Berawal dari kebangkrutan perusahaan milik Raul Jaya, putrinya yang bernama Lilian Jaya harus menanggung banyak derita. Satu persatu rentenir dan para investor mendatangi Lilian untuk menagih hutang dari ayahnya. Lilian bingung karena setelah kebangkrutan perusahaan ayahnya pergi entah kemana bagaikan di telan bumi.
Lalu Lilian bertemu dengan Lestari, seorang wanita paruh baya yang sangat disegani di kota ini. Awal pertemuan mereka berawal saat Lilian yang berjalan kaki sepulang dari pasar hendak menuju rumahnya. Namun di tengah jalan tiba – tiba ada seorang rentenir beserta ke empat anak buahnya yang menghadang Lilian.
Saat Lestari melewati jalan itu dan tidak sengaja melihat Lilian yang ditindas, belanjaannya di injak – injak oleh para preman. Karena merasa kasihan akhirnya Lestari menyuruh sang supir untuk berhenti. Wajah rentenir dan anak buahnya seketika tercengan kala melihat seorang Lestari Pranata yang turun dari mobil itu.
“Kalian butuh berapa?” tanya Lestari dengan santai.
“Hutang dia lima ratus juta beserta bunganya,” jawab rentenir itu.
Lestari terlihat mengeluarkan sebuah cek, dan menuliskan nominal sesuai yang rentenir itu minta.
“Ambillah dan jangan pernah mengganggu gadis ini.” Lestari memberikan selembar cek itu dan akahirnya rentenir itu pergi bersama anak buahnya.
“Kamu tidak apa – apa?” tanya Lestari.
Lilian memberanikan diri untuk mendongkakkan wajahnya, dia meraih tangan Lestari yang ia ulurkan ke arahnya.
“Kamu tidak apa – apa?” tanya Lestari lagi.
“Iya Nyonya saya tidak apa – apa,” jawab Lilian ragu.
“Mari duduk dulu. Jangan panggil Nyonya, panggil saja tante atau bibi.” Lestari mengajak Lilian duduk di kursi halte yang ada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Setelah memposisikan diri mereka di atas kursi halte, Lestari mulai bertanya kepada Lilian.
Dengan ragu Lilian mulai menceritakan kehidupannya kepada Lestari. Namun tanpa Lilian sadari air matanya mulai membanjiri pipnya, dia tak mampu lagi menahan kesedohannya saat mengingat kejadian yang menimpa keluarganya.
“Lalu dimana ibumu Lilian?” tanya Lestari.
“Ibuku sudah bahagia di surga Tante.” Lilian memaksakan bibirnya untuk mengulas sebuah senyuman.
“Maaf saya tidak tahu.” Lestari merasa bersalah karena telah menanyakan hal itu kepada Lilian. Namun disisi lain Lestari merasa sedang beruntung, dia menemukan wanita yang cocok untuk anaknya.
“Mari ikut saya.” Lestari mencoba mengajak Lilian ke suatu tempat. Awalnya Lilian takut dan menolaknya, namum karena paksaan dan mengingat Lestari sudah menolongnya akhirnya Lilian mau.
Lilian masuk ke dalam mobil mewah Lestari, di duduk di bangku penumpang tepat di sebelah Lestari. Dalam perjalanan, Lestari banyak menyakan tentang kehidupan Lilian dan juga asmaranya. Mendengar bahwa Lilian belum mempunyai seorang kekasih itu bagai kabar yang sangat baik bagi Lestari. Ditambah dengan Lilian yang hidup sebatang kara dan menanggung banyak hutang, membuat Lestari seperti mendapat peluang besar.
Mobil berhenti di tempat parkir salah satu café yang terlihat sangat mewah bagi Lilian. Lestari mengajak Lilian turun dan memasuki café itu.
“Mau pesan apa?” tanya Lestari yang melihat Lilian hanya diam tidak membuka buku menu.
“Apa saja Tante,” jawab Lilian ragu.
Sambil menunggu pesanan datang, Lestari mulai mebicarakan tawarannya kepada Lilian.
“Saya bisa saja membantumu untuk keluar dari masalah, dan Raul Jaya Group juga mempunyai hutang yang sangat besar dengan Pranata Corp’s.” lestari menyodorkan ponselnya ke arah Lilian.
Kedua mata Lilian terbelalak melihat nominal hutang ayahnya kepada Pranata Corp’s. Satu triliyun bukanlah angka yang kecil, itu bahkan mempunyai banyak angka nol di belakangnya. Lilian tidak bisa membayangkan bagaimana dia harus menghadapi para rentenir dan penagih hutang yang ditinggalkan oleh ayahnya.
“Saya bisa saja menganggap lunas hutang itu jika kamu mau menerima syarat dari saya. Tapi saya juga bisa menjebloskan kamu ke penjara karena kamu adalah satu – satunya pewaris sah atas Raul Jaya Group.” Lestari menghentikan pembicaraannya saat pelayan datang membawakan pesanan mereka.
“Bagaima Lilian?” tanya Lestari dengan senyum sejuta arti.
“Apa syaratnya Tante?” tanya Lilian ragu.
“Gampang saja, kamu menikah dengan anak saya dan kandungkan anak laki–laki untuknya. Jika anak itu sudah lahir kamu boleh bercerai dengannya.” Dengan sangat enteng Lestari mengatakan hal itu kepada Lilian.
Sejenak Lilian diam, dia memikirkan tawaran dari Lestari.
“Saya juga mau tapi juga dengan syarat,” ucap Lilian memecah keheningan.
“Apa?” tanya Lestari.
“Lunasi juga semua hutang ayahku yang lain.” Mendengar kata – kata Lilian membuat Lestari tertawa.
“Lilian , Lilian, itu hal yang sangat mudah bagiku. Aku menyanggupi syarat darimu, ini kartu namaku. Hubungi aku jika kamu sudah siap dan ini uang muka untukmu.” Lestari memberikan kartu namanya kepada Lilian. Tidak hanya itu, Lestari juga meninggalkan amplop coklat yang berisi uang sepuluh juta sebagai uang muka kepada Lilian.
Lilian memandang punggung wanita paruh baya itu saat meninggalkannya. Untuk beberapa saat Lilian memandang kartu nama itu dan memandang amplop coklat yang kini ada di tangannya. Dengan kekuatan yang tersisa, Lilian membawa kedua benda itu dan pergi meningglkan café tersebut.
Dengan gontai Lilian melangkahkan kakinya ke arah rumahnya. Pikirannya berkecamuk memikirkan keputusan yang aru saja ia buat.
Aku menjual rahimku untuk melunasi hutang ayahku. Kata – kata itu seperti sebuah audio yang terus berputar di otak Lilian.
“Tidak, aku harus merubah nasibku. Aku ingin ayah bahagia dan tidak ada orang yang menagih hutan jika ia kembali nanti.” Guman Lilian untuk menyemangati dirinya.
Meskipun sudah hampir satu tahun ayahnya tidak kembali, tapi Lilian masih mengharapkan kehadiran sang ayah. Dia selalu berdoa agar suatu saat nanti Tuhan membawa ayahnya kembali bersama Lilian.
Sampai di rumah, Lestari membicarakan hal ini kepada Johan. Laki – laki itu nampak tidak suka, dia ingin sekali menolak perintah sang ibu namun apa dayanya dia tidak akan bisa. Lestari menceritakan tentang kepribadian dan latar belakang dari Lilian.
“Jadi dia dulu orang kaya juga?” taya Johan memotong pembicraan Lestari.
“Iya Johan kamu benar. Dan Ibu yakin dia berpendidikan dan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi.” Dengan penuh keyakinan Lestari mengatakan hal itu.
“Apa aku boleh masuk?” tanya Stevia dari pintu.
“Boleh Sayang, masuklah,” jawab Johan mengizinkan istrinya untuk masuk ke dalam.
“Ada apa?” tanya Stevia yang penasaran.
“Aku sudah menemukan wanita yang akan megandungkan anak kalian. Ibu sudah memeriksa latar belakangnya dan juga pendidikannya.”
“Apakah dia mau Bu?” tanya Stevia yang terlihat bersemangat.
“Tentu, kau tahu Raul Jaya Group kan Johan. Dia putri pemilik perusahaan itu, dan kau pasti tahu perusahaan itu mempunyai hutang yang sangat besar dengan Pranata Corp’s.” lestari memberikan penjelasan.
“Jadi Ibu meminta dia membayar lunas hutanya dengan mengandung anakku?” tanya Johan terkejut.
Bersambung.. .
Jangan lupa baca juga karya author yang lain ya😊
Ditunggu like, komen, favorit kalian di sana🙏🏻 Happy reading.
ANDA BACA KARYA SAYA
SAYA BACA KARYA ANDA
ANDA KOMEN SESUAI ALUR
SAYA JUGA MELAKUKAN HAL YANG SAMA
ANDA PROMO, SAYA JUGA AKAN PROMOSI DI LAPAK ANDA.
ANDA HANYA MEMBERI LIKE DAN MEMINTA FEEDBACK, SAYAPUN SAMA.
MUDAHKAN..
MARI BIASAKAN UNTUK SALING BERBAGI BAHAGIA😊😊🙏🏻🙏🏻
❤❤ Happy Reading💛💛
Satu minggu setelah pertemuan pertama Lilian dengan Lestari, gadis cantik ini akhirnya menghubungi Lestari. Dengan bekal kartu nama wanita kaya itu, Lilian akhirnya menelfon nomor yang tertulis di kertas kecil itu.
"Selamat siang." Suara dari sebrang telfon membuat Lilian menjadi bingung.
"Oh iya selamat siang," jawab Lilian.
"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya wanita dari telfon itu.
"Emm itu, saya mau bicara dengan Nyonya Lestari." Dengan sedikir ragu namun Lilian memberanikan diri untuk berbicara.
"Baiklah, mohon ditunggu sebentar. Saya akan panggilkan Nyonya dulu." Lilian hanya diam menunggu adanya suara kembali dari telfon itu.
"Hallo." Suara itu terdengar familiar di telinga Lilian, siapa lagi kalau bukan suara Lestari.
"Hallo, ini saya Lilian, Bu." ucap Lilian dengan dada yang kian memburu.
"Oh, kamu. Ada perlu apa?" tanya Lestari tanpa basa - basi.
"Saya sudah siap." Lilian hanya mengagakan kata singkat itu.
"Emm baguslah, nanti saya akan menemuimu," jawab Lestari.
"Baik, Bu." Merasa sudah cukup, Lilian mematikan sambungan telfonnya.
Bukan tanpa alasan akhirnya Lilian menerima tawaran dari Lestari, itu Lilian lakukan semata - mata demi melunasi hutang sang ayah. Dan dirinya juga merasa lelah harus menghadapi para rentenir yang terus menerus mendatanginya.
Lilian baru saja merebahkan tubuhnya di atas sofa, namun tiba - tiba ada suara gedoran pintu.
Dorr.. Dorr.. Dorr..
"Ya ampun siapa lagi ini." Lilian merasa ngerih mendengar gedoran pintu yang semakin keras.
Lilian bangkit, tapi tidak untuk membukakan pintu, tapi dia bersembunyi di lemari kosong yang ada di kamar ayahnya.
"Dobrak saja." Suara melengking itu bisa Lilian dengan dengan jelas.
Brak..
Pintu di dobrak oleh para anak buah salah seorang rentenir.
"Lilian, Lilian, keluar kamu." Lilian merasa sangat ketakutan mendengar teriakan laki - laki yang bertubuh kekar itu.
"Cari dia sampai dapat!" Perintah rentenir itu kepada anak buahnya.
"Baik, Bos."
Satu persatu kamar mereka buka, lemari mereka acak - acak isinya. Namun mereka belum juga berhasil menemukan Lilian.
Tinggal satu kamar lagi yang belum mereka lihat. Rentenir itu perlahan mendekati pintu kamar, namun sialnya pintu itu terkunci.
"Dobrak!" Perintahnya kepada para anak buahnya.
Brakk..
Pintu terbuka, namun kamar itu kosong dan hanya ada sebuah lemari kayu kuno. Rentenir itu memberikan isyarat kepada anak buahnya untuk menggeledah lemari itu.
Di dalam lemari itu Lilian terus berdoa semoga dirinya tidak ketahuan oleh rentenir itu.
"Ya Tuhan, tolong selamatkan aku." Lilian terus berdoa dalam hatinya.
Krekk..
Suara pintu lemari yang dicoba untuk dibuka.
"Terkunci, Bos," ucap salah satu anak buahnya.
"Apa kita dobrak aja, Bos?" tanya anak buah yang lain.
"Tidak perlu, kalau dia di dalam bagaimana mungkin dia bisa mengunci lemari bodoh ini." Lilian merutuki rentenir itu yang mengatakan lemari kesayangan ayahnya ini bodoh.
"Dasar, kamu yang bodoh tau. Mana ada lemari bodoh, lemarikan ngak punya otak." Dengan sangat lirih Lilian mengutuki rentenir itu.
"Kita keluar saja," ucap rentenir itu.
Sejenak Lilian merasa lega mendengar langkah kaki mereka mulai meninggalkan kamar itu. Tapi Lilian tidak ingin cepat bertindak, dia tidak mau kejadian yang sudah - sudah terulang kembali.
Lilian pernah hampir diperkosa oleh seorang rentenir karena sikap gegabahnya. Dia bersembunyi di dalam lemari, namun saat dia keluar ternyata dia di jebak. Rentenir itu dengan sengaja menutup pintu untuk mengelabuhi Lilian.
Dan ternyata berhasil, Lilian keluar dari dalam lemari dengan wajah terkejut. Rentenir dan ke empat anak buahnya ternyata masih di dalam rumah itu.
Untung para warga segera datang menolong Lilian, kalau tidak dia tidak lagi bisa membayangkan bagaimana nasibnya.
Semenjak kejadian itu, Lilian tidak ingin lagi bersikap gegabah. Dia akan menunggu beberapa saat untuk memastikan bahwa rentenir itu sudah benar - benar pergi.
"Sepertinya sudah aman," guman Lilian.
Perlahan dia membuka lemari itu, di mengintip untuk memastikan keadaan di luar. Lilian sengaja memilih lemari ayahnya karena itu lemari khusus. Ayahnya sengaja mendesain lemari itu dengan kunci menggunakan password dari dalam, namun dari dari luar menggunakan kunci suara.
Lemari itu dia pesan secara khusus dari London. Entah apa tujuan ayahnya membeli lemari ini, Lilianpun belum mengetahuinya.
"Wahh, sudah aman," ucap Lilian saat keluar dari lemari.
Lilian memastikan keadaan sekitar, dan menurutnya sudah aman. Lilian melangkahkan kakinya ke ruang tamu, dan dilihatnya juga sudah aman. Kini Lilianpun bisa bernafas lega.
"Terima kasih Tuhan."
Lilian membuka pintu rumahnya, dirinya terkejut ada sebuah mobil berhenti di halaman rumahnya.
Nampak seorang laki - laki gagah yang mengenakan jas rapi turun dari mobil itu. Lilian hampir tidak bisa bernafas melihat penampilannya.
"Benar ini rumah Lilian?" tanya laki - laki itu.
"Oh iya, benar. Dengan saya sendiri," jawab Lilian.
"Saya Johan." Pikiran Lilian berputar saat mendengar nama itu.
"Saya anak dari Lestari, wanita yang kau temui di cafe." Lilian terkejut mendengar penuturan Johan. Dirinya terkejut bukan karena identitas Johan, tapi dia terkejut karena Lestari menceritakan pertemuan mereka saat di cafe.
"Hey, kenapa bengong?" Johan melambaikan tangannya di depan wajah Lilian.
"Oh tidak - tidak, silahkan masuk." Lilian mempersilahkan Johan untuk masuk ke dalam.
"Tidak perlu, aku buru - buru. Ada urusan setelah ini," tolak Johan.
"Ihh, aku ngak nanya," ucap Lilian lirih, namun tetap terdengar oleh Johan.
"Apa kamu bilang?" tanya Johan.
"Tidak, tapi lebih baik masuk saja. Tidak enak mengobrol di luar." Lilian mencoba memakaa Johan.
"Baiklah." Johan akhirnya menyerah, dia mengikuti langakah Lilian memasuki rumahnya.
"Langsung saja, keperluanku kemari untuk membahas perjanjianmu dengan ibuku."
"Oh itu, apa yang perlu kamu bahas?" Lilian tidak lagi memakai bahasa formal, karena cepat atau lambat dia tetap akan menjadi istri laki-laki itu, meskipun istri rahasia karena pernikahan diam-diam mereka.
"Aku minta selama mengandung nanti kamu tinggal di rumah yang telah aku sediakan. Dan kita akan bercerai setelah kamu melahirkan anak itu. Dan dia akan menjadi hakku dan istriku sepenuhnya." Lilian terlihat memikirkan tawaran dari Johan dengan serius.
"Kamu tidak boleh berhubungan dengan laki - laki manapun selama masih berstatus istriku."
"Jadi nanti malam pertama kita muali bikinya?" Wajah Johan mendadak menjadi biru mendengar pertanyaan aneh dari Lilian.
"Kita akan melakukan pembuahannya dengan inseminasi buatan." Tukas Johan.
"Imensinasi buatan itu apa?" tanya Lilian (emang sengaja disalahkan penulisannya😁)
"Seperti bayi tabung,"Jelas Johan.
"Jadi aku nanti masih perawan meski mengandung anakmu?"
Daarrr..
Johan semakin bingung dengan pertanyaan konyol yang Lilian ajukan.
ANDA BACA KARYA SAYA
SAYA BACA KARYA ANDA
ANDA KOMEN SESUAI ALUR
SAYA JUGA MELAKUKAN HAL YANG SAMA
ANDA PROMO, SAYA JUGA AKAN PROMOSI DI LAPAK ANDA.
ANDA HANYA MEMBERI LIKE DAN MEMINTA FEEDBACK, SAYAPUN SAMA.
MUDAHKAN..
MARI BIASAKAN UNTUK SALING BERBAGI BAHAGIA😊😊🙏🏻🙏🏻
❤❤ Happy Reading💛💛
"Selamat datang Lilian," sambut Lestari.
Setelah perbincangannya dengan Johan saat di rumahnya, kini Lilian diajak oleh Johan untuk ke rumah utama sesuai perintah dari Lestari.
"Em iya Nyonya, terima kasih," jawab Lilian gugup.
"Silahkan duduk." Lestari mempersilahkan.
Dengan ragu Lilian menjatuhkan dirinya diatas sofa mewah itu. Pandangannya mengedar keseluruh penjuru ruangan. Meski Lilian pernah hidup mewah, tapi kemewahan di rumah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang ayahnya punya semasa dulu.
"Selamat siang, perkenalkan aku Stevia, istri dari Mas Johan." Wanita cantik yang mengaku sebagai istri Johan itu mengulurkan tangan kepada Lilian.
"Em saya Lilian," ucapnya dengan gugup.
"Jadi kamu perempuan yang ibu ceritakan." Lestari terkihat keluar dari kamarnya.
"Iya Stev, dia perempuan yang tempo hari Ibu ceritakan." Tukas Lestari.
"Kita mulai saja obrolannya," ucap Johan.
Mereka mulai membahas tentang perjanjian yang akan mereka sepakati. Lestari hanya menjadi pendengar dengan senyumnya yang penuh arti.
Baguslah, kau sudah masuk ke dalam perangkapku. Batin Lestari.
"Jadi nanti kamu akan menikah dengan Mas Johan." Lilian tersentak kaget saat Stevia mengatakan tentang hal pernikahan.
"Menikah?" tanya Lilian.
Wajah Lilian menunduk, dia merasa semakin bingung dengan ucapan Stevia.
"Iya, bukankah ini jalan satu - satunya." Tambah Stevia dengan wajahnya yang tidak merasa berdosa.
Lilian mengakui jika yang Stevia katakan memanglah benar, karena bagaimanapun Lilian tetap harus menepati janjinya. Lilian tahu Lestari sudah mengeluarkan banyak uang demi kesepakatan ini.
Kesepakatan Lilian menyewakan rahimnya untuk mengandung penerus keluarga Pranata. Lilian juga berfikir tidaklah mungkin jika dia menolak, karena tentunya Lestari pasti akan meminta ganti rugi atas semua uang yang telah ia keluarkan.
"Maksud istriku ini adalah menikah secara diam - diam tanpa banyak orang yang tahu. Hanya keluarga dan kerabat yang akan mengetahui pernikahan ini." Jelas Johan.
"Iya benar, meskipun nantinya pembuahan akan dilakukan secara inseminasi tapi kalian tetap harus menikah." Tukas Stevia.
"Iya, ibu setuju dengan pendapat Stevia." Lestari akhirnya membuka suara untuk membela menantunya.
"Baiklah, saya setuju dengan pernikahan ini." Lilian terpaksa melakukan hal bodoh ini demi melunasi hutang sang ayah.
"Dan kamu harus tinggal di rumah kami bersama Stevia, agar dia bisa mengawasi kehamilanmu. Dan nanti setelah anak itu lahir, aku akan menceraikanmu dan kamu bisa pergi sesuka hatimu." Sebenarnya Lilian sakit hati ketika kata - kata itu meluncur dengan jelas dari mulut Johan. Tapi apalah daya Lilian, dia tidak punya pilihan lain dak ini memang jalan yang telah ia pilih.
"Baiklah, kapan pernikahannya?" tanya Lilian berusaha tegar.
"Besok."
"Apa? Besok?" Lilian mengulangi kata - kata Johan karena keterkejutannya yang amat sangat.
"Benar Lilian, bukankah semakin cepat akan semakin lebih baik." Lilian tidak mampu berkata lagi saat Stevia mengatakan hal itu di depannya.
Lilian hanya terdiam, dia juga tidak mampu untuk menolak tawaran yang telah disepakatinya ini. Disisi lain Lilian merasa lega, karena dia tidak perlu berhubungan badan dengan Johan.
Sebelumnya Lilian tidak bisa membayangkan jika harus berhubungan badan dengan orang asing yang tidak ia cintai. Namun pikiran itu sirna saat Johan mengatakan kehamilannya akan melalui jalan inseminasi buatan.
Johan meninggalkan ruang tamu karena ponselnya yang terus berdering. Sedangkan Lilian, dia masih diam seribu bahasa karena dihadapkan oleh dua wanita cantik dari keluarga konglomerat ini.
Stevia dan Johan menikah karena bisnis. Mereka berdua disatukan oleh perusahaan yang saling bekerja sama. Dulu Johan sempat menolak pernikahan ini, tapi akhirnya dia mau menerima setelah melihat keanggunan dan kecantikan Stevia secara langsung.
"Lilian, terima kasih ya sudah mau membantu. Aku bersyukur sekali bisa bertemu denganmu." Lilian merasa risih karena sikap Stevia. Wanita itu terus memeluknya dengan mengucapkan terima kasih secara terus menerus.
"Sama - sama, saya juga berterima kasih kepada anda dan suami anda," jawab Lilian dengan senyum nyengirnya.
"Panggil Stevia aja, kita sudah seperti keluarga sekarang." Ada sebuah desiran dalam hati Lilian saat mendengar Stevia mengatakan hal itu. Dia tida menyangka, wanita seperti Stevia mau menganggapnya sebagai bagaian dari keluarganya.
"Sayang, aku kembali ke kantor dulu ya," ucap Johan yang tiba - tiba datang dari arah belakang.
"Oh iya kamu hati - hati ya," jawab Stevia.
"Kamu ada urusan di kantor?" tanya Lestari penasaran.
"Ada meeting dengan klien penting, Bu ."
Johan melangkahkan kaki jenjangnya dengan cepat. Dari yang Lilian lihat, laki - laki itu memang terlihat terburu - buru.
"Kamu jangan banyak fikiran ya, soalnya nanti bisa berpengaruh dengan inseminasinya,"ucap Stevia tiba - tiba.
"Emm emangnya ngarub banget ya?" tanya Lilian dengan polos.
"Iya Lilian, nanti inseminasi bisa gagal jika kamu banyak pikiran. Dan jangan terlalu capek juga." Lilian hanya menganggulan kepalanya mendengar obrolan dari Stevia.
"Stev, ajak Lilian ke kamar tamu, sebentar lagi orang dari butik akan datang membawa beberapa gaun pengantin," ucap Lestari.
"Baik, Bu." Stevia mengajak Lilian ke kamar tamu yang tersedia.
Kamar itu terlihat mewah bagi Lilian, catnya berwarna putih dengan sedikit sentuhan warna gold menjadikan kamar ini terlihat sangat mewah.
"Emang harus pakai gaun ya? Inikan hanya pernikahan tersembunyi?" tanya Lilian.
"Tentu Lilian, kamu harus terlihat cantik besok di depan semua anggota keluarga Pranata. Meskipun ini hanya pernikahan secara diam - diam, tapi kamu harus tetap tampil sempurna besok." Dengan senyum manisnya Stevia mengatakan hal itu kepada Lilian.
"Baiklah," jawab Lilian pasrah.
Tok..
Tok..
Tok..
"Stev, ini orang dari butik sudah datang." Lestari masuk bersama dua wanita dengan beberapa gaun yang mereka bawa.
"Silahkan pilih Lilian." Stevia mempersilahkan kepada Lilian dengan sopan.
Lilian mendekatkan diri ke tumpukan gaun - gaun pengantin yang ada di atas tempat tidur yang sangat empuk itu.
Lilian membukanya satu persatu, sampai Stevia mendekatinya karena Lilian terlalu lama berfikir.
"Biar aku pilihkan." Stevia duduk di samping Lilian dengan wajahnya yang terlihat selalu ceria.
"Kalau yang ini bagaimana?" tanya Stevia kepada Lilian.
"Em itu bagus," jawab Lilian
"Cobalah, aku ingin melihatnya." Stevia meminta Lilian untuk mencoba gaun yang ia pilihkan.
Kedua wanita dari butik itu membantu Lilian mencoba gaun yang telah dipilih oleh Stevia. Gaun itu berwarna putih dan tidak mempunyai ekor, dengan hiasan bunga berwarna emas dibagian dada dan juga lengannya.
"Wahh, kamu cantik sekali Lilian." Stevia memuji penampilan Lilian. Wanita itu mendekati Lilian dan memeluknya dengan erat.
"Aku sangat berterima kasih kepadamu karena sudah mau melakukan hal ini. Aku sangat bahagia bisa memberikan keturunan untuk Johan."
Deg..
Jantung Lilian terasa ingin berhenti mendengar kata - kata itu. Kenapa Stevia dengan percaya diri mengatakan keturunannya, sedangkan yang memberikan keturunan sesungguhnya adalah dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!