selesai berganti pakaian dan menuju teras bergabung dengan Ari dan Papa.
"Dina udah selesai, Bapak masuk dulu ya.."
Papa beranjak dan masuk ke dalam.
Aku menggantikan posisi Papa duduk di kursi bersebrangan sisi dengan Ari.
Kami mengobrol santai siang itu, hingga waktu menjelang makan siang tiba, Mama menghampiri kami.
"Dina makan siang dulu yuk, ajak Ari juga sekalian.."
Aku menganggukkan kepala berdiri dan mengajak Ari turut makan bersama kami.
Selesai makan, Ari pamit pulang.
"Buk.. Pak makasih jadi ngerepotin makan siang disini, Ari mau pamit pulang"
"Gak pa-pa Ri... Gak ngerepotin, kamu hati-hati ya"
Sambung Papa ketika Ari hendak keluar rumah.
"Oh ya Ri, Aku lupa... Besok gak usah jemput ya... Aku sama Fitri mau ke toko alat tulis ada yang mau kita beli. Aku pulang naik angkot aja"
Pintaku agak gugup.
"Oh... Oke... kamu hati-hati"
Ada sedikit lega dalam hatiku ketika mendengar jawaban Ari kala itu.
Senin pagi, di sekolah ku.
"Dina... kamu yakin siang nanti mau nemuin si Mr.Aneh?"
Tanya Fitri kepadaku ketika kami tengah berdiri di lapangan untuk mengikuti upacara.
Aku hanya menganggukkan kepala dengan pandangan tetap fokus kedepan.
Setelah upacara berakhir dilanjutkan dengan jam pelajaran demi pelajaran usai, tibalah saat yang Aku tunggu. Berkali-kali kulirik jam di tangan kiriku, sesekali Aku mengetuk-ngetukkan jariku di meja.
Fitri yang sedari tadi memperhatikan kegelisahanku mendekatiku, dan Aku hanya tersenyum.
Tettt... Tettt... Tettttt.
Bell sekolah akhirnya dibunyikan Pak Ijal penjaga sekolahku. Ada detak yang tiba- tiba saja mendera dijantungku yang tak beraturan. Hari ini tiba-tiba saja kurasakan dua kali lebih panas dari biasa, butir-butiran keringat mulai bermunculan didahiku.
Ya tuhan... Ada apa denganku.
Aku menarik nafas panjang lalu membuang nya perlahan.
Kulangkahkan kaki meninggalkan gerbang sekolah.
Aku menghampiri ojek yang berjejer di depan gerbang sekolah, lalu meminta untuk di hantarkan ke sekolah Dion.
Tak sampai 10 menit, Aku tiba.
Setelah memberikan selembar uang 5 ribuan, Aku memperhatikan sekeliling suasana sekolah tersebut, dan Aku baru menyadari ternyata seragamku berbeda, itu yang membuat semua mata tertuju padaku.
Aku mematung agak lama, antara malu dan bingung, sebab Aku tak tau harus bertanya pada siapa.
Setelah lama mematung, Aku memilih berdiri di samping gerbang sekolah, yang kebetulan saat itu ada kursi kecil Abang penjual gorengan. Kuputuskan untuk duduk disitu.
"Bang boleh duduk disini?"
Sapaku pada Abang penjual gorengan.
"Silahkan mbak.."
Sahut penjual gorengan, sembari memperhatikan seragamku.
"Bukan siswi sini ya.."
Sambung nya.
Aku menggelengkan kepalaku dengan tersenyum.
Mataku tak luput dari para siswa yang satu persatu memasuki gerbang sekolah.
5 menit...10 menit...15 menit.. Tak juga kudapati sosok Dion.
Setengah jam Aku menunggu tak kunjung bertemu. Siswa pun sudah mulai sepi, sepertinya semua sudah datang. Aku menghela nafas.
Aku berdiri... Rasa panas, lelah dan dahaga.
Kuputus kan untuk pulang.
Dimanakah Dia...
Sesulit inikah menemui nya.
Aku berjalan gontai, meninggalkan sekolah itu.
Dengan angkot jurusan kerumahku... aku pulang.
bersambung**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!