Tahun baru 2005 aku dilahirkan di dunia ini, semua orang sangat bahagia begitu aku lahir. Entah kenapa, sejak aku baru saja di lahirkan, aku langsung memiliki akal. Lebih tepatnya pikiran orang dewasa, aku melihat orang-orang di sekitar ku bahagia penuh haru.
Itu karena aku di lahirkan, seharusnya tidak mungkin ada yang tahu bukan. Apa yang terjadi setelah manusia dilahirkan, antara sedih, bahagia, dan perasaan benci. Begitu juga manusia yang dilahirkan tak dapat mengingat dengan baik waktu dia di lahirkan.
Malahan tak akan mungkin bisa mengingat apa yang terjadi saat pertama kali di lahirkan ke dunia. Tapi aku berbeda, aku bisa melihat, dan mengingat itu semua. Walau aku masih belum bisa bicara, dan berjalan seperti pada bayi umumnya.
Namun setelah itu aku di bawa ke ruangan bayi, di ruangan itu adalah tempat di mana para bayi yang baru dilahirkan ada di dalam ruangan itu. Aku di taruh di atas ranjang oleh suster, dan aku lihat di ranjang sebelah ada banyak sekali anak bayi di ruangan.
Namun ada bayi yang tampaknya aneh, dia terus saja melihatku. Kenapa bayi itu melihatku terus? aku menjadi bingung, dan juga rasa takut sedikit. Bayi itu ada di sebelah kanan ranjang ku, dan aku melihat ada namanya di baju yang dia pakai.
Namanya, "Lisa" nama yang indah menurutku, ya aku tahu ini aneh sekali. Sepertinya dari namanya dia adalah anak bayi perempuan. Lama-kelamaan aku kesal karena terus di lihat olehnya. Tapi entah kenapa, aku merasakan ada yang aneh denganku.
Hatiku mengatakan untuk menjadi pendamping hidupnya. Oh ya aku baru ingat, kalau waktu aku dilahirkan, ayahku mengatakan sesuatu padaku. Yaitu mengatakan, "Jay" yah aku pastinya langsung tahu, kalau itu adalah namaku.
5 Tahun kemudian...
Aku di sekolahkan oleh orang tuaku di teka Indi House. Ini adalah hari pertamaku masuk sekolah, aku bertekad kuat untuk belajar dengan giat selama aku bersekolah. Walaupun aku dilahirkan di keluarga yang cukup kaya, tapi aku tak boleh bermalas-malasan.
Lalu aku memasuki kelasku di dekat taman, ada begitu banyak anak-anak di kelas. Ada anak yang nangis-nangis karena di tinggal ibunya. Ada juga yang bergulung-gulung meminta untuk pulang kepada orang tuanya.
Lalu aku tertawa kecil begitu melihat seseorang di seret ibunya untuk masuk sekolah. Tapi... aku berbeda dengan yang lainnya, aku hanya di antar sampai gerbang sekolah. Dan aku masuk sendiri, tanpa di temani orang tuanya seperti yang lain.
Aku harus menahan tawaku, jadi aku menundukkan kepalaku, dan tertawa. Tapi bagiku yang paling lucu adalah anak yang di seret oleh ibunya itu. Dia terus menangis, dan di paksa duduk, dan tak boleh pergi sampai waktu pulang sekolah.
Dia duduk di sampingku, lalu ibunya pergi, dan dia masih menangis. Begitu juga dengan anak-anak yang lainnya, karena aku bosan,. dan hanya diam saja. Menunggu ibu guru masuk ke kelas, aku mengajak dia untuk mengobrol denganku.
"Hei sudahlah kau jangan terus menangis, itu sangat memalukan tahu" kataku.
"Huwaaa! aku mau pulang! aku tak mau berada disini! aku takut!" Teriak anak kecil itu dengan kencang sambil menangis.
"Hei sudahlah berhenti menangis! apa yang kau tangisi" kataku.
"Huhu kau anak yang aneh sekali... huwaaa, aku mau pindah tempat duduk" rengek anak itu.
Aku kesal sekali mendengar tangisannya, dan lagi dia berteriak seperti itu. Rasanya telingaku akan meledak dalam beberapa detik kemudian. Lalu aku mencoba menenangkan dia, aku memberikan boneka kelinci yang imut kepadanya. Boneka kelinci yang kuberikan, hanya sebesar kepalan tangan orang dewasa pada umumnya.
"Hei gadis kecil, terimalah ini" kataku sambil memberikan bonekanya.
Dan akhirnya dia berhenti merengek setelah aku berikan dia sebuah boneka. Dia mengambilnya dengan cepat dari tanganku,. dan dia tersenyum manis karena mendapatkan boneka itu. Sepertinya dia sangat senang sekali, hanya karena mendapatkan boneka.
"Hihi boneka ini lucu sekali, Terima kasih" kata gadis kecil itu, sibuk mengurusi boneka yang aku kasih.
Lalu aku terkejut di kelilingi oleh anak-anak lainnya, lebih tepatnya anak yang satu kelas denganku. Mereka menatapku begitu tajam, namun setelah itu mereka merengek keras padaku. Aku sepertinya tahu kenapa mereka merengek seperti itu padaku.
"Ada-ada saja anak-anak disini, mana aku sudah tak ada boneka lagi. Argh! tapi mereka berisik sekali" kataku dalam hati.
Lalu aku mengambil sebuah buku tulis yang baru di tasku. Dan semua anak-anak yang merengek kepadaku mulai berhenti menangis, dan kini mereka memperhatikan apa yang akan ku lakukan dengan sebuah buku tulis yang baru.
Mereka menatapku dengan bingung. Kemudian aku membuka buku tulis ku, dan aku robek dengan begitu banyak. Aku robek sekitar 12 kertas, karena anak-anak ini berjumlah 12 orang yang merengek padaku.
Mereka terus memelototi ku dengan tajam, itu membuatku merasa tidak enak. Aku mulai melipat lipat kertas yang aku robek satu persatu. Dan akhirnya jadilah pesawat kertas yang aku buat, dan aku berikan kepada mereka.
Lantas mereka bingung, dan hanya memperhatikan pesawat kertas yang aku kasih. Karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan pesawat kertas ini. Seharusnya aku tahu kalau akan seperti ini, lalu aku merobek kertas lagi untuk ku buatkan pesawat kertas lagi.
Aku buat untukku sendiri untuk mencontohkan kepada mereka, bagaimana cara untuk menggunakan pesawat kertas. Lalu aku berteriak kepada mereka, untuk memperhatikan ku.
Setelah itu aku berdiri di atas meja, dan melemparkan pesawat kertas yang ku pegang. Pesawat yang ku lempar melayang, dan itu membuat mereka kagum padaku. Lalu mereka semua ikut naik ke atas meja, dan melemparkan pesawat kertas yang kuberikan.
Lalu mereka berteriak kencang sekali, karena senang main pesawat kertas. Dan keadaan kelas menjadi berantakan, ini semua salah satu orang. Yang tak lain itu adalah aku, lalu setelah itu wali kelasku datang, dengan wajah terkejut.
Namun untungnya wali kelasku hanya tersenyum saja. Dia tak menunjukkan wajah kasarnya pada anak-anak, yah memang seharusnya begini kalau menjadi guru teka. Maklumlah karena kami hanya anak kecil saja, setelah itu guruku mengatur kelas dengan baik.
Lalu anak-anak pada menurut, dan guruku mengenalkan dirinya. Guruku bernama, "Eva" setelah perkenalan di mulai, sampai selesai. Kami mulai pembelajarannya, untunglah anak-anak di kelasku tidak ribut.
Mereka semua hanya diam, dan mendengarkan perkataan guru. Namun sepertinya ada satu anak yang tak mendengarkan perkataan gurunya. Yaitu gadis di sebelahku yang ku berikan boneka kelinci padanya.
Dia hanya bermain boneka kelinci itu, dengan senang, dan tersenyum-senyum sendiri. Lalu aku memanggilnya, dan berkata padanya untuk mendengarkan penjelasan gurunya. Untunglah dia langsung menurut padaku, sepertinya anak-anak disini sangat penurut.
Bersambung...
Mereka semua hanya diam, dan mendengarkan perkataan guru. Namun sepertinya ada satu anak yang tak mendengarkan perkataan gurunya. Yaitu gadis di sebelahku yang ku berikan boneka kelinci padanya.
Dia hanya bermain boneka kelinci itu, dengan senang, dan tersenyum-senyum sendiri. Lalu aku memanggilnya, dan berkata padanya untuk mendengarkan penjelasan gurunya. Untunglah dia langsung menurut padaku, sepertinya anak-anak disini sangat penurut.
Tapi baguslah jika mereka semua itu penurut, tak akan ada kekacauan yang akan terjadi saat mereka masih menurut. Kami semua mendengarkan penerangan dari guru kaki dengan serius.
Lalu tak lama kemudian suara bel berbunyi, yang menandakan waktu sekolah sudah selesai. Karena kami masih baru pertama kali masuk teka, jadi pulang kami lebih awal, hanya khusus hari ini saja.
Semua anak-anak berlari ke pintu keluar untuk segera menemui orang tua mereka yang sudah menunggunya. Lalu aku segera pergi keluar untuk menemui orang tuaku. Namun aku berhenti di depan pintu, dan melihat gadis itu.
Sepertinya dia sedang panik, dan sedang mencari sesuatu. Lalu aku kembali lagi, dan menemui gadis itu.
"Hei apa yang kau lakukan?" tanyaku padanya.
"Ah!? aku kehilangan boneka yang kau berikan" kata gadis itu sibuk mencari-cari.
"Hmm? memangnya terakhir kali kau lihat ada dimana?" tanyaku.
"Tadi kalau tidak salah aku taruh di atas meja, tapi sekarang menghilang entah kemana" kata gadis itu.
"Hei tidak mungkin boneka itu menghilang dengan sendirinya. Coba kau cari lagi ada dimana bonekanya, aku yakin bonekanya masih berada di dekat sini" kataku.
Akhirnya hanya karena dia, aku pun ikut membantu dalam pencarian bonekanya. Aku lihat wajahnya yang berkaca-kaca, yang hampir ingin menangis. Membuatku kasihan padanya, sebenarnya kenapa dia sampai begitu hanya karena sebuah boneka.
Lalu aku mengecek di dalam tasnya, dan ternyata boneka itu berada di dalam tasnya.
"Hei ini kan bonekanya" kataku sambil menunjukkan padanya.
"Ah iya, yey akhirnya ketemu... kau menemukannya dimana? apa sebenarnya kau sengaja menyembunyikan boneka ku?" tanya gadis itu marah padaku.
"Eh? kenapa kau berpikiran seperti itu? memangnya aku terlihat seperti menyembunyikan boneka mu?" kataku.
"Hmm? kau ini anak yang aneh sekali, cara bicaramu itu aneh" kata gadis itu.
"Aneh? aneh bagaimana maksudmu?" tanyaku.
"Iya aneh, kau itu berbicara seperti orang dewasa tahu. Oh ya, ngomong-ngomong kau menemukan boneka ku dimana?" tanya gadis itu.
"Aku menemukan boneka itu di dalam tasmu" kataku.
"Ah iya! aku lupa kalau aku sendiri yang menyimpan boneka ku di dalam tas. Maafkan aku sudah menuduh mu, ayo kita berteman" kata gadis itu menjulurkan tangannya padaku dengan tersenyum.
"Hah... apa boleh buat kalau kau memaksa" kataku sambil menjabat tangannya.
"Tuh kan, lagi-lagi cara berbicara mu itu seperti orang dewasa" kata gadis itu.
"Hah aku tidak peduli, jadi siapa namamu?" tanyaku.
"Namaku Lisa, kalau namamu?" kata Lisa.
"Namaku Jay" kataku.
Lalu tiba-tiba orang tuaku memanggilku di belakang, "Jay sayang! ayo pulang!" kata ibuku.
"Aduh ibu... jangan berbicara seperti itu, itu sangat memalukan" kataku dengan suara kecil pada ibu.
Lalu setelah itu aku pergi pulang menaiki mobil yang di kendarai oleh ayahku. Rasanya aku pernah mendengar nama "Lisa" tapi kapan ya aku pernah mendengar nama itu?. Rasanya namanya tak asing bagiku, oh ya aku baru ingat.
Kalau nama "Lisa" itu adalah bayi yang sering menatapku pada waktu aku di ruangan bayi. Tapi apa benar dia Lisa yang waktu itu, tapi sepertinya tidak mungkin. Karena tak hanya dia yang menggunakan nama Lisa, bisa saja orang lain.
"Oh ya Jay, kamu kalau berbicara dengan seseorang harus bertingkah seperti anak seumuran pada umumnya ya" kata ibuku.
"Iya ibu, aku akan berusaha" kataku.
Orang tuaku sudah mengetahui tentang diriku, sejak pertama kali aku bisa berbicara. Yaitu pada saat aku berumur 3 tahun, mereka mendengarkan aku yang sedang berbicara. Awalnya mereka sangat terkejut padaku, karena dengan cara berbicara yang seperti orang dewasa.
Namun lama-kelamaan mereka sudah tak mempedulikan cara bicaraku yang tak pantas pada umurku yang saat itu. Mereka mengira kalau aku waktu itu sedang kesurupan, sampai memanggil dukun segala.
"Oh ya Jay... siapa nama gadis kecil yang imut itu. Padahal kau ini masih kecil ya, sudah berani pegang-pegangan tangan perempuan. Apa kau suka padanya?" tanya ibuku.
Aku yang sedang minum mendengar perkataan ibu membuatku tersedak, "Uhuk uhuk... hah... ibu ini bicara apa sih? aku itu berpegang tangan dengannya hanya untuk berkenalan saja" kataku.
"Ah maaf gara-gara ibu kau jadi tersedak, hmm tapi. Kau tetap menyukainya kan" kata ibu.
"Argh! ibu ngomong apa sih, kalau berbicara jangan yang tidak-tidak" kataku kesal.
"Haha maafkan ibu, hanya saja kau itu seperti anak yang jenius Jay. Kau berfikir lebih cepat dari pada orang yang seumuran denganmu, jadi ibu pikir kau sudah bisa menyukai seseorang" kata ibu.
"Yang benar saja, tak akan mungkin aku menyukai gadis seperti itu. Tadi saja dia sangat ceroboh, dan pelupa sampai menghilangkan bonekanya. Untung aku menemukan bonekanya.
Dan di tambah lagi dia itu sangat cengeng, aku benci orang yang cengeng" kataku.
"Ah benar juga, terakhir kali kamu menangis itu hanya pada pertama kamu lahir. lalu setelahnya kau tak pernah menangis lagi, bahkan jatuh saja kau tak menangis. Anak ibu sangat kuat ya" kata ibuku.
"Haha tentu saja aku kuat, aku adalah anak yang hebat" kataku dengan sedikit sombong.
Tiba-tiba ayah ikut dalam pembicaraan ibu, dan aku,. "Halah kau hanya segitu doang Jay. Dulu ayah jatuh dari hotel lantai 5 saja tak menangis" kata ayah.
"Mana ada orang yang seperti itu, ayah hanya mengarang cerita saja" kataku.
Di sepanjang perjalanan kami saling mengobrol, dan canda tawa. Sampai suatu ketika di perjalanan kami pulang, karena kami asik mengobrol. Ayah menjadi tidak waspada dalam mengendarai mobil, alhasil kami terjadi kecelakaan yang sangat parah.
Mobil kami tak sengaja menabrak kereta api yang sedang berjalan dengan kencang. Aku melihat dengan samar-samar dalam kejadian itu, ku lihat banyak sekali orang yang membantu kami.
Aku melihat ayah, dan ibuku berlumuran darah di sekujur tubuhnya. Begitu juga denganku, kami di angkat keluar dari mobil oleh para warga. Lalu kami di letakan di atas tanah, aku lihat kedua orang tuaku sudah tak bergerak sedikitpun.
"A-ayah... I-ibu..." kataku dengan suara kecil.
Para warga yang melihat kejadian ini turut berdukacita, "Kasihan sekali anaknya, kedua orang tuanya pergi meninggalkannya. Padahal dia masih sangat kecil sekali, pasti dia akan berat sekali untuk melepaskan orang tuanya" kata seseorang yang melihat kejadian itu.
"Tidak! tidak mungkin! orang tuaku tidak mungkin mati!" kataku dalam hati.
Dengan sekuat tenaga aku merangkak untuk melihat wajah kedua orang tuaku. Lalu ku lihat wajahnya yang ternyata sudah hancur, dan tak berbentuk. Orang itu benar... kedua orang tuaku sudah mati.
Aku memeluk badan ayahku, dan ibuku sambil menangis. Kenapa? kenapa ini semua terjadi padaku, kenapa harus seperti ini. Aku tidak menginginkan yang seperti ini, sama sekali tidak. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk hidup ke depannya.
Bersambung...
Dengan sekuat tenaga aku merangkak untuk melihat wajah kedua orang tuaku. Lalu ku lihat wajahnya yang ternyata sudah hancur, dan tak berbentuk. Orang itu benar... kedua orang tuaku sudah mati.
Aku memeluk badan ayahku, dan ibuku sambil menangis. Kenapa? kenapa ini semua terjadi padaku, kenapa harus seperti ini. Aku tidak menginginkan yang seperti ini, sama sekali tidak. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk hidup ke depannya.
Ku harap... aku mati juga, agar aku bisa bertemu dengan mereka lagi (orang tuaku).
10 Tahun kemudian...
Setelah kejadian kecelakaan 10 tahun lalu itu, ternyata aku belum mati. Aku masih di berikan untuk hidup di dunia ini oleh tuhan. Semenjak aku di tinggal oleh kedua orang tuaku, aku hidup di panti asuhan.
Penjaga panti asuhan sangat baik pada semua anak panti. Tapi penjaga panti lebih menyayangi ku dari yang lain, sehingga anak-anak panti yang lain iri padaku. Selama aku hidup di panti asuhan, tak ada siapapun yang mau berteman denganku.
Semua orang membenciku karena aku bisa membuat penjaga panti lebih menyayangi ku. Padahal itu bukan salahku, ataupun kemauan ku, gara-gara penjaga panti aku di benci oleh semua anak panti.
Rasanya aku marah sekali padanya, tapi dia begitu baik padaku. Aku jadi tidak ingin meluapkan rasa marahku padanya. Setiap kali aku di caci-maki, di pukul, dan di ejek oleh anak panti yang lain. Aku tak pernah memberitahukan hal ini pada penjaga panti.
Bukannya karena aku bisa terhindar dari caci-maki mereka setelah aku beritahu pada penjaga panti. Tapi aku tak mau memberitahukan padanya, karena aku takut dia akan sedih, dan khawatir padaku.
...***...
Ini adalah hari pertamaku masuk SMA (Sekolah Menengah Atas). Ku harap ini akan berjalan dengan baik, karena semenjak aku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Aku di benci oleh semua orang, karena ada beberapa dari anak panti yang satu sekolah denganku.
Dan dia membicarakan ku yang tidak-tidak kepada semua orang. Jadinya aku tak mempunyai teman sama sekali, namun di saat itu hanya ada 1 orang yang menjadi temanku, dan dia mempercayai ku.
Dan kini, aku satu sekolah lagi dengan temanku, dan lagi kami satu kelas. Anak murid pada berkumpul di kelasnya masing-masing setengah berbunyi bel. Aku duduk bersama dengan temanku itu, dan ku lihat keadaan kelas.
Masih dalam keadaan canggung karena mereka belum mengenal satu sama lain. Dan lagi, aku juga sekelas dengan anak panti yang menyebarkan berita buruk tentangku, padahal aku sama sekali tak ada berita buruk tentang diriku.
Ku harap dia tak akan mengacaukan hidupku, seperti sebelumnya di SMP.
"Hei Jay, kenapa kau melirik kesana-kemari? apa kau sedang mencari cewek" tanya teman sebangkuku.
"Bicara apa sih kamu, aku hanya melihat-lihat teman-teman baruku saja kok" kataku.
"Oh benarkah, semoga di sekolah ini tak rumor buruk yang tersebar tentang mu lagi" kata temanku.
"Ya mudah-mudahan, tapi terima kasih Juna kau sudah mau menjadi temanku" kataku.
"Ah lagi-lagi kau selalu bicara seperti itu padaku. Sudah ku bilang kan, kalau aku menemani mu itu karena aku ingin berteman denganmu" kata Juna.
"Hmm? benarkah? bukankah kau berteman denganku hanya karena kau juga menjadi korban bully" candaku.
"Ah sudahlah lupakan itu... astaga aku tidak sadar kalau si Adri sekelas dengan kita. Semoga dia tak mencari masalah lagi denganmu seperti sebelumnya ya" kata Juna.
"Ya semoga begitu" kataku.
Adri adalah orang yang satu panti asuhan denganku, dan dia juga yang menyebarkan informasi buruk tentangku. Yang pastinya informasi yang dia sebarkan itu adalah kebohongan yang dia buat.
Lalu seorang wanita datang memasuki kelas, karena dia berjalan terburu-buru. Akhirnya di terjatuh karena kakinya menginjak tali sepatu yang belum dia ikat dengan benar. Semua orang yang melihatnya pada menertawakan dia, kecuali aku, dan Juna.
"Kau lihat wanita itu, dia pasti sangat malu sekali sekarang" kata Juna.
"Hah biarlah, dia wanita yang ceroboh sekali" kataku cuek.
Wanita itu berdiri di depan kelas, dan menengok kesana-kemari. Sepertinya dia sedang mencari tempat duduk, dan akhirnya karena tempat duduk di sampingku kosong. Dia langsung duduk di sampingku, dan menaruh tasnya di kursi.
"Hei kenapa aku malah duduk disini, ini kan tempat laki-laki. Lebih baik kau pergi sana" kataku dengan suara kecil.
"Hmm sudah tidak ada tempat duduk yang kosong lagi. Jadi aku terpaksa duduk disini, jika kau tak suka aku berada disini. Lebih baik kau jangan melihatku" kata wanita itu.
"Terserah kau saja cewe aneh" kataku.
"Apa kau bilang! kau yang aneh tahu! tiba-tiba saja sudah mengajak ribut!" teriak kesal wanita itu.
"Hei ssst kecilkan suaramu" kataku.
Lalu tiba-tiba Juna ikut-ikutan dalam masalah ini, "Hmm? ada apa ini? apa ads keributan disini? nona ada yang bisa aku bantu?" kata Juna.
Dia memang berbicaranya seperti itu, layaknya seperti seorang pahlawan. Aku benci sekali mendengar kata-katanya itu, apa lagi saat dia sedang berbicara dengan wanita. Posisi aku duduk, aku berada di tengah, di samping kiri ku ada Jun, dan di kananku ada wanita aneh.
"Tolong usir dia!" kata wanita itu pads Jun.
"Hmm baiklah, hei kau! cepatlah pergi dari sini!" teriak Juna padaku.
"Hei apa yang kau lakukan, hah?" kataku agak kesal pada Juna.
"Kau kan tidak suka jika duduk sampingan dengan dia. Jadi aku sarankan kita bertukar tempat duduk, gimana?" bisik Juna padaku.
"Hmm baiklah, tumben sekali kau bisa berfikir" kataku.
Lalu kami segera bertukar tempat duduk, huh syukurlah aku tak duduk di samping wanita aneh ini. Rasanya lega sekali, namun sepertinya Juna asik sekali ngobrol dengan wanita aneh itu.
Padahal saat dia setiap kali bermain denganku tak sesenang itu. Hah aku jadi kesal melihat Juna, lalu aku menguping apa yang mereka bicarakan.
"Oh ya, maaf jika aku lancang... ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya jika.
"Namaku Lisa" kata wanita itu, yang terlihat masih agak kesal dengan kejadian tadi.
"Wah nama yang cantik, hmm cantik seperti wajahmu hehe" kata Juna.
"Astaga Juna! dasar laki-laki tak tahu malu, play boy" kataku dalam hati.
"Ah, terima kasih... oh ya siapa namamu" kata wanita itu terlihat senang.
"Namaku Juna, senang berkenalan denganmu, ayo kita berjabat tangan" kata Juna menjulurkan tangannya.
"Ah iya, senang juga berkenalan denganmu, tak seperti laki-laki yang ada di sana itu" kata wanita itu menyindirku.
Tiba-tiba kepalaku sakit sekali, melihat mereka berjabat tangan seperti itu. Lalu sepotong-sepotong ingatan aneh muncul di kepalaku. Aku berteriak kesakitan, dan orang-orang yang ada di dalam kelas panik menyaksikan ku yang kesakitan itu.
"Eh!? ada apa dengannya!? apa dia akan mati!?" kata Lisa panik.
Lalu di kepalaku terngiang-ngiang nama Lisa, sepertinya nama itu pernah ku dengar. Namun setelah itu, aku jatuh pingsan, dan di bawa ke UKS. Padahal ini adalah hari pertamaku, dan malah menjadi hari terburuk, karena malah pingsan di hari pertama masuk sekolah.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!