NovelToon NovelToon

BUKAN PELAKOR

Ketika Gosip Itu Datang

Awalnya aku benar-benar marah, sedih, kecewa. Tak tahan dengan gunjingan mulut-mulut liar nan tajam. Kritikan pedas, cibiran nyinyir lidah-lidah tak bertulang. Rasanya muak sekali mendengar omong kosong mereka.

"Dasar pelakor!"

"Munafik!"

"Wanita penggoda!"

Empat bulan yang lalu, tepatnya Agustus, aku mengenal seorang laki-laki di media sosial, Facebook. Namanya, Rangga. Seorang driver truk lintas Jakarta.

[Hai, boleh kenalan?] sapa Rangga via messenger.

[Boleh.]

[Em ... sudah menikah?]

[Sudah.]

[Hm ... Sayang sekali ya.]

Tanpa kubalas, segera kumatikan sambungan data ponsel. Enggan menanggapi lelaki playboy tersebut.

Beberapa jam kemudian, kubuka kembali hp-ku. Kuaktifkan sambungan data dalam posisi on.

TING! TING! TING!

Pesan beruntun masuk.

[Kamu cantik ya, manis.]

[Mau donk di-kiss?]

[Kok nggak dibales sih.]

[Jutek amat.]

[Sayang?]

Rasa kesal perlahan hinggap di benak. Aku tahu siapa lelaki ini. Dia suami dari temanku, Dewi. Yang merupakan tetangga desa. Entah apa yang merasukinya, hampir setiap wanita ia godai. Meski hanya di media sosial seperti, Facebook dan Instagram, sifatnya membuat banyak orang muak dan sebal.

Karena tidak mau terus diganggu, segera kuketik pesan.

[AKU SUDAH PUNYA SUAMI. TOLONG JANGAN GANGGU AKU!] Sengaja kuketik dengan huruf kapital semua sebagai peringatan dan penegasan.

[Hm ... Mamas ingin peluk tubuhmu yang semok dan bohai, deh!]

[DASAR COWOK GANJEN! GENIT!] balasku dengan super kesal.

[Munafik! Awas kamu ya! Kamu akan menyesal!] ancam Rangga.

Begitu isi messenger terakhir sebelum akhirnya kublokir akun FB-nya. Ingin rasanya kuadukan pada Dewi, perihal kelakuan suaminya tersebut. Namun, aku khawatir jika nanti malah menimbulkan masalah. Meski sebenarnya Dewi pun sudah hafal betul karakter suaminya yang genit..

Aku pernah satu kali bertemu Rangga, saat menghadiri acara resepsi pernikahan Karina. Kami pun pernah bersalaman waktu itu, aku bersama suamiku, dan Rangga bersama istrinya. Mungkin ia sedang mencoba menggodaku dengan berpura-pura tidak mengenalku di Facebook.

Seminggu berlalu. Minggu pagi ini terasa berbeda. Aku berjalan melewati gang komplek perumahan. Kuamati raut muka ibu-ibu yang tengah berbelanja sayur di depan rumah Bu RT.

"Sst ... orangnya datang, diam Ibu-Ibu!" Salah seorang dari mereka segera berbisik-bisik ketika melihatku muncul dari gang.

Kuperhatikan bibir-bibir mereka ada yang mencibir, ada pula yang sengaja membuang muka, dan ada yang tiba-tiba menyindir dengan kata-kata yang tidak bisa kupahami maksud dari ucapannya.

"Buat apa berkerudung, pakaian tertutup, tapi hatinya munafik!" sindir Bu Wati, tetanggaku.

Kuhampiri tukang sayur yang hampir tidak terlihat, disebabkan kerumunan ibu-ibu yang sedang sibuk memilah-milah sayuran.

"Assalamualaikum ...," sapaku ramah seperti biasa. Tidak ada satu pun jawaban dari mereka. Ada sesuatu yang aneh dalam pikirku. Ada apa ini?

"Waalaikumsalam ... Bu Ima, ayo dipilih sayurannya, Bu," sahut Pak Nasril, tukang sayur keliling, seraya menawarkan sayuran.

Sambil memilih sayuran, aku mencoba positive thinking terhadap mereka.

"Kurang duit kali ya, atau suaminya yang kurang hot," cibir Bu Ana seraya memonyongkan bibirnya yang tebal.

"Atau kurang banyak," sahut Bu Wati.

Aku masih diam tak bergeming. Awalnya kupikir mereka bukan menggosipkan diriku. Tetapi setelah mendengar sindiran dan mengamati gerak-gerik mereka, aku yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres.

Mereka terus mencibir. Tanpa kutahu apa salahku. Kuambil beberapa sayuran, lalu kubayar dan bergegas pergi meninggalkan mereka.

Perasaanku tak keruan. Dalam pikirku, pasti ada yang tidak beres. Tetapi apa?

Sampai di depan rumah, tampak ada seorang wanita yang tidak asing bagiku, sedang marah-marah terhadap suamiku.

"Makanya, kalau punya istri tuh, dijaga! Jangan dibiarkan menggoda suami orang, donk!"

"Maksudnya apa? Maaf Bu, bisa tolong dijelaskan?"

"Ada apa Wi?" tanyaku langsung, memecah perbincangan mereka berdua.

Dewi dan suamiku menoleh ke arahku bersamaan.

"Eh, itu orangnya. Sini kamu! Dasar pelakor!" Sambil marah-marah Dewi menyeret lenganku dan mendorongku sampai terjatuh di depan mereka.

Sayuran dalam kantong plastik yang kubawa pun berceceran. Tetangga mulai ramai berbondong-bondong di halaman rumahku, seakan ingin menyaksikan tontonan menarik yang tengah terjadi.

"Ada apa sih, Wi? Kenapa kamu marah-marah? Apa salahku?" tanyaku seraya berdiri.

"Apa salahmu? Hah! Dasar wanita ini! Pura-pura tak tahu. Munafik! Buka saja nih, jilbab!" Tiba-tiba Dewi menyeret kerudungku sampai hampir terlepas.

"Wi, aku salah apa? Jelasin Wi, aku enggak paham kenapa kamu marah-marah?" Dengan sabar kucoba untuk menahan emosi. Tak mau terpancing dengan perlakuan Dewi.

"Kamu ngapain selingkuh dengan suamiku? Kamu juga wanita, Ima. Harusnya kamu mengerti perasaanku. Sakit, Ima, sakit!"

Suamiku yang sedari tadi kebingungan mulai emosi. Matanya mendelik tajam ke arahku. Ada binar kecurigaan di sana.

"Benarkah kamu selingkuh, Dek? Jawab!" Geram mas Bastian, suamiku.

"Enggak, Mas? Pasti aku difitnah, Mas, percayalah!"

"Bohong! Aku lihat sendiri chat di WhatsApp Mas Rangga, namanya Ima. Aku baca semua chatting kalian. Tega kamu, Ima!" Suaranya mulai serak, air mata mulai mengalir di pipi wanita berusia 25 tahun, bertubuh kurus tersebut.

"Wi, dengarkan aku! Aku bukan pelakor, Wi! Aku pasti difitnah, percaya sama aku, Wi! Kita adalah sahabat, mana mungkin aku melakukan hal itu? Kamu sudah mengenalku sejak lama, bukan?" jelasku, seraya menenangkan sahabat yang sudah sejak seragam putih merah itu.

"Mas Rangga juga sudah mengaku bahwa dia memang sudah lama berhubungan denganmu, Ima! Kamu mau bilang ini lelucon? Khilaf?"

"Dek!"

"Mas, dengerin aku dulu!" Kucegah mas Bastian pergi. Namun nihil. Mas Bastian tak bergeming sedikit pun dengan ucapanku. Di-starternya motor matic hitamnya, kemudian pergi entah mau ke mana.

"Ingat, Ima! Persahabatan kita putus! Aku tidak sudi memiliki teman yang sudah mengkhianatiku. Pelakor!"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku. Rasa malu dan sedih tak mampu lagi kubendung. Air mata mulai meluncur di pipiku. Satu per satu tetangga yang berkerumun pun pergi.

Entah cobaan apa ini. Kurasa dunia sedang tak berpihak kepadaku.

Usai melayangkan tamparan padaku, Dewi pun pergi. Bukan lara di pipi yang terasa sakitnya. Namun, perih di dada lebih sakit dari itu. Suami dan sahabatku sendiri tak mempercayaiku.

Kulangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kubiarkan belanjaan sayur berhamburan di teras. Pikiranku kacau.

Suara tangisan bayi terdengar nyaring sekali. Aku berlari menuju kamar.

"Sayang, kamu sudah bangun ya, Nak?"

Baby Arka tetap menangis. Seperti tahu apa yang terjadi pada ibunya. Anakku yang baru berusia enam bulan, tetap menangis. Menyusu tak mau, ditimang pun tetap menangis.

"Tenang, Sayang, cup ... cup ... Sayang ...."

"Mama bukan pelakor!" ucapku lirih. Air mataku kembali menetes bersama tangisan Arka.

-- BERSAMBUNG --

_____________________________________________

Halo, Readers Kece Noveltoon ...!

Selamat datang di novel BUKAN PELAKOR.

Jika yang kalian cari adalah kisah CEO, Tuan Muda, atau Pernikahan Perjodohan. Mungkin novelku bukan pilihan yang tepat.

Novel ini hanyalah sebuah kisah, yang diadaptasi dari kisah kehidupan seseorang. Yang telah banyak dimodifikasi. Alurnya seperti kehidupan pada umumnya.

Ini kisah perjalanan cinta sejati, penghianatan, karma, dan penyesalan. Tentang kesabaran dan keikhlasan yang berbuah manis. Jadi, jika kalian siap untuk mencoba kisah yang berbeda, novel ini adalah pilihan yang sangat tepat.

Khusus untuk para wanita yang sabar dan mau mengambil hikmah dari sepenggal kisah BUKAN PELAKOR. Serta novel ini dikhususkan hanya untuk usia dewasa (21+) karena terdapat adegan yang tidak sesuai untuk usia di bawah itu.

[Untuk para remaja maupun Bunda Kece, disarankan membaca juga, novel berjudul : Selaput Daraku.

Itu adalah novel karyaku. Silakan baca. Dijamin seru dan anti mainstream.]

Thank you ...!

Perjanjian Rahasia

...KHUSUS DI BAB INI, AUTHOR MENGGUNAKAN POV 3! SELAMAT MEMBACA!...

Dewi kembali ke rumah. Segera ia bayar ongkos ojek online. Matanya menatap heran pada sebuah motor matic hitam yang terparkir persis di halaman rumahnya. Perasannya mulai resah. Bayangan pertempuran akan dua lelaki jantan muncul di otaknya.

'Jangan-jangan?' Pikirannya tertuju pada suami Ima. Bergegas ia membuka pintu, dan ....

Betapa terherannya Dewi. Mendapati dua orang lelaki yang sedang duduk di ruang tamu. Hening, sepi. Apa yang terjadi?

'Mereka tidak sedang bertengkar?' batinnya.

Suami Dewi tampak senyam-senyum sendiri memandangi mimik wajah pria yang duduk di hadapannya.

"Kalian!" Dewi masih terpaku memandang situasi aneh di hadapannya. Seperti sedang membicarakan sesuatu. Rangga dan Bastian sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Dewi.

Aneh. Bastian tampak sedang kebingungan. Entah apa yang tengah mereka bicarakan. Duduk berhadapan tanpa terjadi sesuatu, setelah kejadian tadi, itu aneh!

Dewi yang sedari tadi mengamati dua orang tersebut, kini memilih beranjak ke ruang tengah. Di situ ia memasang telinga untuk menguping pembicaraan mereka.

"Bagaimana menurutmu, Bas?"

"Baiklah. Tapi ingat! Kamu sudah berjanji, Ga!"

"Oke, deal!" Rangga mengulurkan tangannya pada Bastian.

"Deal!"

Begitu mereka berjabat tangan tanda setuju, Bastian pun pergi.

Dewi yang sedari tadi mencoba mencari tahu tentang apa yang mereka diskusikan pun tak memperoleh jawaban. Dihampirinya lelaki tinggi dengan alis tebal tersebut.

"Apa yang tadi kalian bicarakan? Kalian tidak bertengkar?" tanya Dewi penasaran.

"Bertengkar? Untuk apa?" Rangga ngeloyor menuju family room, tak mempedulikan pertanyaan istrinya.

"Jawab dulu pertanyaanku, Mas! Jelaskan apa yang kamu sembunyikan dariku?" Dewi menarik lengan suaminya agar menghentikan langkahnya.

"Itu bukan urusanmu!" Rangga mengempaskan tarikan Dewi, kemudian duduk di sofa. Tangannya meraih remote televisi yang tergolek di atas sofa. Distelnya sebuah channel berita.

Dewi menatap semakin heran pada suaminya itu. Tidak tampak ada masalah sedikit pun di wajah pria berkumis tipis itu. Romannya seperti sedang bahagia. Senyum tipis-tipis sesekali hinggap di wajahnya yang tampan. Bagai orang yang tengah menang taruhan. Atau bak orang yang baru menang undian.

"Perjanjian apa yang kalian buat, Mas?" Dewi mendekati suaminya yang asyik menatap layar televisi.

"Mas!"

Dewi menyerah. Suaminya tak mau menjelaskan apa pun. Tetap saja, rasa penasarannya semakin tinggi. Suaminya memang seperti itu, cuek.

"Aku akan mencari tahu sendiri! Pasti ada sesuatu yang tidak beres diantara kalian!" Melangkah pergi dengan sedikit kesal meninggalkan suaminya.

Bagi Dewi, Rangga secara fisik adalah tipe pria idaman. Postur tubuh yang atletis, wajah tampan, dan berkulit putih bersih, cukup menggoda pandangan. Hanya saja, tingkah playboy-nya masih sampai sekarang. Rangga suka menggoda gadis-gadis cantik, janda, bahkan istri orang. Meski hanya di sosmed, tetap saja Dewi cemburu.

Terlebih chattingan mesra yang ia temukan di handphone Mas Rangga. Kontak WhatsApp dengan nama, Ima Sayang. Cukup mengejutkannya, seorang wanita yang dianggap shalehah seperti Ima, sampai melakukan hal semacam itu. Apalagi Ima adalah sahabat karibnya sejak SD. Sahabat sepermainan, sahabat seperguruan pula -- sekolah maksudnya --. Meski awalnya ragu, karena Ima adalah wanita yang dikenalnya baik. Namun, bukti sudah tertuju pada tersangka.

Yang masih mengganjal pikirannya adalah kejadian tadi. Perjanjian. Apa yang mereka setujui? Apakah mereka tak bertengkar? Bagaimana mungkin mereka tidak bertengkar, sedangkan Bastian tampak kecewa dan marah sekali terhadap ulah istrinya? Apa mereka merencanakan sesuatu?

'Ah, nanti akan kuselidiki sendiri!' batin Dewi.

-- BERSAMBUNG --

___________________________________________

Hola, Readers Kece ...!

Dalam kisah BUKAN PELAKOR ini, terdapat banyak teka-teki. Saya jamin, kalian tidak akan kecewa karena mengikuti novel ini sampai ENDING.

Selain kisahnya Anti Mainstream (Beda dengan yang lain), novel ini menyajikan nilai-nilai dalam kehidupan berumah tangga.

Author bersikeras menyajikan kisah paling menarik, menguras air mata, dan penuh canda tawa.

Hanya di sini, kalian patut mencoba petualangan baru, dalam sepaket kisah penuh hikmah di "BUKAN PELAKOR".

Thank you ...!

Kepercayaan Itu Kuraih Kembali

Terdengar suara motor Mas Bastian.

Krekk!

Lalu suara pintu terbuka.

"Mas, sudah pulang?" Kuhampiri suamiku yang baru pulang, entah dari mana.

Suamiku tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah ngeloyor ke dalam kamar. Kucium kening Arka, yang masih dalam gendonganku.

"Maafkan Papa ya, Sayang? Mungkin Papa capek." Kutatap wajah polos bayiku. Biasanya Mas Bastian selalu mencium Arka setibanya pulang di rumah.

Kususui Arka, lalu kutidurkan dia di ranjang bayi. Setelah itu kudekati Mas Bastian yang sedang sibuk bermain handphone. Kutatap jam beker di atas meja menunjukkan pukul 10 malam.

"Mas, dari mana? Jam segini baru pulang?" tanyaku seraya duduk di samping suamiku yang sedang berbaring di kasur.

Mas Bastian tak menyahut sama sekali. Matanya sibuk menatap benda pipih lima inchi tersebut.

"Mas, masih marah?" Kubaringkan tubuh di samping tubuhnya. "Mas?"

Kumiringkan tubuhku. Kuambil paksa sebuah handphone dari tangan suamiku. Sengaja agar ia mau mengalihkan perhatiannya. Kuletakkan handphone itu di atas meja samping ranjang. Lalu kuraih telapak tangannya kemudian kukecup mesra punggung tangan suamiku.

"Mas ... percayalah padaku! Aku tidak melakukan apa yang dituduhkan Dewi terhadapku. Aku yakin ini hanyalah fitnah, Mas. Jika Mas masih tidak percaya, biar aku minta bukti dari tuduhan Dewi padaku. Lagi pula, aku tidak pernah chat WA dengan suami Dewi. Punya kontaknya saja, tidak! Jika Mas masih diam. Biar aku yang menemuinya besok!" tuturku.

Tampak mata suamiku menajam, menatapku lekat-lekat. "Jangan! Ma-maksudku, tidak usah. Biarlah ... aku sudah tidak mempedulikan hal itu. Lupakanlah!" Terdengar aneh di telinga. Tadi pagi, ia pergi dengan teramat marah. Mengapa begitu mudahnya suamiku melupakan kejadian itu.

"Mas, percaya padaku?" Kuhadapkan wajah suamiku agar menatapku. Kini wajah kami hanya berjarak lima sentimeter.

Sejenak ia terdiam, lalu balik bertanya, "Bagaimana denganmu? Apa kamu mempercayaiku sepenuhnya?"

Ada sebersit cahaya aneh di mata lelakiku. Aku merasa ada sesuatu yang membuat hatiku resah. Namun, aku mencoba menyingkirkan terka di benakku. "Aku mempercayaimu seutuhnya, Mas."

Cup! Satu kecupan lembut mendarat di keningku.

"Terimakasih .... " ucapnya. Kemudian memelukku erat.

Rasanya gundah di hatiku langsung sirna seketika. Kubenamkan wajah ke dalam pelukannya. Merasakan romantisme yang hampir terkoyak emosi. Tangan kami saling mendekap. Kehangatan mengalir di malam yang dingin.

Setelah beberapa menit kami terdiam dalam pelukan, kutanyakan sebuah hal pada suamiku. "Mas, saat pertama melihatku, dulu kamu pernah bilang, harapan terbesarmu adalah memilikiku. Dan saat pertama kita berkencan, kamu berharap bisa menikahiku. Lalu saat malam pertama kamu bilang, ingin memiliki seorang anak laki-laki. Boleh kutanya, harapan indah apalagi yang ingin kamu panjatkan?"

Sejenak ia diam, melepaskan pelukannya, menatapku lebih dalam. Sebuah senyum manis tergambar di bibirnya yang sensual. "Harapan terbesarku kini adalah melihat bidadariku dan jagoan kecilku bahagia."

Kudekap kembali tubuh kekar suamiku lebih erat dari sebelumnya. Melodi mesra bermain ria di hatiku. Rasa sedih dan pilu hari ini seakan lenyap, sirna. Cobaan yang hampir saja mengusik rumah tanggaku, terempas begitu saja. Kurasa aku sudah lega.

Cup! Bukan kecupan di kening. Bibir kami saling bertaut. Getar cinta yang sama seperti sebelumnya kembali terasa. Mata kami saling terpejam, menikmati sensasi asmara dua sejoli yang baru saja berbaikan.

Begitu romantis malam ini, disertai rintik-rintik air langit yang mulai berjatuhan. Kehangatan terkuak di malam yang dingin.

"Eakk ... eakk .... "

Suara tangisan Arka menghentikan kami. Kami pun saling bertatap lucu. Arka terbangun di saat yang kurang tepat.

"Sepertinya bukan kamu saja yang menginginkan dekapan hangatku. Arka juga." Ledek suamiku, lalu menyentil hidungku menggunakan telunjuknya. Mas Bastian agak terkekeh menatap wajah kesalku.

"Apaan sih, Mas!" Aku tersenyum malu. Kurasa ada lebih banyak waktu malam ini yang akan kami habiskan berdua. Dan aku hampir saja lupa, bahwa kini kami bukan hanya berdua, tetapi bertiga bersama Arka. Buah hati tercinta kami. Harapan terbesar kami ada padamu, Anakku Sayang.

-- BERSAMBUNG --

______________________________________________

Hola, Readers Tersayang ...!

Masih stay di sini?

Harus, dong?

Temukan sensasi berbeda melalui lembar per lembar kisah BUKAN PELAKOR. Rasakan betapa indahnya cinta, betapa menyakitkan penghianatan, dan betapa memilukan penyesalan.

Hanya di novel ini kalian bisa menemui kisah Anti Mainstream. Dan Author akan terus berusaha menyajikan kisah yang sedikit berbeda dari biasanya.

Diadaptasi dari kehidupan nyata, kisah-kisah dalam dunia ini akan Author sulap menjadi kisah-kisah sedikit luar biasa.

Silakan ikuti sampai ENDING. Jangan lupa untuk FOLLOW, ya?

Thank you ...!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!