Andara atau biasa dipanggil Nara, tertunduk malu ketika bertemu dengan tiga sepupu kembar identik tampannya itu, Dean, Daanish dan Daleel.
Mereka begitu sempurna, tampan, begitu mirip, nyaris tidak bisa dibedakan sama sekali. Usia mereka masih begitu belia saat itu. Nara yang baru menginjak kelas 1 SMP, sementara si kembar tiga menginjak kelas 3 SMP.
Usia yang masih begitu belia, untuk mereka saling bertemu setelah lama tidak berjumpa, namun terbawa perasaan mengingat Nara yang begitu cantik dan mereka yang begitu tampan. Padahal mereka menyadari bahwa mereka adalah keluarga.
Malam itu ...
Nara dan si kembar tiga tengah bersiap menghadiri acara pesta di rumah grandma. Mereka diajak menginap oleh orang tuanya di villa mewah milik grandma di perkebunan.
Nara keluar dari kamarnya setelah didandani dengan begitu cantik oleh sang mama. Bersiap untuk menghadiri acara pesta bertema garden party itu.
Sementara Dean, Daanish dan Daleel tidak kalah tampan dengan penampilan mereka. Mereka telah bersiap duduk di ruang keluarga. Dengan penampilan yang tidak kalah memukau. Penampilan mereka persis sama dengan jas tuxedo hitam yang menempel di tubuh mereka. Si kembar tiga remaja benar-benar gagah, bak pangeran tampan yang menanti kehadiran Cinderella turun dari lantai dua.
Nara belia turun menyusuri tangga, dengan tampilan cantik, anggun nan memukau. Memikat setiap mata yang melihat. Menebar pesona kecantikan dan keindahan yang tiada tara.
Tak terkecuali si kembar tiga, Dean, Daanish, dan Daleel yang berstatus sepupu Nara dalam silsilah keluarga mereka. Mereka cukup terpukau dengan penampilan Nara saat itu. Nara begitu cantik jelita memikat si kembar tiga remaja yang belum terlalu mengenal banyak wanita.
Bertahun-tahun mereka tidak bertemu, mengingat tempat tinggal mereka sekarang yang berjauhan, dan beberapa tahun terakhir, Nara ikut pindah bersama mama, papa dan kedua adiknya ke luar negeri, dikarenakan sang papa yang membuka perusahaan cabang baru.
Kondisi itu membuat mereka tidak pernah bertemu satu sama lain semenjak beberapa tahun lalu. Hingga malam ini, mereka akhirnya bertemu dan saling tertarik pada pandangan pertama. Namun, langsung tersadar seketika, ketika menyadari mereka memiliki ikatan keluarga.
" Apa kau, Nara ? " Tanya Dean saat itu, memberanikan diri menyapa.
Nara hanya mengangguk pelan saat itu. Selain merasa canggung, dia memang sangat pemalu. Berdiri menunduk sembari meremas ujung dress yang dia pakai, dia terlihat bingung harus berbuat apa.
" Apa kau masih ingat kami ? " Tanya Daleel sembari tersenyum miring, dia terlihat senang menggoda Nara yang wajahnya terlihat merah saat itu.
Sedang Daanish dia hanya terdiam saja, lebih memilih duduk di sudut ruangan sembari memainkan ponselnya. Memandangi Nara dari kejauhan.
Nara tahu, ketiga lelaki ini adalah sepupunya, namun sedari dulu hingga sekarang, Nara tidak pernah bisa membedakan dan mengenali yang mana Dean, Daanish maupun Daleel. Apalagi sekarang, setelah mereka lama tidak berjumpa.
Tiba-tiba, Daleel menarik tangan Nara untuk berlari bersamanya. " Ayo ikut aku ! Aku akan menunjukkan sesuatu padamu. " Menuntun Nara untuk berlari mengikutinya. Tampak Dean dan Daanish mengikuti dari belakang.
•
•
Nara dan si kembar tiga membelalakkan matanya saat itu. Bagaimana tidak, di usia yang masih begitu remaja, tanpa sengaja mereka melihat adegan v*lg*ar ci*m*n panas yang dilakukan oleh pelayan wanita dan lelaki di belakang villa grandma.
Padahal maksud Daleel mengajak Nara ke sana adalah untuk memperlihatkan pemandangan hamparan langit bertabur bintang dari sudut pandang belakang villa grandma mereka. Siapa sangka hal ini yang mereka dapatkan, pemandangan 18th++ yang mencemari dan mengotori otak fikiran mereka yang masih begitu bersih dan polos saat itu.
Nara membelalakkan matanya saat itu, memilih bersembunyi dan bersandar di balik tembok. Jantungnya berdebar kencang, bertalu-talu, dan berdendang ria tak beraturan. Apalagi, sesaat setelah seseorang menutup kedua matanya dengan telapak tangannya yang terasa begitu dingin di kulit wajahnya. Melepasnya lagi kemudian, membiarkan matanya terpejam dengan tenang.
Cup !!
Tiba-tiba sebuah kecupan melayang di bibirnya, dengan sedikit lum*tan lembut terasa.
Deg
Mata Nara membuka, melotot seketika, mendapati salah satu dari si kembar tiga, yang Nara tak tahu dia siapa. Dengan tatapan teduh nan menghanyutkan, apakah Dean, Daanish atau Daleel ? Nara samasekali tak mengetahuinya.
•
•
Nara menangis tanpa bersuara di kolong meja di ruangan kerja di rumah grandma. Sesaat setelah insiden ciuman tadi, Nara berlari lalu bersembunyi.
Krieeeettt
Sayup terdengar suara derit pintu terbuka, dan langkah sepatu masuk ke ruangan itu. Nara terdiam, menyadari seseorang masuk ke dalam.
" Ibu tidak setuju ! " Terdengar suara grandma saat itu. Tegas dan dingin.
" Kau harus menyetujuinya, Ibu ! Bagaimanapun dia adalah putriku. " Kali ini suara sang papa yang terdengar di telinga Nara. Mendengar kata putri, Nara refleks menajamkan pendengarannya. Mengingat dirinya yang juga berstatus putrinya, selain Luciana adik keduanya.
" Putrimu katamu ?! " Cibir grandma saat itu. Seraya tersenyum sinis.
" Ya, tentu saja. Nara adalah putriku. " Tegas papanya.
" Dia bukan anakmu, Lucas. Jangan lupa itu. Dia tidak memiliki darahmu, darah keluarga ini. Bagaimana bisa kau ingin mendaftarkan dirinya menjadi salah satu ahli warismu ! " Protes keras grandma saat itu.
" Dia putriku, sampai kapanpun dia putriku. Walau dia bukan putri kandungku, tapi dia putri istriku. Dan kakak dari kedua anakku. Bagaimana mungkin aku menghapusnya dari-- .... Arrrggghhh !! " Suara sang papa terdengar frustasi saat itu.
" Pertemukan dia dengan ayah kandungnya. Dia harus mengetahui dan menerima kenyataan ini. Suatu saat kenyataan ini pasti terbongkar juga. " Peringatan grandma saat itu.
" ---------- " Perdebatan itu terus berlanjut, semakin menguak fakta bahwa Nara bukanlah putri kandung dari papa yang selama ini dia kagumi dan cintai itu. Cinta pertama dalam hidupnya
" Papa .... " Lirih Nara saat itu, membekap mulutnya dengan telapak tangannya. Dia benar-benar menangis saat itu, tanpa disadari kehadirannya di sana oleh dua orang dewasa yang tengah berdebat itu.
•
•
Dean, Daanish, dan Daleel si kembar tiga identik, melewati masa kanak-kanak dan remajanya dengan begitu bahagia. Dengan limpahan kasih sayang yang diberikan oleh kedua orang tuanya, belum lagi grandma yang mencintai mereka dengan begitu luar biasa.
Berbeda dengan Nara, walaupun dia begitu dimanja oleh mama dan papa nya, tetap tak bisa mengusir rasa hampa di hatinya. Tidak sengaja mengetahui bahwa dirinya bukanlah anak kandung sang papa di usia yang masih begitu belia, membuat dirinya berkecil hati dan merasa minder. Belum lagi menyadari sikap berbeda yang dia terima selama ini dari sang grandma.
Semenjak saat itu, semenjak Nara mengetahui bahwa dirinya bukanlah putri kandung dari papanya, Nara memutuskan untuk tinggal dengan neneknya, ibu dari mamanya.
Dan semenjak saat itu pula, Nara tidak pernah lagi ikut berkunjung ke rumah grandma apalagi bertemu dengan si kembar tiga.
Jangankan itu, bahkan sang papa pun merasa aneh dengan sikap putri pertamanya itu, berubah dingin dan terlihat canggung bila bersamanya. Dengan sorot mata kesedihan tersirat di sana.
Nara samasekali tidak menceritakan masalah yang dialaminya saat itu, baik mengenai insiden ciuman yang merupakan ciuman pertamanya dengan lelaki lain selain papanya, maupun mengenai dirinya yang mengetahui status dirinya di dalam keluarga. Dia memutuskan untuk menyimpan dua rahasia itu dalam-dalam di lubuk hatinya.
•
•
🍬 Bersambung ... 🍬
Lima tahun kemudian ...
Pagi itu, Nara yang kini sudah menginjak usia 18 tahun, dan kelas 3 SMA, terbangun dari tidurnya. Dia ingat betul, hari ini adalah hari ulang tahunnya.
Dulu, sebelum Nara meminta untuk tinggal bersama neneknya, Papa Lucas adalah orang yang slalu pertama kali mengucapkan selamat untuknya. Namun, tidak dengan sekarang, setelah berpisah dan berjauhan cukup lama. Apalagi, bila mengingat kesibukan papanya yang begitu luar biasa.
Belum lagi, mengingat dirinya yang bukan putri kandungnya, tentu saja dirinya akan mudah terlupakan. Walaupun mereka masih sering bertemu ataupun berkomunikasi melalui telfon ataupun video call. Belum lagi kunjungan rutin setiap satu bulan sekali. Mereka masih sering bertemu, walau sebenarnya Nara terlihat menghindar dari pertemuan itu.
Nara mengecek ponselnya. Benar saja, tak ada ucapan atau apapun itu, dari mama, papa dan kedua adiknya. Seolah mereka melupakan dirinya. Mungkin, karena dirinya memiliki darah yang sedikit berbeda.
•
•
Siang itu, seusai sekolah ...
Byuuuuurrrrrrr ...
" Happy Birthday, Andara !! "
" Happy Birthday !! "
" Happy Birthday, semoga panjang umur !! "
Teriak teman-temannya sembari mengguyurkan seember air padanya. Seusai sekolah, dengan masih memakai seragamnya, Nara langsung diseret oleh tiga sahabat terdekatnya.
" Arrrggghhhh ..... !!! "
Pekik Nara saat itu, walaupun terasa dingin dan takut basah, tapi hatinya begitu senang saat itu. Setidaknya, masih ada yang mengingat dirinya. Mengingat hari penting dalam hudupnya saat ini.
Nara sempat berlari kecil saat itu, saat salah satu temannya hendak melemparnya dengan sekantong tepung di tangannya. Berlari menghindar dari lemparan itu.
Buukkk
Suara tepukan berbunyi, namun bukan pada dirinya. Melainkan pada seorang lelaki yang kini telah bertabur tepung di kepala, rambut dan wajahnya. Membuat Nara seketika itu tersontak, tertawa.
" Maaf ! Maafkan temanku ! " Pekik Nara saat itu. Bergerak mendekat membantu membersihkan tepung yang memenuhi wajah dan rambut lelaki itu dengan tangannya yang basah.
Ops. Nara mengangkat kedua tangannya.
Nara terkesiap melihat tatapan lelaki itu. Menatap tajam ke arahnya, namun terlihat begitu teduh dan menghanyutkan, mengingatkan Nara pada seseorang.
Seketika tangan Nara berhenti tadi, tatkala lelaki itu menepis kasar tangannya. Dan berlalu pergi begitu saja, meninggalkan kemarahan dan ocehan yang nyaris tak terdengar itu.
" Sial !! " Gerutu lelaki itu.
" Benar-benar kurang kerjaan ! " Omelnya pelan, terdengar kesal dengan hal sial yang menimpanya tadi. Sembari menggerak-gerakkan tangannya membersihkan dirinya sendiri.
Nara masih berdiri terpaku saat itu. Seraya berfikir dan mengingat-ingat. Sorot mata itu, serasa tidak asing baginya. Sorot mata dari lelaki tadi yang terkena timpukan tepung karenanya. Siapa gerangan, Nara masih belum tahu jawabannya.
•
•
Nara memesan makanan dan minuman di kafe siang itu. Dia telah berjanji untuk mentraktir sahabat-sahabatnya di hari ulang tahunnya ini. Dengan rambut yang terlihat basah, dan pakaian yang sudah diganti. Ya, selain merencanakan pengguyuran padanya, setidaknya temannya juga menyiapkan baju ganti untuk dirinya.
Sementara di sudut kafe tampak seorang lelaki tengah asyik dengan seorang teman sebayanya, sesama lelaki pula, sembari menikmati minuman kopi dingin yang tersaji di atas meja dan sebatang rokok yang terselip di jarinya.
" Guys, gue ke toilet dulu ! " Ijinnya pada temannya itu.
" Siip, Bro ! " Mengangguk, seraya mengacungkan jempolnya.
Braakkkk !!
Pecahan gelas dan piring berceceran. Kala lelaki tadi menabrak seseorang. Belum lagi tumpahan makanan dan minuman yang mengenai pakaian.
" Ma--maaf, Kak ! "
Nara menunduk memperhatikan makanan yang kini berceceran di lantai, dan juga pada pakaian lelaki itu. Andai dia sadar, pakaian yang dia kenakan tampak lebih kotor dari lelaki itu.
" Lo lagi !! " Omel lelaki itu. Siapa sangka, yang dia tabrak itu adalah perempuan tadi, yang membuatnya terkena timpukan tepung di wajahnya.
Tangannya bergerak membersihkan bajunya, yang baru saja dia ganti beberapa menit lalu.
" Lo sengaja ya ? " Ketus lelaki itu kepada Nara yang kini tengah bengong menatapnya. Sepertinya Nara juga mengingatnya.
" Maaf !!! " Ucapnya lirih. Membantu membersihkan baju lelaki itu.
" Sudah ! Sudah ! "
Lelaki itu menyingkir dari sana menuju toilet. Sementara Nara, membantu pelayan membersihkan lantai bersama teman-temannya.
" Aku pesan lagi ya ! Semua ini masukkan ke tagihanku saja nanti. "
Tunjuk Nara pada pecahan piring dan gelas. Sesekali matanya menatap ke arah toilet kemana lelaki itu tadi pergi. Nyatanya, tatapan teduh dan menghanyutkan dari lelaki 'tepung' itu, masih misterius dan membuat dirinya penasaran sampai saat ini.
•
•
" Gila !! Baju lo basah lagi ? " Ledek temannya terkekeh, yang sedari tadi hanya menonton saja insiden itu dari balik meja.
" Dan gilanya, gara-gara dia lagi !! " Keluhnya masam. Tidak nyaman dengan baju basah yang dipakainya kini.
" Oh, jadi tadi itu, gara-gara dia juga. " Gelak temannya. " Jangan-jangan jodoh tuh ! " Tebaknya, bercanda.
Jodoh ? Deg !!
Mendengar kata jodoh, refleks kepalanya menoleh ke arah Nara duduk. Dan tatapan mata mereka bertemu, tatkala Nara yang ternyata juga tengah mencuri pandang pada dirinya. Tatapan mata itu ???, mengerutkan dahinya.
" Jodoh ? **** !! Gak mungkin !! ", umpat lelaki itu pada temannya setelah mengalihkan pandangannya dari Nara.
" Ish !! " Bergidik, secara bersamaan Nara pun mengalihkan pandangannya ke arah teman-temannya.
Dan jadilah makan siang merayakan ulang tahun Nara pun berjalan dengan begitu hangatnya. Mengabaikan lelaki itu, yang sudah pergi entah ke mana. Melupakan insiden tadi dan baru saja.
•
•
Daanish, siapa sangka salah satu dari kembar tiga dimana usia mereka kini telah menginjak usia kuliah, memilih untuk berkuliah di kota ini. Tepatnya, satu kota dengan Nara.
Sementara, Dean dan Daleel memilih kuliah di tempat yang berbeda pula. Alasan mereka begitu klise, ingin belajar mandiri. Padahal, merasa risih karena kemiripan yang mereka miliki menjadi alasan utama.
Daleel datang mengunjungi Daanish. Sekalian cuci mata mencari gadis cantik di kota yang dipilih Daanish untuk dia tinggali sementara waktu kuliah ini.
" Gila, Bro !! Cantik-cantik juga cewek di sini. " Seringai Daleel saat itu. Berucap pada saudara satu rahimnya itu, yang kini duduk di hadapannya bersama dengan satu teman lelakinya, Mike.
" Kapan Lo pulang ? " Ketus Daanish dingin. Diantara ketiga bersaudara, Daanish memang yang paling pintar dan cerdas, sombong dan angkuh juga, satu paket-- karakternya sangat mirip dengan daddynya, Arselli.
Sementara Dean baik hati, supel, dan hangat. Sedang Daleel terkenal liar dan playboy seperti omnya, Lucas.
Mereka bertiga tengah duduk di sebuah kafe, tepatnya di kafe tempat insiden tabrakan Nara dan seorang lelaki tempo hari lalu.
Daleel berjalan ke arah toilet, di sana dia bertabrakan dengan seorang gadis, hingga gadis itu tersungkur ke atas lantai.
" OPS ! Sorry, sorry ! " Ucap Daleel saat itu, refleks. Membantu gadis itu untuk berdiri.
" Lo lagi ?!! " Sembur gadis itu menatap nyalang Daleel, yang ternyata adalah Nara. Kafe ini memang cukup dekat dengan tempat sekolahnya, jadi terkadang kafe ini menjadi tujuan untuk Nara makan siang bersama sahabat-sahabatnya, mengingat salah satu sahabatnya juga kini bekerja di kafe ini.
Daleel mengernyitkan dahi, Lo lagi ??
•
•
🍬 Bersambung ... 🍬
Sepulang sekolah, Nara berjalan sendiri sore itu. Padahal hari sedang hujan, cukup besar. Dan Nara tidak terlihat berusaha untuk menghindar.
Dia memang sangat menyukai hujan, lebih tepatnya hujan-hujanan. Seperti halnya mandi di bawah guyuran air shower. Karena pada saat itu, dia bisa menangis sebebasnya, tanpa ada yang melihat air matanya.
Cukup fokus dia berjalan. Mengabaikan pandangan aneh dari orang sekitar padanya. Peduli amat, bahagia kita sendiri yang rasa.
Tiba-tiba ...
Cekkiiiiitttt, sebuah motor tergelincir, terjatuh. Bergegas Nara menghampiri untuk melihat kondisi orang yang mengemudikannya. Mengingat jalanan cukup sepi saat itu, hanya Nara yang bisa menolongnya.
" Kau tidak apa-apa ? " Sembari memapah orang itu ke pinggir jalan, seorang lelaki. Tua muda belum tahu pasti, helm tertutup masih terpasang erat di kepalanya.
Lelaki itu mengangguk pelan kepada Nara, pertanda dia baik-baik saja.
Nara lalu bergerak cepat meminggirkan motor sport berukuran besar itu. Untunglah, Nara cukup terbiasa dengan kendaraan seperti itu. Dia bukannya tidak bisa dan tidak punya. Hanya saja, untuk hari ini kebetulan Nara ikut neneknya tadi, sekalian berangkat bekerja ke rumah sakit.
Hujan belum juga reda, bahkan semakin besar pula. Kaki lelaki itu tampak terluka, berdarah cukup banyak. Akhirnya, setelah berkomunikasi beberapa saat melalui jendela kaca helmnya yang sengaja dia buka, Nara mengambil alih kemudi motor besar itu, mengantar lelaki itu ke klinik atau rumah sakit terdekat.
" Naiklah ! Kau bisa ? " Perintah Nara, setelah menaiki motor lelaki itu dan memakai helm cadangan yang lelaki itu punya.
" Kau yakin ?! " Tanya lelaki itu ragu. Mengingat tubuh perempuan yang di hadapannya ini, cukup kecil, kurus dan imut. Eh ?
Walau ragu, akhirnya lelaki itu naik juga, walau sedikit kesulitan awalnya, mengingat luka di kaki dan tubuhnya. Dan benar saja, Nara cukup lihai mengendalikan, mengendarai motor sport miliknya itu.
Di rumah sakit ...
" Kamu ?!! " Nara mengerjap kaget menatap lelaki itu. Setelah membuka helmnya, siapa sangka lelaki itu ternyata si lelaki 'tepung' itu.
Dia terkekeh melihat ekspresi kaget Nara. Sudah sedari tadi Daanish merasakan hal serupa, malah sejak di jalan tadi. Lagi-lagi bertemu dengan cewek ini, si biang masalah. Yang membuat dirinya berganti baju berulang kali dalam satu hari--tempo hari lalu.
Berjalan beriringan ke dalam rumah sakit, Nara memapahnya dengan cukup telaten, setelah akhirnya sebuah kursi roda didapatkan sebagai alternatif.
" Daanish ! " Jawabnya pada perawat yang sedang mengisi data pasien. Dia tengah duduk di tepi ranjang pasien. Tampak beberapa perawat mengerumuni menangani luka-luka di tubuhnya.
Sementara Nara, berdiri setia di samping Daanish memastikan keadaannya, dengan pakaian yang basah kuyup, dan Daanish melihatnya.
" Kamu ! " Daanish mengagetkan Nara saat itu. Nara menoleh.
" Ganti bajumu, ada baju di sana ! " Tunjuk dagunya pada tas miliknya. " Mungkin tidak basah. " Katanya, sedikit ketus.
Ish. Nara memutar bola mata sebal. Dan ngedumel kesal.
Udah ditolongin juga, masih aja somse !
Bergerak mendekat ke arah tas milik Daanish yang ditunjuknya tadi, benar saja ada t-shirt berwarna hitam di sana, lumayan buat baju ganti. Tapi, hanya ada satu. Nara terdiam, hanya memegang dan menatapnya saja. Melirik sekilas ke arah Daanish yang kini bertelanjang dada. Dibuka, karena basah bajunya.
" Kenapa ? " Kali ini Daanish mulai bersikap ramah, mungkin karena melihat reaksi Nara tadi. Perawat masih sibuk merawat luka di kaki dan sikut tangannya.
" Cuman ada satu. " Jawab Nara lirih. Gak mungkin kan Nara bersikap egois, sedang yang sakit saat ini adalah Daanish, yang jelas-jelas membutuhkannya.
" Oh, pakai saja ! Temanku sebentar lagi ke sini. Aku juga sudah suruh dia bawa baju ganti. " Jelas Daanish tidak berbohong.
" Emh, baiklah. " Akhirnya Nara mengangguk membawanya. Permisi ke toilet untuk berganti baju dengan segera.
" Eh, Andara !! " Tiba-tiba Daanish memanggilnya. Langkah Nara terhenti seketika.
Nara mengerutkan dahi, belum kenalan kan. Kok bisa tahu ?
Ada name tag di baju seragam atasnya. Daanish sempat membacanya tadi, akhirnya Nara tahu setelah melihat Daanish tengah melirik ke arah dadanya, yang .... sedikit transfaran karena basah.
Nara refleks menutup dadanya dengan lengannya. Daanish yang melihatnya tersenyum seketika. Manis juga ...
" Apa ?!! " Ketus Nara.
" Terimakasih ... " Ucapnya tulus, seketika Nara senang mendengarnya. Seulas senyum terlampir di bibir mungil Nara.
Seusai mengganti bajunya di toilet, Nara kembali menghampiri Daanish yang tengah bertelfon dengan seseorang. Nara memilih menunggu di luar kamar saja.
Cukup lama menunggu, Nara memutuskan pulang setelah memastikan keadaan Daanish baik-baik saja, dari balik pintu kaca. Selain itu, teman Daanish juga sudah tiba.
Tanpa berpamitan, Nara pun pulang dalam diam. Meninggalkan Daanish yang tengah asyik mengobrol dengan temannya itu. Lagipula, waktu sudah cukup malam untuk dirinya segera pulang. Sedari tadi ponselnya tidak berhenti berbunyi, dari sang nenek yang menanyakan keberadaannya.
•
•
Malam itu ...
Hujan belum juga reda, bahkan makin deras saja. Dengan memakai taksi, Nara pulang ke rumahnya, lebih tepatnya rumah neneknya.
Tiba di depan rumah tampak sebuah mobil terparkir di sana. Nara masuk dengan raut wajah penuh tanya. Ada tamu, siapa ?
Ta--da ...
" Nara !! " Seseorang memanggil namanya. Suara yang cukup di kenalnya.
" Papa !! " Nara beringsut menghampiri sang papa, mendekapnya erat.
" Selamat ulang tahun. " Ucap sang papa saat itu. Nara begitu senang mendengarnya.
Padahal, hari ulang tahunnya sudah berlalu beberapa hari lalu. Mengira dirinya terlupakan begitu saja, siapa sangka ternyata sengaja dilakukan demi memberikan kejutan untuknya .
" Papa kapan datang ? Sama mama ? " Tanya Nara antusias, tanpa melepas pelukannya. Mereka berjalan beriringan ke dalam rumah menemui sang mama yang tengah menyiapkan sebuah kejutan kecil untuknya, bersama sang nenek dan kedua adiknya.
Bagi Nara, papanya adalah segalanya. Cinta pertama dan lelaki pertama dalam hidupnya.
Mengetahui papa Lucas bukanlah ayah kandungnya, merupakan pukulan berat dalam hidupnya. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk tinggal menjauh bersama neneknya.
Sampai sekarang, tidak ada seorangpun yang tahu apa alasan sebenarnya Nara ingin tinggal bersama neneknya.
Nara samasekali tidak bercerita pada siapapun mengenai status dirinya dalam keluarganya itu. Bercerita bahwa dirinya sudah mengetahui bahwa Lucas bukanlah papa kandungnya. Walau sebenarnya, rasa penasaran bergejolak di dalam dada. Nara akui, dia penasaran mengenai siapa ayah kandungnya dan dimana keberadaannya.
Diam-diam, dalam diam, Nara mencari tahu. Seringkali dia mengendap ke ruang kerja sang nenek apabila neneknya sedang bekerja, barangkali ada jejak tentang ayah kandungnya di sana.
•
•
" Dimana cewek itu ? " Tanya Daanish pada Mike, dia mendadak teringat dengan Nara.
" Cewek ? " Mike mengernyitkan dahinya.
" Ya, cewek ! "
" Cewek yang mana ? "
" Yaelah, yang tadi. Lo gak lihat apa ?! " Daanish terlihat cukup kesal saat itu.
" Cewek yang mana sih ?! " Mike mengingat-ingat. Seingatnya tadi pas datang ke ruangan ini samasekali tidak ada orang lain di sana. Selain Daanish yang sedang terluka.
" Cewek ! Yang-- pakai kaos warna hitam. Pakai rok SMA. " Jelas Daanish menjelaskan ciri-cirinya. Dia mendadak merasa bersalah, saat Nara datang dari toilet tadi, dia malah asyik bertelfon ria.
" Oh ... yang di luar tadi ? " Jawab Mike tanpa merasa bersalah sedikitpun. Karena itu, memang bukan salahnya.
Salah Daanish yang mengabaikan Nara. Dan salah Nara juga yang pulang diam-diam tanpa berpamitan pada Daanish.
•
•
🍬 Bersambung ... 🍬
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!