NovelToon NovelToon

Bukalah Hatimu Untukku

Episode 1

Perjodohan

“Aku mau bicara, duduklah...” Kata Seno, masih tetap dengan nada datar.

“Ya mas....” Jawab Karina sambil duduk di sofa berhadapan dengan Seno yang duduk di tepi ranjang.

“Kita sudah sama-sama tahu kan, pernikahan ini keinginan orang tua kita, jadi kamu jangan terlalu banyak berharap pada diriku. Asal kamu tahu, dengan pernikahan ini, kebahagiaanku sudah terrenggut. Jangan kuatir, aku tidak akan meminta hak ku sebagai seorang suami. Kamu tidak usah ikut campur urusanku, karena aku juga tidak akan mencampuri urusanmu. Aku minta, kita tetap bersikap wajar di hadapan orang tua terutama eyang. Aku tidak mau mereka berpikir macam-macam dengan pernikahan kita, sampai saatnya nanti tiba. Aku akan tetap memperjuangkan kebahagiaanku.” Panjang lebar Seno bicara tentang pernikahan yang harus mereka jalani. Dada Karina terasa nyeri mendengarnya, tetapi dia berusaha keras agar air matanya tidak menetes. Dia tidak mau terlihat lemah di hadapan Seno, di harus terlihat tegar. Kemudian Karina mengangkat wajahnya dan memandang Seno,

lalu menarik nafas panjang.

“Baik mas, tapi aku punya permintaan. Ijinkan aku untuk mengurus keperluanmu sehari-hari, seperti menyiapkan pakaian, makan minum dan lainnya. Aku juga tidak mau terlihat sebagai istri yang tidak peduli pada suami, paling tidak di depan keluargamu.” Kata Karina pelan namun dengan suara tegas, meskipun hatinya sangat terluka.

“Terserah kamu..... dan satu lagi, kita akan segera pindah ke rumah pribadiku” Jawab Seno pendek dengan senyuman sinis. Karena dalam pikirannya, dia akan membuat Karina tidak betah dan meninggalkasn dirinya tanpa harus diminta.

“Ya mas....”

“Untuk malam ini, silakan kamu tidur di ranjang dan aku tidur di sofa...”

“Jangan mas... biar aku yang tidur di sofa..”

“Jangan membantah..! Aku tidak suka omonganku dibantah..!!!” Kata Seno dengan tegas, kemudian berdiri dan keluar kamar.

Karina menunduk dan tanpa terasa air mata yang dari tadi ditahan, sekarang tumpah begitu Seno munutup pintu. Karina berlari ke kamar mandi dan menangis di sana. Ayah, ibu... perkawinan seperti apa yang akan ku jalani ini? Kenapa begitu menyakitkan sejak awal? Akan sampai kapan? Air mata terus menetes, apalagi saat Karina mengingat kata-kata Seno kalau kebahagiaannya terrenggut dengan pernikahan ini. Aku akan berusaha semampuku untuk mengembalikannya mas...

Itulah percakapan yang terjadi antara Seno dan Karina di malam hari setelah paginya mereka resmi menjadi suami istri.

******

Semua bermula dari pembicaraan orang tua Karina kira-kira dua minggu yang lalu.

 “Kamu akan menikah dengan anak sahabat ayah nak..... “

Itu kalimat pendek yang diucapkan ayah Karina, pak Handoko tadi sore. Meskipun pendek, kalimat itu sangat mengejutkan dan tidak pernah disangka oleh Karina. Dia tidak pernah membayangkan akan menikah dengan orang yang tidak dia cintai, bahkan tidak dia kenal. Tapi untuk menolak, Karina tidak sanggub. Dia sangat menghormati dan mencintai kedua orang tuanya, apalagi dia sebagai anak tunggal dan sekarang kondisi ayahnya yang sudah mulai sering sakit-sakitan.

“Tapi yah..... Karin tidak mengenal laki-laki itu, dan Karin juga tidak tahu apakah dia juga mau menerima perjodohan ini. Apakah dia juga akan mencintai Karin, apakah kami bisa saling mencintai seperti ayah dan ibu....?” Jawab Karina dengan wajah sedih.

“Nak.... percayalah.... Ayah dan ibu tidak salah memilih. Dengan kebersamaan yang akan kalian jalani, cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya...” Kata ibunya lembut sambil mengelus kepalanya.

“Tapi bu......”

“Karina.... ayah dan ibu tidak pernah meminta apapun dari kamu nak, ayah mohon untuk kali ini penuhilah permintaan kami. Ayah akan rela kalau Tuhan memanggil dan kamu sudah berada di sisi orang-orang yang tepat...” Kata ayahnya lagi dengan suara pelan.

Karina beranjak dan memeluk ayahnya. Dia kaget dengan perkataan ayahnya.

“Ayah.... kenapa ayah bicara begitu? Ayah tidak akan kemana-mana, ayah sehat, ayah akan selalu ada di dekat Karin dan ibu......” Kata Karina sambil bercucuran air mata. Ayah tersenyum sambil mengelus dan mencium kepala Karina.

“Nak.... umur tidak ada yang tahu, tapi kalau memang waktunya sudah tiba.... ayah akan pergi dengan tenang...”

Tangis Karina makin menjadi, di hatinya seperti ada yang akan hilang. Dadanya sesak mendengar ucapan ayahnya. Apakah dia harus menerima perjodohan ini? Bagaimana dengan cita-citanya. Bagaimana dengan kuliahnya. Bagaimana dengan pekerjaannya. Ah..... kenapa harus seperti ini.

“Sudah ah.... kok seperti apa aja, kamu pakai nangis-nangis begini Karin....” Kata ayahnya sambil mencubit hidung Karina untuk mencairkan suasana sedih. Ayahnya memang suka begitu, memperlakukan Karina seperti anak

kecil dan membuat suasana nyaman. Ya.... keluarga kecil yang saling menyayangi, saling mendukung dalam suasana apapun, dan Karina merasa tidak kekurangan kasih sayang orang tuanya, meskipun mereka hidup sederhana. Ayahnya kemudian menceritakan semua perjalanan persahatannya waktu masih muda.

“Bagaimana Karin... Kamu bersedia kan...?” Tanya ayah lagi.

“Ayah... ibu... kalau memang itu permintaan ayah, Karin akan menerima..” Jawab Karina pelan sambil menundukkan kepalanya.

“Terimakasih nak, kami akan selalu mendoakan kamu agar kamu selalu bahagia. Pernikahanmu kekal selamanya dan hanya maut yang bisa memisahkan.” Kata ayahnya lagi.

 

Malam harinya, Karina tidak bisa tidur memikirkan permintaan orang tuanya. Bagaimana dengan laki-laki yang selama ini secara diam-diam sudah bersemayam di hatinya? Terlintas dalam pikirannya, wajah laki-laki kakak tingkatnya yang bernama Pramudya. Meskipun kata cinta tidak pernah terucap, tetapi Kirana merasa kalau

Pramudya juga mempunyai rasa yang sama pada dirinya. Dengan perilakunya, tatapan matanya, perhatiannya, bahkan sampai hal-hal yang kecilpun, sepertinya sudah mewakili perasaan Pramudya pada Karina. Tapi apakah begitu?

Karina memang belum pernah pacaran, dan baru kali ini dia mempunyai getaran di hatinya yang berbeda tiap berjumpa, karena selama ini dia hanya konsentrasi pada belajar dan belajar saja, itulah sebabnya dari SMP dia sudah menyandang sebagai siswa berprestasi. Bahkan untuk kuliahpun dia mendapat beasiswa. Karina merasa,

ayahnya hanya punya penghasilan yang pas-pasan sebagai pegawai kecil, sedangkan ibunya punya ketrampilan memasak dan sering mendapat pesanan, sehingga dapat ikut menopang kebutuhan keluarga. Itulah mengapa Karina termotivasi untuk rajin belajar dan mengejar beasiswa. Orang tuanya memang tidak pernah mengeluh,

tetapi Karina menjadi anak yang tahu diri. Tidak pernah meminta sesuatu yang menurutnya di luar kemampuan orang tuanya, apalagi satu tahun terakhir orang tuanya harus mengeluarkan biaya pengobatan untuk ayahnya. Itulah mengapa, memasuki semester ketiga, Karina memutuskan kuliah sambil bekerja, dan beruntung dapat bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang desain interior, sesuai dengan jurusan kuliahnya dan cita-citanya. Dan lebih beruntung lagi, Karina diberi kelonggaran waktu untuk kuliah dari tempat bekerjanya. Memang bukan perusaan besar dan gajinya pun juga tidak besar, tetapi cukup untuk menambah-nambah keperluan kuliahnya, dan yang jelas Karina mendapat tambahan pengalaman.

Awal mulanya, kedua orang tuanya menentang Karina bekerja. Mereka menginginkan Karina hanya fokus kuliah, tetapi Karina berkeras, dan dia berjanji tetap memprioritaskan kuliahnya. Dan di kampuslah Karina bertemu dengan Pramudya, seorang pemuda sederhana, yang karena prestasinya diangkat sebagai asisten dosen dan mengajar di kelas Karina, laki-laki yang membuat hatinya berdebar-debar.

Hampir semalaman Karina tidak dapat tidur, memikirkan perjodohan yang akan dia jalani. Karena letih dengan semua pikirannya, akhirnya Karina tertidur, entah jam berapa.

*****

“Hei..... kenapa muka kamu kusut begitu sih, sebentar lagi kelasnya pak Pram lho...?” Tanya Disti, sahabat Karina saat ketemu di kampus.

“Aku lagi pusing...” Jawab Karina pendek.

“Kamu sakit...?”

Karina menggeleng.

“Terus kenapa...?”

“Kapan-kapan aku cerita... Udah yuk masuk, entar telat nggak enak” Karina menarik tangan Disti untuk memasuki kelas.

Sepanjang mata kuliah yang diberikan oleh Pramudya, Karina tidak bisa konsentrasi, bahkan lebih banyak melamun, padahal biasanya dia selalu semangat apabila mengikuti mata kuliah yang diajarkan Pramudya. Bahkan berkali-kali Disti menyenggol kakinya saat Pramudya melayangkan pandangannya pada Karina karena melihat Karina sedang melamun.

“Ssstttt..... lihat itu pak Pram sering ngliatin kamu...!!!’ Kembali Disti menyenggol kaki Karina di bawah meja. Ya... Pramudya juga merasa aneh melihat Karina, karena tidak seperti biasanya, yang selalu ceria, tersenyum manis dengan tatapan mata teduhnya. Kali ini wajahnya terlihat sedih, seperti ada masalah yang membebani. Wajah gadis yang diam-diam selalumenguasai hatinya itu terlihat murung dan sering melamun.

Sebagai seorang sahabat, Disti bukannya tidak tahu kalau asisten dosen yang sedang berdiri di depan itu mempunyai perhatian yang besar pada Karina, dan menurut perasaan Disti, Karina juga menyimpan perasaan yang spesial pada Pramudya. Tetapi entah kenapa, keduanya masih sama-sama diam, tidak saling mengungkapkan.

Ataukah perkiraan Disti salah tentang keduanya?

“Baik... apakah masih ada pertanyaan...?” Terdengar suara Pramudya menjelang akhir jam mengajarnya. Tidak ada tanggapan dari mahasiswa.

“Oke, sepertinya sudah jelas semua. Kalau memang tidak ada diskusi lagi, saya akhiri sampai di sini. Tolong pelajari lagi bab yang kita bahas tadi, minggu depan saya akan memberikan kuis. Selamat siang.” Pramudya menyelesaikan tugasnya lalu mengemasi buku-buku yang dia bawa tadi. Di sekelilingnya terdengar suara-suara

dengungan mahasiswa karena minggu depan akan ada kuis, tetapi Pramudya tidak menanggapi. Setelah selesai, Pramudya sempat melirik ke arah Karina yang juga sedang membereskan bukunya dengan kepala tertunduk, kemudian dia melangkah meninggalkan ruang kuliah.

“Yuk ke kantin sambil tunggu kelas berikutnya, lumayan masih ada waktu banyak.” Ajak Disti. Keduanya melangkah meninggalkan kelas menuju kantin.

******

Halo...... ketemu lagi di cerita yang lain ya..... Mudah-mudahan dapat terus menghibur .

Yuk dukung dengan vote, komen & like biar tetap semangat.

Jangan lupa ya..... habis baca, mampir jempol manisnya....

I love U all.... mmuaaachhhh😘😘🥰

Episode 2

Cerita masa lalu

Sementara itu di rumahnya, ayah Karina merenung sendirian karena istrinya sedang ke pasar untuk berbelanja. Ingatannya kembali pada peristiwa seminggu yang lalu. Saat itu pak Handoko sedang mengantar pesanan kue buatan istrinya ke sebuah kantin perusahaan. Saat akan pulang, tiba-tiba motornya mogok di halaman parkir dan

pak Handoko mencoba mengutak atik motornya. Tiba-tiba ada sebuah mobil mewah yang mendekati, dan seorang laki-laki paruh baya yang terlihat gagah dengan memakai stelan jas turun dari pintu mobil bagian belakang menghampirinya.

“Handoko.....” Seseorang memanggil namanya. Pak Handoko mendongakkan kepalanya dan bangkit berdiri dari jongkoknya. Dahinya berkerut mencoba mengingat-ingat seseorang.

“Kamu Handoko kan.... Lupa ya dengan aku.... Baskoro....”

“Hai Bas.... ya ampunnn...aku bener-bener pangling. Kamu masih terlihat muda dan gagah saja.” Keduanya bersalaman kemudian berpelukan. Pak Handoko tidak menyangka akan bertemu dengan sahabat lamanya

“Dua puluh tahun lebih kita tidak ketemu ya. Ternyata dunia sempit...” Kata pak Handoko lagi. Keduanya saling menanyakan kabar masing-masing.

“Han saat ini aku sedang buru-buru ada urusan. Boleh aku minta nomor ponselmu...?” Pak Handokopun memberikan nomor ponselnya pada sahabatnya itu.

“Oke terimakasih. Ini kartu namaku. Bisa besok siang kita ketemu, kita makan siang bersama.”

“”Eeemmm.... boleh.”

“Oke aku besok kontak kamu, janjian dimana dan aku jemput kamu ya. Sory aku pamit dulu, masih ada urusan. Jangan lupa ya, besok siang ketemu.”

Keduanya berpisah. Pak Handoko masih terbengong-bengong tidak menyangka bertemu kembali sahabat baiknya saat masih muda. Sahabat yang sudah ditolongnya sehingga dampaknya sekarang yang dialami pak Handoko adalah kondisi kesehatannya terus menurun. Saat masih muda, pak Handoko telah mendonorkan ginjalnya pada sahabatnya itu. Dan itu dilakukan karena hubungan mereka yang sudah seperti saudara. Baskoro yang berasal dari keluarga kaya, tidak malu bersahabat dengan dirinya yang hanya anak seorang tukang jahit. Baskoro bahkan sering memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya, karena dia hanya anak seorang janda. Persahabatan yang sangat dekat, bahkan Baskoro sudah menganggab ibunya seperti orang tuanya sendiri, begitu pula dengan orang tua Baskoro juga merasa sayang dengan Handoko yang sangat sopan. Hingga pada suatu hari, akibat sebuah kecelakaan, Baskoro dinyatakan mengalami kerusakan ginjal dan memerlukan donor. Handoko, atas

seijin ibunya, bersedia mendonorkan ginjalnya, meskipun dokter sudah menyampaikan kalau akibatnya bisa mengganggu kondisi kesehatannya. Tetapi Handoko tidak peduli, dia merasa sayang dan berhutang budi pada keluarga Baskoro. Dan sekarang, akibat donor itu, di usianya yang semakin bertambah, Handoko mengalami penurunan kesehatan, tetapi dia tidak pernah menyesali dengan apa yang sudah di lakukan.

Dan sesuai dengan kesepakatan, esok harinya pak Baskoro menjemput pak Handoko di tempat yang sudah dijanjikan untuk mengajak makan siang.

“Han.... aku bermaksud menjodohkan anakku dengan anakmu, apakah kamu setuju...? Biar persaudaraan kita terus langgeng.” Pertanyaan tiba-tiba dari pak Baskoro, setelah mereka saling menceritakan perjalanan hidup dan keluarga masing-masing. Pak Handoko kaget dengan pertanyaan sahabatnya.

“Kamu tidak salah bicara kan Bas....? Siapa aku ini....? Apakah kamu tidak malu mempunyai besan seperti aku? Kita seperti bumi dan langit Bas” Kata pak Handoko.

“Han...kalau aku malu, dari dulu aku tidak akan bersahabat denganmu. Aku tidak hanya menganggab kamu sebagai teman, tetapi lebih dari itu. Apalagi kamu sudah mengorbankan ginjalmu untuk aku, bahkan akibatnya kondisi kesehatanmu sekarang terus menurun. Aku berhutang nyawa padamu Han...” Kata pak Baskoro sambil

memegang tangan sahabatnya.

“Tapi Bas.....”

“Aku serius Han... Terus terang, anakku sudah mempunyai pacar, dan kami tidak setuju dengan pilihannya, karena dia bukan perempuan baik-baik, tetapi kami belum punya bukti. Makanya sebelum terlanjur, aku ingin menjodohkan dengan anakmu, apalagi anakmu dari fotonya saja terlihat cantik.” Kata pak Baskoro sambil menunjuk foto Karina di ponsel pak Handoko

“Tapi anakku masih kuliah...”

“Tidak masalah, biarkan dia tetap kuliah, kami yang akan membiayai sehingga dia tidak perlu bekerja lagi. Cukup konsentrasi dengan kuliahnya saja dan mengurus suaminya.”

Akhirnya pak Handoko tidak bisa menolak permintaan sahabatnya. Apalagi dia menyadari, akhir-akhir ini kesehatanya sering drop, dan dia merasa kalau umurnya mungkin tidak akan lama lagi. Dan kalau anaknya sudah menikah, apalagi dengan orang yang berasal dari keluarga yang sangat dia kenal, maka akan membuat pak Handoko tenang.

*****

“Apakah ayah yakin kalau Karin mau menerima perjodohan ini...? Karin masih muda untuk menikah yah, umurnya baru duapuluh lebih dan dia sepertinya baru menikmati kuliahnya dan pekerjaannya” Kata bu Handoko, setelah pak Handoko menceritakan semua pembicaraannya dengan sahabatnya.

“Mudah-mudahan Karin tidak keberatan bu. Apalagi ayah yakin, dalam didikan Baskoro, pasti anaknya memiliki perilaku yang baik. Ayah sangat kenal siapa Baskoro dan keluarganya. Ayah yakin Karin akan berada di tengah-tengah keluarga yang menyayanginya.”

“Ya... terserah ayah, ibu sih ikut saja dengan pilihan ayah. Mudah-mudahan pilihan ayah tidak salah dan Karin akan bahagia selamanya.”

“Tapi apakah sampai sekarang Karin belum punya pacar ya..?” Tanya pak Handoko pada istrinya.

“Ibu juga nggak tahu yah, Karin nggak pernah cerita apa-apa. Tapi sepertinya dia belum punya pacar, tidak pernah ada temannya laki-laki datang kerumah,  yang sering datang ya cuma Disti saja.”

“Jadi ibu setuju kalau ayah menjodohkan Karin dengan anaknya Baskoro.?”

“Ibu ikut ayah saja, kalau memang menurut ayah itu yang terbaik, ya..... ibu setuju. Tapi bagaimana mau ngomongnya sama Karina ya?”

“Biar nanti ayah yang  bicara sama Karin. Mudah-mudahan semuanya lancar..”

  *****

Sementara itu di sebuah rumah yang megah, terlihat pak Baskoro dan isterinya sedang bicara dengan anak sulungnya, seorang laki-laki muda yang gagah dan tampan.

“Sekarang sudah tidak jaman lagi dengan jodoh-jodohan pa, biar Seno menentukan pilihan sendiri.” Jawab Seno dengan tatapan mata yang memperlihatkan ketidak senangannya.

“Seno... dia gadis yang baik dan berasal dari keluarga baik-baik. Papa sangat mengenal orang tuanya, bahkan papa sudah berhutang nyawa dengan ayahnya. Kalau tidak ada dia, papa tidak tahu apakah papa masih ada di dunia ini sampai dengan sekarang.” Kata pak Baskoro yang kemudian menceritakan semuanya pada Seno. Bagaimana pengorbanan pak Handoko untuk dirinya dan kondisi sekarang pak Handoko yang sakit-sakitan, sedangkan papanya yang menerima donor ginjal malahan sehat.

Seno memang seorang pemuda yang sifatnya sedikit keras, tetapi selalu menurut dan patuh pada orang tuanya. Dia sangat menghormati dan sayang pada kedua orang tuanya, tapi untuk urusan istri, apakah dia juga harus patuh? Sementara saat ini dia mempunyai pacar yang sangat dicintai dan sudah berlangsung selama dua tahun. Seno sadar kalau kedua orang tuanya kurang begitu suka dengan pacarnya, entah apa sebabnya, tetapi Seno akan terus berjuang untuk mendapatkan restu. Seno benar-benar bingung dengan permintaan orang tuanya. Dia merasa sangat kesal dengan rencana perjodohan ini, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

******

Jumpa lagi di ceritaku yang baru ya.

Yuk dukung terus dengan vote, like & komen. Jangan boses-bosen ya....

Episode 3

Indahnya persahabatan

Di kampusnya, Karina adalah gadis yang banyak disukai teman-temannya, karena dia selain cantik, juga seorang yang cerdas, hatinya lembut dan selalu ceria. Setiap temannya ada kesulitan dengan pelajaran, Karina dengan senang hati akan membantu. Karina tahu, ada beberapa cowok yang memberikan perhatian dan perasaan lebih padanya, tetapi Karina menutup rapat hatinya, dia bersikap biasa, hanya menganggab semuanya sebagai teman tanpa menyakiti hati mereka. Karina tidak mau dipusingkan dengan urusan cinta dan perasaan, karena dia

bertekad akan segera menyelesaikan kuliahnya dan bekerja, agar orang tuanya segera bisa beristirahat di masa tuanya. Karina ingin membahagiakan kedua orang tuanya dengan hasil jerih payahnya. Tetapi saat bertemu dengan seorang asisten dosen yang bernama Pramudya, hati dan perasaannya tidak bisa diajak kompromi. Setiap bertemu dengan Pramudya, Karina merasa ada getaran yang berbeda, tapi dia menyimpan rapat-rapat semuanya, cukup dirinya saja yang tahu.

Sementara itu, Pramudya adalah seorang pemuda berwajah cukup tampan dengan postur tubuh yang tinggi gagah, juga menarik cewek-cewek di kampusnya, apalagi dia seorang mahasiswa berprestasi dan juga sebagai asisten dosen. Mereka berlomba menarik perhatian Pramudya untuk menjadi pacarnya, meskipun Pramudya cuek dengan semua itu, karena dia juga tidak mau disibukkan dengan cinta. Pramudya berasal dari keluarga sederhana, orang tuanya hanya seorang pensiunan guru, makanya dia mencari tambahan uang saku sebagai asisten dosen dan mengajar di tempat les, apalagi masih ada dua adiknya yang juga butuh biaya. Pramudya memang cuek dengan cewek-cewek yang mengejarnya, tetapi dengan seorang gadis bernama Karina, dia merasa tidak bisa berkutik. Sedikit-sedikit mulai tumbuh rasa yang berbeda di hatinya pada gadis itu, tetapi dia memendamnya. Dia merasa belum pantas untuk mendapatkan Karina, makanya Pramudya terus tekun belajar agar segera lulus dan bekerja. Dia akan memantaskan dirinya dulu, baru menyatakan perasaannya pada Karina, meskipun kalau ditanya, saat inipun dia sudah jatuh cinta pada gadis cantik itu.

“Karin... katanya kamu mau cerita sesuatu padaku, ayo sekarang aja” Kata Disti di kampus saat waktu kosong menunggu kelas berikutnya. Karina hanya menarik nafas panjang dengan wajah sendu. Disti memang heran, karena Karina hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang selalu ceria.

“Ayolah..... kamu cerita, siapa tahu aku bisa bantu-bantu.... Atau kamu nggak percaya aku?” Tanya Disti sambil memegang lengan sahabatnya. Karina hanya memandang Disti dengan tatapan kosong.

“Karin........” Panggil Disti lagi.

“Oke kita ke perpustakaan Dis..” Ajak Karina. Keduanyapun melangkah pelan menuju perpustakaan dan mencari tempat duduk di pojok, yang agak jauh dari kursi lainnya. Memang pagi itu suasana perpustakaan masih sepi, hanya ada satu dua mahasiswa yang sedang asyik membaca buku.

“Kamu janji akan menjaga rahasia ini..?” Tanya Karina setelah mereka duduk tenang di perpustakaan.

“Kamu nggak percaya lagi padaku Karin? Aku sahabatmu, dan kita bersahabat bukan baru sebulan dua bulan.” Jawab Disti. Memang mereka bersahabat sejak SMP, tetapi saat SMA Disti ikut orang tuanya yang pindah tugas ke luar kota, dan baru bertemu lagi sejak sama-sama kuliah, kebetulan di jurusan yang sama. Ada satu lagi sahabat mereka sejak SMP, yaitu Rossa, tetapi dia sedang kuliah di Australia, dan bisa bertemu hanya saat libur semester.

“Dis.... aku mau dijodohin dengan anak sahabat ayahku...” Kata Karina sambil menundukkan kepalanya.

“What.....!!???” Teriak Disti tanpa sadar.

“Uuuppss....” Disti langsung menutup mulutnya ketika menyadari mereka sedang di ruang perpustakaan sambil menoleh ke kiri dan kanan.

“Karin aku nggak salah dengar kan....?” Karina menggelengkan kepalanya. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya, hanya dengan satu kedipan, pasti akan meluncur di pipi yang halus itu. Dan benar, saat Karina mengedipkan matanya, air mata meluncur dengan lancar membasahi pipinya. Disti kaget dan merasa kasihan

melihat kesedihan sahabatnya.

“Kamu menerima perjodohan itu...?” Tanya Disti lagi.

“Apakah aku bisa menolaknya....?” Karina malah balik bertanya. Keduanya sama-sama diam.

“Kamu sudah kenal dia...?” Karina kembali menggelengkan kepalanya.

“Aku belum mengenal dia. Bahkan ayahku juga belum pernah bertemu.”

Karina kemudian  menceritakan sejarah persahabatan ayahnya dengan orang tua calon suaminya.

“Terus kapan kalian mau menikah? Bagaimana dengan kuliahnmu?”

“Belum ditentukan tanggalnya, tapi kemungkinan tidak akan lama lagi. Aku tetap boleh kuliah, tetapi tidak bekerja lagi.”

“Terus hubunganmu dengan pak Pramudya...?”

“Hubungan apa....?”

“Jangan bohongi hatimu. Aku tahu kamu menyimpan perasaan pada pak Pram, begitu juga dengan dia... Kelihatan kok dari mata kalian berdua...” Ledek Disti. Karina hanya tersenyum perih dan menggelengkan kepalanya.

“Benar kan... kamu naksir asisten dosen yang ganteng itu...?”

“Semuanya percuma Dis....”

“Kamu tidak berusaha berjuang..?”

“Buat apa? Aku tidak sanggub kalau harus mengecewakan kedua orang tuaku Dis”

“Jadi kamu menerima? Kamu tidak akan meperjuangkan cintamu?”

Air mata Karina kembali meleleh.

“Aku tidak tahu, apakah pak Pram mempunyai rasa padaku. Tetapi kalaupun ada, biarlah itu tetap tersimpan. Semoga dia mendapat yang lebih baik.” Kata Karina sambil menghela nafas panjang seperti orang putus asa.

*****

Di kantornya, Seno menjadi orang yang mudah emosi sejak mendengar rencana perjodohannya. Perubahan ini membingungkan sekretaris dan asistennya. Seno yang biasanya cukup ramah meskipun orangnya agak keras, tetapi berubah menjadi seseorang yang asing, menurut mereka. Beberapa hari ini, ada sedikit saja kesalahan, langsung tersulut emosinya.

Seno memang marah dengan rencana perjodohan ini, tetapi dia tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua yang sangat dihormati. Apalagi nyawa papanya tertolong berkat donor ginjal dari sahabatnya itu, sehingga yang ada, Seno menjadi marah, tetapi tidak tahu akan marah kepada siapa. Apalagi kalau mengingat, saat ini dirinya sudah mencintai seorang gadis, benar-benar membuat Seno makin frustasi.

Di rumahpun, mamanya juga merasakan perubahan anak sulungnya. Seno menjadi lebih pendiam. Pulang kantor yang biasanya masih sempat ngobrol dengan mamanya, tapi sekarang langsung masuk kamar mengurung dirinya, dan kembali keluar kamar esok harinya saat sarapan dan berangkat ke kantor. Pak Baskoro juga menyadari perubahan Seno, tetapi hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk tetap menjodohkan Seno dengan anak sahabatnya. Pak Baskoro berpendapat, ini hanya emosi sesaat Seno, lama kelamaan pasti akan berubah dengan seiring berjalannya waktu.

Malam itu, saat melihat Seno memasuki rumahnya, papanya memanggil.

“Seno setelah kamu mandi dan makan, papa sama mama mau bicara sama kamu”

“Ya pa...” Jawab Seno dengan malas. Kemudian dia memasuki kamarnya. Setelah menyelesaikan mandinya, Seno keluar kamar untuk menemui kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang keluarga.

“Kamu gak makan malam dulu...” Tanya mamanya.

“Nggak usah ma, tadi sore sudah makan di kantor..” Jawab Seno lesu.

“Seno... malam minggu besok, kita akan berkunjung ke rumah calon istrimu. Kita akan mengadakan lamaran secara resmi dan menentukan tanggal pernikahanmu. Papa minta, kamu siap-siap...” Kata pak Baskoro dengan tenang. Seno mendongakkan kepala, memandang kedua orang tuanya tanpa bisa berkata apa-apa.

******

Hai...... mampir yuk....

Setelah baca, jangan lupa mainkan jari-jari manisnya ya, untuk dukung dengan vote, like & komen.

😘😘🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!