"Indah banguuuunnn!!!" Indah Sofia Renjana. Anak semata wayang Gilang Renjana dan Anita Prameswari yang manjanya luar biasa. Mungkin salah kedua orang tuanya juga yang terlalu memanjakan putri mereka itu sejak kecil.
Hari ini hari pertama Indah mencoba bekerja dikantor ayahnya, tetapi jam sudah menunjukkan pukul tujuh dan anak itu masih lelap dibawah selimut.
Bunda Anita menyingkap hordeng, sembari mulutnya yang tak berhenti mengomel kepada putrinya itu.
"Kamu tuh anak perawan, harus bangun pagi mandi biar cantik. Kalo udah siang begini aja masih ileran begitu, siapa yang mau nikah sama kamu!!"
"Indah udah cantik dari lahir bunnn banyak kok yang naksir. Gak usah khawatir Indah bakal jadi perawan tua." mulutnya menjawab tapi matanya masih terpejam rapat seakan direkatkan dengan lem satu kilo.
"Ya udah sekarang mandi sana! Ayah udah nunggu dibawah. Hari pertama masuk kantor kok males begini!! Jangan malu-maluin bunda gara-gara kamu bau gak mandi ya Indah!! Kamu bukan anak SMA lagi!!" dulu saat masih sekolah Indah yang susah bangun pagi lebih sering berangkat hanya dengan cuci muka dan mandi parfum. Untung saja saat kuliah jamnya lebih siang sehingga masih ada waku untuk anak itu mandi.
"Indah gak mandi juga tetep cantik kok bundaku sayang.."
"Pokoknya sekarang bangun dan mandi!! Hari ini kamu bakal dikenalin sebagai anak pemilik perusahaan di rapat besar perusahaan. Malu Indah!! Bunda malu kalo kamu gak mandi. Anak perawan bunda harus perfect hari ini!!" seru bunda Anita sambil berkacak pinggang di sisi ranjang dimana Indah tidur.
Dengan susah payah Indah membuka matanya dan beranjak duduk. Jika tidak buru-buru mandi bundanya ini akan terus-terusan mengomel sampai apa yang di inginkan terlaksana. Bunda yang penyayang menjadi sangat cerewet setelah dirinya lulus kuliah. Katanya demi masa depan Indah yang cerah. Padahal masa depannya sudah terjamin dengan kekayaan yang ayahnya miliki sekarang. Apa lagi dirinya anak tunggal.
***
"Pagi Ayah" Indah mencium pipi kanan sang Ayah yang sedang menyantap sarapan paginya.
"Pagi sayang. Udah siap kan belajar ngantornya??" tanya ayah Gilang dengan senyum dan tatapan hangat. Ayahnya ini adalah orang yang hangat dan penyayang yang tidak pernah marah sekalipun kepadanya.
"Siap gak siap si yah. Demi ayah nih. Biar ayah gak kerja terus udah tua." bunda Anita hanya menggelengkan kepalanya.
"Enak saja ayah tua. Ayah masih muda begini lho" ayah melipat sikunya ke atas menunjukaan otot yang tidak terlihat dibalik kemeja yang di pakainya, membuat Indah tertawa.
"Iya iya.. Ayahku ini masih muda dan paling ganteng." Puji Indah berlebihan.
Ayah menggeleng dan mengusap rambut putrinya. Putri semata wayangnya yang sangat lama dia dan istrinya nantikan kehadirannya setelah sepuluh tahun pernikahan.
"Ayah. Tadi bunda bilang gak ada yang mau sama Indah masa." bunda Anita tersedak teh yang sedang dia minum.
"Anak ayah cantik begini kok gak ada yang mau. Kasih tau bunda, seberapa memepesonanya kamu!"
Bunda berdecih geli. "Ayah sama anak sama saja. Sudah, habiskan sarapan kalian sebelum terlambat!"
"Yang punya perusahaan kan ayah. Telat sedikit tidak apa bun." sahut Indah yang sedang memakan roti sarapannya.
"Ayah yang punya perusahaan tapi bukan berarti bisa seenaknya saja berangkat telat. Justru sebagai pimpinan, ayah harus memberikan contoh yang baik." omel wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.
"Yes mom." Jawab Indah dan ayah Gilang kompak.
***
Setibanya di kantor Indah langsung di ajak ke ruang meeting dimana dewan direksi mengadakan meeting hari ini.
Awalnya Indah merasa bosan karena hanya mendengarkan apa yang mereka bahas, hingga meeting selesai dan ayahnya memperkenalkan dirinya sebagai penerus perusahaan milik ayahnya tersebut. Karena ayahnya pemilik saham terbesar yang mencapai 60% dan 20% lagi miliknya dan Bunda Anita.
"Ini anak saya Indah Sofia Renjana. Dia yang akan meneruskan perusahaan ini setelah saya pensiun nanti. Selama dia belajar akan saya tempatkan dia di bagian direktur. Biar dia banyak belajar disana sebelum dia memimpin sebagai CEO." Indah membungkuk sedikit sebagai salam hormat.
"Mohon bantuan dan kerjasamanya." Semua yang hadir bertepuk tangan.
Indah bisa bernapas lega setelah keluar dari ruang meeting bersama ayahnya.
"Kenapa orangnya pada serem-serem banget sih yah? pada kaku begitu gak ada senyumnya banget." ayah Gilang hanya tertawa dan mengacak rambut putri kesayangannya.
"Kamu tuh ada-ada saja. Ini kan meeting jadi harus serius. Ayah juga kan serius. Tapi lihat di rumah, Atau saat bersama kamu begini, apa ayah kaku?" Indah hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Begitu juga mereka sayang. Mereka juga hangat kalau sama orang-orang yang mereka kasihi. Seperti ayah sama kamu dan bunda. Tapi kalau di kantor ya kita harus profesional." ayah menjelaskan kepada Indah dengan lembut seperti saat beliau mengajari Indah membaca saat kecil dulu. Bagi ayah Gilang, Indah tetaplah bayi kecilnya yang manis.
Tatapan ayah Gilang tertuju pada seorang pria berbadan tinggi dan tegap. "Ayo ayah kenalin seseorang." ayah Gilang menggandeng tangan putrinya mendekati pria muda yang menarik perhatiannya sedari tadi.
"Kamu belum pulang Andri?" pria yang di panggil Andri menoleh dan tersenyum kaku, seperti orang yang jarang tersenyum dan dipaksakan.
"Belum Om. Niatnya mau mampir ke ruangan Om Gilang sebentar buat ngasih berkas kerja sama kita."
"Ayo kalau begitu. Kebetulan saya free sekarang." Indah yang sedari tadi mengikuti ayahnya hanya diam mematung.
"Ooh iya kenalkan. Ini anak Om namanya Indah." ayah Gilang menyenggol lengan Indah yang bengong menatap Andrian.
"Ganteng.." ucapnya lirih.
"Apa?" Ayah Gilang mengernyitkan alisnya mendengar gumaman anaknya.
"Eh. Maksud Indah kenalin saya Indah kakak ganteng." begitulah Indah selalu mengungkapkan apa yang dia rasa. Atau biasa dikenal ceplas ceplos.
Andrian menaikkan sebelah alisnya dan menjabat tangan Indah yang sudah menggantung di udara. "Andrian." Jawabnya pendek dan segera melepaskan tangan Indah.
"Andrian ini anak sahabat ayah. Kamu ingat Om Alex kan?" Indah mengangguk dengan senyum dan pandangan yang tak lepas dari Andrian.
"Kamu jangan begitu ke Andri. Nanti dia takut sama kamu." goda ayah Gilang.
"Apa sih ayah. Emang Indah ngapain sampe kak Andri takut. Kak Andri jangan dengerin ayah ya. Dia emang gitu, usil banget sama aku." Andrian hanya menaikkan sebelah alisnya bingung. Kenapa gadis ini bicara santai sekali padahal mereka baru bertemu.
"Andrian ini lama di Amerika sayang, dia itu pekerja keras dan bertanggung jawab. Dan dia ini orangnya serius tidak seperti kamu yang manja dan bisanya main ngabisin uang ayah." candaan Ayah Gilang membuat Indah cemberut dan menghentakkan kakinya berjalan lebih dulu ke arah ruangan ayahnya bekerja.
*
*
*
Yuk Diramaikan
Indah melangkah memasuki gedung perkantoran tertinggi di bandingkan gedung-gedung lain di sekitarnya. Siapa yang tidak mengenal gedung tinggi tersebut. Kantor pusat mall-mall terbesar yang tersebar diseluruh pelosok negeri. Yang juga menguasai ekspor dan import ke berbagai penjuru dunia.
Indah menghampiri meja resepsionis di dalam loby. "Maaf mba. Pak Andriannya ada?" tanya Indah setelah mendengar sapaan ramah resepsionis yang bernama Lusi.
"Maaf sebelumnya, Ibu dari mana dan apakah sudah membuat janji?"
"Jangan panggil Ibu dong mba. Saya kan belum menikah." protes Indah sembari cemberut. "Saya Indah dari Renjana Grup. Saya diutus ayah saya untuk mengantarkan dokumen kerja sama yang membutuhkan tanda tangan Pak Andrian." imbuh Indah. Sebenarnya Indah tidak mengerti kenapa ayahnya menyuruhnya ke mari hanya untuk meminta tanda tangan. Bukankah biasanya sekretaris atau asisten ayahnya yang datang langsung menemui klien jika membutuhkan tanda tangan. Tapi Indah hanya mengikuti saja kemauan ayahnya. Karena dia juga baru belajar tentang dunia perkantoran.
"Maaf nona kalau nona merasa tidak nyaman. Tunggu sebentar saya tanyakan kepada sekretaris Pak Andrian." resepsionis itu tersenyum ramah dan menunduk untuk meminta maaf. Siapa juga yang tidak kenal dengan Renjana Grup. Perusahaan produsen makanan dan barang rumah tangga terbesar dalam negeri yang merambah kanca Asia. Yang sudah puluhan tahun bekerja sama dengan tempatnya bekerja saat ini.
Indah melemparkan pandangannya untuk mengamati gedung kantor pusat milik Dawson Company. Kakek Andrian adalah orang asli Inggris yang menikahi gadis Jawa dan menetap di Indonesia. Dan Dawson Company ini didirikan oleh sang kakek.
"Maaf nona, sebentar lagi sekretaris Pak Andrian akan kemari. Mohon ditunggu sebentar." Informasi dari Lusi menarik perhatiannya dari mengamati sekeliling. Hanya mengangguk dan tersenyum tanpa menjawab apapun.
Tak lama perempuan tinggi semampai dan cantik menghampirinya. Setelah memperkenalkan diri dan menyebutkan namanya Sarah, mereka lalu berjalan memasuki lift khusus CEO yang langsung menuju lantai dimana Andrian tempati.
"Mba udah lama kerja sama Kak Andrian?" T
tanya Indah untuk mengisi keheningan di dalam lift.
"Sudah sejak Pak Andrian menjabat sebagai CEO disini nona. Saya sekretaris pertama dan sukur masih bertahan sampai sekarang." Sarah terkekeh kecil.
"Kok ketawa mba, kenapa? Kak Andrian galak yah?" ingin tahu seperti apa Andrian di mata bawahannya.
"Kadang galak, kadang ngeselin, bikin pingin garuk-garuk tembok hihihi." melihat Indah yang mau mengajaknya berbicara sepertinya dia tidak seperti kebanyakan putri orang kaya yang sombong. Sehingga Sarah merasa nyaman untuk bercerita. "Tapi sebenarnya baik kok nona." imbuhnya lagi.
"Mba kok betah kalau kak Andrian nyebelin?"
"Ya gimana ya non. Gaji saya disini lebih besar di banding tempat saya sebelumnya. Jadi ya dibetah-betahin aja. Untuk kami para pekerja yang penting penghasilan kami seimbang dengan pekerjaan kami, itu sudah cukup non. Nona naksir yah sama Pak Andrian?" goda Sarah pada Indah.
"Iih apa sih mba! Gak lah. Cuma penasaran aja aku sama pria dingin kaya dia gimana dimata bawahannya."
"Kalau naksir juga gak apa-apa kok non. Dia kan masih jomblo. Siapa tau nona Indah bisa nyembuhin luka Pak Andrian." Sarah tersenyum ke arah Indah.
"Luka? emang kak Andrian punya luka apa?" Sarah langsung diam ditempat merasa sudah keceplosan membicarakan hal yang haram untuk di bahas tentang atasannya.
"Eh? Eee enggak kok non. Mari.." Sarah mempersilahkan Indah keluar dari lift menuju ruangan bosnya. Untung saja lift cepat terbuka sehingga tidak membuatnya semakin terjebak dengan pertanyaan yang Indah berikan.
Tok tok tok.
Sarah menekan hendle pintu dan membukanya, melongokkan sedikit badannya kedalam ruangan tempat bosnya bekerja. "Maaf pak, Nona Indah dari Renjana Grup sudah datang."
"Suruh dia masuk." jawab Andrian dingin seperti biasa.
"Silahkan nona." setelah Indah masuk Sarah kembali duduk di tempat kerjanya diluar ruangan Andria, setelah sebelumnya menutup pintu ruangan atasannya.
***
Indah mencebik kesal setelah hampir dua puluh menit menunggu dan Andrian masih sibuk dengan dokumen yang menumpuk di hadapannya. Jangankan bertanya tujuannya datang kemari. Menoleh kepadanya pun tidak.
Indah berdeham untuk mengalihkan perhatian Andrian dari dokumennya. Agar pria itu sadar jika ada manusia lain di ruangan ini. Dan berhasil, Andrian menganggkat pandangannya dari dokumen ke arah Indah yang duduk berseberangan dengannya.
"Maaf kak. Kalau kak Andrian masih sibuk bagaimana jika saya tinggal saja dokumennya? Nanti biar asisten ayah saya yang mengambilnya ke mari." Indah paling tidak suka di suruh duduk diam dan diacuhkan seperti ini. Dia lebih baik di suruh mengasuh anak TK, lebih menyenangkan.
"Bukannya kamu kesini karena itu tugas kamu. Kenapa kamu harus melimpahkan tanggung jawab kamu kepada orang lain?" mulut Indah terbuka lebar dan mengerjapkan matanya saat mendengar jawaban dari Andrian. Sesaat kemudian dia menormalkan kembali ekspresinya.
"Maaf kak. Lagian juga saya gak tau kenapa ayah menyuruh saya kesini hanya untuk tanda tangan kakak. Biasanya juga asisten ayah kan yang datang kesini?"
"Pertama jangan panggil saya kakak jika kita sedang di lingkungan kerja. Kedua, kenapa kamu mau kalau kamu tahu ini bukan tugas kamu. Kamu bukan orang bodoh ataupun anak kecil kan? yang disuruh langsung menurut tanpa kamu tahu sebenarnya itu tugas kamu atau bukan?" Astaga ini orang nyebelin banget sih? gimana bisa orang seperti ini mba Sarah bilang baik? batin Indah.
"Saya baru belajar bekerja. Dan kata ayah ini salah satu pembelajarannya. Kita tidak boleh percaya kepada orang begitu saja apa lagi ini dokumen penting. Dan kata ayah, Pak Andrian bisa mengajarkan saya lebih baik dari ayah." entah untuk apa Indah menjelaskan panjang lebar seperti ini. Dia hanya ingin dokumen itu di tanda tangani agar dirinya bisa cepat keluar dari ruangan yang membosankan ini.
"Bukannya kamu lulusan bisnis? Apakah saat kuliah kamu tidur? bagaimana bisa anak bisnis masih harus banyak belajar. Kita hanya tinggal mengimplentasikan apa yang kita pelajari saat kuliah pada pekerjaan kita. Apa itu sulit untuk kamu? " Indah sudah tidak tahu lagi harus menjawab apa. Merasa dongkol dengan kata - kata Andrian, Indah mengepalkan tangannya kuat di atas pangkuannya. Dia ralat ucapanya saat pertama kali bilang Andrian ganteng. Eh? tapi memang ganteng sih. Hanya saja terlalu menyebalkan.
"Kamu sudah tahu ayahmu menyuruhmu belajar dengan saya berarti kamu akan bekerja di kantor ini sampai satu bulan kedepan kan?" tanya Andrian dengan kembali mengecek dokumennya tanpa memeperdulikan teriakan kaget Indah.
"Apa??!! Kerja disini sebulan??!! Ayah gak bilang gitu kok. Kak Andrian jangan ngarang deh. Aku gak mau ya kerja dengan orang menyebalkan seperti kakak!!" seru Indah. Saking tidak terimanya dia melupakan bahasa formal saat berbicara dengan Andrian.
"Tidak usah teriak-teriak!! Bisa-bisa telinga saya sakit mendengar suara cempreng kamu itu. Dan sudah saya bilang jangan panggil kakak di lingkungan kerja!!" Tekan Andrian lagi.
Indah semakin menganga saat Andrian menyebut suaranya cempreng. Padahal orang bilang suaranya bagus. Hanya manusia satu ini saja yang menyebut suaranya cempreng. Ingin sekali rasanya Indah memukul kepala Andrian. Menyebalkan.
*
*
*
Jangan lupa tinggalin jejak ya gaes 💕
Indah benar-benar menjadi asisten Andrian. Yang mengikuti kemanapun Andrian pergi dan banyak lagi yang dia pelajari dari pria tampan nan dingin itu. Hari-hari Indah benar - benar sibuk, sampai tidak ada waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya. Weekend dia habiskan untuk tiduran dan spa di rumah. Andrian benar-benar menyiksanya dengan pekerjaan. Belum lagi meja kerjanya ada di dalam ruangan Andrian. Sehingga dia tidak bisa hanya bermain ponsel sekejap untuk membuang lelah dan bosannya. Jika ponselnya bunyi saja Andrian sudah langsung memancarkan tatapan mematikan yang membuat Indah tidak berani melirik ponselnya sama sekali.
Sepulang dari kantor Andrian waktu itu, dia langsung protes kepada ayahnya tapi keputusan ayahnya tidak dapat di ganggu gugat.
"Ayahhh plisss, Indah gak mau kerja sama dia yah. Nyebelin gitu orangnya!" Indah mendekap lengan ayahnya yang baru pulang kerja dan duduk di ruang keluarga.
"Andrian itu cerdas. Kamu pasti bisa lebih cepat mengerti kalau Andrian yang ngajarin kamu." ucap ayah Gilang dengan lembut sembari menepuk pelan kepala putri semata wayangnya.
"Tapi Indah gak maaauu! Indah janji yah. Indah bakalan belajar sungguh-sungguh biar cepet bisa. Ayah juga cerdas kok. Ayah bisa ngajarin Indah yah." menangkupkan kedua tangannya didepan dada dengan mata memohon.
"Tapi ayah gak mungkin marahin kamu kalau kamu bikin kesalahan. Belajar paling cepat tuh memang dengan orang lain yang lebih tega sama kita sayang."
"Jadi ayah tega kalo Indah di marahin sama manusia kulkas satu pintu itu?" Ganti cemberut sekarang. Membuat ayahnya menjadi gemas dengan anak gadis dua puluh empat tahun yang akan selalu menjadi gadis kecil untuknya itu.
"Ya gak apa-apa. Kan ayah gak liat kamu di marahinnya. Jadi ayah tega-tega saja hahaha." kalimat ayahnya semakin membuat Indah frustasi.
"Lagian ayah yakin dia gak mungkin marahin anak kesayangan ayah ini. Dan kamu jangan jahat-jahat kaya gitu panggil dia kulkas satu pintu lagi." Ayah Gilang menggelengkan kepalanya.
"Emang dia dingi begitu kok. Indah rasa hatinya udah beku makanya dingin begitu. Gak ada yang menghangatkan hatinya kayaknya. Kurang kasih sayang dia ya yah?"
"Mungkin. Kenapa gak kamu saja yang mencoba menghangatkan hatinya? Dia dulu anak yang hangat penuh senyuman. Dia sekarang hanya sedang kecewa dan terluka saja makanya jadi dingin begitu."
"Mana bisa Indah menghangatkan hati manusia beku kaya dia. Yang ada nanti Indah yang ketularan jadi dingin. Ayah mau Indah jadi manusia angkuh tanpa senyuman? Tapi ngomong-ngomong kecewa dan terluka karna apa yah? Mba Sarah juga bilang dia terluka." Indah mencoba memikirkan kemungkinan apa yang membuat Andrian menjadi seperti itu.
"Atau dia ditinggal nikah sama pacarnya ya yah? makanya dia kecewa dan terluka? kasihan banget sih hahaha." Bunda menggelngkan kepalanya. Kasihan kok dia malah tertawa?
"Bukan hak ayah untuk menjelaskan. Nanti kalau kalian sudah dekat mungkin Andrian mau menjelaskannya sendiri sama kamu." Indah mendengus pasrah karena rasa penasarannya tidak terjawab.
"Tapi Indah gak usah kerja disana ya yah plisss.. Bun, bantuin Indah bujuk ayah dongggg.." sekarang berganti memeluk lengan bundanya.
"Apa yang ayah kamu bilang benar sayang. Kalau kamu belajar sama ayah kapan kamu bisanya. Kamu pasti kebanyakan manjanya dari pada kerjanya nanti." Mencolek hidung putri kesayangannya.
Kini Indah hanya bisa pasrah menerima nasibnya menjadi asisten Manusia kulkas satu pintu.
***
"Nanti malam kamu sudah diberitahu Om Gilang kan kalau kita akan makan malam bersama dengan orang tua kita." suara Andrian membangunkan Indah dari lamunannya.
"Eh? Bagaimana pak? makan malam?"
"Kamu tuh dari tadi melamunkan apa sih? Bukannya kerja malam melamun!" Indah menghela napas. Masih pagi begini saja sudah kena marah.
"Maaf pak.." ucap Indah pasrah. Tapi dibawa sana tangannya mencengkeram rok spannya kuat untuk menahan emosi.
"Nanti sepulang kerja kita berangkat bersama saja. Mobil kamu biar sopir kantor antar kerumah."
"Memang kita mau makan malam dimana pak. Saya kan gak bawa baju ganti. Masa makan malam pake baju kerja begini!" protesnya dengan mulut yang mengerucut.
"Kamu tuh bawel sekali. Itu kita urus nanti saja. Yang penting kamu mau kan berangkat bareng saya? Karena kalau tidak pasti papi saya bakalan marahin saya!" seru Andrian yang selalu tidak sabar menghadapi Indah.
"Iya iya. Indah mau kok. Gak perlu marah juga kan pak. Biar bapak gak di marahin sama Om Alex kok harus saya dulu yang di marahin."
"Sudah sudah. Kamu tuh kalau sekalinya di ajak berbicara selalu saja memanjang. Kembali bekerja!" ucapnya tegas. Indah menurut tapi mulutnya bergerak-gerak mengejek Andrian. Membuat Andrian yang masih memperhatikannya berdeham dan menatapnya tajam. Indah yang mendengar dehaman memberikan senyum termanisnya sembari menatap takut Andrian.
Andrian menggelengkan kepalanya dan kembali pada pekerjaannya yang masih menumpuk di atas meja.
***
Jam lima tepat mereka keluar kantor untuk makan malam bersama keluarga mereka. Indah mengikuti langkah lebar Andrian dengan setengah berlari dan mulut yang tak berhenti menggerutu dengan ketidak pekaan pria didepannya. "Udah tau gue pake rok span begini. Bisa-bisanya dia jalan secepet itu! Ini mau makan malam apa mau cari dokter buat bininya lahiran sih?"
Sesampainya mereka di lobi kantor, mobil Andrian sudah terparkir dengan sopir pria itu disisi mobil yang langsung di buka begitu melihat tuannya datang. Indah duduk di sebelah Andrian. Ini bukan pertama kalianya mereka duduk bersebelahan didalam mobil. Dalam seminggu ini Indah sudah wara-wiri mengikuti Andrian meeting diluar atau meninjau proyek.
Indah melemparkan pandangannya keluar jendela. Mobil selalu hening tak ada percakapan kecuali masalah pekerjaan. Karena ini akan makan malam jadi Indah yakin Andrian tidak akan mungkin mengajaknya berbicara.
Indah menatap sekitar saat mobil memasuki halaman parkir butik. Indah tahu butik ini karena dia juga sering datang ke tempat itu bersama bundanya. Dan setahunya tidak ada restoran didaerah sini. Lalu untuk apa mereka parkir disini?
"Ayo turun!" suara Andrian menarik perhatiannya ke arah pria itu.
"Mau ngapain kita ke sini kak?" jika sudah di luar jam kantor Indah akan selalu memanggil kakak dan bersikap tidak formal kepada Andrian. Karena memang Indah orangnya santai dan tidak suka yang formal-formal.
"Kamu bilang kamu gak mau makan malam pakai baju kerja. Jadi ayo kita beli!" Andrian turun dan menutup pintunya kasar.
"Iisshh ini niat ngajakin beli baju apa ngajakin perang sih? pake banting-banting pintu segala!" Indah kemudian turun dan menutup pintu dan berjalan memasuki butik mengikuti langkah Andrian.
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!