NovelToon NovelToon

Pesan Terakhirmu

Pertunangan

Di usia kehamilanku 8 bulan ini, dia begitu sangat menyayangiku. Betapa bahagianya aku mempunyai suami sepertinya. Jika mengingat awal pertemuan kami dulu, rasanya tidak pantas untuk dijadikan cerita yang di dengar banyak orang.

Dia, orang yang sudah menyelamatkanku dari dunia malam. Aku tidak tahu nasibku jika kala itu tidak bertemu dengannya. Dia adalah tamu pertamaku. Mungkin dia bukan laki-laki baik, sudah terdengar jelas ditelingaku dia sering bermain wanita.

Tapi, dia berubah dan benar-benar berubah saat mengenalku. Aku tidak menyangka dia bisa mencintai wanita sepertiku. Wanita yang mempunyai trauma masa lalu buruk, bahkan sangat buruk. Aku malu untuk menceritakan, apalagi untuk mengingatnya kembali rasanya benar-benar sakit.

Kevin Arkananta, namamu ku ukir dalam bahkan sangat dalam. Tidak akan pernah hilang. Kebahagian yang kamu berikan padaku benar-benar mengubah masa lalu hidupku yang kelam.

Hari ini adalah hari pertunangan sahabatnya. Sebenarnya sangat lucu melihat persahabatan mereka. Mereka sering bertengkar dengan masalah sepele tapi tidak lama kemudian mereka berbaikan kembali. Seperti itu dan terus seperti itu.

Suamiku terlihat begitu menyayangi sahabatnya yang satu ini. Reyhan Winata, laki-laki seumuran dengan suamiku. Dia bercerita kalau mereka bersahabat dari masa mereka kuliah dulu dan berlanjut sampai sekarang. Sosok Rey ini sifatnya sebenarnya hampir sama dengan suamiku. Dia juga hobi bermain perempuan. Dan mereka berdua dulu pernah memperebutkanku atau menjadikanku taruhan mereka. Entahlah aku tidak begitu mengetahui cerita yang sebenarnya.

Mereka bilang harusnya Rey yang menjadi tamu pertamaku saat itu. Tapi suamiku telah bermain curang padanya. Dia membayarku lebih besar darinya, dan akhirnya dia menang melawan sahabatnya itu.

Harusnya aku marah, ya memang aku marah pada mereka. Bahkan berkali-kali aku marah pada mereka. Tapi anehnya kenapa mereka tidak pernah menyerah untuk meminta maaf padaku. Dan aku begitu saja memaafkan mereka. Kadang aku juga merasa bodoh kenapa bisa jatuh cinta pada salah satu dari mereka.

Rey, dia sangat berperan penting dalam kisah cinta kami. Dia yang ikut menyelamatkan kisah cinta kami yang dulu hampir tidak dapat bersatu. Aku juga heran, sekaligus iri beruntung sekali suamiku mempunyai sahabat sepertinya.

"Sayang, kamu sangat cantik sekali hari ini. Anak kita kelak pasti juga akan cantik sepertimu. Aku sangat beruntung bisa memilikimu," ucap suamiku yang membuatku melayang saat itu. Dia memeluk kami erat sangat erat. Seperti tidak ingin melepaskan kami.

Aneh sekali biasanya sifatnya tidak berlebihan seperti ini, dia memelukku sangat lama, "Sakit, sudah yang!" Aku mendorong pelan dadanya.

"Ayo kita harus segera ke pertunangan Rey, dia kan sahabatmu!" Aku menggandengnya keluar kamar. Tapi sesampainya di depan pintu dia menghentikan langkahnya. Matanya berkeliling melihat seluruh isi rumah. "Ada apa?" dia hanya tersenyum melihatku.

Tak selang beberapa lama kemudian dia berkata, "Aku tidak tahu, sepertinya aku sangat menyayangi rumah ini. Rumah yang menumbuhkan cinta dalam hati kita." Tangannya memegang kedua pipiku. Kemudian dia berlutut mencium perutku yang semakin membuncit yang berisi buah cinta kami.

Cuuuup

Dia mencium dan memeluk buah cinta kami. "Sayang, Papa sangat bahagia dengan kehadiranmu. Jadi anak baik ya! Nurut sama Mama ya! Tidak boleh nakal!" Aku mengelus rambutnya yang masih saja terus berbicara pada calon anak kami.

"Sayang, ayo! Rey pasti sudah menunggumu." Dia menghentikan ciuman itu dan kepalanya terlihat menunduk. Dia mulai berdiri dan mengerutkan dahinya menatapku tajam.

"Aku tidak rela Rey bertunangan bahkan menikah dengan wanita seperti Selena. Kakiku rasanya berat sekali untuk melangkah kesana. Aku tidak merestuinya. Harusnya dia juga bisa mendapatkan wanita sepertimu." Dia membuang mukanya.

Aku pegang pipinya, "Kamu tidak boleh seperti itu sayang! Aku juga wanita yang banyak kekurangannya. Jika mereka saling mencintai dan saling menerima kekurangan masing-masing kenapa harus tidak? Sudahlah ayo kita segera kesana!" Aku menggandeng tangannya keluar rumah.

Aku tidak tahu pasti kenapa suamiku sangat membenci calon istri dari sahabatnya itu. Ya memang wanita itu sepertinya masih tidak menyukaiku karena kesalahpaham dulu, saat Rey lebih mementingkanku dari pada dia. Itu pun karena disuruh oleh suamiku. Aku juga sangat merasa bersalah disitu dan suamiku pun juga ku akui sangat berlebihan.

Sesampainya di rumah di acara pertunangan mereka, suamiku ini masih saja seperti enggan untuk melangkahkan kakinya ke dalam. Matanya terlihat menyimpan sesuatu. Wajahnya pun menjadi sayu. Tubuhnya seperti tak berdaya untuk berjalan.

"Sayang ayo!" Aku menarik tangannya paksa, karena terdengar jelas dari dalam sana acara itu akan segera dimulai. Aku berjalan menggandeng suamiku, langkahku lebih depan dan dia berada masih berjalan pelan dibelakangku.

Rey berjalan menyambut kami, "Vin kamu lama sekali, aku hanya menunggumu untuk memulai acara pertunangan ini."

Suamiku hanya terdiam menatapnya, "Aku tidak merestuimu Rey, harusnya kamu mencari wanita seperti Kinan. Bukan mak lampir seperti itu." Ucapannya sontak membuatku kaget. Kenapa dia selalu berbicara seperti itu?

Rey merangkul bahunya, "Jika di dunia ini ada dua Kinan mungkin aku akan menikahinya." Rey tertawa dengan membuang mukanya. Aku tidak mengerti dengan bahasa tubuh mereka.

Kami berjalan bertiga, dan Rey dia sudah ditunggu semua orang untuk menyematkan cincin di jari manis calon tunangannya Selena. Terlihat di wajah suamiku, dia seperti masih tidak terima dengan kenyataan ini. Tatapan tajam penuh amarah di tunjukan pada Selena. Aku mencoba mengalihkan pandangan buruknya dan mengelus-elus bahunya. Tapi tetap tidak mendapatkan hasil.

Cincin akan disematkan Rey pada jari Selena. Namun tiba-tiba saja ada tiga orang tidak dikenal mengenakan baju hitam dan menutupi wajahnya datang yang membuat semua orang ketakutan.

Dooorrr

Suara tembakan pistol di udara itu seolah-olah memberi tanda untuk tidak melanjutkan pertunangan ini. Siapa mereka? Apa maksud dan tujuan mereka? Pertanyaan itu menjadi buah bibir semua orang yang berada disitu.

Tidak berapa lama, salah satu dari penjahat itu mengarahkan pistolnya ke badan Rey. Aku dan suamiku melihatnya jelas. Dengan cepat suamiku berlari ke arah sahabatnya itu dan meninggalkanku sendiri.

"Rey awaaaasss,"

Dooorrr

Deg

Jantungku rasanya berhenti seketika. Aku melihat punggungnya terluka terkena tembakan itu dan dipeluk oleh sahabatnya yang akan dia tolong. Ini seperti mimpi buruk bahkan sangat buruk dalam hidupku.

Ku berlari dengan memegang perut yang berisi buah cinta kami. Air mataku sudah penuh membanjiri pipiku. Napasku, rasanya seperti sangat berat. Otakku, oh rasanya otakku tidak kuat menerima kenyataan ini. Tubuhku pun rasanya sudah tidak ada daya.

"Keviiiiinnn," teriakan Rey yang menggema di seluruh ruangan membuatku sadar ini bukan mimpi buruk, ini awal dari kenyataan buruk dalam hidupku.

***Dukung terus Author,

Dengan like, coment, dan votenya***! ^_^

Kepergianmu untuk selamanya

Dia tidak bisa menahan tubuhnya yang terkena peluru dan terjatuh bersama Rey yang seketika wajahnya berubah menjadi pucat. Rey terduduk memangku kepalanya dan aku masih berlari mendekati mereka.

Kaki ini terasa lemas tak berdaya. Aku duduk di samping kirinya. Dia masih bisa tersenyum padaku saat dalam keadaan seperti ini, dia berbicara dengan mata yang sayu dan perkataan yang terpenggal-penggal, "Sa-yang, a-ku mo-hon ja-ngan me-nangis!" tangan kirinya berusaha menyapu air mataku. "Ma-afkan a-ku ti-dak bi-sa i-kut membe-sarkan a-nak ki-ta."

Deg

Jantungku saat ini benar-benar ingin berhenti. Aku masih tidak terima dengan semua kenyataan ini. Kenapa suamiku berbicara seperti itu? Ku geleng-gelengkan kepalaku dengan air mata yang seperti tidak akan ada habisnya keluar. Aku tidak bisa membayangkan bila hidup tanpanya. Bagaimana nasibku dan anaknya?

Tiba-tiba tangannya kanannya gemetar memegang tangan sahabatnya. Dia memegang erat jari tangan Rey dan berkata, "Rey, a-da sa-tu pe-san terakhirku pada-mu. Ja-dikan Kinan istrimu! Ja-ga dan sayangilah dia dan ca-lon anakku! A-ku akan melihat kalian ba-hagia dari atas sa-na."

Tangan kirinya juga mulai gemetar menyentuh buah hati kami. Lalu dia mengambil tanganku dan menyatukannya dengan tangan Rey di dadanya yang terasa jelas degup jantungnya yang semakin melemah.

Aku masih tetap menggeleng-gelengkan kepala. Apa maksudnya? Rey akan bertunangan dengan Selena tapi kenapa dia mempunyai permintaan yang sangat menyakitkan bagi semua orang ini.

"Ka-mu, kamu adalah sahabat terbaik dalam hidupku." Dia tersenyum dan tiba-tiba matanya terpejam. Oh tidak, aku sudah tidak bisa merasakan degup jantungnya.

Deg

Jantungku kembali ikut terhenti. Napasku menjadi berat kembali. Mataku membulat melihat kenyataan yang berada di depan mataku. Aku tidak kuat menanggung beban ini sendiri Kevin.

"Kevin ...." teriakan Rey seolah-olah memberi tanda dia sudah pergi. Rey menangis tersedu-sedu dan memeluknya erat. Ya dia pergi meninggalkanku untuk selamanya. Ini kenyataan, ini bukan mimpi. Aku menangis di atas dadanya, rasanya aku ingin ikut pergi bersamanya.

Tuhan kenapa harus secepat ini? Seperti baru saja kemarin ku merasakan kebahagiaan, kenapa harus Kau ambil lagi? Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku saja? Dari dulu ku ingin Kau mengambil nyawaku agar bisa bersama Ayah dan Ibuku tapi Kau tidak izinkan itu dan sekarang Kau mengambil suamiku. Tolong jangan pisahkan kami! Ambillah nyawaku juga! Aku ingin pergi bersamanya.

Tiba-tiba tangan Rey mengelus kepalaku yang masih menangis di dada suamiku. "Kinan, aku berjanji padamu. Aku akan melakukan permintaan Kevin. Tenanglah! Aku akan menjagamu."

Deg

Ucapan itu membuatku tercengang. Tidak, ini hanya permintaan konyol suamiku. Ya dia terlalu sering bercanda. Ini hanya candaan terakhirnya.

Aku menatap tajam mata Rey yang belum kering dengan air matanya. Tidak ku lihat sedikit pun kata bercanda di dalamnya. Hanya bisa ku gelengkan kepala.

"Rey, aku tidak terima jika kamu menggagalkan pertunangan kita hanya karena Kevin," teriak Selena yang sontak mengagetkan semua orang yang ikut sedih atas kepergian suamiku.

"Maaf Sel, aku tidak bisa!" ucapnya dengan menundukan kepalanya. Tidak, keputusan ini akan tidak adil bagi Selena. Aku sebagai wanita yang sama sepertinya pasti akan merasa sakit. Ini hari bahagianya tapi aku dan suamiku merusaknya.

"Rey, aku mohon jangan batalkan pertunangan kalian hanya karena suamiku. Aku bisa menjaga diriku dan calon anakku sendiri," ucapku untuk meyakinkan Rey agar merubah keputusannya. Tapi dia tetap dengan janjinya.Bagaimana bisa, tidak ada cinta diantara kita?

Aku melihat ke arah suamiku yang diam tak berdaya dan sudah meninggalkanku selamanya. Ku ciumi pipinya, tangannya dan ku peluk erat tubuhnya. Ya mungkin ini yang terakhir kalinya aku bisa menyentuhnya. Aku tidak peduli lagi dengan pesan terakhirnya, permintaan terakhirnya atau apalah itu. Aku hanya ingin menikmati hari terakhirku bersamanya.

"Kinan sudah, aku tau ini berat bagimu! Aku akan segera mengurus pemakamannya," ucap Rey yang seketika berusaha keras untuk berdiri dan meninggalkan kami. Rasanya aku masih tidak percaya, rasanya aku ingin menunda pemakaman itu. Rasanya aku masih ingin bersamanya.

Ku ambil tangannya, ku pegangkan ke perutku yang berisi buah cinta kami. Gerakan demi gerakan anak kami sungguh terasa. Mungkin ini terakhir kamu mengelusnya. Taukah kamu, anak kita sangat menyukainya.

Tidak lama kemudian, Rey datang kembali padaku, dia memapahku untuk berdiri dan meninggalkan suamiku. Dan orang-orang mulai mengurusnya, petugas medis berusaha mengeluarkan peluru yang menancap ditubuhnya. Kita bersama-sama pulang ke rumah. Ya kita pulang ke rumah, rumah yang menumbuhkan benih-benih cinta kita. Rumah yang menjadi tempat perlindungan yang kamu berikan dulu padaku.

Sesampainya di rumah, ku lihat semua sudut, semua ruangan, semua kenangan masih sangat tampak jelas disana. Di dapur itu, di meja makan itu, dan disini, di tempat aku berdiri ini kamu tadi mencium anakmu.

Aku tidak menyangka, jadi dia tadi pagi sudah memberikan aku petunjuk bahwa akan meninggalkan rumah ini. Kenapa dengan bodohnya aku tidak peka? Aku memang tidak berguna. Harusnya kita tidak perlu pergi ke acara itu san kita disini pasti masih bercanda tawa dirumah ini.

Ya, andai waktu dapat ku ulang kembali. Tapi ini sudah terjadi. Kamu sudah tiada lagi. Bagaimana bisa aku hidup seorang diri di rumah yang sebesar tanpamu?

"Om Kevin ... Om," terdengar suara anak kecil yang tidak asing bagi kami. Aku menengok ke arah luar. Dia berlari memeluk suamiku. Els, keponakan satu-satunya. Ya aku baru sadar, kesedihannya pasti lebih mendalam dari pada aku. Hanya Kevin yang dia punya di dunia ini. Bagaimana anak sekecil itu harus menerima kenyataan pahit seperti ini?

Akuu berjalan mendekatinya yang terus menangisi suamiku. "Om Kevin jahat, om kevin bangun! Els tidak punya siapa-siapa lagi Om. Els harus hidup dengan siapa?" dia duduk mendekati Kevin yang sudah tertidur tak berdaya.

"Sayang," sapaku dengan mengelus kepalanya. Dia langsung memelukku erat. Aku mengelus kepalanya dan yang terasa basah di baju ku, apalagi jika bukan air matanya.

"Tante, aku tidak mau Om Kevin pergi. Dia Om kesayanganku. Tangisannya membuat kepalaku seolah-olah ingin meledak. Ini pasti kenyataan terburuk bahkan lebih buruk dariku bagi anak kecil sepertinya.

"Kamu tenang ya! Kan masih ada Tante. Tante janji, akan selalu menemanimu seperti Om Kevin dulu. Jangan menangis lagi! Nanti Om Kevin disana juga sedih lihat Els menangis. Kita do'akan Om Kevin ya! Semoga Om Kevin tenang disana, ya!" Anak itu mengangguk kepala tapi, tetap masih dengan tangisan sesenggukannya.

Tante Ina, mengelus kepalaku. Kepeluk dirinya erat. Ingin menumpahkan semua kesedihanku padanya.

Tak disangka semua sudah siap menuju pemakaman, rasanya aku masih ingin menundanya. Ku pegangi dan ku baca batu nisan itu. Ya ini terakhirku melihat kamu. Selamat jalan suamiku!

**Dukung terus Author,

Dengan like, coment dan votenya**! ^_^

Tanpamu

Pemakaman sudah usai. Rey mengantarku, Tante Ina dan Els pulang ke rumah suamiku. Dia membukakan pintu mobilnya untuk kami. Ku lihat Els sudah berhenti menangis, namun tatapan matanya kosong. Tante Ina membantunya berjalan menuju rumah.

Aku berjalan pelan mengikuti mereka menuju rumah dengan memegangi perutku. Ku lihat mobil suamiku yang sering dipakainya setiap hari diparkir di sebelah mobil Rey. Aku pegang gagang pintu mobil itu. Ya, dia selalu membukakan pintu mobilnya untukku. Entah kenapa napasku semakin berat. Perutku terasa bergetar hebat.

"Kinan, apa kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat sangat pucat," tanya Rey yang membangunkanku dari lamunan ini.

Tante Ina dan Els ikut berhenti dan menoleh ke arahku, "Kinan kamu tidak apa-apa?" Tante Ina ikut bertanya.

"Tante," Els berlari memelukku dan mencium perutku. "Tante jangan sedih! Aku akan menjaga Tante dan dedek bayi. Tadi Tante kan menasehatiku agar tidak sedih, kenapa sekarang Tante yang bersedih? Om Kevin pasti ikut sedih."

Entah kenapa ucapan Els membuatku bertambah banyak mengeluarkan air mata. Benar-benar pedas rasanya mataku saat ini. Aku sedikit tertawa mengusir rasa sedihhku ini. Ya lucu sekali pura-pura kuat di depan anak kecil. Sifat plin plan ku ini sepertinya susah untuk disembunyikan.

Els berjalan sambil memelukku dari samping, seolah-olah ingin memberikanku kekuatan. Begitu juga Tante Ina, dia membantuku berjalan. Dan Rey dia membukakan pintu itu untuk kami.

Kleeek

Pintu itu terbuka, mataku membulat ku lihat Kevin berada disana. Dia menyambutku. "Sayang masuklah, ayo peluk aku!" Dia membuka kedua tangannya lebar dan tersenyum bahagia menyapaku. Kenapa Kevin ada disini? Mataku melebar, napasku semakin berat lebih berat dari yang tadi. Perutku rasanya terguncang hebat. Suasana pun menjadi gelap.

"Sayang, ayo masuklah! Sayang, kenapa kamu diam saja?" hanya suara itu yang ku dengar, mataku masih melihatnya samar-samar di suasana sekitar yang semakin gelap seperti tanpa ada matahari yang menyinari.

Tiba-tiba aku tersadar, ku buka mata ini perlahan-lahan. Terlihat sangat asing tempat ini. Dimana aku sekarang? Apa aku sekarang sudah menyusul Kevin? Ya aku harap begitu, namun seseorang telah menyadarkanku.

"Kinan, kamu sudah sadar?" Aku menoleh ke arah suara itu. Ternyata aku tadi pingsan, tapi tadi begitu nyata.

"Rey, aku melihatnya. Dia masih hidup. Aku ingin bersamanya."

"Aku tau kamu sangat mencintai Kevin, tapi aku mohon bertahanlah demi anak kalian. Jika kamu menyusulnya, bagaimana nasib anak kalian? Apa kamu akan mengajaknya pergi menyusul Kevin? Apa kamu tidak kasian padanya?" ucapnya dengan suara yang penuh dengan kesejukan.

Aku hanya bisa terdiam dan manangis. "Kinan, dokter menyarankan kamu untuk tidak berlarut-larut seperti ini. Ini sangat membayakan kehamilanmu. Tenanglahlah! Aku akan menikahimu dan menjadi Ayah dari Anakmu, seperti yang Kevin inginkan," ucapnya dengan wajah datar.

"Rey, aku mohon jangan! Selena akan sedih melihat ini. Kalian saling mencintai. Aku tidak mau merusaknya."

"Aku bisa masih bernapas disini juga karena Kevin, aku berhutang nyawa padanya. Aku akan menebusnya dengan pesan terakhirnya padaku, aku akan menyelidiki siapa orang-orang yang akan membunuhku waktu itu," ucap Rey dengan menundukan kepalanya.

"Apa kamu sudah lapor polisi?" tanyaku.

"Tentu, tapi belum ada petunjuk apapun."

"Sudahlah jangan kamu pikirkan, itu akan menambah buruk keadaanmu. Aku akan setiap hari ke rumahmu, sampai anak itu lahir. Baru aku akan menikahimu. Aku akan menyayangi anak kalian seperti anakku sendiri. Apapun yang terjadi padamu sekarang adalah tanggung jawabku. Tidak perlu kamu memikirkan Selena, aku akan menjelaskan semua padanya dan aku akan meminta maaf pada keluarganya," ucapnya dengan memandangiku tajam dan penuh makna.

"Aku pamit pergi dulu. Besok aku akan kesini lagi. Di luar ada Bu Ina dan Els. Malam ini kamu akan ditemani mereka." Rey langsung berdiri dan meninggalkanku.

"Tante," Els memelukku kembali. "Tante jangan tinggalkan Els seperti Om Kevin. Tante harus cepat sembuh!" Rengekan anak kecil ini benar-benar menyadarkanku kali ini. Aku harus kuat, aku tidak boleh terus menerus larut dalam kesedihan ini.

Mereka berdua menemaniku tidur di rumah sakit kali ini. Sedikit aku bisa melupakan kejadian besar hari ini. Mataku sangat lelah, tubuhku masih lemas. Aku berusaha tidur malam ini.

...****************...

Keesokan harinya, aku bangun dengan kenyataan pahit didepan mata. Ya sekarang aku sudah tidak mempunyai suami, sekarang aku menjadi janda. Siapa yang ingin menjadi janda?

Seketika teringat Ibuku. Bagaimana beliau bisa tegar menjalani hidup tanpa Ayah dulu? Beliau masih bisa tersenyum lebar padaku. Beliau bisa membesarkanku seorang diri tanpa Ayah.

Ku lihat Tante Ina yang masih tertidur memeluk Els. Tante juga janda, bahkan dia diceraikan suaminya hanya karena belum diberikan keturunan. Pasti hatinya hancur. Tapi dia kuat sampai sekarang. Kenapa aku harus selemah ini?

Ku elus buah cinta kami berdua. "Sayang, Mama janji akan kuat. Mama akan membesarkanmu sendiri, walaupun Papa sudah tidak ada disamping kita. Ingat pesan Papa terakhir padamu kemarin. Jadi anak baik! Nurut sama Mama, ya!" tak terasa air mataku lagi-lagi menetes.

"Jika biasanya kamu yang menghapus, kali ini akan ku hapus sendiri, ya aku akan menghapus air mataku sendiri Vin. Aku bisa, aku bisa tanpamu." Aku menangis tersedu-sedu dengan menyapu air mata dengan punggung tanganku.

"Kinan," tiba-tiba Tante mengagetkanku. Dia berjalan ke arahku "Sudah Nak, sudah! Tante ada disini, Tante tidak akan meninggalkanmu sendiri. Kasian calon bayimu! Bertahan ya untuknya!" Tante memelukku erat, terasa nyaman sampai ku pejamkan mata ini.

...****************...

Sudah dua hari ini aku dirawat di rumah sakit. Dokter telah mengizinkanku pulang. Dengan syarat yang bagiku sangat berat. Tidak boleh terlalu capek, tidak boleh terlalu stres, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Apa kamu pernah merasakan yang aku rasakan sekarang dok? Aku yakin dia pasti tidak akan sanggup juga.

Rey, lagi-lagi dia mengantar Kami. Setiap hari dia melihat keadaanku. Dia datang lalu tidak lama kemudian dia pergi lagi. Ya aku sadar, ini pasti sangat membosankan baginya.

Kali ini aku ingin tinggal di rumah Els bersama Tante Ina. Aku belum sanggup menginjakan kakiku di rumah kita dulu. Kenangan itu masih sangat jelas. Aku takut akan membuatku lebih terpuruk dengan keadaan ini.

Sesampainya di rumah Els, aku tidur di kamar suamiku. Ku helakan napasku, kenapa aku malah semakin mengingatnya kembali. Ku sibukan diriku dengan menata baju di lemari. Ku buka pelan-pelan lemari miliknya dulu. Tercium aroma parfumnya yang sangat khas darinya dan terlihat masih tampak rapi baju-bajunya.

Ku sentuh satu persatu, ada satu baju yang menarik di mataku. Baju ini, dia memakainya saat awal pertama bertemu denganku. Aku masih mengingat jelas di hotel dulu, bagaimana dia menggunakan cara liciknya menyelamatkanku dari Risa orang yang sudah menjerumuskanku. Baju ini ternyata tertinggal disini.

"Huuuuh," Ku peluk erat baju ini. Ku hirup dalam-dalam aroma parfumnya. Sungguh aku merindukanmu.

**Dukung terus Author,

Dengan like, coment, dan votenya**! ^_^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!