NovelToon NovelToon

Between Real Or Fake

PROLOG

Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan yang menentukan, apakah rencana itu bisa terlaksana atau tidak.

Gladys ingin memiliki keluarga yang utuh. Namun sayang dia harus tumbuh di keluarga broken home, hingga akhirnya dia ikut dengan papanya Gunawan, pindah dari Indonesia ke Korea untuk mengadu nasib.

Berlahan namun pasti usaha papanya yang di bangun dari nol mulai berkembang membuat mereka bisa merasakan bahagia. Kembali lagi, Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan yang menentukan, usaha yang telah di bangunnya membuat orang lain merasa iri dan ingin menghancurkannya.

Ketika Gunawan akan terperosot kejurang kebangkrutan muncul seorang wanita yang baik hati dan cantik yang bersedia menariknya keluar dari kehancuran. Wanita itu juga bersedia menerima status Gunawan yang sudah memiliki anak tapi tidak dengan keluarga dari wanita itu. Gunawan harus mengganti segala identitasnya, bahkan mengakui putrinya sebagai keponakannya.

Gladys kecil harus kembali merasakan siksaan batin yang di berikan oleh orang tua dari wanita itu. Gladys hanya bisa pasrah menerima segala perlakuan mereka hingga akhirnya dia harus meninggalkan papanya dan ibu tirinya yang sangat baik padanya secara diam-diam. Mampukah Gladys hidup terpisah dari papanya? Mampukah dia keluar dari segala permasalahannya atau akan terus terikat dengan permasalahan-permasalahan yang ada? Adakah seorang pangeran yang mampu membawanya pada kebahagian?

...************************************************...

Sepasang mata sendu kini tengah memandangi seorang lelaki yang tengah terbaring tak sadarkan diri dari balik jendela kecil pintu ruang ICU rumah sakit. Pemilik sepasang mata itu adalah Gladys, dia seakan masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada kekasihnya.

Flashback on

Korea Selatan

Tok tok tok

"Masuk."

Gladys melangkah masuk ke dalam ruang kerja papanya.

"Hai sayang, kamu belum tidur?" Sapa Gunawan yang kini mengalihkan pandangannya kepada putrinya yang telah duduk di sofa berjarak 2 meter dari meja kerjanya.

"Belum pa. Belum ngantuk soalnya." Jawab Gladys santai.

"Katakan, apa yang ada dipikiran kamu." Tebak Gunawan. Dia tau ketika putri sulungnya masuk ke dalam ruang kerjanya pasti ada hal penting yang ingin putrinya bicarakan kepadanya.

Gladys berusaha menyaring setiap kata yang ingin dia katakan kepada papanya. Ekspresinya yang semula santai berubah menjadi serius, ada rasa takut yang dirasakan Gladys.

"Pa, Gladys udah mutusin setelah wisuda balik ke Indonesia." Ujar Gladys.

"Are you sure Baby?" Tanya Gunawan. Dia sudah tidak terkejut lagi mendengar keputusan putrinya, istrinya telah menceritakan keinginan Gladys untuk balik ke Indonesia.

"Yes, i'm sure. Gladys ingin mandiri pa, menghadapi dunia luar yang sebenarnya." Jawab Gladys, masih dengan ekspresi seriusnya.

"Ok. Kalau itu memang sudah menjadi keputusan kamu." Ujar Gunawan, dia mengakhiri kalimatnya dengan hembusan nafas berat dan senyum yang di paksakan.

"Papa langsung setuju?" Tanya Gladys tidak yakin.

"Eomma¹ sudah menceritakannya ke Papa. Papa juga udah membelikan kamu apertemen dan menyuruh orang-orang suruhan papa untuk mengurus segalanya. Jadi nanti kamu tinggal terima beres, bahkan papa udah siapin tempat kerja untuk kamu nanti di Indonesia." Jelas Gunawan. Sebenarnya dia tidak setuju dengan keputusan putrinya tapi dia juga tahu kalau putrinya memiliki sifat turunan dari mamanya, keras kepala.

"Sepertinya papa salah mengartikan apa yang saya katakan. Lagian jika papa tau rencana dan keinginan saya sebenarnya ke Indonesia dia pasti gak setuju." Ujar Gladys dalam hati.

***

Bandara Incheon

"Kita duduk di sana aja yah." Ujar Gladys sambil menunjuk kursi kosong dekat jendela besar.

Kini mereka tengah berada di ruang tunggu keberangkatan.

"Dys kami yakin dengan keputusan kamu ini?" Yanya Leon ragu.

"Yakin banget. Lagian kamu kan tau sendiri apa tujuan saya melakukan ini." Jawab Gladys meyakinkan kekasihnya.

"Demi karir dan keluarga papa kamu juga untuk mencari tau alasan mama kamu ninggalin kalian dulu."

"Benar. Saya jadi teringat kata-kata si nenek sihir ketika dia tau kalau saya anak kandung Papa." Ujar Gladys sedih, dia lalu menyandarkan kepalanya di pundak kekasihnya.

"Memangnya dia ngomong apa?" Tanya Leon penasaran.

"Saat berpura-pura menjadi keponakan Papa, dia sudah tidak menyukaiku dan sekarang dia sudah tau kalau saya anak kandung Papa. Katanya dia bakalan mengambil alih perusahaan, dan membuat papa dan eomma berpisah. Saya tidak ingin Gisel dan Geral tumbuh di keluarga broken home seperti saya."

Flashback Off

Plakkk .....

Telapak tangan milik wanita paruh baya mendarat tepat di pipi putih milik Gladys dan kini meninggalkan bekas berwarna merah.

Gladys langsung memegang pipihnya yang terasa perih, seluruh tubuhnya gemetar, air matanya gini membasahi pipihnya. Dia berusaha menahan tangisnya agar tidak mengeluarkan suara.

"Mama." Teriak Lea tanpa sadar, dia sangat terkejut melihat mamanya menampar Gladys.

"Apa? Kamu mau membela anak ini?" Tanya Lina. Dia sudah tidak dapat menahan amarahnya kepada Gladys.

"Mama tenang dulu. Kita bisa bicarakan hal ini dengan baik-baik, tidak perlu dengan kekerasan." Ujar Lea berusaha menenangkan Mamanya.

"Mama sudah memperingati anak ini berkali-kali untuk menjauhi adik kamu tapi lihat apa yang dia lakukan, dia terus saja menempel pada adik kamu. Benar kan apa kata peramal itu, anak ini pembawa sial untuk adik kamu." Jelas Lina sambil menunjuk-nunjuk ke arah Gladys

Lea hanya bisa terdiam mendengar penjelasan mamanya

Lina melihat kearah Gladys yang masih menundukkan kepalanya dengan tubuh yang bergetar, dia tersenyum sinis kepada Gladys.

"Saya mau kamu bertanggung jawab atas kecelakaan Leon." Ujar Lina

"Iya Tante, saya akan bertanggung jawab. Saya akan melakukan apapun." Ujar Gladys dengan suara bergetar.

"Saya mau kamu yang menanggung semua biaya rumah sakit Leon dan jangan pernah lagi berharap untuk bertemu dengan Leon. Kamu mengerti?" Ujar Lina.

Gladys terkejut mendengar perkataan Lina untuk tidak bertemu lagi dengan Leon karena dia sangat mencintai Leon.

"Tante..... Saya akan menanggung semua biaya rumah sakit Leon tapi tolong ...." Ucapan Gladys terhenti, dia berlutut di depan Lina sambil memegang tangan Lina. "Jangan memisahkan saya dan Leon Tante. Kami saling mencintai." Lanjut Gladys sambil menangis.

"Percuma kamu memohon. Keputusan saya sudah bulat. Sekarang lebih baik kamu pergi." Ujar Lina lalu menghempaskan tangan Gladys hingga dia terhuyung ke lantai.

¹ Mama

.

.

.

Bersambung...

hai guys

jangan lupa tinggalkan jejak yah 😉

like, dan klik favorit serta komen yang membangun yah. Jangan lupa juga vote-nya 😊

Terimakasih

BROF #1

Lina pergi meninggalkan mereka berdua dengan penuh amarah. Sementara Lea yang melihat semuanya merasa kasihan terhadap Gladys.

"Berdiri Dys." Ujar Lea sambil membantu Gladys untuk berdiri.

"Terimakasih Kak Lea." Ujar Gladys dengan suara serak khas orang menangis.

"Kita ke cafe rumah sakit yuk." Ajak Lea.

Gladys hanya menganggukkan kepalanya tanda menyetujui ajakan Lea sambil menyeka air matanya.

***

"kamu mau minum apa?" Tanya Lea.

"Air putih aja Kak." Jawab Gladys.

"Kalau gitu saya pergi pesan dulu yah, kamu duduk dulu aja disini." Ujar Lea.

"Terimakasih Kak Lea."

Gladys menuruti perkataan Lea, dia memandang keluar jendela cafe dan terus memikirkan perkataan Lina yang menyuruhnya untuk tidak bertemu lagi dengan Leon. Tanpa sadar air matanya kembali mengalir di pipinya.

"Gladys." Panggil Lea yang telah duduk di depan Gladys tanpa di sadari olehnya.

Gladys tersadar dari lamunannya dan langsung menyeka sisa air mata di pipihnya.

"Maaf Kak Lea saya tidak menyadari Kak Lea datang."

"Tidak apa-apa. Kamu minum dulu, biar sedikit lebih tenang." Ujar Lea sembari memberikan segelas air putih yang dipesan oleh Gladys sebelumnya.

Gladys mengambil segelas air putih di atas meja lalu meminumnya, begitupun dengan Lea yang menyeruput americano pesanannya.

"Kamu tenang saja, saya akan bantu kamu untuk bisa menjenguk Leon tapi tidak untuk hari ini karena pasti mama akan berada di rumah sakit."

"Terimakasih Kak Lea."

"Di pertemuan pertama kita ini kamu sudah mengucapkan terimakasih 3 kali loh. Kamu gak bosan?"

Gladys tersenyum mendengar candaan Lea begitupun dengan Lea.

"Kak Lea orangnya baik banget. Persis seperti yang sering di ceritakan Leon." Ujar Gladys.

"Memangnya dia sering cerita apa tenang saya?" Tanya Lea ramah.

"Leon bilang Kak Lea selain saudara juga bisa menjadi sahabat, teman berdebat, penolong. Katanya kak Lea pernah menolong Leon dari para preman hingga membuat tangan Kak Lea sampai tersayat pisau, dan karena kejadian itu Leon belajar ju jitsu untuk menjaga Kak Lea." Jelas Gladys yang membuatnya tersenyum mengingat kenangannya bersama Leon.

Lea ikut tersenyum sambil melihat bekas luka sayatan di tangan kirinya. "Ternyata dia masih mengingat kejadian itu, kejadiannya sudah lama banget." Ujar Lea, dia mengambil tangan Gladys dan menggenggamnya untuk menenangkan Gladys. "Gladys saya tau kamu pasti gadis yang paling di cintai oleh adik saya dan saya akan selalu membantu kamu untuk bisa bersama dengannya."Llanjutnya.

"Terimakasih Kak Lea." Ujar Gladys. Perkataan Lea membuat perasaan Gladys sedikit tenang.

"Apa kamu sudah punya tempat tinggal?" Tanya Lea.

"Sudah Kak. Saya dan Leon, kami sudah menyewa sebuah apertemen kecil. Gak jauh dari gedung yang seharusnya menjadi tempat kerja Leon, jika kejadian ini gak terjadi." Jawab Gladys sambil menundukkan kepalanya

"Hei, kamu harus semangat. Saya yakin kamu dan Leon bisa menghadapi ini semua dan bisa meyakinkan mama kalau kata peramal itu salah." Ujar Lea lembut.

"Iya Kak Lea saya akan berusaha." Ujar Gladys sembari tersenyum kepada Lea.

" Gitu dong. Sekarang apa rencana kamu selanjutnya?" Tanya Lea.

"Saya akan mencari kerja dan menghasilkan uang yang banyak agar Leon bisa cepat sembuh." Jawab Gladys dengan suara yang cukup bersemangat.

Lea tersenyum senang melihat Gladys sedikit mulai bangkit dari kesedihannya.

"Kamu pasti capek kan, saya antar kamu pulang yah." Ajak Lea.

***

"Sayang, lapar" Rengek Gladys

Leon tersenyum melihat tingkah kekasihnya yang terlihat sangat imut lalu mencubit kedua pipinya.

"Auhhh... sakit. Kenapa di cubit sih?"

"Siapa suruh kamu gemesin. Kita mau makan dimana?"

"Di deket apertemen aja."

Mereka berjalan kaki menuju ke rumah makan yang berada di seberang jalan apertemen sambil bercanda. Gladys yang berjalan sambil mundur dan menghadap ke arah Leon tidak menyadari mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi akan menabraknya. Sementara Leon yang lebih dulu menyadarinya langsung mendorong Gladys.

Brakkkkk......

Suara benturan yang cukup keras membuat siapapun yang berada di sekitar spontan melihat ke arah sumber suara tak terkecuali Gladys, dia segera menghampiri Leon yang tergeletak tak sadarkan diri dengan darah segar yang terus mengalir.

"LEOOOONNNNN.......!!!" Teriak Gladys

Gladys langsung terbangun dari tidurnya.

Setiap kali Gladys memimpikan kecelakaan Leon, saat tersadar dia akan langsung menangis sambil memeluk boneka pemberian Leon yang selalu menemaninya tidur.

Sudah lima hari semenjak kecelakaan Leon terjadi, Gladys belum pernah melihat Leon lagi. Dia hanya tau kondisi Leon yang mengalami gegar otak berat yang mengakibatkan Leon masih belum sadarkan diri atau koma dan patah tulang di bagian kaki kirinya.

Ketika mengingat kenangannya bersama Leon membuatnya menangis sejadi-jadinya.

Gladys juga tidak mungkin meminta bantuan kepada papanya, dia tidak ingin mereka mengetahui keberadaannya. Apalagi sampai di ketahui oleh mertua papanya kalau dia masih berhubungan dengan mereka, orang yang selama ini selalu Gladys sebut nenek sihir.

Di kamarnya Gladys masih berkutat dengan laptop, dia berusaha mencari lowogan kerja di jejaring internet. Dia sudah melamar kerjaan secara online di beberapa situs lowongan kerja dan juga sudah menyerahkan surat lamaran kerjanya langsung ke beberapa perusahaan.

Selama tinggal di Korea Gladys selalu menabung setiap uang jajan yang di berikan oleh papa dan eommanya, dia juga bukan tipe orang yang suka berbelanja untuk hal-hal yang tidak penting.

🎵 you, you love it how i move you... ²

Gladys melihat ke layar hp-nya, ternyata telepon dari Lea.

"Halo Kak Lea."

"Halo Dys, hari ini mama gak ke rumah sakit. Apa kamu mau menjeguk Leon?" Tanya Lea.

"Iya Kak Lea. Saya ke sana sekarang." Jawab Gladys dengan suara senang. Segera Gladys memutuskan sambungan telepon dan mengganti pakaian rumahya secepat kilat, tidak lupa dia memesan ojol lalu turun ke loby apertemen. Tidak menunggu lama ojol yang di pesannya telah parkir di depan loby.

²Lirik God is a Woman (Ariana Grande)

.

.

.

Bersambung...

BROF #2

Gladys tidak dapat menyebunyikan rasa senangnya walaupun terselip kesedihan. Sepanjang perjalanan garis senyum senang di bibirnya terus tergambar.

30 menit perjalanan akhirnya dia tiba di rumah sakit.

Dia segera turun dari ojol dan berlari kecil menuju ke ruang ICU (Intensive Care Unit), sebelum masuk Gladys terlebih dulu mencuci tangannya dan memakai gaun luar berwarna hijau serta masker sesuai anjuran dari perawat rumah sakit.

"Kak Lea." Panggil Gladys ketika melihat Lea yang sedang duduk di samping tempat tidur.

"Kamu sudah datang." Ujar Lea sambil tersenyum ramah.

"Iya kak. Begitu Kak Lea menelpon, saya langsung bersiap dan datang ke rumah sakit."

"Kalau gitu saya keluar dulu, sekalian mau cari minum."

Lea pun keluar dari ruang ICU meninggalkan Gladys dan Leon berdua.

Gladys menatap wajah Leon yang tampak seperti orang yang tertidur lelap dengan ventilator³ yang terpasang, kepala yang terperban dan berbagai peralatan medis yang tertempel di badan Leon, dia lalu tersenyum. "Hai Leon sayang, apa kamu bisa mendengar suara saya?" Tanya Galdys lalu memegang pipih Leon, dan tentu saja tidak ada jawaban dari Leon.

"Apakah di dalam mimpi kamu ada saya?" Tanya Gladys lagi.

Kini senyum Gladys berubah menjadi tangis. Tapi Gladys berusaha menahannya agar Leon tidak ikut merasakan nya.

Gladys sudah tidak bisa menahan tangisnya. " Leon saya pamit yah, saya janji akan datang lagi." Ujar Gladys dengan suara serak lalu mencium dahi Leon.

Dengan sedikit berlari Gladys menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara tangisannya.

Gladys telah berada di luar ruang ICU dan telah melepas gaun luar juga masker yang di pakainya. Tangis yang di tahannya sedari tadi kini sudah tidak dapat di tahan oleh Gladys, dia duduk di salah satu kursi panjang rumah sakit dan menangis.

"Apa saya mampu melewati ini semua Leon? Saya rasanya ingin menyerah saja. Melihat kamu terbaring seperti itu dengan segala peralatan medis yang tertempel di badan kamu membuat hati ku sakit dan sedih. Ditambah lagi Tante Lina yang sangat membenciku, dia mengatakan kalau saya pembawa sial untuk kamu. Apakah itu benar? apakah saya pembawa sial? Bahkan si nenek sihir itu mengatakan kalau saya benalu di dalam rumah tangga papaku. Apa jangan-jangan mama juga meninggalkan saya karena menurutnya saya membawa sial untuknya?" Ujar Gladys dalam hati.

"Gladys." Panggil Lea.

Gladys yang mendengar namanya di panggil dengan cepat menghapus air matanya dan melihat ke arah Lea yang sedang menghampirinya.

"Kak Lea." Sapa Gladys dengan suara khas orang yang habis menangis dan mata sembab.

"Kamu kok cepat keluarnya?" Tanya Lea yang kini duduk tepat di samping Gladys.

"Saya masih belum terbiasa Kak melihat keadaan Leon seperti sekarang, bawaannya pengen nangis. Daripada saya nangis di dalam dan mempengaruhi Leon lebih baik saya keluar."Jjelas Gladys.

Lea tersenyum. " Awalnya saya juga seperti kamu gak tegah melihat kondisi Leon sekarang. Tapi mau tidak mau saya harus kuat. Saya yakin kamu juga pasti bisa."

"Terimakasih Kak Lea."

"Oh iya soal pembayaran rumah sakit yang mama katakan, saya sudah mengurusnya."

"Maksud Kak Lea?" Tanya Gladys kaget.

"Saya tau kamu sekarang belum dapat kerjaan, uang yang kamu punya pasti hanya cukup untuk biaya kebutuhan kamu sehari-hari. Jadi saya menggunakan uang saya untuk biaya obat-obatan Leon. Lagian Leon kan juga adik saya." Jawab Lea.

"Tapi kak Lea saya sudah berjanji ke Tante Lina untuk menanggung biaya rumah sakit Leon, selama dia di rawat. Gimana nanti kalau Tante Lina tahu? Tante Lina pasti akan marah dan tambah membenci saya." Ujar Gladys yang merasa tidak enak hati kepada Lea, dia juga takut jika nanti Lina sampai tahu.

"Kamu tenang saja, yang tahu hanya kita berdua. Lagian mama tidak tahu mengenai tagihan rumah sakit, saya juga membayarnya atas nama kamu jadi jikalau nanti mama sampai tau mengenai tagihan itu sudah tidak masalah. Tapi Gladys saya minta maaf untuk nanti tagihan-tagihan berikutnya sepertinya saya tidak dapat membayarnya lagi. Uang tabungannya saya benar-benar tipis." Ujar Lea yang merasa bersalah karena sudah tidak dapat membantu Gladys lagi.

"Kak Lea gak usah minta maaf. Justru seharusnya saya berterimakasih karena Kak Lea sudah membantu saya. Saya juga sudah melamar di beberapa perusahaan, jadi Kak Lea tenang saja. Saya pasti bisa mendapat kerjaan" Jelas Gladys.

Lea merasa kasihan terhadap Gladys dan juga adiknya. Seharusnya mereka bisa berjuang bersama untuk meminta restu mama dan menikah. Tapi sayang Tuhan berkehendak lain kepada mereka. pikir Lea, dia lalu memeluk Gladys untuk memberinya semangat.

"Kamu harus selalu ingat, Kakak Lea kalian ini akan selalu ada untuk mendukung kalian berdua." Ujar Lea.

"Terimakasih Kak Lea." Ujar Gladys.

.

³alat bantu pernapasan

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!