Eland dengan kasar menarik rambut kusut Clara hingga kepalanya terdongak ke atas. Satu tangannya lagi dia gunakan untuk mencengkeram dagu tirus gadis yang sedang memejamkan mata sembari mendesis lirih menahan sakit akibat kekerasan yang sedang dia lakukan.
"Katakan padaku dimana kakakmu bersembunyi sekarang! Cepat beritahu aku!" teriak Eland dengan nada suara yang sangat tinggi.
"A-aku tidak tahu, Tuan. S-sungguh," jawab Clara tak berdaya.
Plaaakkk
Satu tamparan langsung mendarat di pipi Clara begitu dia selesai bicara. Eland, dia begitu murka saat dirinya lagi-lagi tak berhasil membuat gadis ini membuka mulut. Setelah pulang dari perusahaan, seperti orang yang kerasukan dia mendatangi ruangan tempat Clara disekap saat terkenang dengan almarhum kakaknya yang meninggal dengan tubuh bersimbah darah. Amarahnya semakin memuncak ketika dia melihat Clara yang tengah tertidur nyenyak di atas tikar yang selama ini dia tinggali. Tanpa merasa iba sedikit pun Eland langsung melayangkan sebuah tendangan yang mengarah pada bagian perut Clara hingga membuatnya terpental menabrak tembok.
Clara saat itu hanya bisa meringis sambil memegangi perutnya yang luar biasa sakit. Air matanya menetes, tapi tidak ada satu pun suara yang keluar dari mulutnya begitu dia melihat Eland yang sedang menatapnya dengan penuh kebencian. Tubuh Clara bergetar kuat, dia sangat ketakutan setiap kali pria ini datang. Karena tidak hanya kekerasan fisik saja yang akan dia terima, tapi juga pelecehan s*sual yang sangat kejam. Ya, malam dimana Clara diculik, itu adalah malam terakhirnya menyandang gelar sebagai seorang gadis perawan. Pria psikopat ini dengan begitu kejam merudapaksa Clara dengan cara yang sangat brutal. Bahkan Clara dibuat tak sadarkan diri saat keperawanannya di renggut dengan cara yang sangat tidak manusiawi. Membuat dirinya mengalami rasa trauma yang sangat parah setiap kali melihat kemunculan Eland.
"Sekali lagi kutanya padamu dimana bajingan itu bersembunyi. Cepat beritahu aku atau aku akan menghabisimu malam ini juga. Cepat katakan dimana kakakmu bersembunyi, k*parat! Aaarrrgggghhhhhh!" teriak Eland semakin menggila.
Mata Clara terpejam, bibirnya bergetar dengan sangat kuat ketika dia mendengar suara ikat pinggang yang sedang dibuka. Clara tahu sebentar lagi tubuh ringkihnya akan kembali merasakan panasnya cambukan ikat pinggang tersebut. Hal yang sudah biasa dia rasakan hampir di setiap malamnya.
"Oh, jadi kau lebih memilih untuk menutup mulut daripada bicara jujur padaku. Iya?" tanya Eland sembari mengayun-ayunkan ikat pinggang di depan wajahnya Clara.
"T-Tuan ... a-aku sungguh tidak tahu dimana kakakku berada sekarang. A-aku tidak bohong."
Harus bagaimana lagi cara Clara meyakinkan pria ini kalau dia benar-benar tidak mengetahui dimana keberadaan kakaknya. Sejak dia di kurung di tempat ini, Clara tak lagi memiliki hak untuk sekedar berkomunikasi dengan satu-satunya keluarga yang dia punya. Tapi pria ini tak pernah mau percaya, dia selalu menjadikan alasan itu untuk menyiksanya dengan segala macam cara. Clara sudah putus asa, dia tak tahu lagi harus bagaimana.
"Aku muak mendengar alasanmu yang selalu saja tak mau memberitahuku dimana bajingan itu bersembunyi. Kalian berdua pasti bersekongkol. Iya kan!" tuduh Eland kemudian mulai melayangkan cambukan.
Ctaaarrrrrr, ctaaarrr
Mata Eland semakin memerah saat dia melihat Clara yang hanya diam tak bersuara. Delapan bulan menyekapnya, telinga Eland sudah terbiasa mendengar jerit kesakitan yang keluar dari mulut gadis ini setiap kali dia memberinya siksaan. Tapi entah kenapa sudah sebulan ini dia tak lagi mendengar suara rintihan Clara. Gadis ini hanya akan bicara saat dia bertanya, bahkan tak lagi memohon pengampunan seperti di awal-awal dia menyekapnya.
'Ibu, sakit Ibu. Tolong aku, aku sudah tidak kuat lagi menerima semua siksaan ini. Tolong minta Tuhan untuk mencabut nyawaku saja, aku ingin tinggal bersama Ayah dan Ibu di surga. Aku benar-benar sudah sangat lelah, Bu. Aku lelah....
Clara tidak tahu kapan penyiksaan itu berakhir karena dia sudah kehilangan kesadarannya lebih dulu. Eland yang melihat mangsanya sudah tidak sadarkan diri di lantai nampak tersenyum sinis kemudian memakai kembali ikat pinggangnya. Dia merasa begitu puas melihat punggung Clara yang koyak dan berdarah-darah. Jangan lupakan juga luka lebam di bagian tubuh yang lain, termasuk juga luka bekas tamparan di wajah gadis ini. Semua itu entah kenapa membuat Eland merasa sangat lega.
Saat hendak keluar dari ruangan itu, tiba-tiba sisi iblis di diri Eland kembali mencuat. Dia berkeinginan menyalurkan hasratnya ke tubuh kurus Clara. Dengan biadapnya Eland menarik celana Clara sambil terkekeh seperti orang gila, dia juga merobek baju usang yang menjadi penutup tubuh bagian atasnya. Seketika ***** Eland meledak begitu dia melihat pay*dara Clara yang hanya tertutup bra berwarna gelap, itupun sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
"Kau p*lacur kecil, bangun. Cepat buka matamu dan layani aku. Cepat bangun!" teriak Eland sembari mengguncang tubuh kurus Clara.
Tak ada respon. Clara benar-benar sudah terjebak di alam bawah sadarnya. Dan hal itu membuat Eland kembali tersulut emosi.
Plaaakkkk
"Bangun j*lang, jangan memaksaku untuk kembali menyiksamu. Cepat bangun dan layani aku. Bangun Clara!"
Eland menggeram marah saat Clara masih tak mau membuka mata meskipun dia sudah menampar wajahnya dengan sangat kuat. Lama-lama ***** yang berkobar di diri Eland menghilang, dia sudah tak tertarik lagi untuk meminta pelayanan **** dari tawanannya ini.
"Huh, membuat moodku rusak saja. Dasar tidak berguna!" gerutu Eland kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan Clara yang masih tergeletak di lantai dengan tubuh penuh luka berdarah.
Bagai tak melakukan dosa apa-apa, Eland berjalan menuju dapur. Dia bersiul kemudian mengambil makanan yang ada di dalam kulkas lalu memasukannya ke dalam microwave. Sambil menunggu makanannya siap, Eland membuat coklat panas. Kebiasaan yang selalu dia lakukan setiap menjelang tidur.
"Bajingan itu sebenarnya bersembunyi dimana? Ini sudah delapan bulan dan orang-orang yang aku sebar masih belum juga menemukannya. Dia tidak mungkin sudah mati kan?" gumam Eland sambil mengaduk-aduk susu coklat yang sedang dia panaskan.
Tak lama kemudian Eland mengangkat susu coklat miliknya kemudian menuangkannya ke dalam gelas. Tak lupa juga dia memasukkan kacang almond sebagai pelengkap minuman tersebut.
"Apa pun caranya kau pasti akan aku temukan, Rian. Kau harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Kak Lolia. Mata di balas mata, nyawa di balas nyawa. Kalau kau tetap tak mau muncul dan menyerahkan diri padaku, maka adikmu akan kujadikan sebagai penggantinya. Akan kubuat dia mati dengan cara yang sama seperti apa yang dialami oleh kakakku. Aku pastikan itu, Rian!" geram Eland sambil mencengkeram kuat pinggiran gelas yang sedang dia pegang.
Sambil menahan amarah, Eland akhirnya menikmati makan malamnya seorang diri. Sesekali rahangnya tampak mengetat ketika dia teringat dengan kematian sang kakak. Malam semakin larut, tapi emosi Eland tak kunjung mereda. Yang mana hal itu membuat suasana rumah terasa begitu mencekam. Dulu, Eland adalah seorang pria baik dan juga lembut. Namun kebaikan dan kelembutan itu menghilang sejak dia menyaksikan satu-satunya keluarga yang dia punya mati dengan cara yang sangat mengenaskan. Ya, kakaknya nekad bunuh diri dengan cara melompat dari atas gedung perusahaan miliknya karena tak kuat menahan malu atas janin yang di kandungnya.
Kau pasti akan segera kutemukan dimanapun kau berada, Rian. Akan kubuat kau mati membusuk di dalam penjara.
******
...💜 VOTE, LIKE, COMMENT DAN RATE BINTANG LIMA YA GENGSS.....
...💜 IG: rifani_nini...
...💜 FB: Rifani...
"Eland, maafkan Kakak pergi dengan cara seperti ini. Jangan marah ya, Kakak sudah tidak tahu lagi harus kemana mencari ayah dari bayi ini. Dia menghilang, dia pergi meninggalkan Kakak begitu tahu kalau Kakak sedang hamil anaknya. Kakak tidak sanggup menahan beban ini seorang diri Eland, Kakak malu. Sekali lagi maafkan Kakak ya. Kakak menyayangimu ....
...Lolia...
Mata Eland perlahan-lahan terbuka. Keringat dingin nampak mengucur membasahi wajahnya yang sedikit pucat. Ya, dia baru saja mengalami mimpi yang sangat buruk. Mimpi dimana dia kembali membaca surat yang ditinggalkan kakaknya sebelum bunuh diri.
"Kak Lolia, kenapa kau tega meninggalkan aku? Kau begitu egois membiarkan aku seorang diri di dunia ini. Kau tidak seharusnya berkorban nyawa hanya demi lelaki bajingan yang sudah menyia-nyiakanmu dan juga calon keponakanku. Masih ada aku Kak, masih ada aku yang akan merawat kalian berdua. Aku sama sekali tidak keberatan bertanggung jawab pada anakmu nanti. Kenapa kau bisa sebodoh ini Kak Lolia," ratap Eland lirih dengan mata berkaca-kaca.
Saat Eland tengah memikirkan kebodohan yang di lakukan oleh sang kakak, tiba-tiba saja wajah Clara melintas di matanya. Dia yang sedang bersedih langsung terbakar api kebencian begitu teringat jika gadis itu adalah adik dari pria yang telah membuat kakaknya pergi dari dunia ini. Sambil menggeram marah, Eland segera turun dari ranjangnya. Dia berniat memelampiaskan amarahnya pada gadis itu.
"Selamat pagi, Tuan Eland."
Langkah Eland terhenti tepat di depan pintu kamar ketika dia mendengar sapaan dari Bibi Yumna, pelayan yang sudah mengabdi di keluarganya sejak dia masih bayi. Dengan tatapan datar, Eland bertanya pada pelayan yang kini sedang menundukkan kepala.
"Ada apa?"
"Em itu, Tuan. Anu," jawab Bibi Yumna ragu.
"Apa?" sentak Eland tak sabar.
Bibi Yumna memberanikan diri untuk menatap wajah pria yang sudah diasuhnya sejak kecil. Ada segurat kesedihan di matanya melihat perubahan besar yang terjadi pada pria ini. Pria yang dulunya begitu hangat kini berubah bagaikan monster yang sangat mengerikan setelah kematian Nona Lolia, anak sulung di keluarga ini. Bibi Yumna menyaksikan sendiri bagaimana sang majikan berubah dari pria berhati lembut menjadi pria yang berhati bengis layaknya iblis. Hubungan mereka yang dulu begitu akrab layaknya ibu dan anak kini berjarak seperti orang asing. Kendati demikian, Bibi Yumna tetaplah sangat menyayangi Tuan Eland. Dia yakin suatu saat pria ini pasti akan kembali seperti dulu. Hangat dan menyenangkan.
"Membuang waktu saja!" kesal Eland kemudian melangkah pergi dari sana.
"T-tunggu dulu, Tuan Eland!" cegah Bibi Yumna dengan cepat. "Itu, Nona Clara demam. Mungkin dia sakit karena luka yang ada di tubuhnya mulai terinfeksi."
Langkah Eland langsung terhenti. Dia sedikit kaget ketika mendengar hal tersebut. Selama delapan bulan dia menyekap Clara, belum pernah sekali pun gadis itu jatuh sakit. Ini adalah yang pertama kali, dan entah kenapa ada sedikit kekhawatiran di dalam benak Eland.
"Tuan Eland, apa tidak sebaiknya Nona Clara di bawa ke rumah sakit saja? Kasihan dia, Tuan. Tubuhnya benar-benar sangat panas," bujuk Bibi Yumna dengan lembut.
"Tidak perlu!" sahut Eland meragu. "Sekarang bantu dia pindahkan ke kamar lain saja. Aku akan menghubungi temanku untuk memeriksanya di sini."
Bibi Yumna mengangguk lega. Dia sangat yakin kalau pria ini tetaplah seorang pria yang baik hati seperti dulu. Namun masih terbelenggu oleh kemarahan dan juga bisikan iblis yang sangat jahat. Sebelum majikannya berubah pikiran, Bibi Yumna bergegas pergi untuk menolong gadis malang itu. Dia sudah sangat tidak tega melihat keadaannya sejak tadi pagi.
"Bibi," ....
"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Bibi Yumna setelah berbalik badan.
Eland meragu. Dia kemudian bicara tanpa berani menatap wajah pelayannya.
"Beri gadis itu makanan yang bergizi setelah dia bangun dan pastikan suhu kamarnya hangat. Aku tidak mau temanku terkejut saat melihat keadaannya nanti."
"Baik, Tuan Eland," sahut Bibi Yumna penuh haru. "Kalau begitu saya permisi."
"Ya," jawab Eland singkat.
Sepeninggal Bibi Yumna, Eland diam mematung di tempatnya berdiri. Dia heran dengan respon hatinya yang tiba-tiba peduli dengan kondisi Clara. Bukankah seharusnya dia merasa senang jika gadis itu menderita? Tapi kenapa sekarang malah jadi seperti ini? Aneh.
"Ahhh, persetan dengan semua itu!" gumam Eland kemudian kembali masuk ke dalam kamar.
Dengan malas Eland terpaksa menghubungi Harvey, temannya yang berprofesi sebagai dokter. Dia mengumpat kasar saat Harvey tak kunjung mengangkat panggilannya.
"Brengsek, kemana perginya begundal itu?"
Sambil menggerutu Eland terus menghubungi nomor Harvey hingga panggilannya itu mendapat respon.
"Halo El, ada apa menghubungiku sepagi ini?"
Eland berdecak jengkel saat mendengar suara serak dari seberang telepon. Temannya ini masih tidur ternyata. "Cepat datang ke mansionku sekarang juga. Gadis itu sakit!"
"Apaaa? Clara sakit? Dia sakit apa, El? Kau tidak melakukan sesuatu yang buruk padanya kan?"
"Berisik!" sentak Eland emosi. "Mau aku melakukan apa kepadanya itu tidak ada hubungannya denganmu, Vey. Sekarang kau cepat bangun dan datang kemari atau kudepak kau dari rumah sakit tempatmu bekerja sekarang. Cepat!"
"Tentu saja itu ada hubungannya denganku, El. Clara itu manusia, dia tidak salah apa-apa. Kau sadar tidak kalau kau itu sudah melanggar hak asasi manusia karena telah menyekap Clara selama berbulan-bulan lamanya. Kasihan Clara, El. Kau tidak seharusnya memperlakukan dia sampai seperti ini. Dia butuh kebebasannya sendiri."
Eland meradang saat mendengar ceramah dari Harvey. Sambil menggeretakkan gigi dia kembali mengancam temannya itu. Eland sangat tidak suka urusan pribadinya di ganggu, terlebih lagi itu menyangkut sesuatu yang berhubungan dengan kematian kakaknya. Dia tidak akan membiarkan siapapun mengacau, termasuk sahabatnya sendiri.
"Jangan coba-coba menceramahi aku, Vey. Sekarang kau cepat datang kemari lalu periksa gadis itu atau aku akan langsung memutasimu ke tempat yang jauh. Sekarang Harvey!"
Tanpa mendengarkan Harvey yang sedang berbicara, Eland langsung memutuskan panggilan. Dia mengumpat marah sambil meremas rambutnya sendiri.
"Brengsek kau, Rian. Gara-gara perbuatanmu sekarang hidupku jadi seperti neraka. Lihat saja, kalau kau masih tidak mau menyerahkan dirimu padaku, akan kubuat adik kesayanganmu itu hidup segan mati tak mau. Aku bersumpah untuk itu semua, Rian. Aarrgghhhhh!!!"
Sambil terus mengumpat kasar Eland melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Dia membutuhkan sesuatu untuk mendinginkan kepalanya yang terasa begitu panas karena emosi.
Cukup lama Eland berada di bawah guyuran air shower sebelum akhirnya dia meraih handuk kemudian melilitkan di pinggangnya. Dengan tatapan mata yang begitu dingin, Eland memandangi pantulan wajahnya di cermin. Menyedihkan, itu yang dia lihat.
"Aku tidak percaya Tuhan menggariskan nasib yang begini menyakitkan untukku. Ayah, Ibu, Kak Lolia, kalian semua pergi meninggalkan aku sendirian di sini. Lalu apa artinya aku hidup jika tak ada orang terkasih di dekatku? Untuk apa aku memiliki ini semua jika aku hanya hidup sendirian? Kau sangat tidak adil, Tuhan. Kau memberiku banyak kemewahan akan tetapi membuat hatiku kosong. Kenapa kau tidak ambil nyawaku saja agar aku bisa berkumpul dengan keluargaku di surga? Ini tidak adil, Tuhan. Tidak adil!" gumam Eland lirih.
*****
...💜 VOTE, LIKE, COMMENT, DAN RATE BINTANG LIMA YA GENGSS......
...💜 IG: rifani_nini...
...💜 FB: Rifani...
Harvey mengerutkan kening sambil memeriksa tekanan darah Clara, gadis yang disekap oleh sahabatnya. Dia lalu menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan apa yang di alami oleh gadis malang ini.
"Rian, kau sebenarnya sembunyi dimana? Cepatlah keluar. Aku tidak tega melihat adikmu terus di siksa oleh Eland," gumam Harvey sembari menatap pilu kearah luka-luka yang hampir memenuhi sekujur tubuh kurus Clara.
Bibi Yumna yang berdiri di samping ranjang tampak menarik nafas dalam. Matanya berkaca-kaca, dia juga sangat kasihan akan nasib gadis malang ini. Terkadang ingin sekali Bibi Yumna membawa Clara melarikan diri. Akan tetapi saat Bibi Yumna terkenang dengan wajah sedih majikannya, dia menjadi tidak tega. Serba salah, itu yang dirasakan oleh Bibi Yumna semenjak Clara menjadi tawanan di mansion mewah ini.
"Bibi Yumna," ....
"Iya, Tuan Harvey," sahut Bibi Yumna sedikit kaget saat namanya di panggil.
"Apa iblis itu selalu menyiksa gadis ini?" tanya Harvey terenyuh.
Bibi Yumna terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.
"Hmm, jangan terlalu melindungi iblis kejam itu, Bi. Tindakannya ini sudah sangat keterlaluan. Eland tak seharusnya berbuat seperti ini pada Clara. Yang salah itu kakaknya, bukan dia."
"Dia atau pun kakaknya mereka sama-sama berasal dari keluarga pembunuh. Harvey, kau sebaiknya jangan ikut campur dengan urusanku. Aku memintamu datang kemari itu untuk mengobatinya, bukan untuk berceramah seperti ustadz!"
Harvey dan Bibi Yumna terperanjat kaget saat mendengar suara Eland. Mereka kemudian berbalik, sedikit bergidik ketika mendapati sorot mata Eland yang terlihat sangat mengerikan.
"Kalau kau sudah selesai memeriksanya, silahkan pergi dari sini. Gadis sialan itu tidak butuh siapa pun untuk mengasihi takdirnya!" usir Eland sambil melangkah masuk ke dalam kamar.
Ekor mata Eland menatap tangan kurus Clara yang terpasang jarum infus. Ada getaran aneh yang muncul di benaknya ketika melihat luka baru maupun luka lama yang menghiasi setiap senti tubuh gadis itu. Tak ingin terbawa perasaan, Eland segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Iblis dalam tubuhnya menolak kalah dari jeritan hati nuraninya.
"Kau gila, El. Coba buka matamu lebar-lebar, lihat! Manusia mana yang tega memperlakukan seorang gadis tidak bersalah hingga seperti ini? Cuma kau kau saja El, cuma kau seorang. Hanya manusia berhati iblis yang tega menyiksa manusia lain dengan sebegini kejam. Aku sangat tidak paham dengan caramu bertindak, El. Kau benar-benar berubah, kau bukan lagi Eland yang dulu. Kau iblis yang sangat jahat!" maki Harvey dengan nafas memburu.
"DIAM!" bentak Eland kemudian mencengkram kerah bajunya Harvey. "Kau tidak berhak memakiku, Vey. Kau ... kau tidak tahu apa yang aku rasakan ketika Kak Lolia terkapar bersimbah darah di hadapanku. Kau tidak tahu itu Vey, tidak tahu!"
Bugghhh
Bibi Yumna memekik kencang saat Eland memukul wajah Harvey. Tanpa merasa takut Bibi Yumna segera menghentikan perkelahian itu dengan cara memeluk kaki majikannya.
"Lepas!" teriak Eland emosi.
"Tuan, tolong jangan berkelahi dengan Tuan Harvey. Kalian berdua adalah teman, jangan sampai kalian menjadi musuh hanya gara-gara kesalahpahaman ini. Saya mohon Tuan, tolong hentikan perkelahian ini!" bujuk Bibi Yumna sambil meneteskan airmata. "Tuan Harvey, tolong berhentilah. Jangan ciptakan ruang di antara kalian berdua. Saya mohon!"
Harvey berdecih. Dia kemudian menyeka darah yang menetes di sudut bibirnya. Dengan marah Harvey menyambar tas kerjanya kemudian melangkah keluar dari sana.
"Dengar Eland. Selama kau masih memperlakukan Clara dengan cara yang buruk, maka kau akan terus berhadapan denganku. Jangan kau fikir aku tidak tahu kalau kau telah memp*rkosanya. Kau benar-benar sangat biadap El, otakmu sudah seperti binatang. Clara itu tidak salah, dia tidak tahu apa-apa tentang kematian Kak Lolia. Dan juga tolong berhenti menodainya. Rahim Clara sangat lemah, dia bisa mati kalau kau sampai membuatnya hamil. Ingat itu baik-baik El. Aku pergi!"
Tubuh Eland menegang setelah mendapat peringatan dari Harvey. Dia kemudian menunduk, menatap kosong ke arah Bibi Yumna yang masih memeluk kakinya.
Jadi dia bisa mati kalau aku membuatnya hamil? Aarrggghhh sial, selama ini aku selalu mengeluarkannya di dalam.
Kening Eland mengerut.
Ah, apa peduliku. Dia hidup atau mati tidak ada hubungannya denganku. Lagipula itu setimpal untuk membalas apa yang sudah di perbuat oleh kakaknya. Gadis yang malang, kakaknya yang berbuat, dia yang harus bertanggung jawab. Ckck, kasihan!.
Sebuah seringai jahat muncul di bibir Eland setelah berargumen dengan iblis yang bersemayam di dalam tubuhnya. Dia dengan kasar Eland mendepak Bibi Yumna hingga membuatnya jatuh terjerangkang ke belakang.
"Tuan Eland!" panggil Bibi Yumna cemas melihat sang majikan berjalan kearah ranjang.
Di saat bersamaan mata Clara perlahan-lahan terbuka. Wajahnya langsung memucat begitu dia melihat pria psikopat yang sedang berdiri diam sambil menatapnya tajam. Dengan tubuh yang masih sangat lemah, Clara mencoba beringsut menjauh. Dia takut pria psikopat ini akan kembali menyiksanya seperti tadi malam.
"T-T-Tuan," panggil Clara dengan bibir gemetar. "T-tolong jangan sakiti aku lagi, a-aku sudah tidak kuat. Aku mohon beri aku ampunan sekali ini saja, Tuan. Aku mohon!"
Tangan Eland terhenti di udara. Dia yang awalnya ingin menjambak rambut Clara tiba-tiba membeku saat tidak sengaja bertatapan mata dengannya. Mata bening yang tergenangi air mata itu mampu membuat jiwanya bergetar hebat. Eland kemudian menoleh ke arah lain saat merasa ada yang salah dengan dirinya.
Tak tahan dengan keanehan tersebut, Eland akhirnya memutuskan untuk keluar dari dalam sana. Sebelum pergi, dia sempat melirik ke arah Clara yang sedang menarik nafas panjang. Eland perpikir mungkin gadis itu merasa lega karena dia yang tak jadi menyiksanya.
"Clara, bagaimana keadaanmu?" tanya Bibi Yumna penuh kekhawatiran.
"Aku baik-baik saja, Bi. Akan tetapi tubuhku terasa sangat lemah," jawab Clara lirih sambil terus menarik nafas dalam-dalam.
Selama di sekap, hanya bibi pelayan inilah yang menjadi satu-satunya teman bicara Clara. Bahkan di saat Clara di hukum tak boleh makan, pelayan ini juga yang diam-diam mengantarkan makanan untuknya. Karena kepeduliannya yang begitu besar, Clara menganggap Bibi Yumna sudah seperti orangtuanya sendiri. Dia merasa aman jika sedang bersamanya.
"Nak, makanlah bubur ginseng ini. Tuan Eland meminta Bibi untuk menyiapkan makanan bergizi untukmu. Makanlah selagi hangat," ucap Bibi Yumna sembari menyodorkan semangkuk bubur yang masih mengeluarkan sedikit asap.
"Tuan yang menyuruh Bibi untuk membuatkan makanan ini untukku?" tanya Clara kaget.
Bibi Yumna mengangguk.
"Clara, Tuan Eland sebenarnya adalah pria yang sangat baik. Dia jadi seperti ini karena terguncang atas kematian Nona Lolia yang begitu tiba-tiba. Bibi tahu apa yang dilakukan Tuan Eland terhadapmu adalah sesuatu yang sangat salah. Tapi Bibi berharap kalau kau mau memaafkannya suatu saat nanti. Kasihan dia."
Clara diam menyimak sambil memakan buburnya. Jauh di lubuk hati Clara, tidak secuil pun dia pernah menyimpan benci terhadap Eland. Yang ada malah rasa kasihan. Clara iba dengan nasib tragis yang menimpa Nona Lolia dan juga perubahan yang terjadi di diri pria psikopat itu. Terkadang Clara berpikir kalau apa yang di alaminya sekarang sangatlah tidak sebanding dengan apa yang di rasakan oleh Eland. Dan semua rasa sakit itu di sebabkan oleh kakaknya yang entah dimana rimbanya.
"Bibi jangan khawatir, aku sudah lama memaafkan kesalahan Tuan Eland. Dia tidak salah, tapi kamilah yang salah. Gara-gara ulah kakakku, Tuan Eland dan Nona Lolia harus terpisah dengan cara seperti ini. Mungkin ini adalah balasan yang Tuhan berikan atas rasa sakit yang di alami oleh mereka berdua. Aku pantas menerimanya."
Tanpa di sadari, dari balik tembok ada seorang pria yang sedang berdiri tercengang sambil mendengarkan percakapan antara Clara dan Bibi Yumna. Eland, dia bagai mendapat tamparan keras saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut tawanannya.
Kenapa? Dia bahkan meminta maaf atas sesuatu yang tidak dia lakukan. Apa benar yang dikatakan oleh Harvey kalau akulah yang salah karena sudah menyekap dan menyiksa Clara? Tapi dia ....
*****
...💜 VOTE, LIKE, COMMENT, DAN RATE BINTANG LIMA YA GENGSS.....
...💜 IG: rifani_nini...
...💜 FB: Rifani...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!