Sorot lampu yang berputar-putar bahkan suara musik yang teramat nyaring. Membuat semua orang yang mendengarnya terlihat berjoget-joget menikmati alunan musik. Bartender yang merupakan wanita seksi dengan baju ketat dan terbuka juga begitu sibuk menyediakan minuman bagi para tamu. Tempat ramai dan juga begitu sesak oleh para hawa dan juga kaum adam.
Lalu di lantai atas terlihat wanita seksi dengan baju ketat selutut sedang memegang cue billiard. Potongan baju sedada berwarna merah tanpa lengan begitu sempurna melekat di tubuhnya. Bahkan ia memopang gundukan sintal dengan baik hingga lipatan dadanya begitu menggoda.
Badannya membungkuk, mata bermanik coklat tersebut sedang fokus pada ujung cue yang searah dengan bola cue. Ia mencoba membidik bola yang hanya tersisa satu di atas meja. Bola terakhir, yang menentukan nasib dirinya.
Membuat semua pria meleleh melihat Aneska dengan posisi tersebut. Posisi yang membuat kejant*nan kaum adam tergoncang. Akhirnya satu bidikan berhasil mengenai bola hingga masuk ke lubang, seperti biasanya Aneska menang dalam permainan tersebut.
Namanya adalah Aneska Clarentta Diandara, yang bisa di panggil Aneska dan sering di puji cantik oleh kaum kalangan adam. Bahkan semua wanita juga ikut iri memandang Aneska yang cantik sempurna. Bak dewi yang turun dari kayangan.
Bukan hanya iri soal kecantikan yang sempurna, tubuh yang ideal. Melainkan juga kepintaran Aneska bermain billiard. Selain itu juga karena sikap peduli dan baik hatinya.
Tidak bisa di pungkiri jika dirinya memang benar-benar ahli. Sampai saat ini pun tidak ada yang bisa menandingi keahliannya bermain billiard cue, keahliannya tersebut sudah diturunkan oleh sang ayah yang juga sangat mahir. Tapi sayang, ayahnya telah meninggalkan dirinya sejak Aneska masih usia belasan tahun.
" Arghh bagaimana bisa. Ah, aku kalah lagi!" Ucap Pria tua yang merupakan lawan Aneska. Pria tua tersebut memegang kepalanya dan menggeram kesal lalu mengeluarkan uang dari dompet tebalnya.
" Nes, semalam saja. Aku ingin menikmati tub*hmu yang seksi ini! Om, janji akan memberikan apapun yang kamu inginkan." Ucap pria tersebut melirik dengan tatapan penuh hasrat kepada Aneska dan memaksanya.
" Tidak bisa om, jika om bisa mengalahkanku. Om bisa bermalam denganku!" Ucap Aneska sambil mengira uang yang baru saja di terimanya dari lawan dengan trampil dan santai.
" Ah, baiklah. Aku akan kembali besok! Aku pasti bisa menjadi orang pertama yang tidur denganmu!" Ucap pria tersebut tidak menyerah dengan tatapan tergoda dengan tubuh dan kecantikan Aneska.
"Mimpi! Aku akan menggosok habis uangmu! Dan kamu tidak bisa berbuat-buat apa-apa! Kamu sungguh akan menyesal bertarung denganku! Bahkan, mungkin istrimu akan berterima kasih kepadaku karena menyadarkanmu! " Batin Aneska merutuki pria hidung bel*ng yang baru saja kalah main billiard bersama Aneska.
Sedangkan wanita yang sudah tidak terlalu muda tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap Aneska yang merupakan putrinya.
" Anes! jangan sampai kamu membuat tamu kita kecewa. Jika tidak, mamy tidak akan memaafkanmu!" Ucap wanita itu yang bernama mamy Berta. Berta sangat takut kehilangan pelanggannya, karena para tamunya adalah sumber kehidupannya. Sedangkan Aneska selalu mempermainkan para tamunya.
" Tidak akan my, buktinya om itu sudah tiga kali ngajak Anes tanding. Percaya dengan Anes. Besok dia akan datang!" Ucap Aneska penuh percaya diri dan yakin.
Karena bagi seorang pria, wanita yang menarik sulit di dapat. Siapa sih yang tidak tertarik dan juga tidak penasaran kepada Aneska? Tentu semua yang melihatnya untuk pertama kali akan tergoda, semakin lama semakin tergoda dan menggila karena Aneska sulit di dapat dan begitu penasaran.
" Mamy tidak mau kehilangan pelanggan sekaya dia. Ingat, jangan lupa jika kita bisa hidup karena mereka!" Ucap Berta dengan tatapan tajam mengingatkan Aneska.
Sebenarnya yang lebih di takutkan oleh Bertha adalah keselamatan putrinya sendiri. Bertha berpikir, bagaimana jika sampai ada yang mengalahkannya. Bertha sendiri tidak bisa membantu lebih jauh lagi jika membahas tentang kekuasaan. Bertha hanya memiliki club yang tidak terlalu besar ini. Bertha takut tidak bisa membelanya.
Dimana yang datang serta menjadi lawan Aneska adalah orang berada, Bertha pun juga sering cekcok dengan para tamunya jika menyangkut putrinya tersebut.
" Dan Anes tidak akan pernah mengikuti jejak mamy! Tidak akan pernah!" Ucap Aneska berdecak marah dan bergegas meninggalkan ibunya yang juga marah.
Walaupun ia begitu kuat menghadapi para lelaki hidung belang, namun hatinya juga rapuh. Dia seorang wanita, dia juga ingin menjadi wanita yang sukses dan mempunyai pekerjaan lain.
Namun apa daya, dia hanya wanita lulusan SMA. Masa yang begitu pahit, sepahit sekarang. Di sekolah dulu Aneska sering di bully, di hujat karena ibunya yang merupakan seorang germo. Walaupun begitu Aneska sangat menyayangi ibunya, bagaimana pun ibunya telah membesarkannya sekaligus melahirkannya.
" Ada apa Nes?" Ucap Klarin yang merupakan Psk di tempat tersebut melihat wajah Aneska yang murung.
" Tidak apa-apa Kla! Hanya saja soflenku terasa perih!" Ucap Aneska beralasan. Padahal hatinya begitu banyak menyimpan beban, namun Aneska pintar menutupinya.
Yah, begitulah Aneska. Tidak ingin orang lain mengetahui isi hatinya. Tidak ingin merasa dikasihi, ia sangat pintar memasang topeng kebahagian di wajahnya.
" Lebih baik kamu segera menggantinya. Bukankan itu sudah lama!" Ucap Klarin sambil menuangkan botol minuman beralkohol ke dalam gelas.
Dimana Klarin mengetahui isi hati Aneska walaupun tidak banyak. Dimana ia sudah menjadi teman lama mengobrol Aneska. Jadi Klarin mengetahui gerak gerik Aneska yang sedang sedih. Tapi Klarin juga tidak ingin menanyakannya takut membuat Aneska malah bertambah sedih.
" Ya benar, tapi aku sangat menyukai warna ini!" Ucap Aneska mengusap air matanya yang menggenang di pelupuk matanya.
Aneska selalu menyimpan rasa kesalnya, kecewanya, sakitnya di dalam hati yang sangat dalam. Bahkan ia sendiri tidak ingin membagi bebannya kepada orang lain walaupun hanya sedikit. Aneska tidak suka menerima uluran tangan orang lain. Ya itulah Aneska, wanita kuat dari dunia malam.
Dunia yang telah membesarkannya, dunia yang menyesakkan, Dunia yang penuh lika liku kehidupan, dimana banyak pecahan kaca yang harus ia lewati. Dimana banyak pasang mata yang memandang begitu buruk seburuknya.
" Aku akan pergi dulu, ingin menghirup udara malam! " Jelas Aneska melangkah bergerak keluar dari club yang ramai dan sesak tersebut.
Dimana banyak pasang mata tetap memandangnya dengan penuh hasrat. Dimana kaki jenjangnya yang putih berlenggak lenggok bak model. Dimana wajahnya sedikit murung namun indah. Dimana air matanya enggan untuk keluar agar tetap enak di pandang oleh mata penuh nafsu.
" Baiklah! " Ucap Klarin melihat kepergian wanita cantik tersebut dan melanjutkan pekerjaannya.
Kaki putih jenjang itu melangkah menjauh dari diskotik. Higheals yang cukup tinggi berwarna gold itu menghiasi kakinya dan menambah kesan tinggi. Ia melangkah dengan lancar tanpa kesulitan, sudah biasa baginya memakai berbagai macam model sepatu berhak. Layaknya seorang modeling yang berjalan di catwalk.
Semenjak dirinya belia, Aneska mulai mengenal sesuatu yang berbau penampilan yang serba menyolok. Yah, hanya itu yang bisa dia pelajari dari lingkungan sekitarnya. Rambut pirang yang bergelombang dan di biarkan terurai, panjangnya sepinggang, make up mencolok, menempel sempurna di wajahnya yang memang sudah terlahir menjadi wanita cantik.
Bahkan gaun ketat yang membungkus tubuhnya senada dengan warna bibirnya. Dia memang benar-benar cantik, matanya yang bulat dengan tambahan bulu mata palsu, di tambah hidung kecil dan mancung.
Banyak sudut pandang berbeda menilainya. Ada yang mengakuinya jika dirinya adalah wanita tercantik, bahkan memang jadi primadona di diskotiknya sendiri, lebih tepatnya diskotik Berta yang merupakan ibunya.
Dan ada yang beranggapan bahwa wajahnya yang cantik hanya untuk modal jual diri. Berbagai macam tanggapan sudah terbiasa masuk ke dalam telinga Aneska. Namun apa daya, Aneska hanya tersenyum, bahwa yang tau kebenaran mengenai dirinya adalah Aneska sendiri, siapa lagi? fikirnya. Tidak ada yang mampu memahaminya selain dirinya.
Crucuk...
Crucuk...
Tiba-tiba perut Aneska bunyi lagi, ia merasa lapar. Rasanya ia ingin melahap makanan. Di diskotiknya ia tinggal, tidak ada makanan berat, hanya minuman berakohol dan juga makanan ringan. Di tambah, mamynya yan tidak pernah memasak. Berta sibuk mengurus para tamu dan pekerjanya di diskotik.
" Ah, bisakah kau bersabar! Sebentar lagi aku akan memberi jatahmu, cacing- cacing! Omg, cacing-cacing di perutku mulai berdemo!" Ucap Aneska mengelus perutnya yang ramping.
Semenjak tadi Aneska merasa begitu lapar. Dan mengharuskan dirinya beranjak dari tempat keramaian yang merupakan tempat tinggalnya untuk membeli makan malam di luar.
" Duh, bang parto ini kemana ya? Apa sekarang dia cuti gak jualan. Kenapa gak bilang-bilang sih. Aku lapar banget." Ucap Aneska berdecak kesal karena tempat langganannya tidak terlihat. Aneska memilih berjalan lebih jauh untuk menemukan pedagang kaki lima lainnya.
Pandangan mata Aneska tertuju kepada seorang pria tua renta yang sedang berjalan, pria tua tersebut hendak menyebrang jalan. Apakah malam yang gelap membuat pria tua tersebut kesulitan melihat?
CLITTTTTTTT....
Aneska bergegas berlari, menarik tangan pria tua tersebut menjauh dari lorong hingga keduanya terlempar menjauh. Sebuah truk hampir menabraknya, sedikit lagi.
" Hy, punya mata gak sih! Kalau pengen bunuh diri jangan disini. Mau mati nyusahin orang aja!" Teriak supir truk yang hampir hilang kendali.
" Huu...kamu aja yang bawanya pakai ngebut-ngebut! Kakek..gapapa kek?" Ucap Aneska berniat membantu membangunkan pria tua itu.
Pria tua tersebut langsung menolak uluran tangan Aneska, ia telah beranggapan sama dengan apa yang di fikirkan oleh orang lain pada umumnya. Dari penampilan Aneska, kakek tersebut berfikir bahwa Aneska bukan wanita baik-baik. Siapa lagi yang akan berfikir Aneska wanita baik-baik dengan penampilan seglamour itu?
" Sudah, saya bisa sendiri!" Ucap pria tua itu berusaha berdiri sendiri. Aneska terkejut ketika celana pria tua itu berwarna merah darah. Tepatnya di bagian lutut, hanya sekitar sana. Terlihat begitu jelas karena warna kain celana tersebut bewarna coklat muda. Bahkan ia meringis kesakitan ketika mulai melangkah.
" Kakek, kaki kakek berdarah. Biar saya bantu!" Ulang Aneska lagi.
" Saya bisa sendiri!" Ulangnya lagi. Aneska cukup mengerti atas sikap pria tua tersebut menolaknya. Bagi Aneska itu adalah hal biasa, Aneska hanya berfikir tetang kondisi pria tersebut.
" Jika pendarahan kakek tidak di hentikan, itu akan buruk! Selain diriku, tiada lagi orang yang akan bersikap sama denganku. Ini sudah malam, jalanan ini sangat sepi. Kakek saya mohon jangan menolak!" Ucap Aneska bersihkukuh mau menolong dengan tulus. Aneska sedikit berteriak ketika kakek tersebut sudah menjauh beberapa langkah saja sambil memegang lututnya.
Seketika itu, pria tua tersebut berhenti dan meringis kesakitan. Tanpa basa-basi Aneska bergegas menghampirinya. Mengalungkan tangan pria itu di pundaknya, memapahnya sampai ke kursi di tepi jalan. Segera Aneska melepas ikat pinggangnya yang terbuat dari kain tersebut.
" Apa yang akan kamu lakukan?" Ucap pria tersebut tidak mengerti dengan apa yang dilakukan Aneska.
Aneska segera mengikat tali kain itu di lutut kaki pria tua tersebut, agar bisa menghentikan pendarahannya terlebih dahulu.
" Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk kakek, Aku hanya mempunyai tali ini! Aku pernah melihatnya di film, ikatan yang aku buat ini mungkin bisa menghentikan pendarahan kakek beberapa saat saja." Jelas Aneska mengingat film yang pernah di tontonnya.
" Apakah aku boleh meminjam ponselmu?" Ucap pria tua tersebut dengan ekspresi acuh walaupun sudah di tolong.
" Ah, tentu. Ini kek." ucap Aneska tersenyum lansung memberikan ponselnya kepada pria tua yang berada di sampingnya.
Pria tua tersebut langsung menghubungi seseorang di jauh sana.
" Hallo, lukman? Jemput aku di jalan..." Perintah kakek tersebut terdengar di telinga Aneska.
Aneska yang mendengarnya hanya fokus mengikat tali tersebut kepada lutut sang kakek sesuai di film tentunya. Semoga caranya berhasil menghentikan pendarahan di kaki pria itu.
" Kakek umur berapa?" Tanya Aneska memulai percakapan.
" 60!" Ucap pria tersebut dengan sikap yang tidak berubah. Bahkan pria tersebut terlihat enggan melihat kembali Aneska. Seperti kebanyakan orang, melihat Aneska bagaikan kotoran dan menjijikkan.
" Owh, baiklah kek. Sudah selesai. Aku akan panggilkan taxi untuk kakek." Ucap Aneska berdiri dari jongkoknya.
" Tidak perlu! akan ada yang menjemputku!" Ucap kakek tersebut.
" Benarkah?" Ucap Aneska melirik kearah jalan yang sepi sambil memegang perutnya.
" Kenapa gak paka**i taxi aja sih kek? perutku sudah berdemo lagi, lapar banget. " Batin Aneska, ingin cepat selesai untuk memberi makan perutnya.
Sekitar setengah jam berlalu, mereka masih saling terdiam, menurut Aneska saat ini dirinya tidak perlu berbicara banyak, Aneska menyadari jika pria di dekatnya tersebut benar-benar tidak menyukainya. Aneska masih menatap lorong jalan kosong dan juga sepi. Begitu pun dengan pria tersebut yang hanya diam membeku.
Dan pada akhirnya, mobil mewah mercendes hitam mendekati Aneska. Pria tua tersebut berdiri. Mobil mewah itu berhenti di depan Aneska, rupanya dia memang menjemput pria tua di dekat Aneska. Aneska terkejut melihat kenyataan bahwa pria tersebut bukan orang biasa. Aneska bisa melihat dari mobil mewah yang menjemputnya.
Pengemudi mobil tersebut turun dari mobil dan bergegas menghampiri pria tua itu, memapahnya sampai masuk ke dalam. Lalu pengemudi itu mulai menyalakan mobilnya. Pria tua itu membuka jendela mobilnya. Dan mengucapkan terima kasih dengan dingin. Akhirnya mobil mewah tersebut membawa pria tua itu pergi, Aneska pun bernafas lega dan segera mencari pedagang makanan sebelum dirinya pinsan karena kelaparan.
Halaman yang sangat luas, bahkan beberapa bunga dan pohon tertata bagaikan taman. Pemuda tampan sedang berdiri dengan jas formalnya yang melekat di tubuhnya yang tinggi dan kekar
Bahkan bola matanya yang coklat sedang memantau ke arah gerbang besar dan tinggi. Semenjak tadi sore dia tidak menemukan keberadaan sang kakek, yang pada akhirnya sang kakek memberitahukan keberadaannya sendiri.
Arya pria terkaya di Asia sebelumnya begitu cemas, kakeknya merupakan harta satu-satunya yang ia miliki ketika kedua orang tuanya telah tiada meninggalkan dirinya semenjak kecil. Sang kakeklah yang merawat Arya dan adik laki-lakinya yang sekarang berada di luar negri.
Dimana Brasetyo tentu membesarkannya cucu- cucunya dengan harta yang ia miliki, dimana hartanya tidak akan pernah habis mengalir sampai tujuh turunan. Ia membesarkan kedua cucunya dengan segala fasilitas berkelas serta tentu dengan kasih sayang yang penuh darinya.
Pria bertubuh kekar, tegap, tampan serta rapi tersebut bernama Arya Aroon Brastyo. Nama belakang yang terdiri dari nama ayah dan juga kakeknya. Dan biasa dipanggil dengan sebutan Arya.
Dimana ketampanannya membuat hati para wanita yang melihatnya tentu meleleh, kemaskulinannya serta wibawa yang tegas dan dingin itu, siapa yang berani menolaknya? Membuatnya semakin terlihat tampan, dan misterius karena kedinginannya.
Kecemasan Arya benar-benar hilang ketika mobil mercendes sudah terlihat, namun dengan tatapan datar. Ia merupakan pria dingin yang hanya mampu menunjukkan tatapan mengitimindasi dan juga menakutkan. Namun, karena sifat angkuhnya membuat semua wanita terpesona, menurut mereka Arya adalah lelaki yang tampan dan juga cool.
Sang supir segera membukakan pintu untuk sang kakek, Arya terkejut dengan dahi mengkerut melihat ikatan kain di lutut sang kakek, bahkan darahnya terlihat di kain tersebut. Arya mendadak menjadi khawatir kembali.
" Apa yang terjadi?" Ucap Arya langsung membantu sang kakek untuk melangkah ke dalam rumah. Memapahnya ketika Arya melihat luka di kaki kakeknya.
Disisi lain Arya juga pria yang penuh perhatian terhadap kakeknya, lihatnya ketika wajahnya mendadak khawatir dengan mengerutkan kedua alisnya.
" Sebuah truk hampir menabrakku!" Singkat kakek Brasetyo. Ya disana adalah kediaman keluarga Brasetyo berada. Keluarga terpandang di tanah air. Dan merupakan kakek kesayangan Arya tentunya.
" Apa? Han, aku mau kamu mencari tau driver truk yang hampir mencelakai kakekku!" Perintah Arya kepada sekretaris Arya yang bernama Han yang semenjak tadi mengikuti Arya kemana- mana sebagai sekretaris pribadi.
" Baik tuan!"Jawab Han sigap dan profesional, langsung bergerak mencarinya secepat mungkin.
" Sudahlah Arya..yang penting kakek selamat. Ini hanya masalah kecil!" Ucap Brasetyo. Arya sungguh menyayangi Brasetyo, bahkan setiap perintahnya, Arya selalu laksanakan. Kecuali, menjauhi Viona yang merupakan kekasih Arya. Hubungan mereka tidak pernah Brasetyo setujui.
" Apa masalah kecil? Ini bukan masalah kecil. Lihatlah, dia membuat kakek tidak bisa berjalan! Seharusnya mereka menggunakan mata dengan baik! Mereka dalam masalah berani menyentuh keluargaku!" Ucap Arya setelah meletak sang kakek di ranjang kamarnya. Brasetyo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap arogan Arya.
" Hallo, aku membutuhkanmu sekarang!" Ucap Arya setelah berhasil terhubung dengan dokter pribadinya.
"Apakah ada masalah? Apakah kepalamu kambuh lagi? Sudah ku bilang kan..." balas dokter pribadi Arya di ujung sana mengira Arya masih pusing. Dimana sebelumnya Arya yang selalu meminta obat penenang karena kepalanya yang berputar- putar karena melakukan pekerjaannya yang kadang tidak selalu berjalan dengan lancar.
Belum selesai sang dokter melengkapi kalimatnya yang terputus karena Arya sudah tidak sabar. Arya sangat cemas dengan keadaan Brasetyo.
" Jangan banyak bicara, Kakekku mengalami kecelakaan! Cepatlah!" Lanjut Arya mencela ucapan dokter pribadinya.
" Apa? baiklah Ar! " Jawabnya dan percakapan mereka terputus.
...****************...
Beberapa menit kemudian dokter pribadi Arya datang dengan langkah tergesa- gesa memasuki kediaman Brasetyo.
" Apa yang terjadi dengan kakek Ar?" Ucap dokter yang juga terlihat tampan. Dokter pribadi Arya merupakan sahabat Arya sendiri. Itulah mengapa mereka cukup akrab dan seusia.
" Tidak apa-apa Rey, kakek hanya mengalami kecelakaan kecil saja!" Jelas Brasetyo kepada dokter Rey agar tidak sekhawatir Arya yang menurut Brasetyo selalu berlebihan.
Dokter Rey segera membuka ikatan kain tersebut. Dan memeriksanya, dan membersihkan lukanya menggunakan peralatan dokter yang Rey bawa.
" Bagaimana? Apakah kakekku baik-baik saja?" Ucap Arya ketika dokter Rey sudah menyelesaikan pekerjaannya setelah beberapa menit.
" Hanya cidera ringan, untung saja pendarahannya terhenti, jika tidak mungkin kakek akan mengalami cidera parah! ini merupakan tindakan yang tepat untuk mengatasi pendarahan!" Jelas dokter Rey sambil meletak alat-alat medisnya di bagnya.
" Wanita itu telah menolongku!" Timpal Brasetyo langsung mengingat Aneska yang telah menolongnya.
" Maksud kakek, yang mengikat ini bukan kakek sendiri?" Tanya Rey, melihat kain tersebut juga terasa asing dan juga berwarna berbeda dengan warna kemeja kakeknya.
" Ya benar, jalanan disana sudah sangat sepi. Untung ada seorang wanita. Aku sedang ingin membeli nasi goreng. Tapi, kakek rasa penjual nasi goreng itu tidak ada malam ini!" Ucap Brasetyo.
Brasetyo tidak bisa melupakan rasa nasi goreng yang lezat pedagang kaki lima tersebut, walaupun dirinya orang kaya, namun Brasetyo sangat menyukainya rasa nasi goreng dari pedagang kaki lima itu.
" Apakah rasanya enak kek?" Tanya Rey sampai Brestyo jauh- jauh hanya untuk membeli sepiring nasi goreng.
" Sungguh makanan tidak berkelas! bukankah makanan di pinggir jalan itu tidak sehat! Untuk apa dirumah kita memiliki koki handal 4 orang, jika kakek membeli makanan di luar. Arya yakin, koki dirumah ini lebih enak memasak nasi goreng, melebihi rasa nasi goreng yang kakek cari itu." Jelas Arya meremehkan rasa nasi goreng di tepi jalan.
" Jika kamu sedikit mencobanya, kakek pastikan kamu akan mencari pedangang kaki lima itu juga sama seperti kakek. Jika benar makanan di pinggir jalan itu kotor, buktinya kakek sampai hari ini masih sehat! Benar gak nak Rey?" Ucap Brasetyo melawan pendapat Arya dan meminta Rey untuk mendukungnya. Dimana Rey juga tau tentang riwayat kesehatan Brastyo sebagai dokter pribadinya.
" Heheh, benar kek. Tidak semua pedagang kaki lima itu menjual makanan tidak sehat! Rey saja suka beli bakso yang lalu di komplek Rey!" Ucap Rey tertawa mengingat dirinya juga suka makanan di pinggir jalan.
" Walaupun begitu, kakek bisa menyuruh Udin atau yang lainnya seperti biasanya kan!" Lanjut Arya. Tidak ingin melihat kakeknya dalam bahaya lagi.
" Tapi kakek penasaran, dan ingin melihat bagaimana tangan-tangan itu bisa membuat nasi goreng yang begitu lezat!" Jelas Brasetyo.
" Terserah kakeklah. Kakek istirahat dulu. Rey, terima kasih." Ucap Arya langsung tos diakhiri salaman tangan. Ucapan perpisahan.
" Oke Ar, aku balik dulu!" Ucap Rey. Bergegas meninggalkan kediaman Brasetyo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!