NovelToon NovelToon

ISTRI RAHASIA ( Jusuf Alexanderku )

Bab 1 (Gara-Gara Google Map)

Namaku Pandan Arumi. Aku tinggal disebuah desa yang terpencil. Letak rumahku terasing, jauh dari pemukiman warga, dekat dengan sungai juga sawah yang membentang luas memisahkan rumahku dengan rumah warga yang lainnya.

Aku tinggal seorang diri, setelah orang tuaku meninggal karena kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Saat malam datang rasa takut seringkali menyapaku, tapi mau bagaimana lagi. Rumahku disini, takdirku seperti ini. Mau tak mau harus aku jalani.

Aku bekerja di sebuah pabrik Garmen dekat dengan kabupaten. Sudah satu tahun ini aku bekerja disana. Jika dikatakan betah rasanya tidak juga, lebih tepatnya aku butuh. Butuh pekerjaan, butuh uang untuk menghidupi diriku sendiri yang sebatang kara ini.

Sebenarnya ada beberapa yang mencoba melamarku, namun aku belum ingin menikah. Aku masih muda, masih 19 tahun, dan aku ... masih takut. Aku takut dipermainkan, seperti Ilham yang mempermainkan perasaanku. Aku mengira, aku satu-satunya untuknya. Tapi nyatanya, ia menjalin hubungan dengan gadis lainnya. Menyeleksi, siapa diantara kami yang patut untuk mendapatkan keseriusannya. Dan aku tersingkirkan, Ilham memilih gadis kota itu. Gadis cantik yang berpendidikan tinggi juga dari keluarga kaya. Sementara aku, orang memanggilku si bunga desa. Bunga desa yang miskin, hanya seorang buruh pabrik rendahan. Ah, sudahlah ... semua sudah berlalu. Lagipula aku tahu diri, aku bukan gadis yang menyenangkan. Aku terlalu kaku, dingin dan pendiam. Mungkin karena itu Ilham lebih memilihnya. Lagipula, dari awal orang tuanya juga tak menyukai kemiskinanku ini.

Impianku sederhana, yakni suatu hari nanti bisa merantau ke ibukota, mengadu nasib disana. Seperti Rina sababatku, yang bisa membangun rumah yang bagus untuk kedua orang tuanya, juga menyekolahkan adik-adiknya. Mengangkat mereka dari kemiskinan yang sebelumnya membelenggu. Aku pun ingin begitu, ingin merubah kehidupanku yang sekarang. Gajiku dipabrik Garmen tidaklah seberapa, aku bertahan disana sambil menunggu kabar dari Rina yang mengatakan akan mengabariku jika ditempatnya bekerja ada lowongan pekerjaan. Meski sampai kini, ia tak jua memberiku kabar.

Aku berjalan dengan wajah lelah, menghampiri satpam wanita yang akan memeriksa tubuhku. Sebelum kemudian menuju loker, mengambil tasku dan berjalan keluar.

Ah, hujan lagi ... dan ini sudah larut malam. Bayangan jalanan gelap dalam baluran rintik rinai membuatku ngeri. Tapi mau bagaimana lagi, inilah jalan hidup yang harus kulalui. Ku ambil mantel dalam tasku, memakainya lalu kemudian berlari kecil menuju parkiran menuju motor bututku. Semoga saja, motorku bisa diajak kerjasama dan tidak menyusahkanku dijalan dengan mogok dipinggir jalan misalnya, karena businya dimasuki air hujan.

Butuh sekitar 45 menit untuk mencapai rumahku. Aku mengendarai motorku pelan-pelan, setelah sampai pada jalan terjal berbatu yang belum juga mendapat bantuan dari pemerintah untuk diperbaiki.

Deg.

Aku menghentikan motorku tepat dibelakang mobil yang melintang menghalangi jalan. Ya Tuhan ... mobil siapa yang sampai bisa tersasar dijalan ini?

Aku membunyikan klaksonku sekali. Seorang pria keluar dari mobil itu menghampiriku, tanpa menggunakan payung ia berlari ke arahku.

"Maaf, Mbak. Mobil saya tiba-tiba mogok!" seru pria itu kepadaku. Aku menatap pria itu, melihatnya dengan cahaya dari motorku.

"Kok Mas bisa lewat sini?" tanyaku kemudian.

"Saya juga tidak tahu, Mbak. Saya hanya mengikuti google map. Boleh saya menginap di rumah, Mba malam ini saja? Saya akan bayar untuk biaya menginapnya," ucap pria yang kuperkirakan usianya 30 tahunan itu. Aku hanya mengangguk tanpa pikir panjang melihatnya basah kuyub.

Aku membawanya ke rumahku. Rumah kecil dengan tembok batu-bata, bantuan dari pemerintah. Kubuka helmku, mantel, juga jaket dan masker yang menutupi wajahku.

"Silahkan masuk." Ku nyalakan sakelar lampu, hingga kini aku dapat melihat jelas wajahnya. Wajah pria dewasa dengan rambut sedikit gondrong yang diikat kebelakang. Pria yang tampan, itu satu kalimat yang kupikirkan saat melihatnya dalam terang.

"Maaf sebelumnya, rumah saya jelek ...," kataku kemudian.

"Tidak apa-apa," jawabnya dengan senyum tipis. "Mbak punya baju ganti tidak? Baju saya ... basah ...." Ia memperlihatkan dirinya yang basah kuyup. Ya, aku tahu itu, dan tanpa berkata lagi aku pergi ke kamar bekas almarhum ayahku. Mengambil satu kemejanya, yang kubeli menggunakan gaji pertamaku bekerja di pabrik. Bapak bahkan baru memakainya sekali.

"Ini." Aku memberikan padanya yang tak kusangka sudah bertelanjang dada menampilkan tubuh atletisnya. "Mau mandi?"

"Boleh," jawabnya dan aku pun mengajaknya kebelakang. Namun langkah kami terhenti tatkala mendengar suar ketukan dipintu. Kami saling berpandangan sesaat. Siapa yang bertamu malam-malam seperti ini di rumahku?

Perasaanku tidak enak, dan benar saja ...

Inilah awal mula kisahku bersamanya dimulai. Pria yang ku kenal dalam hitungan menit tiba-tiba saja menjadi suamiku esok harinya.

***

Pov Jusuf Alexander

Entah kesialan macam apa yang aku alami kini. Mungkin ini dikarenakan aku yang tidak menurut pada ibuku, untuk tidak membawa mobil sendiri untuk berkunjung ke kampung halaman. Ya, kedua orang tuaku memilih menghabiskan masa tuanya di sebuah kota kecil, kota kelahiran mereka.

Aku menatap gadis itu. Aneh. Satu kata yang pantas disandangnya. Kami baru bertemu semalam dan hari ini kami sudah sah sebagai suami istri. Dan dia ... begitu tenang, santai, dan diam. Ya, bahkan aku tidak melihatnya tersenyum sama sekali dari semalam sejak peristiwa penggerebekan itu terjadi. Oke, mungkin ini karena situasi. Tidak ada orang yang bisa tersenyum saat mendapat "musibah" seperti ini. Tunggu!

Apa ia merasa beruntung karena menikahi pria tampan dan kaya raya sepertiku? Justru akulah yang mendapat musibah menikahi gadis desa sepertinya.

Pandan Arumi. Nama yang kampungan, oh jangan sampai ibuku mendengarnya aku mengatainya begitu. Aku pasti akan diomeli ibuku habis-habisan karena namanya pun tak kalah anehnya. Mama Gayungku, maaf ... aku batal mengunjungimu. Aku tidak mungkin membawa gadis ini ke rumah sekarang. Aku belum siap!

Gadis itu mengemasi pakaiannya. Mobilku telah diperbaiki dan ia akan ikut ke ibukota bersamaku hari ini juga. Bagaimana lagi, aku tidak mungkin meninggalkannya disini. Kalau tidak ingin didemo warga lagi.

"Ayo." ajakku dan dia hanya mengangguk.

Sepanjang perjalanan Pandan hanya diam. Saat aku membuka obrolan jawabannya selalu singkat padat dan jelas. Astaga, wanita ini begitu irit sekali dalam berbicara, batinku fruatasi.

"Pandan," panggilku, mencoba kembali mengajaknya bicara.

"Hemm?"

Ya Tuhan! Baru kali ini aku menemukan wanita seperti ini. Amazing!

"Kamu bisa senyum nggak sih?" tanyaku iseng.

Ia menoleh padaku sebentar, lalu mendesah pelan.

"Bisa," jawabnya.

SINGKAT! Oke lanjut ...

"Wah, aku ingin sekali melihat senyummu," lanjutku. Aku memang penasaran.

Hening. Tak ada timpalan yang ingin ku dengar.

Astaga! Wanita ini ...

"Kamu memang biasanya begini ya?" tanyaku lagi. Untuk pertama kalinya, aku mencereweti seorang wanita. Biasanya wanita yang selalu cerewet dan mencari-cari perhatianku.

"Hemm," jawabnya.

"Artinya?"

"Iya." Sudah. Seperti itu saja terus sampai kiamat. Iya. Hemm. Tidak. Luar biasa!

"Kenapa? Bukan karena mulut kamu bau, kan?" pancingku sengaja.

Yess! Ia membulatkan matanya, menatapku tajam. Namun, kemudian ... diam lagi. Shitt! Ini orang benar-benar ajaib.

"Bisa berhenti sebentar ...," ucapnya dengan wajahnya yang asli datar banget itu.

Dan aku menurutinya. Aku menepikan mobilku ke pinggir, dekat orang berjualan dan ada toilet umum juga. Mungkin dia mau pipis atau pup, makanya meminta berhenti.

Tapi ... settt!

Ia mendekatkan wajahnya padaku, jarak diantara kami hanya beberapa centi saja.

"Mbak?" Aku kaget. Mau apa dia?

Ia menghembuskan nafas hangatnya kepadaku. Aku membeku, benar-benar membeku!

"Bau?" tanyanya.

Aku menggeleng seperti orang bodoh. Wanita gila! Umpatku dalam hati.

"Ya sudah," ujarnya tenang, lalu kembali menarik tubuhnya kebelakang. Seperti tidak terjadi apa-apa pada kami sebelumnya.

Ya karena memang tidak terjadi apa-apa kan Alex yang bodoh. Aku merutuki diriku sendiri yang tiba-tiba lola.

Ya ampunnn ... bagaimana aku akan menjalani rumah tangga bersamanya nanti? Sehari bersamanya saja sudah menyebalkan seperti ini.

Nasib ... nasib ....

***

Hola ...

Karena ada yang minta sekuel Ketika Bosku Mencari Cinta ... tiba-tiba muncul ide ini.

Yuks Guys ...

Dukung dengan

Like

Komen

Vote

Pleasee 😁😁😁

Bab 2 ( Aku Ingin Tidur denganmu )

Mereka sampai di Jakarta sore harinya. Alex menoleh pada Pandan yang tertidur dengan begitu lelapnya dijok sampingnya. Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat gadis belia itu, yang saat tidur pun gayanya tetap cool habis.

Baru kali ini ia melihat wanita desa dengan gaya dan ekspresi seperti itu. Biasanya, saat ia pulang ke kampung halaman orang tuanya. Ia pasti menjadi pusat perhatian gadis-gadis disana. Bahkan emak-emak pun tak mau kalah mencubitinya gemas, bahkan sampai meminta berfoto dengannya. Padahal dia bukan artis, tapi mereka bilang ia jauh lebih tampan dari artis sinetron di TV.

"Pandan?" Baru sekali panggil dan menepuk pundaknya saja, gadis berkulit putih dengan rambut lurus panjang sepunggung itu langsung terbangun.

"Sudah sampai," jelas Alex.

"Iya," jawabnya tanpa tambahan kalimat apa pun. Alex benar-benar takjub. Benar-benar berbeda dengan gadis-gadis yang ia kenal selama ini.

Saat turun. Alex berharap Pandan akan kagum dengan rumahnya yang terlihat mewah dengan gaya klasik modern yang di dominasi warna putih itu. Biasanya orang dari kampung akan bereaksi seperti itu bukan?

Namun lagi-lagi, ia dibuat kecewa. Gadis belia itu tak menunjukkan ekspresi apapun. Malah menoleh padanya seolah mengatakan kenapa tak kunjung membuka pintu dan menyuruhnya masuk, ia sudah lelah. Begitu Alex membaca ekspresinya.

"Wahhh ...," gumam Alex seraya maju membuka pintu rumahnya. Ia tinggal seorang diri dirumah berlantai satu itu. Ia bahkan tak menggunakan jasa ART dan memilih membersihkan rumah sendiri. Bersih-bersih adalah salah satu hobinya. Melihat rumahnya berhasil ia sulap menjadi mengkilat dan rapi hasil kerja kerasnya sendiri, memberi Alex kepuasan tersendiri. Sementara untuk baju, ia memilih membawanya ke laundry.

Ruang tamu, ruang santai serta area makan rumahnya sengaja ia rancang menjadi satu tanpa sekat. Sehingga memberi kesan luas dan lapang.

"Kamarku dimana?" tanya Pandan tanpa basa-basi. Ia ingin sekali beristirahat karena meskipun sudah tidur dimobil tadi, ia masih merasa lelah. Karena sejak kemarin pulang bekerja larut malam, ia belum bisa tidur dengan nyenyak sampai kini.

"Ehm ... kamu mau tidur sendiri atau ... dengan saya?" Alex sengaja memberikan pertanyaan pancingan. Dan benar saja, Pandan langsung menatap tajam padanya. Namun akhirnya jawaban gadis itu malah membuatnya ketar-ketir sendiri.

"Saya ingin tidur dengan kamu," jawabnya tanpa ekspresi.

"Ya?" Alex membelalak kaget.

"Kenapa? Kita suami istri bukan?" Pandan menantang balik.

"Ka-kamu serius? Saya laki-laki normal lho. Bagaimana kalau saya khilaf dan menerkam kamu tiba-tiba." Alex menantang balik.

"Ya lakukan saja ..." jawab Pandan santai, tanpa beban. Justru Alex yang shock berat.

Gila. Ini bocah benar-benar menantangku rupanya. Oke. Aku akan memenuhi keinginan kamu, Gadis Desa!

Alex memang dekat dengan banyak wanita, tapi ia belum pernah menjalin hubungan serius dengan salah satu dari mereka. Ia hanya bermain-main saja tapi tak pernah sampai melakukan zina, seperti teman-temannya. Itu karena didikan orang tuanya tentang agama cukup dalam. Makanya ia benar-benar menjaga diri untuk tidak bertindak terlalu jauh.

"Disitu kamarku." Alex meminta Pandan mengikutinya.

"Barang-barang kamu taruh di walk in closet saja disebelah," lanjut Alex begitu mereka sampai dikamar. Pandan tak mengatakan apapun tapi ia mengerti dan mengikuti apapun yang Alex katakan padanya. Biarpun ia hanya seorang gadis kampung, tapi jaringan internet sudah menjangkau rumahnya dan ia sering menghibur diri dengan menonton youtube melalui smartphone miliknya. Jadi ia tak bingung dengan penjelasan yang Alex berikan padanya.

Selesai mandi dan mengganti bajunya. Pandan langsung merebahkan dirinya dikasur. Ia lelah tapi juga lapar sekarang. Ia pun bangun dan keluar. Matanya menangkap pria yang saat ini telah menjadi suaminya itu menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Kemarilah!" Panggil Alex yang melihat Pandan hanya berdiri saja didepan pintu kamarnya.

Pandan berjalan mendekat ke meja makan, menarik kursi dan duduk manis menyaksikan Alex menyajikan semangkuk mie instan sebagai makan malam mereka.

"Sorry, kulkas sengaja aku kosongkan karena rencananya aku akan dirumah orang tuaku cukup lama. Hanya ada mie instan saja. Aku sudah sangat lapar soalnya. Tapi aku juga sudah pesan makanan, siapa tahu nanti malam kita kelaparan," jelas Alex sembari ikut duduk.

"Iya," jawab Pandan selalu dengan jawaban singkatnya.

Mereka menikmati makan malam dalam diam. Pandan begitu fokus dengan makanannya. Berbeda dengan Alex yang sesekali melirik mengamati gadis desa yang baru saja ia nikahi itu. Meski berasal dari desa, harus Alex akui Pandan memang cantik, sangat cantik malahan. Cara berpakaiannya pun lumayan bagus, meski tentu saja baju yang dipakainya bukan barang bermerk seperti yang teman wanitanya pakai. Tidak kumal dan begitu rapi.

"Apa ada yang aneh?" Tiba-tiba Pandan berucap dan menatap Alex yang salah tingkah karena ketahuan memperhatikan gadis yang duduk dihadapannya itu.

"Oh ... sorry, jangan salah paham dulu,"ucap Alex tergagap.

"Saya tidak salah paham," jawab Pandan kemudian. Ekspresi berbicara Pandan tiba-tiba saja terasa begitu menarik untuk Alex simak. Wajah dingin nan sayu itu seperti sebuah pemandangan yang begitu indah dimatanya. Perasaan macam apa ini? Alex berusaha menepisnya.

"Oh itu ... aku mau minta maaf," ucap Alex kemudian.

"Untuk?"

"Ya karena kamu berusaha menolongku, warga jadi salah paham dan kita harus menikah seperti ini ...." Sejujurnya Alex cukup merasa bersalah karena hal itu.

"Ohhh ...." Hanya itu yang keluar dari mulut Pandan. Membuat Alex ternganga tak mengerti dengan jawaban singkatnya. Apa artinya kata oh itu? Apa ia dimaafkan atau tidak, tidak ada kelanjutannya. Pandan diam menikmati makanannya. Padahal sebenarnya ia tengah memikirkan sesuatu meskipun wajahnya terlihat seperti tak memiliki beban sama sekali.

"Boleh aku meminta sesuatu ...." Pandan membuka suara dan Alex menghentikan makannya demi mengetahui apa yang akan dikatakan gadis itu padanya. Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terasa begitu menarik menurut Alex.

"Apa?"

"Bisa tolong carikan aku pekerjaan," ucapnya. Pandan pikir Alex memiliki koneksi untuk memasukkannya bekerja, dikantornya misalnya. Meskipun hanya menjadi seorang office girls pun tak masalah. Ia masih baru dikota besar ini dan mencari pekerjaan takkan akan mudah. Seiring berjalannya waktu ia bisa mencari pekerjaan yang lain nantinya.

Alex tercengang mendengar permintaan Pandan. Sebenarnya apa yang ada diotak gadis ini. Padahal ia sudah menikah dengan pria mapan dan tampan sepertinya. Tapi ia malah meminta dicarikan pekerjaan olehnya. Oke. Pernikahan mereka memang tanpa cinta tapi ia bisa saja meminta uang atau barang mewah, sebagai ganti kerugiannya karena terpaksa harus menikah dengan pria yang coba ditolongnya. Tapi ia malah meminta pekerjaan?

Wahhh ... tapi tunggu, bisa menikahi laki-laki baik dan mapan seperti dirimu itu harusnya sebuah keberuntungan besar bukan kerugian, Alex! Lihat saja berapa banyak teman wanitamu yang memohon meminta kepastian hubungan padamu, tapi kamu abaikan, batinnya.

"Kamu mau pekerjaan seperti apa?" tanyanya kemudian.

"Apa saja. Aku cuma lulusan SMA," jelasnya.

"Ehmm ... dikantorku sedang banyak lowongan pekerjaan. Besok kamu siap-siap saja."

"Terima kasih," ucap Pandan tulus, kali ini ia bahkan menyematkan sebuah senyuman meski "sangat" tipis sekali. Namun sudah berhasil membuat Alex terkesima bahkan ikut tersenyum karenanya.

Selesai makan, Pandan membersihkan tempat makan juga dapur. Sementara Alex langsung menuju kamarnya. Tak lama Pandan pun menyusul karena ia juga kelelahan ingin membaringkan tubuhnya ditempat yang nyaman. Sejenak, ia ragu melangkah menuju kamar itu tapi kemudian ia menarik nafas panjang. Menenangkan dirinya bahwa tidak akan terjadi hal apapun diantara mereka. Seorang pria kota sempurna seperti Alex tidak mungkin tertarik dengan gadis desa sepertinya.

Pandan membuka pintu, dilihatnya Alex tengah berbaring sembari memainkan ponselnya. Sejenak menghentikan aktivitasnya, mengetahui dirinya masuk ke dalam kamar. Pandan berjalan mendekat dan ikut berbaring disamping Alex yang terlihat tegang. Meskipun ia merasakan hal yang sama, tapi Pandan begitu pandai menutupinya. Ia menarik selimut dan tidur dengan tenang.

"Pandan," ucapnya.

"Hemm?" Pandan kembali membuka matanya.

"Aku tidak bisa tidur kalau lampunya terang."

"Matikan saja." Pandan kembali memejamkan matanya.

Alex mengambil remote dari laci dan mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur.

Tapi kemudian, ia merasa ada yang mengganjal. Oh, iya ... makanan yang ia pesan belum juga datang. Bagaimana nanti kalau ia ketiduran.

"Pandan," panggilnya lagi.

"Hemm?" Pandan kembali membuka matanya dan menoleh pada Alex yang menghadap kepadanya.

"Makanan yang tadi ku pesan belum datang. Kalau nanti kamu mendengar suara bel, tolong bangunkan aku."

"Iya."

Hening. Pandan memejamkan matanya, namun sebenarnya tak jua bisa tidur. Begitupun Alex yang belum terbiasa tidur dengan perempuan disisinya. Ya Tuhan, bagaimana pun ia laki-laki normal dan yang tidur bersamanya adalah seseorang yang sudah sah disentuhnya. God, aku pasti sudah gila memikirkan hal yang tidak-tidak. Kami menikah karena terpaksa keadaan, jangan merusaknya, Alex. Sadar!

Alex gelisah, membolak-balikkan badannya ke kanan dan ke kiri namun matanya tak jua mau diajak tidur. Padahal tadi dimobil ia sudah sangat lelah.

"Pandan." Akhirnya ia malah memanggil Pandan lagi. Tapi tak ada sahutan.

"Pandan, kamu benar-benar sudah tidur?" Ulangnya.

Lagi. Tak ada jawaban.

Masa hanya ia yang gelisah. Alex merasa dikalahkan. Selama ini, beberapa wanita yang baru dekat beberapa hari dengannya saja, bahkan ada yang mengajaknya bercinta. Dia menolaknya karena tahu itu dilarang dalam agamanya. Tapi kini kenapa ia malah dipenuhi hasrat yang aneh. Apa karena Pandan halal untuknya? Jadi rasa penasaran yang selama ini ia simpan seperti menemukan mangsanya. Gila, gila, gila! Teriak batinnya.

Ia mencoba untuk tidur kembali. Namun tetap tidak bisa.

"Pandan." Ya Tuhan. Kenapa aku malah memanggilnya kembali. Aku pasti benar-benar sudah tidak waras.

Dan kini ia malah bergerak mendekat, menikmati wajah tenang itu. Memperhatikan detial lekuk wajahnya yang harus ia akui kesempurnaannya.

"Pandan," bisiknya, iseng saja sebenarnya. Karena ia benar-benar susah tidur.

Deg.

Alex memundurkan posisinya begitu melihat Pandan membuka mata dan menatapnya kesal.

"Kamu kenapa, sih? Kalau mau mengajakku untuk malam pertama bilang saja," ketusnya.

Duarr!!!

Alex terpaku dengan mulut ternganga. Pikiran mesumnya yang coba ia pendam dalam-dalam begitu mudah terbaca. Tidak salah bukan jika ia memiliki pikiran tersebut. Mereka halal dan tidur berdua dikasur yang sama. Tapi ia tidak mungkin mengakui hal itu.

"Ah haha ... aku hanya tidak bisa tidur saja. Kenapa kamu berpikiran sejauh itu, jangan-jangan sebenarnya kamu yang memiliki pikiran mesum itu. Iya kan?" Ia malah melempar tuduhan itu ke Pandan. Namun reaksi Pandan lagi-lagi diluar dugaan.

"Iya, aku memikirkannya. Tapi kalau kamu tidak mau ya sudah," jawabnya santai dan kembali tidur membelakangi Alex yang kembali shock berat dengan jawaban Pandan yang luar biasa.

Ya Tuhan! Aku melewatkan kesempatan besar.

Ting Tong!

Bunyi bel mengalihkan pikiran mesum Alex yang seperti mendapat lampu hijau dari Pandan. Mau tak mau ia bangkit dan membuka pintu ke depan. Pesanan makanannya datang.

Begitu ia kembali ke kamar dan ingin menawari makanan pada Pandan. Gadis belia itu sudah meringkuk dengan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Bahkan kepalanya pun tak terlihat. Akhirnya ia memilih memakan makanannya sendiri. Siapa tahu setelah makan, pikiran kotornya hilang dan pastinya bisa segera tidur dengan nyenyak.

***

Jangan lupa

Like

Komen

Vote

🍔🍟 semoga menghibur 😉

Bab 3 (Mau minum apa?)

Subuh itu.

"Mas Alex ...." Pandan menahan nafasnya, berusaha membangunkan Alex yang bisa-bisanya tidur memeluknya erat dengan posisi kepalanya mencium salah satu buah dadanya.

"Mas Alex." Pandan menaikkan volume suaranya, karena Alex tak jua bangun.

"Hemmm." Gumaman keluar dari bibir laki-laki itu namun tak kunjung membuka matanya jua. Malah semakin menekan dadanya yang didalamnya jantungnya sudah berdebar tak karuan.

"Mas Alex!" Pandan mulai kehilangan kesabarannya.

Alex membuka matanya. Dan ...

"Astagfirrullahalazim ...!" Ia terlonjak kebelakang, begitu menyadari posisinya menekan benda kenyal milik istrinya sendiri.

Pandan bangkit masih mempertahankan wajah dinginnya. Tanpa berkata apa pun, ia melangkah keluar kamar. Sementara Alex masih terpaku ditempatnya dengan keterkejutannya. Tapi tunggu! Bukannya biasanya wanita yang akan berteriak ketika berada pada posisi itu, kenapa malah dirinya yang berteriak?

Dunia sudah terbalik.

Alex mengusap tengkuknya keheranan. Ah, sudahlah ... sudah waktunya solat subuh. Alex menggusak rambutnya kasar dan turun dari kasur. Kemana si Pandan tadi, apa dia tidak solat?

****

Pagi ini, karena belum ada bahan makanan. Mereka sarapan dengan mie instan lagi. Rencananya nanti mereka akan berbelanja bulanan di supermarket terdekat.

Selesai sarapan, Pandan seperti biasa yang mencuci piring dan membersihkan dapur. Sementara Alex nampak sibuk dengan ponselnya. Ia masih duduk dimeja makan dan sesekali memperhatikan Pandan yang membelakanginya.

Ting Tong!

Pandan menoleh ke belakang bersamaan Alex yang juga menatap ke arahnya.

"Biar aku saja." Alex berdiri menuju pintu depan dan Pandan melanjutkan kegiatannya.

"Alex, aku kangen sama kamu!" Begitu Alex membuka pintu, seorang gadis langsung berseru, memeluk Alex dan laki-laki itu menerima saja meski tak membalasnya. Pandan dapat melihat itu dari dapur, karena memang tidak ada sekat dirumah ini.

"Kamu ngapain sih Bel. Pagi-pagi sudah ke sini?" tanya Alex dengan Nada malas. Melepas pelukan wanita itu dan melenggang masuk.

"Kemarin aku lihat mobil kamu. Kirain aku salah lihat, karena katanya kamu mau pulang kampung lama. Ternyata beneran kamu udah pulang," celotehnya riang, sembari mengikuti Alex menuju ruang santai dengan horden besar disampingnya itu.

"Terus kamu ngapain pagi-pagi ke sini?" tanyanya, masih dengan nada malas.

"Suruh siapa kamu nggak bales chat aku." Wanita bernama Bella itu nampak manyun. Namun kemudian matanya menangkap pemandangan tak biasa dirumah laki-laki yang sudah lama disukainya itu.

"Siapa dia, Al?" Bella meminta penjelasan Alex yang ikut terkejut. Karena ia melupakan keberadaan Pandan dirumahnya dan ia belum menyiapkan jawaban jika ada yang bertanya siapa Pandan sebenarnya. Sementara ia belum siap mengakui Pandan sebagai istrinya.

"Oh ... dia asisten rumah tanggaku," jawab Alex yang hanya menemukan jawaban itu dikepalanya. Pandan menghentikan langkahnya mendengar jawaban Alex. Namun ia cukup tahu diri posisinya. Segera ia menguasai diri dan mendekat pada dua sejoli yang tengah duduk diruang santai itu. Pandan dapat melihat Alex meminta maaf menggunakan isyarat matanya.

"Maaf Mbak ... mau minum apa?" Pandan bersikap layaknya seorang art, menawari tamu tuannya dengan sopan. Namun tetap saja wajah dinginnya tak pernah berubah membuat wanita bernama Bella itu menelisik dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tapi Pandan tetap tenang dan tidak merasa tersinggung.

"Aku mau ... orange jus aja," ucapnya dengan tatapan merendahkan.

"Maaf, Mbak. Tidak ada," jawab Pandan selalu dengan ekspresinya yang menakjubkan bagi Alex.

"Lemon tea hangat deh," ucap Bella kemudian.

"Maaf. Itu juga tidak ada," jawab Pandan lagi.

"Kopi kopi deh ...," jawab Bela tak sabaran.

"Kopi juga tidak ada."

"Semua kok nggak ada, terus adanya apa?" ketus Bella.

"Adanya air putih," jawab Pandan tanpa rasa bersalah. Sementara Alex berusaha menahan senyumnya.

"Ya ampuuun ... kalau adanya air putih, ngapain pakai nawarin segala. Ya salaaaam ...." Bela memutar bola matanya malas, gedek juga, merasa dikerjai seorang pembantu.

"Jadi Mbak mau minum air putih apa tidak?" tawar Pandan lagi, masih dengan ekspresi yang sama.

"Nggak usahlah ...," ucap Bella kesal.

"Ya, sudah kalau begitu." Pandan beringsut menjauh ingin menuju kamar, dan mata jeli Bella yang mengawasinya menangkap adegan itu. Lalu histeris sendiri.

"Eh, eh, eh ... kamu mau ngapain ke kamar Alex?" seru Bella menyelidik.

Deg. Pandan lupa hal itu. Begitupun Alex yang tampak was-was. Tapi otak Pandan untungnya bisa diajak kerjasama untuk mencari alasan yang tepat. Gadis itu membalikkan badannya kembali.

"Saya ingin mengambil baju kotornya Pak Alex untuk dicuci," jawabnya.

"Ohh ... tapi bukannya kamu biasanya bawa ke laundry, Al?" Bella masih saja curiga.

"Sekarang, 'kan aku sudah punya ART Bella, buat apa aku cuci baju ke laundry lagi?" Encer juga nih otak, batin Alex bangga.

"Iya, ya ... ya udah deh sana," usirnya pada Pandan yang kemudian meneruskan langkahnya.

"Hemm ... tapi, Al. Kamu nemu dimana sih tuh pembantu. Ngeselin banget mukanya," sungut Bella lagi. Wanita satu ini memang super cerewet. Alex menahan senyumnya, karena ia pun butuh adaptasi dengan sifat dingin Pandan.

"Itu ... dia tetangganya Mami. Kasihan, disana susah cari kerja. Ya sudah, sama Mami suruh jadi asisten rumah tangga saja dirumahku. Dari dulu, kan Mami memang selalu menyuruhku menggunakan jasa ART, cuma aku belum mau." Oke. Alasan yang bagus Alex.

"Dih ... jangan-jangan karena dia muda dan cantik. Makanya kamu terima dia jadi pembantu kamu," tuduh Bella tidak suka. Harus ia akui, asisten rumah tangga Alex itu memang cantik. Bahkan dengan pakaiannya yang menurutnya murah dan kampungan itu.

"Heh, Bell. Aku itu "Jusuf Alexander" yang otaknya selalu waras. Mana mungkin aku menyukai seorang pembantu. Kamu saja aku tolak mentah-mentah ...." Alex berucap penuh penekanan.

"Iya sihhh ... tapi nggak usah bilang aku ditolak mentah-mentah dong." Bella kembali manyun.

"Memang kenyataannya begitu, Bella Sayang. Lebih baik kamu cari laki-laki lain saja, daripada mendekatiku yang jelas-jelas tidak memiliki perasaan apapun padamu." Alex ingin Bella menyerah. Wanita itu berhak menemukan kebahagiaannya bersama laki-laki lain.

"Tapi Al. Aku benar-benar cinta sama kamu. Masak sih kamu nggak ada rencana sedikitpun untuk suka sama aku gitu. Aku kurang apa coba ... wajah cantik, body udah kaya gitar spanyol, mandiri, pinter nyari duit sendiri ... kamu mau cari wanita yang kaya gimana sih, Al?" Cerocos Bella kesal lama-lama cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Yang pastinya ... tidak cerewet...." Alex jujur dan Bella tahu itu kekurangannya.

"Ya ampun. Iya deh, aku nggak akan cerewet kalau didepan kamu. Tapi kalau diluar aku memang gak jamin sih." Bella negosiasi. Ia paling tidak bisa kalau disuruh diam. Gatel rasanya mulutnya.

"Tetap tidak bisa, Bell. Perasaan aku ke kamu itu cuma sebatas teman. So, please ... jangan paksa-paksa aku lagi. Oke, Say?" Alex mengajak tos, tapi Bella tak mau membalasnya.

"Tuh, kamu bilang aku teman kamu. Tapi kamu panggil aku Say, panggil aku Sayang. Sering ngajak aku makan diluar ... kamu PHP banget sih." Bella tak terima.

"Ya itu kan hanya sebatas candaan, Bell. Kamu baperan banget sih ...." Alex terkekeh, padahal Bella sedang sedih. Dasar cowok nggak peka, dumel Bella dalam hati.

"Kamu ngeselin banget, sih. Aku benci sama kamu." Bella memukul Alex kesal, tersinggung dengan ucapan Alex yang mengatakan dirinya terlalu baper.

"Ya, sudah. Kalau benci, besok-besok jangan ke sini lagi ya," ledek Alex. Bella memang sering seperti ini dan ujung-ujungnya dia masih saja terus mencarinya.

"Nggak akan. Lihat aja, kamu pasti bakalan kesepian karena nggak ada yang cerewetin kamu lagi." Bella mengambil tasnya lalu pergi begitu saja. Sementara Alex malah asyik bersenandung ria tak memedulikan Bella yang meninggalkan rumahnya sambil uring-uringan.

***

Promo novelku yang lain yah guys

Jangan lupa like, komen, vote

😄😄😄

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!