Di sebuah sekte besar aliran putih, terlihat ratusan murid luar sedang berlatih di tanah lapang. Hiruk pikuk dan semangat teriakan terdengar dari setiap murid. Panas yang terik tidak menunurunkan semangat latihan mereka. Dipandu dengan beberapa guru pembimbing yang selalu memberi instruksi, sehingga tidak ada waktu untuk berleha-leha. Mereka semua berjuang untuk menjadi lebih kuat dan kuat. Di dunia ini berlaku hukum rimba, yang kuat dialah yang berkuasa. Perbedaan kasta menjadi hal yang sangat besar di dunia ini. Semua peraturan hukum rimba itu menjadi penyemangat murid-murid setiap sekte untuk terus berlatih tanpa letih.
Peperangan antara aliran hitam dan aliran putih selalu terjadi, hampir setiap tahun akan ada peperangan, baik dalam sekala besar maupun kecil.
Di suatu tempat yang lumayan jauh dari tempat latihan murid-murid tadi, tepatnya di luar tembok sekte, terdapat 10 orang remaja yang sedang mengelilingi 1 orang. Usia mereka sekitar 15-an tahun.
10 orang tersebut adalah murit inti dari sekte yang bernama Sekte Bambu Emas itu. 10 orang itu tampak bersemangat dan tertawa-tawa melihat orang yang mereka kelilingi itu hanya meringkuk di tanah menutupi wajahnya. Kejadian seperti ini bukanlah sekali atau dua kali, tapi sudah seperti menjadi hal rutinan untuk orang yang sedang meringkuk itu.
"Hahaha... Lihat lah si Sampah ini, hanya mampu meringkuk dan tak bisa melakukan apapun. Dasar orang lemah, cuihh...." Ucap seorang diantara 10 orang itu yang bertindak sebagai pemimpin. Dia bernama Lin Yan anak dari Wakil Pemimpin Sekte yang bernama Lin Hai, orang kedua terkuat di Sekte yang sekaligus adalah keluarga cabang dari 5 keluarga Utama Kekaisaran Yan. Walaupun Lin Hai adalah keluarga cabang, tapi kekuatannya patut diperhitungkan dan sebentar lagi memasuki Keluarga Utama Lin.
"Hahah benar Kakak Lin. Sampah ini hanya akan menjadi sampah selamanya. Dia hanya menjadi aib bagi sekte kita ini." Seorang gadis cantik dengan penampilan menggoda dan sedikit terbuka bagian dadanya tersenyum mengejek. Sehingga menampakan separuh buah dadanya yg montok itu. Dia adalah Lan Lun dari keluarga Lan. Satu keluarga yang menjadi Bangsawan di salah satu kota besar Kekaisaran Yan. Lan Lun juga adalah tunangan dari Lin Yan. Lan Lun termasuk jenius sekte seperti Lin Yan.
"Kakak Lin, bagaimana kalo wajahnya kita rusak aja. Biar mampus dia." Ucap Lan Lun ke Lin Yan sambil mengapit lengan Lin Yan ke dadanya yang montok itu membuat Lin Yan mimisan dan mengangguk seperti hewan peliharaan tuannya.
Orang yang meringkuk tadi bernama Tang Xiao, seorang yang mempunyai keanehan dalam tubuhnya. Keanehannya yang paling membuat sebagian orang ketakutan adalah dia mempunyai jantung yang terletak di sebelah kanan dada, yang pada umumnya manusia letak jantung berada di kiri dada. Dan lagi, Tang Xiao tidak memiliki wadah tenaga dalam sama sekali. Padahal di dunia ini setiap manusia mempunyainya walaupun bukan seorang pendekar ataupun keturunan pendekar. Orang-orang mengaitkan Tang Xiao tidak mempunyai tenaga dalam dan jantung yang terbalik dengan keturunan siluman. Sehingga orang-orang menjulukinya dengan nama Si Sampah Siluman.
Tang Xiao yang mendengar ucapan Lan Lun tersebut hanya bisa merintikan air mata. Wajahnya yang selama ini menjadi satu-satunya keberuntungan yang dimilikinya kini akan direnggut darinya. Wajah Tang Xiao sebenarnya sangat tampan. Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan Tang Xiao adalah orang tertampan di benua. Karena ketampanan yang tak manusiawi ini juga semakin mengukuhkan orang-orang menjulukinya Si Sampah Siluman. Namun Tang Xiao menganggapnya sebagai sebuah takdir yang harus dijalaninya. Tapi menurutnya takdirnya ini terlalu menyakitkan. Seolah-olah takdir tak berpihak kepadanya, seolah-olah takdir mengolok-oloknya.
Tang Xiao tak terima bila wajahnya dirusak. Dia bangkit dengan perlahan. Mencoba melakukan perlawanan walaupun mustahil. Melihat Tang Xiao bangkit, Lan Yan tersenyum mengejek. Lalu tanpa basa basi dia menendang perut Tang Xiao yang belum sempurna berdiri. Tendangan itu membuat Tang Xiao terpental beberapa meter. Orang-orang sekitarnya tersenyum mengejek. Tak ada satupun yang membelanya. Bahkan mereka bersorak gembira melihat Tang Xiao terpental.
Tang Xiao memuntahkan darah segar yang cukup banyak. Seluruh isi perutnya seakan ingin keluar. Dia memegangi perutnya sambil terduduk berlutut. Darah segar mengalir dari mulutnya. Pandangan Tang Xiao berkunang-kunang. Sesekali gelap dilihatnya. Tapi dia mencoba mempertahankan kesadarannya. Terik matahari menambah kesengsaraan Tang Xiao.
"Hei kalian pegang erat tubuh sampah itu. Aku akan melakukan sesuatu yang tak akan pernah dilupakannya." Perintah Lin Yan ke delapan orang temannya itu. Mereka pun memegang seluruh tubuh Tang Xiao termasuk kepala Tang Xiao yang ditengadahkan oleh dua orang. Tang Xiao mencoba melawan, namun apalah dayanya yang begitu lemah dihadapan para pendekar sombong ini.
Lin Yan berjalan ke arah Tang Xiao sambil mengeluarkan sebuah pisau perak dari saku jubahnya. Lin Yan menjilat pisau tersebut seakan dia begitu menantikan kejadian seperti ini. Lan Lun yang berjalan di samping Lin Yan tersenyum sinis. Perusakan wajahpun dimulai, Tang Xiao hanya bisa meronta-ronta dan sesekali berteriak yang tak keluar suaranya karena mulutnya telah disumpali oleh kain. Selesai perusakan wajah, Lin Yan dan teman-temannya pergi dari situ meningggalkan Tang Xiao yang menangis tersedu-sedu dengan darah yang menuhi wajahnya serta luka yang begitu perih. Bukan cuma luka di wajah, tapi di hatinya juga bagai tersayat-sayat.
Tang Xiao telentang sambil menatap langit. Teriknya matahari tak dihiraukaunnya. Hidupnya kini begitu sengsara. Dia kini berpikir lebih baik baginya untuk pergi dari dunia ini. Dunia yang telah begitu kejam merenggut orang tuanya. Meninggalkan dia sendiri. Tang Xiao kembali teringat pada malam kematian kedua orang tuanya. Ingatan yang tak akan pernah terlupakan.
______Flashback_______
Pada malam itu, malam yang begitu cerah. Gemintang tampak bertaburan di angkasa. Walau tanpa rembulan, namun malam itu terasa begitu damai dan tenang. Di sebuah desa kecil di pinggiran Kekaisaran Yun, dalam sebuah rumah sederhana beratapkan daun rumbia, terdapat keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu terdiri dari seorang Ayah dan Ibu serta seorang anak berumur lima tahun. Seorang anak yang begitu tampan juga begitu cerdas.
"Xiao'er setelah belajar langsung tidur ya nak. Ini sudah larut." Ucap perempuan berumur sekitar 30-an tahun yang bernama Tang Ning.
"Iya ibu. Ini juga udah selesai. Ayah pun kelihatannya sudah ngantuk." Balas anak tersebut sambil melirik ayahnya yang menguap beberapa kali.
"Hadeuh Ning'er, anak mu ini sudah pandai menggoda ayahnya. Ini pasti gara-gara didikan Ibu kan." Balas seorang laki-laki yang berumur tak jauh dengan Istrinya. Laki-laki tersebut bernama Tang Shan. Kedua pasangan itu bermarga sama namun perempuan itu dari keluarga cabang, sedangkan suaminya dari keluarga utama.
Tang Ning hanya tersenyum mendengar suaminya. Dari tadi perasaannya sudah tak enak, seakan bakal terjadi sesuatu. Namun dia hanya menyimpannya sendiri tanpa mengatakan pada suaminya apa lagi anaknya. Dan dikira itu pun cuma perasaan saja.
Tang Xiao yang saat itu baru berumur 5 tahun berjalan kekamarnya bersama orang tuanya. Seperti biasa, sebelum tidur, Tang Ning akan membacakan beberapa puisi serta bernyanyi lagu anak-anak. Sedangkan Ayahnya memberi petuah dan nasihat kehidupan. Kedua pasangan itu ingin menjadikan Tang Xiao sesorang yang berbudi luhur. Seseorang yang tak memiliki jiwa pendendam
Lihatlah...
Rembulan menatap dari angkasa
Tersenyum penuh makna
Kepada mereka bertuah kebajikan
Tanpa pernah lelah menumpas kejahatan
Lihatlah......
Surya menatap dari angkasa
Memerah tatapannya
Kepada mereka yang semena-mena
Tak pernah takut akan karma
Hingga ajalpun tiba
Aduhai.... Hidup ini penuh makna.
Diantara bacaan puisi dan nasihat dari kedua orang tua itu, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang cukup keras. Membuat rumah anak beranak ini bergetar. Tang Xiao yang yang terkaget langsung memeluk ayahnya. Ayahnya juga langsung memeluk erat Tang Xiao.
"Apa yang terjadi ada apa ini?" Tang Ning bertanya ke suaminya.
"Lari.... Desa kita diserang aliran aaakkhhhhh...."
Terdengar suara jeritan dan minta tolong yang saling bersahut-sahutan.
Tang Shan yang mendengar itu menyerahkan Tang Xiao ke istrinya dan berjalan keluar sambil membawa pedang. Tang Ning membawa anaknya sembunyi di sebuah ruangan.
"Hahaha... Bakar semua rumahnya bunuh semua orang di desa ini. Jangan biarkan seorangpun hidup."
Terdengar suara tawa menggema.
Tang Shan keluar sambil menghunuskan pedangnya, dia meningkatkan kewaspadaannya. Begitu tiba diluar, dia melihat suasana yang begitu menyedihkan. Rumah-rumah dilalap api yang membubung. Mayat tanpa kepala tergetak di tanah, sebagian mayat itu ada yang terpotong badannya, tangannya, ada yang diitusuk beberapa tusukan.
Tiba-tiba dihadapan Tang Shan muncul sepuluh orang berjubah hitam memakai topeng hitam. Tanpa banyak basa basi, Tang Shan merengsek maju sambil memainkan pedangnya. Permainan pedang yang begitu indah.
"Hahaha tak ku sangka ternyata ada pendekar terkenal di desa kecil dan terpencil ini. Ini akan menjadi menarik." Ucap salah seorang diantara sepuluh orang itu sambil menghindari pedang yang diarahkan kepadanya. Orang itu menghindari pedang sambil tertawa.
Tang Shan tidak peduli dengan ucapan orang itu. Dia terus menyerang kesepuluh orang bertopeng itu tanpa henti. Tang Shan berhasil melukai 3 orang bertopeng itu dengan luka yang serius. Kesepuluh orang itu mundur seketika. Dan 3 orang terluka itu terduduk sambil mengalirkan tenaga dalamnya menghentikan pendarahan. Pertarungan itu pun terhenti sesaat.
"Hahah bagus-bagus. Walaupun kultivasi mu sudah hancur ternyata masih bisa melakukan perlawanan. Bagus-bagus. Tak sia-sia julukan Pendekar Pedang Suci diberikan padamu."
Mendengar hal itu, Tang Xiao mendengus
"Heh.... Ternyata antek-antek aliran hitam masih hidup. Tak kusangka 10 tahun yang lalu ketika aku melukaimu dengan cukup parah masih bisa banyak bacot seperti sekarang. Bagaimana wajah buruk mu itu masih ingat rasanya? " Balas Tang Xiao tersenyum sinis. Tang Xiao mencoba menyembunyikan gemetar tubuhnya kelelahan karena pertarungan sebentar tadi. Walaupun hanya sebentar tapi sudah membuat dia begitu kelelahan karena tak mempunyai tenaga dalam lagi serta beberapa luka dalam yang belum sembuh total.
"Kurang ajar. Orang yang hampir mati pun kebanyakan bicara. Kalian serang dia bersama gunakan kekuatan penuh kalian." Teriak orang yang tadi bicara.
Ketujuh orang itu melesat cepat ke arah Tang Shan sambil mengeluarkan jurus andalannya masing-masing. Pertarungan kembali berlanjut.
Pada akhirnya Tang Shan pun tumbang. Kekuatan perbedaan terlalu jauh. Ke sepeluh orang itu berada pada tingkat Pendekar Emas. Sedangkan yang berbicara tadi Pendekar Emas puncak.
"Hahaha... Lihat lah.... Seorang yang dijuluki Pendekar Pedang Suci dengan tingkat Permata pada zamannya bertekuk lutut didepan ku. Hahaha ini merupakan berita besar." Derai tawa orang yang bertopeng diikuti oleh ke sembilan bertopeng lainnya.
Tang Shan hanya diam menunduk. Dia sangat mengkhawatirkan anak dan istrinya. Dia berharap-harap mereka tidak keluar dari persembunyiannya. Walaupun kematian di depan matanya, setidaknya anak istrinya bisa hidup dan bisa membalaskan dendamnya kelak.
"Cepat gledah rumah ini, barangkali ada harta berharga ataupun istrinya disini. Kita bisa bersenang-senang dengan istrinya yang kecantikannya begitu terkenal dengan julukan Giok Suci. Hahahaha.... " Perintah orang bertopeng emas ke sembilan orang yang langsung bergerak ke rumah sederhana yang kini jadi tempat persembunyian anak dan ibu.
Tang Shan pucat pasi mendengar itu, dia mencoba tenang agar tidak dicurigai bahwa benar-benar ada anak dan istrinya di rumah itu. Namun dalam hatinya dia berdoa ke pada Tuhan agar mereka berdua bisa selamat.
Tak lama berselang, kesembilan orang itu keluar dari dalam rumah dengan tangan kosong tidak membawa apa-apa, hanya sebuah pedang putih milik Tang Ning. Tang Shan bernafas lega, dia bersyukur ke pada Tuhan yang mengabulkan doanya.
"Lapor Tuan, di dalam kami tidak menemukan apapun kecuali pedang ini. Sepertinya istrinya telah lari duluan." Seorang dari mereka memberikan pedang putih itu.
"Hemm... Pedang ini kualitasnya tak kalah dengan senjata milik pemimpin. Ditambah lagi dengan pedang milik orang ini maka bisa menjadi harta rampasan yang sangat berharga." Orang itu yang dijuluki Tengkorak Hitam sambil mengumpulkan pedang milik sepasang suami istri tersebut.
"Baiklah kita bunuh saja orang ini lalu secepatnya pergi dari sini sebelum orang aliran putih datang ke sini. "
Tengkorak Hitam pun mengeluarkan pedangnya dari punggungnya hendak menebas leher Tang Shan. Namun sebelum pedang itu mengenai leher Tang Shan seseorang dari dalam rumah menjerit dan melompat menyerang sepuluh orang bertopeng emas.
" Hahaha Giok Suci akhirnya keluar dari persembunyiannya. Sekarang kau bukan lagi tandingan kami. Kalo dulu mungkin kami memang bukan tandingan mu, tapi sekarang keadaan telah berbalik. Sama saja kamu menyerahkan kesucianmu kepada kami. Hahaha ini akan menjadi malam yang sangat menyenangkan. Hahaha.... " Tengkorak Hitam itu mundur ke belakang sambil menjulurkan lidahnya menjilati bibirnya yang meneteskan air ludah.
Namun tanpa ada yang menyangka, Tang Ning merebut pedang salah seorang bertopeng itu lalu berlari ke arah suaminya dan menusuk Tang Shan dari belakang hingga tembus ke dada, lalu Tang Ning melompat ke depan suaminya yang berlutut itu dan menusukan dirinya sendiri ke pedang yang menancap di dada suaminya. Pedang itu menembus jantung Tang Ning hingga ke belakang punggungnya.
Sebuah pemandangan memilukan terpapar di hadapan sepuluh orang bertopeng emas itu. Pasangan pendekar yang begitu terkenal 10 tahun lalu dan menjadi pilar penting Aliran Putih, kini mati bersama dalam pelukan penuh cinta dan saling menatap mesra.
"Suami ku..... ma... afkan... ak... u... Aku.... Tak.... Ing... in....eng...kau...mati... di.....tang... an... para bede.... bah... itu.... Suami.... ku.... A.. ku....mencin......taimu....." Ucap Tang Ning terbata-bata sambil menyunggingkan senyum manis untuk yang terakhir kali di depan suaminya.
"Istriku...tercinta......aku...yang....harusnya....minta.......ma...af.....Maaf...belum.....bisa..... memberikan... Hidup....yang....layak....kepadamu.....maafkan....aku....Istriku......" Tang Shan memeluk istrinya yang sedang tersenyum padanya itu. Mereka mati dalam pelukan sambil tersenyum. Mereka tidak membahas tentang Tang Xiao kecil agar orang-orang bertopeng itu tidak mencari anaknya. Mereka yakin, suatu hari Tang Xiao akan membalaskan dendam mereka dan dendam seluruh orang desa yang dibantai habis.
..._________________________...
Mentari merangkak dengan cepat ke peraduannya. Senja tampak di ufuk barat. Mega merah menghiasi langit sore, bak lukisan tiada tara. Burung-burung berterbangan membentuk formasi yang bermacam-macam. Suasana indah sore itu tak seperti suasana hati Tang Xiao yang berjalan gontai ke arah sekte. Dia berjalan memutar melewat tembok belakang. Disana ada jalan rahasia yang hanya diketahui oleh Tang Xiao dan pemimpin Sekte yang menjadi ayah angkatnya. Tang Xiao mengingat semua kejadian pada malam kematian kedua orang tuanya. Dia telah di nasihati ibunya agar tidak keluar sebelum orang bertopeng itu pergi dari desa. Setelah kematian ibunya, aliran putih mulai berdatangan menyerang ratusan orang bertopeng yang membantai seluruh orang desa. Dalam persembunyiannya, Tang Xiao mendengar suara pedang berdentingan. Dia menutup telinganya dan menangis tanpa suara. Hanya itu yang bisa dilakukan Tang Xiao saat ini.
Beberapa saat kemudian, suara dentingan pedang pun terhenti. Tang Xiao berdiri mencoba keluar melihat apa yang terjadi. Walaupun umur Tang Xiao baru 5 tahun, namun karena kecerdasan dan didikan terbaik dari orang tuanya, dia bisa memahami apa yang terjadi. Dia melihat beberapa orang dengan pakaian seperti seorang pendekar dan tidak memiliki topeng, sedang berlari menghunuskan pedangnya mengejar beberapa orang bertopeng yang lari terbirit-birit.
Melihat ada seorang anak kecil yang keluar dari rumah yang satu-satunya tidak terbakar di desa itu, beberapa orang yang ada disekitar situ menghampirinya. Seorang pria berumur 30-an tahun menunduk berlutut di depannya dan memeriksa keadaan anak itu.
"Nak, kamu tidak apa-apa? Dimana orang tuamu?. Tanya orang itu sambil mengusap kepala anak itu dengan penuh kasih sayang.
Sejenak Tang Xiao terdiam mendengar itu dan melihat sekelilingnya, dia mendapati orang tuanya yang berlutut tertusuk satu pedang dari belakang ayahnya hingga menembus punggung ibunya. Mereka mati dalam kedaan berpelukan dan tersenyum lebar. Tubuh Tang Xiao bergetar hebat melihat itu. Perlahan tangisnya pecah. Dia berlari ke arah jasad orang tuanya dan memeluk mereka. Dia menangis tersedu-sedu.
Beberapa orang yang ada disitu kaget melihat orang yang ada di depan mereka. Orang-orang itu menggertakan giginya melihat pasangan pendekar yang begitu terkenal di masanya, yang sudah mundur dari dunia pesilatan mati dalam keadaan yang begitu memilukan. Tang Xiao yang masih menangis tersedu-sedu itu seketika jatuh pingsan. Orang-orang segera membawanya dan mengobatinya.
Setelah melakukan pemakaman yang layak ke seluruh orang desa termasuk pasangan pendekar, orang-orang itu kembali ke tempat mereka masing-masing. Tang Xiao di bawa oleh pria yang mengajak dia berbicara tadi. Pria itu adalah Pemimpin Sekte Bambu Emas yang bernama Han Shan.
...****************...
Tang Xiao sampai di kamarnya dengan mengendap-endap agar tidak diketahui orang lain.
Hampir semua orang tidak menyukai Tang Xiao hanya beberapa orang saja.
Tang Xiao segera membersihkan diri. Wajahnya meringis bila luka-luka yang memenuhi wajahnya itu terkena air. Dia hanya bisa pasrah akan hidupnya. Namun saat ini dia bertekad bagaimana caranya pergi dari sekte. Dia lun mngemaskan barangnya serta menulis sesuatu di atas beberapa kertas. Setelah itu dia keluar dari kamarnya memakai topeng dan memakai baju seorang tetua sekte disitu.
Sementara itu di tempat yang tak jauh dari kamar Tang Xiao, dua orang tua sedang mengkhawatirkan seseorang.
"Bagaimana ini suamiku, kenapa Xiao'er belum kesini. Padahal ini sudah larut."Ucapa perempuan berumur sekitar 50-an dengan nada khawatir.
"Tenang lah istriku, Xiao'er mungkin sebentar lagi kesini. Mungkin sedang ada dikamarnya. Jika sebentar lagi Xiao'er tak datang maka aku sendiri yang akan mencarinya." Ucap seorang laki-laki berumur sekitar 60-an mencoba menenangkan istrinya walaupun dia sendiri juga khawatir.
"Bagaimana aku bisa tenang saja, sedangkan selama ini Xiao'er selalu diganggu oleh orang-orang bejat itu. Bagaimana aku bisa tenang jika terjadi sesuatu yang membahayakan Xiao'er. Bagaimana kita menjawabnya jika Ketua Sekte yang dalam pengasingan setelah kembali bertanya tentang Xiao'er? "
" Tenang aja istriku, Xiao'er orang yang kuat. Walaupun Xiao'er tak punya basis kultivasi, tapi tubuhnya setara dengan orang yang di tingkat Batu puncak." Laki-laki tua itu menyembunyikan kekhawatiran istrinya. Walaupun laki-laki tua itu mengetahui bahwa Tang Xiao tak kan bisa menang melawan seorang yang di tingkat Batu tahap awal apalagi melawan para jenius sekte yang berada pada tingkat perunggu akhir, namun dia mencoba untuk tetap menenangkan istrinya yang bernama Jie Ji itu.
Mendengar omongan suaminya itu, Jie Ji hanya bisa mendengus pelan. Dia tau, tak kan pernah bisa menang bersilat lidah melawan suaminya itu yang bernama Ju Tie. Setelah beberapa lama mereka menunggu, akhirnya mereka memutuskan untuk mencari Tang Xiao yang sudah dianggap seperti cucu sendiri dan merawatnya sejak datang ke sekte ini. Pasangan tua itu mencari ke kamar Tang Xiao, karena kemungkinan besar dia sudah pulang dan langsung istirahat, tidak menemui mereka dahulu. Namun Tang Xiao tidak ada di kamar. Hanya ada sepucuk surat di atas meja dekat pintu tempat mereka berdiri. Mereka membaca surat itu.
Kakek, Nenek, ini Xiao'er. Jika Kakek dan Nenek telah membaca surat ini, itu berarti Xiao'er sudah tidak ada di sekte. Tidak usah mencari Xiao'er. Xiao'er pergi hanya untuk mencari pengalaman baru di luar sana. Tenang saja Kek, Nek, dengan pengetahuan Xiao'er mampu menjadi orang yang sukses walaupun tidak menjadi seorang pendekar sperti cita-cita Xiao'er selama ini. Ya setidaknya Xiao'er bisa pergi dari sini yang sudah seperti neraka bagi Xiao'er. Oh iya Kek, Nek, nggak usah cemas jika ditanyai oleh ayah, karena Xiao'er udah tulis surat untuk ayah dan alasan Xiao'er pergi. Mohon maaf selama ini sering membuat hati Kakek dan Nenek sedih. Maafkan Xiao'er yang tak bisa pamit langsung karena takut tak diizinkan. Damai sentosa selalu untuk Kakek dan Nenek.
Setelah membaca surat itu, Jie Ji menangis perlahan dan memeluk suaminya. Di usianya yang telah berkepala lima ini tak bisa berbuat apa-apa. Apalagi pasangan ini bukanlah pendekar. Mereka hanyalah koki di Sekte, sehingga mereka tak mempunyai kekuasaan dalam Sekte itu. Ju Tie pun sedikit mengalir air matanya. Jelas dia lebih tegar dari istrinya. Namun siapa juga yang tak sedih hatinya ditinggal orang yang selama ini mereka sayangi sejak kecil hingga sekarang. Sejenak mereka terdiam disitu. Hanya suara isak tangis Jie Ji yang terdengar. Selama beberapa saat, setelah Ju Tie menenangkan istrinya, mereka pun kembali ke kamar.
Sementara itu diluar penginapan sekte, seorang remaja bertopeng dihadang oleh beberapa orang berjubah hitam berlambangkan bambu emas 1 rumpun.
"Tuan Muda, benarkah yang anda katakan itu? " Tanya salah seorang diantara mereka. Para pria berjubah hitam itu tak lain adalah orang-orang kepercayaan Ayah angkat Tang Xiao. Walau bagaimanapun, Tang Xiao tetap Tuan Muda mereka.
" Ya paman sekalian. Aku akan tetap pergi dari sini. Paman sekalian pasti sudah bisa menebak alasan aku pergi dari sini kan? " Jawab Tang Xiao.
Para pria di depannya menelan ludah. Mereka menggertakkan giginya. Selama ini mereka tau apa yang terjadi pada Tuan Muda mereka, tapi mereka hanya bisa diam tak mampu berbuat apa-apa karena telah diancam oleh Lin Hei. Jika mereka mengadukan segala perbuatan anaknya ke Patriak Sekte, maka keluarga orang yang melaporkan itu akan dibasmi dan dihancurkan sampai ke akar-akarnya. Hingga sekarang, Patriak tidak tahu perbuatan bejat Lin Hei yang selalu mengganggu anaknya.
"Bagaimana jika Patriak bertanya tentang Tuan Muda? " Tanya seorang pria paruh baya dengan nada sedikit khawatir.
" Ayah tak akan bertanya apapun, karena aku telah menuliskan surat agar tidak menyalahkan siapa pun. Tenang saja Paman aku akan baik-baik aja. Dengan pengetahuan yang aku punya serta kecerdasan ku, mungkin aku bisa bekerja untuk Kekaisaran dan menjadi seorang menteri dengan pengetahuan ku." Ujar Tang Xiao menenangkan. Ucapan Tang Xiao bukanlah omong kosong. Tang Xiao adalah orang yang sangat jenius. Jika dibandingkan dengan jenius lainnya maka mereka tidak ada apa-apanya. Bagaimana tidak, seluruh buku di perpustakaan sekte, mulai dari lantai bawah sampai lantai atas , telah habis dibaca oleh Tang Xiao. Dan jika Tang Xiao membaca, ia hanya membaca buku satu kali sampai habis, maka dia mampu mengingat semua yang ada di buku itu dengan jelas. Seolah-olah buku tersebut dibentangkan dihadapannya.
Makanya Tang Xiao percaya diri dengan kemampuannya dan pengetahuannya yang melebihi pengetahuan Tetua Sekte yang ada dihadapannya kini.
Para Tetua itu terdiam. Mereka manggut-manggut dan memang mereka mengakui kecerdasan Tang Xiao. Hanya saja sayangnya dia tak mampu belajar ilmu bela diri karena kondisi tubuhnya. Tapi tetap aja ada rasa khawatir dalam diri mereka.
Para Tetua itu hanya menghela nafas pelan. Mereka tak tau harus berbuat apa. Pada akhirnya seorang tetua mendekati Tang Xiao dan menyerahkan satu kantong berisi kepingan koin emas, perak dan perunggu.
"Tuan Muda, maaf kami hanya bisa memberikan ini. Semoga dengan ini, perjalanan Tuan Muda bisa lancar." Tang Xiao menerima kantung itu dengan berat hati.
"Paman sekalian, terima kasih telah membantuku selama ini, membantu dengan sembunyi-sembunyi pasti berat untuk Paman sekalian. Maaf aku yang tak bisa membalas kebaikan Paman sekalian. Paman sekalian dengan ini aku mohon ijin pergi" Tang Xiao menundukan badan kemudian dia berbalik dan menuju ke belakang Sekte. Saat itu suasana hampir tengah malam. Rembulan bersinar cerah di angkasa. Gemintang menghiasi langit malam itu. Sekte sendiri telah sepi. Hanya terdengar suara jangkrik malam.
Tang Xiao bergegas keluar melalui jalan rahasia yang kini dilewatinya. Setelah sampai diluar pondok, dia bergegas lari ke arah selatan Sekte. Setelah sekitar 2 jam berlari, kini Tang Xiao berdiri tegak. Di depannya telah ada jurang sedalam 200 meter. Jurang itu biasanya menjadi tempat pembuangan mayat aliran hitam yang mati di sekitar sekte. Jika seseorang jatuh ke jurang itu dan tidak memiliki ilmu meringankan tubuh serta tenaga dalam yang cukup, maka bisa dipastikan orang itu akan mati. Dasar jurang itu sangat curam hingga sangat jarang orang mendekatinya.
Tang Xiao menatap langit malam. Dia tersenyum. Air mata kembali mengalir di wajahnya yang kini penuh luka goresan. Bagi yang melihat wajahnya akan merasa ngeri tersendiri. Tang Xiao teringat masa-masa kecilnya yang begitu indah. Juga dia teringat masa bersama orang tua angkatnya dan kedua Kakek Neneknya.
Cerita.......
Dengarlah ceritaku
Seorang yatim piatu penuh duka
Hidup dalam bayang neraka
Hari-hari begitu berat
Hanya mereka segelintir
Memanusiakan manusia
Cukuplah disini derita ku.
Setelah berpuisi singkat itu, tanpa basa basi, Tang Xiao melompat ke jurang itu. Dengan cepat tubuhnya turun ke bawah. Tang Xiao melompat dengan wajah menatap angkasa. Topengnya telah lepas, namun bundelan kain yang dibawanya masih mengikat di dadanya. Tang Xiao tersenyum lebar.
'Ayah Ibu, aku akan segera menyusul kalian. Maafkan aku yang tak bisa membalaskan dendam kalian.' Ucap Tang Xiao dalam hatinya.
Namun, tanpa dia sadari sebuah portal terbentuk di dasar jurang sebelum dia melompat. Portal yang berwarna emas itu naik ke atas mendekati tubuh Tang Xiao yang sedang melayang jatuh ke bawah.
Swooshhh....
Portal itu menelan tubuh Tang Xiao tanpa disadarinya. Secepat tubuh Tang Xiao lenyap dari udara secepat itu juga portal itu hilang.
Lalu sebuah suara terdengar
"Selamat datang Tuan"
..._____________________...
Jangan lupa krisan, Like Vote dan Komen ya.😁😁🙏🙏
Di dalam kekosongan, tiba-tiba muncul satu tubuh yang sedang melayang-layang. Tak jauh dari tubuh itu berdiri 2 orang pemuda yang sebaya dengan tubuh yang melayang itu. Kedua orang itu tersenyum bahagia melihat orang yang sedang melayang di depan meraka.
Tang Xiao membelalakkan matanya. Dia begitu kaget ketika langit malam yang ia lihat berubah menjadi kekosongan. Kemudian dia melihat sekelilingnya. Dia masih belum sadar ada dua orang yang memperhatikannya dari jarak yang tak jauh darinya.
"Hah... Ini kah alam kematian? Sebuah tempat kosong tanpa batas, tempat pertama kali orang yang mati? Tapi kenapa aku tidak merasakan sakit? Bukannya kematian itu begitu menyakitkan dan menakutkan? Kenapa aku tak merasakannya? Yah... Yang penting aku sudah mati dan beruntung tak merasakan sakit seperti yang ditakutkan orang-orang. Sekarang lebih baik aku menunggu orang yang menjemput ku seperti yang aku baca dalam buku-buku." Ucap Tang Xiao sambil menghembuskan nafas berat.
"Tapi ini aneh, kenapa bekal yang aku bawa juga ikut bersamaku? Apa Tuhan sengaja membiarkanku membawa bekal supaya aku bisa memberikan ke pada orang yang menjemputku. Ya sudah lah.... Kalo ada yang datang, akan kuberikan milikku. Aku ingin cepat-cepat ke surga agar aku bisa menjumpai Ibuk dan bapak ku. Yah... Aku yakin akan berada di surga, karena aku tak berbuat kejahatan dalam hidupku. Aku juga tidak pernah menyakiti orang lain, dan juga tidak memendam rasa kebencian." Ucap Tang Xiao sambil melepaskan buntelan kain didanya itu.
Ucapan Tang Xiao tersebut didengar oleh dua sosok orang yang memperhatikannya dari tadi. Kedua sosok itu saling pandang dan tersenyum-senyum kemudian mengangguk bersama. Kemudian keduanya maju lalu berkata "Selamat datang kembali Tuan" Kedua orang itu berlutut sambil menangkupkan kedua tangganya di depan dada.
Tang Xiao menoleh ke arah suara tersebut. Dia mendapati dua orang yang sedang berlutut dan melihat ke arahnya sambil tersenyum hangat. Dia melihat dua orang itu sebaya dengan dirinya. Seseorang diantaranya memakai jubah emas dengan gambar naga yang meliuk-liuk, seolah ukiran tersebut hidup. Sedang yang seorang lagi memakai jubah hitam pekat tanpa corak. Warna hitam itu membuat Tang Xiao bergidik ketakutan. Seolah-olah jubah itu menyimpan aura kematian yang begitu pekat.
"Siapa kalian? Apakah kalian yang menjemputku dari alam kematian ini?" Tanya Tang Xiao takut-takut kepada kedua orang yang sedang berlutut di depannya.
Kini Tang Xiao telah berdiri tegak. sebelum berdiri, dia agak susah mengatur dirinya agar tidak melayang-layang.
"Tidak tuan. Kami bukan seperti yang Tuan maksud. Kami berdua adalah hamba Tuan yang mengabdi kepada Tuan. Dan alam ini bukan alam kematian. Ini adalah alam kosong. Salah satu alam dalam jiwa Tuan." Jawab laki-laki yang berpakaian hitam pekat.
"Apa? Kalian hambaku? Alam jiwaku? Apa maksud kalian dan siapa kalian ini sebenarnya?" Tanya Tang Xiao terkaget-kaget.
"Tuan, baiklah kami akan menjawabnya" Jawab laki-laki yang berbaju emas sambil menjentikkan jarinya.
Kliiikkk.....
Tiba-tiba saja muncul di hadapan Tang Xiao sebuah layar lebar, layar yang belum pernah dilihat Tang Xiao selama hidupnya. Tang Xiao tercengang melihat layar itu. Mulutnya terbuka lebar seakan-akan rahangnya akan jatuh.
Di dalam layar itu, kini tampak 9 makhluk transenden yang berdiri di atas tunggangan mereka masing-masing. Tunggangan yang begitu mengerikan. Masing-masing tunggangan memiliki rupa yang berbeda. Ada Singa Api bersayap berkepala 3. Ada burung Phoenix 4 elemen dengan 4 kepala. Ada juga Gagak Neraka Hitam yang tubuhnya mengeluarkan petir raksasa. Yang jelas tunggangan itu sangatlah besar. Dan yang paling mengerikan diantara tunggangan itu ada seekor Naga Berkepala 9. Masing-masing kepala mengeluarkan 9 elemen. Dan kepalanya pun terbuat dari 9 elemen itu. Naga itu juga mempunyai sepasang sayap yang sangat besar. Di atas punggung Naga itu berdiri seseorang dengan jubah emas yang sangat indah dan di kepalanya terdapat mahkota yang terbuat dari intan mutiara permata yaqut dan zabarjad. Di tengah mahkota itu terdapat permata merah yang memancarkan cahaya 9 warna.
Sosok manusia transenden itu berdiri di tengah 8 orang yang berdiri bersama tunggangannya masing-masing. Mereka berdiri Seolah-olah sedang menunggu sesuatu.
Tiba-tiba saja di depan mereka muncul portal yang sangat besar. Saking besarnya portal itu tidak bisa disebut raksasa. Portal itu muncul sejauh 10 mil dari tempat 9 makhluk transenden itu berdiri. Dari dalam portal itu muncul makhluk mengerikan yang sangat banyak. Makhluk yang mempunyai 2 kepala dan kepalanya itu dikelilingi mata berwarna merah darah tanpa pupil. Jumlah mata itu ada ratusan. Mulut makhluk itu sangat besar dengan empat taring berwarna hitam legam yang sangat besar. Tubuh bawah makhluk itu mirip laba-laba berkaki 8. Dan tubuh atasnya seperti kera hitam berbulu lebat dengan 8 buah tangan yang memegang senjata yang berbeda-beda. Makhluk yang keluar dari portal seperti gelombang tsunami. Sejauh mata memandang dipenuhi lautan makhluk itu. Jika dihitung secara kasar, jumlah makhluk itu sekitar 10 juta. Jumlah yang fantastis. Sungguh suatu invasi besar-besaran. Dan yang terakhir keluar dari portal itu 9 makhluk sejenis namun sangat besar. Sekitar 50 kali lipat besarnya makhluk yang keluar pertama tadi.
HAAIIKK.....
Tiba-tiba 9 sembilan makhluk raksasa yang paling belakang berteriak. 10 juta makhluk itu pun berlari kencang mengkhususkan senjata ke arah 9 manusia transenden tadi.
Sembilan manusia transenden itupun tersenyum lebar seakan telah menanti kejadian ini. Sembilan manusia transenden itupun tiba-tiba lenyap dari atas tunggangan mereka yang bergerak secepat kilat menyambut serangan 10 juta makhluk itu.
Tempat peperangan itu adalah dimensi kekosongan maha luas. Suatu dimensi sebelum memasuki dimensi 8 alam semesta.
Sembilan manusia transenden itu muncul tepat ditengah 10 juta makhluk menakutkan itu dan meledakkan sebagian kecil makhluk itu.
Peperangan pun meletus dengan dahsyat nya. Ledakan terjadi dimana-mana. Sembilan tunggangan itu pun ikut berperang mengeluarkan kekuatan yang sangat dahsyat.
Peperangan terus berlanjut tanpa henti, tanpa jeda. Hingga tak terasa, peperangan telah berlangsung selama 100.000 tahun dan telah mencapai puncaknya. Tampak sembilan manusia transenden itu telah mencapai batasnya. Mereka telah sangat kelelahan, dan telah terluka cukup parah. Begitu juga tunggangan mereka yang telah berubah wujud menjadi manusia seperti tuanya.
Diantara 9 manusia transenden itu hanya ada satu yang masih mempunyai sisa sedikit tenaganya. Laki-laki itu bermahkota di atas kepalanya. Dia masih mampu berdiri tegak walaupun seluruh tubuhnya bergetar hebat dan darah mengalir dari mulutnya.
Sedangkan diantara 10 juta lebih makhluk aneh itu, kini hanya tinggal 3 saja. Itu pun dalam keadaan telah terpotong tangan dan kakinya hanya menyisakan sebagian saja. Sedangkan area peperangan itu dipenuhi mayat bergelimpangan. Darah sudah seperti lautan yang mengalir. Bau busuk begitu menusuk keluar dari mayat-mayat itu yang tak sempat disingkirkan.
3 makhluk aneh itu berjalan tertatih-tatih ke arah sembilan manusia transenden yang begitu kelelahan hingga tak mampu mengobati luka mereka sendiri. Jarak mereka tersisa 1 mil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!