NovelToon NovelToon

Brondong Tengil

Pernikahan

"Zel, Adikmu kabur"

"Kabur?"

"Iya, tadi mama ke kamar Amel dan mama hanya menemukan ini di kamarnya" ujar mama dengan panik sambil menyerahkan secarik kertas yang di tulis kan Amel adik ku.

Aku hanya bisa memijat pelipis dengan kedua jari berusaha meredakan rasa pusing yang tiba-tiba mendera seusai membaca surat yang di tuliskan oleh Amel.

Aku benar-benar tidak menyangka Amel bisa bertindak senekat ini. Dia kabur bersama Kekasih nya meninggalkan pernikahan perjodohan yang akan berlangsung beberapa jam lagi.

Memang sebelum perjodohan ini terjadi, Amel sudah memiliki Kekasih yang di cintai nya dan mereka berencana untuk menikah tahun depan.

Tetapi apa daya Papa sudah terlanjur menyetujui perjanjian yang di berikan om Kusuma sahabat Papa, sebagai bentuk balasan karna ia sudah mau membantu perusahaan keluarga kami dulu di masa-masa terpuruk.

Om kusuma ingin adanya perjodohan pada Putra-Putri mereka agar dapat terus menjalin persahabatan mereka semakin dekat. Perjanjian itu di buat pada saat Amel berumur 2 tahun sedangkan Rimba 5 tahun.

Tepat pada jam yang telah di tentukan rombongan keluarga pak Kusuma tiba, dan langsung saja pihak dari keluargaku membawa nya ke ruangan yg telah di siapkan untuk membahas permasalahan Amel kabur secara kekeluargaan.

Aku hanya bisa menatap Papa dan Mama yang sedang bingung dan malu saat menjelaskan semua perkara yang terjadi kepada calon Besan yang ada di depan nya saat ini. Sedangkan aku terus mencoba menelpon ke nomer ponsel Amel yang masih tidak aktif.

"Bagaimana mungkin Putri kalian kabur di saat semua tamu sudah pada hadir?" ucap Pak Kusuma dengan wajah memerah menahan amarah.

"Zela! Dia harus menggantikan Amel agar pernikahan ini tetap terlaksana. Saya tidak mau menanggung malu karna gagalnya pernikahan ini akibat ulah bodoh anakmu!" Ucap Pak Kusuma Atmaja kepada Papa dengan tegas.

"Apa? Zela gak mau pa."

"Zela gak mau menikah menggantikan Amel! Apa lagi dia umurnya jauh di bawah Zela"

tolak ku sambil menunjuk laki-laki yang duduk di sofa menatapku dengan tenang. Yang benar saja aku harus menikah dengan brondong seperti dia! Gak! Aku gak mau itu terjadi!

Papa mengusap wajah tuanya dengan kasar sambil menghela nafas panjang, Ia memandang Rimba sejenak lalu beralih menatap ku sambil berjalan mendekati ku.

"Papa tahu ini berat untukmu sayang, tapi tolong kamu bantu Papa menyelamatkan harga diri Keluarga kita sekali ini saja sayang. Papa mohon!" ujar Papa dengan nada pelan tapi masih bisa di tangkap oleh Indra pendengaran ku.

Wajah sedih dan pilu Papa akhirnya bisa membuatku hanya bisa mengangguk serta tertunduk menuruti permintaan lelaki Tua yang telah membesarkan ku dengan kasih sayang, aku tidak mungkin membiarkan kedua orang tuaku menahan malu di tengah-tengah Keluarga besar kami dan di depan para tamu yang sudah pada hadir.

"Ayo sayang, Mama temani kamu bersiap-siap karna Pak Penghulu sudah menunggu" dengan lembut Mama memegang lengan ku dan membawa ku kekamar Pengantin yang sangat indah, yang seharusnya menjadi milik Amel.

Aku menutup mata dan membiarkan para perias pengantin Profesional yang di tunjuk oleh Buk Wulan istri dari Pak Kusuma itu untuk melakukan tugas nya.

"Cantik! Kamu sungguh cantik sekali sayang memakai baju pengantin ini" ucap Mama sambil tersenyum bahagia melihat Putri Sulung nya akhirnya menikah. Yah...walau nikah dadakan sebagai pengantin pengganti.

...****************...

"Saya terima nikah dan kawin nya Arzela putri binti Herlambang dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!! ucap Rimba dengan lancar dan lantang.

"Sah para saksi?"

"Sah! Sah!"

"Alhamdulillah hirobbil alamin" ucap Pak penghulu dan di lanjutkan dengan membaca doa-doa. Setelah itu mempersilahkan Rimba untuk memasang cincin pernikahan di jari manis ku.

Aku mencium tangan lelaki yang sah menjadi imamku beberapa menit yang lalu, dibalas dengan kecupan lembut Pria itu di keningku.

Akhirnya disinilah aku duduk di atas kursi pelaminan yang seharusnya bukan menjadi milik ku, aku hanya bisa memaki adikku Amel di dalam hati.

Jika nanti aku bertemu dengan nya adik ku tersayang itu, akan ku pastikan aku akan memukul kepala nya itu. karna dia, aku harus berada di pelaminan sebagai pengantin pengganti nya.

Marah, kesal, hancur ntah kata-kata apa lagi yang dapat ku artikan sebagai gambaran hatiku saat ini. Kebebasan yang selalu aku nikmati harus berakhir dengan ikatan yang tidak pernah aku inginkan.

Akkhhh... rasa nya aku ingin menjerit melampiaskan semua kesal ini. Di usiaku 29tahun aku harus duduk di pelaminan dengan Pria yang lebih muda 5 tahun dariku.

ohhhh... tidak!! Aku pasti cuma sedang bermimpi! Siapa pun tolong bangunkan aku!

...****************...

Sudah 5 jam kami menjadi pajangan. Aku tersenyum canggung di balik hati yang bergelut antara segala rasa yang membuat dadaku sesak.

"Apa kamu baik-baik saja?" tegur Rimba, si lelaki pendiam itu akhirnya bersuara.

"Menurutmu? Apa aku bisa baik-baik saja setelah semua ini?" jawab ku sinis kepada lelaki bergelar Suamiku saat ini.

Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran lelaki di sampingku. Dia cukup tenang menghadapi pernikahan rumit ini, aku berpikir kenapa dia hanya diam saja saat Ayah nya menyuruhku menikah dengan nya. Seharusnya dia menolak atau melakukan apa gitu, biar pernikahan ini batal.

Apa dia tidak malu harus menikah dengan wanita yang lebih tua darinya? ehhhh... tapi walaupun aku tua gini-gini aku Primadona kantor ya, banyak lelaki yang menggoda dan mengajak ku nikah. Hanya aku saja yang jual mahal dan menolak karna bagiku kebebasan dan karirku yang paling penting.

Ahkkk!! Aku bisa gila!!

Bukan kamar pengantin

Sehabis acara aku bergegas kekamarku melepas semua acsesories serta baju pengantin yang cukup membuatku gerah lalu pergi mandi.

Aku pikir malam ini lebih baik aku tidur di kamarku sendiri, aku tidak mau tidur di kamar pengantin itu. Apa lagi sekamar dengan lelaki itu, ahhhh... malas banget aku harus bertemu dengan brondong satu itu.

Aku duduk di pinggir ranjang dengan menggunakan jubah mandi sambil menggosok rambut ku yang basah dengan handuk. Karna aku memang kurang suka menggunakan hair dryer, yang menurut ku hanya akan membuat rambut kering dan rusak jika terlalu sering memakainya.

"Zella!"

Ntah sejak kapan Mama sudah masuk kedalam kamarku. Tapi, ketika aku menoleh dia sudah berjalan mendekati ku yang berada di pinggir ranjang.

"Makasih ya Nak, Kamu mau menggantikan Adikmu serta menyelamatkan Keluarga kita dari rasa malu." gumam Mama sambil membelai rambutku dengan sayang, sambil melihat sekeliling kamar yang terasa ada yang berbeda di Indra penglihatan nya.

"Kenapa kamu di kamar ini? Kenapa tidak di kamar pengantin di sebelah Nak?" Mama menatap mata ku dengan penuh tanda tanya, kenapa aku lebih memilih kembali kekamarku setelah acara Pernikahan ku.

"Hmmm, Zela gak nyaman aja mah dikamar Amel. Mama tahu sendiri kan dekorasi kamar Amel itu dominan warna Pink bikin mata Zela sakit ngelihatnya" jawabku dengan bingung berharap Mama percaya dengan alasan yang aku buat. Karna memang sejak kecil Mama tahu aku tidak menyukai warna-warna feminim tersebut yang mana sangat bertolak belakang sekali dengan adik ku Amel.

"Iya.. Mama mengerti, nanti Mama beritahu Rimba bahwa kamu ada disini."

"Ehhh... gak perlu Ma, Zela rasa malam ini Rimba tidur di kamar Amel saja dan Zela di sini" ucap ku pelan dan ragu takut Mama marah dengan ucapan ku barusan.

"Tidak boleh begitu dong Zela, itu dosa! Kalian sudah Menikah secara sah! Kamu harus tidur satu kamar dengan suami mu"

Tak terasa air mataku akhirnya mengalir membasahi pipi, karna baru ku sadari kalau diri ini sudah tak bebas lagi.

"Zela..."

Pelan tangan lembutnya mengusap pipiku yang basah dengan air mata.

"Jadilah istri yang baik ya, bagi Rimba! Dia lelaki yang baik dan Mama yakin dia pasti bisa membahagiakan kamu" nasehat Mama sambil mengusap sudut mata nya yang mulai berair dengan tisu.

"hmmm"

aku hanya bisa mengangguk terpaksa atas permintaan Mama.

Melayani lelaki yang tidak aku cintai rasa nya sangat sulit ku lakukan, apa lagi pernikahan ini bukanlah pernikahan yang aku inginkan.

Bahkan yang tersisa di hatiku kini hanya rasa sedih dan kecewa.

Tok....tok...tok...

Obrolanku terhenti saat seseorang mengetuk pintu, aku menolehkan kepala untuk melihat siapa yang datang dan ternyata itu adalah Rimba.

" Ehh.. Rimba? maaf tadi Mama cuma mau meriksa Zela aja, soal nya tadi Mama lihat dia gak ada di sebelah. Di kamar pengantin kalian" ujar Mama terlihat sungkan.

Aku tahu Mama pasti malu pada Rimba, karna dalam situasi ini pihak Keluarga Rimba lah yang paling di rugikan. Apalagi, pernikahan Amel dan Rimba sudah di persiapkan setahun lama nya.

"Tidak apa - apa Mah, saya hanya bingung kenapa istri saya tidak ada di kamar" jawab Rimba sopan tapi tetap memasang ekspresi datar.

lelaki itu memandangku sekilas lalu kemudian pura-pura melihat ke jendela.

Canggung

Mama menggelengkan kepala tak enak hati.

"Ok.. sayang Mama pamit dulu ya, Zela.. ingat pesan Mama tadi ya." sebelum pergi Mama memelukku dan meninggalkan aku bersama lelaki asing bernama Rimba di kamar ini.

Ntah sudah berapa jam, menit dan detik yang kami habiskan hanya duduk diam di pinggir ranjang. Baik Aku dan Rimba sepertinya masih enggan untuk memulai bersuara.

Kami hanya bisa duduk berhadapan dengan gerakan canggung.

Lama... Aku dan Rimba terus saja membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing, sampai akhirnya aku mendengar helaan napas berat dari lelaki muda di sampingku ini.

"Kenapa kamu berada di kamar ini?" tanyanya tiba-tiba

Aku mengernyitkan dahi tak mengerti,karna fikiranku yang memang sedang tidak fokus.

"Trus...aku harus di kamar mana?" jawab ku polos.

"Apa kamu lupa kita baru saja menikah Zela? Tentu saja kamar kita di kamar pengantin" dia tersenyum tipis menatap mataku dalam.

"Hmmm... aku pikir malam ini aku akan tidur di kamar ini saja, lagi pula aku cukup terganggu dengan segala dekorasi kamar itu. Terutama warna dasar kamar itu yang ishhh" ujarku pada nya dengan expresi risih dan geli saat membayangkan warna kamar Amel yg dapat membuatku mual. Aku juga tidak tahu kenapa aku sangat membenci warna itu.

Ia hanya menggelengkan kepala pelan dan tersenyum tipis mendengarkan apa yang ku ucapkan barusan, mungkin dia merasa heran melihat ada seorang wanita yang begitu tidak suka dengan warna yang menjadi identik kaum hawa tersebut.

"Lalu kenapa kamu ada di sini?" tanya ku padanya dengan sinis

"Tentu saja tidur, karna istriku tidur disini. Lagi pula ini kan, malam pertama kita" jawab nya dengan santai sukses membuatku terlonjak kaget mendengar kata-kata nya.

"Malam pertama? Gila!" pekikku tercekat

"Big no! Jangan harap!"

Aku membuang wajah kesal. Asal dia tahu saja, aku hanya akan menyerahkan keperawanan ku pada orang yang ku cinta.

Tapi sayangnya, aku justru terjebak dalam pernikahan yang tak ku harapkan apa lagi yang jadi suami ku adalah pria yang umurnya lebih muda 5 tahun dariku.

Ahhhhh... kenapa sial sekali nasibku harus menikah dengan brondong, calon yang ditinggalkan oleh adikku sendiri. Brengsekkkkk!!

Ahhh, aku mengumpat lagi.

"Ck! Siapa juga yang mau menyentuhmu! Kecuali kalau kamu... mau"

Hampir saja ku lemparkan bantal kemukanya. Tapi, dia langsung mengibas-ngibaskan tangannya meralat. Ternyata pria satu ini lucu juga tak sedingin yang ku bayangkan.

Aku penasaran kenapa Adikku tidak menyukai pria yang menurutku tampan.

"Sorry saya bercanda! Tenanglah, Saya bukan orang yang mengambil keuntungan dalam kesempitan. Kamu bisa tidur dengan tenang, saya jamin!"

Setelah perdebatan kami. Akhirnya disinilah kami berada tidur saling beradu punggung, di atas ranjang ukuran standar milikku yang menyisakan jarak sebatas guling saja.

Karna memang di kamarku tidak memiliki sofa yang bisa dia gunakan sebagai tempat tidur. Lagi pula tak mungkin kan, aku memintanya untuk tidur di lantai beralaskan tikar.

Bagaimana jika nanti dia sakit, kan bisa panjang nanti urusan nya.

"Zel..!"

panggilnya tiba-tiba di tengah kesunyian yang terjadi diantara kami.

Aku membuka bola mataku, yang baru saja mencoba untuk terpejam.

"Hmmmm" jawabku malas dan masih di posisi yang sama.

"AC kamar mu mati ya? Kenapa udara di kamar ini panas sekali?" tanya Rimba sambil mengibas-ngibaskan baju bagian depan nya untuk menghalau rasa gerah.

"Tidak, AC nya baik-baik saja dan dalam posisi On kok" aku mengernyitkan dahi ku bingung dengan perkataan pria ini barusan, bagaimana pula dia kepanasan di udara yang full dingin seperti ini.

Anehhh!!

kucing manis

pagi ini aku bangun lebih dulu dari Rimba,

aku memutar tubuhku dan memandangi wajah nya. Wajah pria yang resmi 1 hari menjadi suami ku.

Manik mataku menatap lekat wajah nya, mata yang bulat, hidung yang sedikit mancung, rahang yang tegas, sungguh komposisi yang sangat indah. Tampan!!

" Cukup ngelihatnya sayang, aku tahu aku sangat tampan" ujar Rimba tersenyum dengan mata yang masih terpejam.

"Aishhh... kepercayaan dirimu terlalu tinggi tuan" jawabku sinis sambil mengerucutkan bibirku dan mulai beranjak dari tempat tidur.

"Akhhh.." teriak ku tercekat saat tiba-tiba tangan kekarnya menarik pinggang ku mendekat dengan posisi Rimba berada di atas menindihku.

"Aa-apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku! Atau aku akan teriak! " aku mencoba berontak mendorong dada bidang di hadapanku, mencoba melepaskan diri dari dekapan nya. Tetapi Rimba justru menarik pinggangku lebih dalam lagi hingga membuat pipi kami bersentuhan, sampai dapat kurasakan hembusan nafas hangat nya di leherku. Hingga membuat desiran aneh di dadaku seperti tersengat lebah.

" Teriak saja, apa kamu lupa kalau kita ini suami istri? hmm" dia menatapku dengan senyum menggoda.

Seketika otak ku mulai menangkap tanda bahaya dari pria di hadapan ku ini. Ohh tidak ini gak boleh terjadi. Dasar pria mesum yg menjengkelkan! Aku heran kenapa sifatnya semalam sangat berbeda dengan sekarang.

" Kau!! dasar pria..aa"

"cuup.."

belum sempat aku menyelesaikan ucapanku sudah terpotong dengan bibir Rimba yang mencium bibirku secara singkat.

"Morning kiss Baby" ucap nya dengan seringai nakal. Mataku membesar dan terpaku atas apa yang di lakukan nya tadi, dia benar-benar pria yang menyebalkan sama sekali bertolak belakang dengan sifat nya yang kemaren. Bahkan 180° berbeda dengan yang di ceritakan Amel.

Ciihhhh... pria dingin dan kaku apanya? Justru dia lebih cocok seperti pria mesum yang berengsekkk.

Saat aku masih terpaku dengan segala umpatan ku untuknya, tiba-tiba tangan nya terjulur membelai wajah ku dengan lembut.

Entah mengapa untuk sesaat aku menikmati sentuhan nya.

"Akhhh... Zela kau dapat membuat jariku hampir putus!" dia beranjak dari atasku sambil memegang jarinya yang berbentuk gigitan ku, aku menggigit jari itu saat tangan nya yang nakal mau membelai pinggir bibirku.

"Rasakan! Itu hukuman karna kamu sudah kurang ajar padaku pagi ini!" Aku beranjak pergi ke kamar mandi masih dengan mengumpat di dalam hati meninggalkan Rimba yang masih menahan sakit akibat gigitanku di jarinya.

"hehe... Kucing liar yang manis" ucap Rimba memegang bibirnya sambil melihat punggung Zela yang menjauh di balik pintu kamar mandi.

...****************...

Pagi ini kami berkumpul menikmati sarapan pagi yang telah di siapkan oleh bi Inah yang menurutku masakan nya enak.

"Apa kalian tidak ada merencanakan untuk bulan madu? Papa rasa itu bagus untuk kalian biar tambah akrab!" tanya Pak Herlambang tiba-tiba memecah kesunyian di meja makan saat ini.

"Mama setuju dengan apa yang di katakan Papa, biar Mama dan Papa cepat mendapatkan Cucu" ujar mama menimpali dengan senyum bahagia berhias di bibirnya.

"Hukkk..hukkkk" aku tersedak nasi goreng yang ku makan tadi saat mendengar pernyataan kedua orang tua di depan ku ini.

"Kamu tidak apa-apa? Rimba panik dan menyodorkan ku segelas air putih serta mengusap punggungku pelan.

Aku hanya diam tanpa menanggapi pertanyaan nya, pikiran ku masih kaget dengan apa yang di ucapkan oleh kedua orang tua ku.

Mereka bilang tadi apa? Cucu? Hahaha mana mungkin aku memiliki anak dari pria ini. Tidak! Aku tidak mau!

"Sepertinya kami belum bisa merencanakan itu Pa, karna Zela masih sibuk dengan kerjaan. Besok juga Zela udah masuk kerja" ucapku setelah berusaha menetralkan keterkejutanku tadi.

" Loh... kok besok udah masuk kerja Zel? Kamu gak ambil cuti panjang ya?"

"Tidak Ma, Zela kan hanya mengajukan cuti 2 hari untuk menghadiri acara pernikahan. Mana Zela tahu kalau akhirnya Zela yang nikah" jawabku sambil menghela napas, dan menatap mata Rimba yang sejak tadi melirik ke arahku seolah tidak setuju dengan apa yang ku ucapkan.

"Sebaik nya kamu mengajukan perpajangan izin cuti? Dan sekalian memberi tahukan kalau status kamu sekarang sudah menikah!" Ujar pria itu tiba-tiba dengan menatap mataku seolah mengatakan bahwa apa yang di katakannya itu perintah.

"Iya, Papa setuju apa yang di katakan suamimu"

"Akan Zela pikirkan nanti. Tapi tidak untuk saat ini, karna Zela sedang tidak ingin timbul banyak pertanyaan di kantor nantinya. Kalian semuakan tahu pernikahan ini terjadi karna apa! Zela udah selesai Ma,Pa.

Zela duluan ya, mau keatas dulu?" ujarku mengakhiri makanku dan bergegas ke kamar meninggalkan tatapan mata mereka yang melihatku dengan tatapan yang sulit ku artikan.

...****************...

Aku melangkahkan kakiku ke kantor, yang pastinya diantar suami berondongku setelah perdebatan panjang kami. Aku hanya tidak mau teman-temanku melihat Rimba dan tahu kalau kami sudah menikah.

Wahhhh mau ditaroh mana mukaku jika mereka tahu aku menikah dengan pria yang usianya jauh lebih muda dariku, apa lagi hanya sebagai mempelai pengganti adikku yang kabur. Haduhhhh semua ini benar-benar membuat mood pagiku hancur.

"Pagi Zela?" sapa Robby teman kantorku satu ruangan saat aku menuju meja kerjaku.

"Pagi" jawabku yang pastinya dengan senyum manis. Ini lah yang ku suka dari status singgel ku dulu, aku bebas bermain dari satu hati ke hati yang lain.

Aku berkutat dengan banyak berkas kerja yang harus aku selesaikan setelah 2 hari libur, hingga tanpa ku sadari ada langkah kaki seseorang yg mendekati meja kerjaku.

" Ehhh si pengantin baru, sibuk benar sampai lupa makan siang" ujar Dinda sahabatku, kami satu kantor hanya beda ruangan saja.

"Husst... suara lo! Nanti ada yang dengar! " Jawabku sambil menaruh satu jari di bibir sambil kepalaku menoleh ke kiri dan kekanan takut ada yang mendengar suara cempreng Dinda tadi. Ahhh selamat untung udah sepi...

ya, diantara teman kantor ku hanya Dinda yang tahu bahwa aku udah menikah, karna saat itu memang hanya dia yang hadir di acara pernikahan Amel yang berubah menjadi acara pernikahan ku dalam beberapa jam saja.

"Lihat apa sih lo? Panik bener? " sambil mengikuti apa yang kulakukan melirik kanan kiri.

"Gue takut ada yang dengar ucapan lo, bisa ****** gue kalau ada yang tahu kalo gue udah nikah. Mana sama brondong lagi, bisa rusak reputasi gue sebagai primadona kantor" ujarku dengan nada yang di buat sedramatisir mungkin.

"Ya elahhh... udah nikah masih ganjen aja lo. Biar brondong mah yang pentingkan cakep!.

Btw gimana tuh tadi malam? Hot gak ?" tanya Dinda nyengir sambil kedua alis mata yang di naik turunkan, sukses membuat aku bergidik ngeri.

"Hot pala Lo peyang, mesum aja nih otak siang-siang. yuk ahh kita ke kantin gue udah lapar!" ujarku kesal sambil menarik tangan Dinda yang masih senyam-senyum gak jelas itu ke kantin.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!