NovelToon NovelToon

HITAM

Bab 1

Chelsea Arbiansyah point of view:

🦋🦋🦋

Usai maghrib lelaki bernama Enrico Putra Deisanto itu menikahiku, melaksanakan akad nikah dengan sakral nya di depan penghulu dan kedua orangtuaku. Ini pertamakali nya kami bertemu, aku tidak pernah hadir di acara lamaran dan lain sebagai nya. Dan saat inilah aku jatuh cinta pada pandangan pertama, hatiku berdegub 3 kali lipat saat di dekat nya.

Rasa haru bercampur rasa bahagia ada di dalam hatiku. Air mata bahagiapun menetes di pipiku saat aku mencium punggung tangan suamiku dan dia mencium ujung keningku. Kami berdua menandatangani surat nikah yang sudah di persiapkan di meja yang berhiaskan bunga mawar putih sesuai permintaanku.

"Kamu cantik sekali," kata zea, adik perempuanku.

Aku tersipu malu dengan pujian yang tulus dari nya. Karena aku juga sedang merasa cantik dengan balutan kebaya putih rancangan bunda serta rambut yang disanggul ala syahrini yang cetar membahana.

"Mana suamimu? kenapa datang sendiri?" tanyaku heran.

"Ntar dia nyusul," sahut nya dengan keraguan yang bisa terbaca olehku.

Selain mawar putih, puluhan bunga sedap malam menambah wangi nya seluruh sudut rumahku. Para tamu walimatul ursy yang turut memeriahkan acara akad nikah sudah mulai menikmati makanan. Aku mencium tangan ibu dan ayah mertua yang sudah lumayan sepuh alias tua.

Sepertinya mereka menyayangiku. Aku bisa melihat dari raut wajah tulus mereka yang memelukku seraya memberikan beberapa wejangan yang bisa membuatku meneteskan air mata pula.

Suamiku tak kalah baik nya, dia mengambilkanku makanan dan menyuapiku dengan tulus di hadapan kedua orangtua nya. Semua perilaku nya membuatku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia karena telah memiliki nya. Meskipun saat ini komunikasi kami belum terlalu akrab, mungkin masih sama sama canggung karena baru mengenal satu sama lain. Kami hanya berbicara seperlu nya saja.

Malam ini suamiku tidak menginap di sini dengan alasan harus mengantar orangtua nya pulang. Lagi pula dia juga harus istirahat untuk mempersiapkan diri nya dalam resepsi esok hari yang akan diadakan mulai pagi sampai malam hari.

Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk pernikahan kami, karena undanganpun juga banyak. Ada rekan bisnis ayahku (ayah kandung), rekan bisnis papa (sepupu ayahku yang sudah ku anggap seperti ayah kandung), dan rekan bisnis suamiku. Alhasil akan ada banyak tamu yang hadir di acara resepsi pernikahan esok hari.

🦋🦋🦋

Keesokan harinya, Hotel Majapahit dengan konsep klasik penggabungan antara romantis dan elegant yang akan menjadi tempat resepsi kami. Pesta kami menggunakan konsep indoor karena cuaca tidak bisa di prediksi jika di perbatasan bulan antara musim hujan dan kemarau.

"Can marry your daughter,

And make her my wife,

I want her to be the only girl that I love for the rest of my life,

And give her the best of me 'till the day that I die....

I'm gonna marry your princess,

And make her my queen,

She'll be the most beautiful bride that I've ever seen,

I can't wait to smile,

When she walks down the isle,

On the arm of her father,

On the day that I marry your daughter...."

Lagu berjudul marry your daughter milik Brian McKnight mengalun indah di dalam gedung pernikahan. Aku sudah mirip princess dengan menggunakan baju rancangan bundaku dengan rambut panjang terurai dilengkapi mahkota kecil di ujung kepalaku. Benar benar konsep pernikahan yang ku inginkan.

Para tamu menggunakan baju senada berwarna hitam putih sesuai dresscode yang sudah ditentukan dalam undangan pernikahan kami. Terlalu banyak tamu undangan sampai sampai aku tidak bisa menemukan adik perempuanku untuk ku ajak melakukan sesi foto bersama.

"Sayang, kenalkan ini rekan kerjaku," kata enrico mengenalkan rekan kerja nya yang sudah berusia paruh baya padaku.

Aku tersenyum menyalami sepasang suami istri yang sedang menyambut senyumku dengan hangat pula. Seperti nya mereka berdua melewati hari dengan bahagia sebagai sepasang suami istri, terlihat dari suami nya yang selalu menggenggam tangan sang istri dengan possesif.

"Selamat untuk kalian, Nyonya Enrico," kata wanita paruh baya yang wajahnya terlihat tentram itu.

"Terimakasih atas kehadiran nya, Nyonya Zidan," kataku tersenyum lembut.

"Kamu pintar memilih istri, cantik sekali," kata Pak Zidan.

"Harus cantik karena akan menemani saya tidak hanya satu hari tapi selama nya," sahut Enrico terkekeh.

Selanjutnya suamiku mengajakku berdansa dengan tangan nya yang memeluk pinggangku erat. Kami berdua berdansa di bawah sorotan sinar lampu utama dan mendapatkan tepuk tangan riuh dari para tamu undangan yang hadir.

Aku masih merasa jika pernikahan sempurna ini hanya mimpi. Aku tersipu malu saat matanya menatap dalam mataku. Aku benar benar sudah jatuh cinta pada nya saat ini. Tampan, satu kata yang bisa menjelaskan seseorang yang sedang memegang erat pinggangku saat ini.

Sampai akhirnya kami berdua mengakhiri dansa yang membuat kakiku lumayan capek karena high heels yang ku pakai. Enrico mengambilkanku minum dan aku meneguk nya pelan masih penuh keanggunan untuk menjaga image-ku.

"Selamat, bos!" kata seorang pria yang terlihat seumuran dengan suamiku.

"Zul, perkenalkan ini istriku. Sayang, ini Zulfikar sekretaris pribadiku," kata enrico.

"Salam kenal," sambutku.

"Hati hati, bos sering gonta ganti pacar loh!" kata zulfikar mengedipkan satu mata nya padaku dan mendapatkan tinjuan kecil dari enrico.

"Jangan membuka kartu," sahut enrico terkekeh.

"Bukan nya kemarin masih sama yang itu ya, bos?" tanya zulfikar.

"Jangan merusak hari bahagiaku," kata enrico terkekeh.

"Dia suka bercanda dan sangat jahil," kata enrico menatapku kali ini, aku tersenyum pertanda mengerti.

"Kali ini aku tidak sedang bercanda, aku sedang memberitahu anda, nyonya," kata zulfikar terkekeh.

"Sudahlah, kamu bisa membuat malam pertamaku gagal," kata enrico yang membuat pipiku bersemu merah.

Banyak sekali tamu yang berdatangan tapi tidak ada satupun teman wanita yang dimiliki oleh nya. Apakah semua rekan kerja nya laki laki? Apa dia tidak punya teman perempuan sama sekali?

Kali ini aku celingak celinguk mencari keberadaan adik perempuanku dan suami nya. Kemana mereka berdua? Kenapa tidak hadir?

"Zea kemana, pa?" tanyaku pada papa yang sekarang sedang ngobrol dengan enrico.

"Zea pagi ini ke bangkok dengan jonathan, katanya dia sudah mengabarimu lewat whatssApp?" sahut papa.

"Benarkah? Aku belum ngecheck ponsel sama sekali," kataku sedikit kecewa.

"Biarkan dia menyegarkan pikiran setelah kehilangan calon bayi nya," kata papa.

Ya, aku juga merasa kasihan pada adikku yang baru saja keguguran. Mungkin dia butuh menyegarkan otak nya setelah kejadian menyedihkan yang menimpanya itu. Mungkin nanti akan ku hubungi dia setelah pesta ini usai.

Jangan lupa like, comment and vote ya 🙏😁

Yang mau tahu kisah vallery, bisa baca novel saya yg berjudul "My annoying wife" 👍

Tapi 21+ ya, harap bijak memilih bacaan 😅

Bab 2

Chelsea Arbiansyah point of view:

🦋🦋🦋

Malam itu juga, Enrico mengajakku pindah ke rumah nya. Aku membawa semua barang barangku ke dalam mobil nya. Mobil nya membawaku melewati jalan besar kemudian masuk ke salah satu jalan perumahan elite. Sebuah rumah besar bak istana yang pagar nya terbuka secara otomatis tanpa ada security yang membukakan pagar nya.

Wow, aku menatap takjub pagar ajaib tersebut, ternyata bukan pintu si doraemon saja yang ajaib tapi pagar rumah suamiku lebih ajaib lagi. Aku yang dari keluarga kalangan standart alias nggak bisa disebut kaya dan nggak bisa disebut miskin Cuma bisa mlongo menatap semua hal yang baru ku lihat seumur hidup. Ndeso! Bilang saja aku ndeso, memang iya aku ndeso!

Setelah memasuki pagar ajaib, mobil masih melaju melewati jalan yang lumayan panjang hingga sampailah kami di sebuah rumah bak istana. Sekali lagi aku hanya bisa melongo menutup mulutku nggak percaya. Aku menatap suamiku dengan gugup, tiba tiba wajah yang tadi terlihat hangat menjadi dingin seperti mayat.

“Turunlah,” kata nya datar membuka pintu nya dan meninggalkanku begitu saja.

Aku cepat cepat turun dan mencoba mengimbangi langkah nya masih menggunakan high heelsku yang cukup tinggi.

“Sayang, tunggu aku,” panggilku yang melihat nya semakin menjauh.

Dia berhenti dan menoleh kearahku sebentar dengan tatapan dingin nya.

“Berhentilah memanggilku sayang,” kata nya datar.

“A… apa maksudmu?” tanyaku bingung.

“Apa kamu pikir aku mau menikahimu?”

“Maksud nya? Aku masih belum paham,” tanyaku mencoba mencerna kata kata enrico.

“Dengarkan aku, aku menikahimu karena terpaksa,” kata nya seraya menghembuskan napas berat.

DEGG….

Hatiku rasa nya sudah bercampur aduk antara rasa tidak percaya, terkejut dan kecewa.

“Terpaksa?” tanyaku lirih hampir meneteskan airmata.

“Jangan menangis seperti itu di depanku supaya aku mengasihanimu,”

“Aku tidak ingin kamu kasihani,” kataku mulai mengusap air mataku dengan hati yang yang sudah pecah berkeping keping.

Baru saja aku merasakan kesenangan yang berlimpah tapi dengan cepat pula aku merasakan kesedihan yang dalam.

“Aku terpaksa menikahimu karena ibuku sakit,”

“Sakit? Bukan nya tadi beliau baik baik saja,” kataku dengan nada agak meninggi.

“Aku harus selalu menjaga suasana hati nya supaya ibuku bisa tetap sehat,” sahut nya.

“Lalu bagaimana denganku?”

“Pikirkan sendiri! Kenapa kamu mau menerima menikah dengan orang yang sama sekali belum kamu temui? Kamu tidak takut jika ternyata aku kejam?” Tanya nya tersenyum dingin.

“Kamu benar benar tidak punya hati,” kataku dengan air mata yang mulai meleleh lagi.

“Papamu yang meminta pada ibuku supaya aku menikahimu,”

“Kenapa tidak kamu tolak saja jika memang tidak mau,”

“Sudah ku bilang jika aku terpaksa agar penyakit ibuku tidak kambuh,” kata nya datar.

“Aku membencimu,” kataku terisak mulai menghentikan langkahku.

“Jangan coba coba kabur! Masuk!” perintah nya.

“Aku tidak mau!” kataku mulai terisak.

“Aku sudah berakting sejauh ini, jangan membuat aktingku sia sia,” katanya seraya menarik lenganku supaya aku ikut masuk ke rumah nya.

“Kamu bakat jadi actor!” kataku kesal seraya mengusap airmataku dengan satu tanganku.

🦋🦋🦋

Dia menjatuhkan badanku di sofa, ada 10 pembantu yang membungkuk di depan kami. Sekaya apa dia ini? Aku muak melihatnya, wajah yang tadi nya terlihat tampan berubah menjadi sangat jelek.

“Mulai sekarang kamu tinggal di sini dengan segala peraturan yang ku punya,” kata nya cepat.

“Apa maksudmu?”

“Kamu tidak gratis tinggal di sini, bukan nya kamu pengangguran? Kamu bisa menjadi pembantuku,” kata nya.

“Lalu apa guna nya pembantu sebanyak itu?” tanyaku bingung seraya menatap beberapa pembantu yang masih berbaris.

“Kamu ingin aku memecat mereka?” Tanya nya tersenyum.

“Ti… tidak, bukan begitu maksudku,” kataku gugup.

Matilah aku! Mana mungkin aku ingin mereka dipecat, ntar pekerjaanku jadi semakin banyak di rumah sebesar ini.

“Baiklah, pecat semua pembantu. Sisakan lima saja!” kata nya pada salah seorang lelaki tua yang setia berdiri di samping nya.

“Baik tuan,” kata laki laki paruh baya itu.

“Tapi aku tidak menyuruhmu memecat semua pembantu di sini!” kataku cepat.

“Jangan terlalu percaya diri, aku memecat nya bukan karena kamu. Memang aku sedang tidak membutuhkan nya saja,” kata nya santai.

“Kamu benar benar tidak punya hati,” gumamku.

“Ikuti semua peraturan selama kamu di sini. Tetaplah berakting menjadi istri sahku. Jangan urusi urusan pribadiku, jangan ikut campur dalam hal sekecil apapun. Kamu boleh tidur di kamar itu, kita tidur terpisah,” kata nya seraya menunjuk satu kamar untukku.

Aku hanya diam mendengarkan kata kata nya.

“Nanti Pak Monot akan menjelaskan apa saja pekerjaanmu di sini,” kata nya datar.

“Pekerjaan? Kamu menjadikanku pembantu?” tanyaku tak percaya.

“Sudah ku bilang tinggal di sini tidak gratis! Kamu harus membayar nya dengan bekerja sebagai pembantuku, kamu kan masih pengangguran,”

“Apa aku boleh bekerja?”

“Mau bekerja jadi apa? Kamu aja sarjana psikologi yang tidak pernah bekerja kan? Berkali kali gagal dalam melamar pekerjaan ke setiap perusahaan. Aku sudah membaca semua tentangmu,”

“Tapi apa aku boleh bekerja jika memang diterima di sebuah perusahaan?” tanyaku lagi.

“Boleh jika itu sebuah perusahaan terkenal, jika kamu bekerja di perusahaan biasa biasa saja tidak boleh. Aku nggak mau nama baikku tercoreng, masak istri dari seorang bos sepertiku harus bekerja jadi tukang cuci piring,”

“Apa beda nya dengan jadi pembantu di sini,” gumamku.

“Aku mendengar nya,” celetuk nya.

🦋🦋🦋

Aku hanya terdiam seraya mengedarkan pandanganku kearah lain.

“Pak monot, jelaskan pada nya apa pekerjaan nya,” kata enrico pada laki laki tua itu.

“Baik tuan,” kata lelaki tua itu.

Enrico meninggalkan kami menuju kamar nya. Pak monot mengajakku ke sebuah ruangan yang tertata rapi mirip ruang kerja papa tapi ini lebih besar ruangan nya. Lelaki tua itu terlihat sibuk dengan beberapa kertas yang ada di tangan nya.

“Kertas apa itu pak?” tanyaku.

“Ini pekerjaan yang sudah di tulis tuan untuk nona chelsea,”

“Untukku? Bahkan sudah ditulis di kertas itu?” tanyaku nggak percaya.

“Sudah diketik rapi, non,” kata pak monot sopan.

“Bahkan sudah diketik? Niat sekali dia,” gerutuku.

Pak monot hanya tersenyum melihatku yang terlihat sangat kesal.

“Jadi katakana saja apa yang harus ku lakukan, pak?” tanyaku langsung.

“Membangunkan tuan di pagi hari,” kata nya sopan.

“Apa dia tidak bisa bangun sendiri, dasar pemalas!” kataku kesal ingin memukul foto nya yang terpampang besar di tembok ruang ini.

“Kemudian menyiapkan baju tuan enrico,”

“Apa dia tidak bisa memilih baju sendiri,” gerutuku.

“Memasakkan tuan setiap hari dan membuatkan minum untuk tuan enrico,”

“Masak??? Apa tidak ada pembantu lain?”

“Ada, non. Nona chelsea hanya memasak untuk makanan yang akan dimakan oleh tuan enrico,” kata pak monot tersenyum.

“Dia benar benar ingin membuatku tak betah untuk tinggal di rumah ini kan pak? Tenang saja, lama lama aku juga akan pergi. Siapa yang betah hidup dengan orang songong seperti dia. Dasar pelit! Sombong! Tukang acting dan tidak punya hati!” umpatku kesal.

“Apa lagi tugas saya?” tanyaku kesal.

“Menghafal apa yang tuan suka dan tidak suka,” sahut pak monot.

“Untuk apa? Tidak penting sekali!”

“Saya hanya menyampaikan pesan, non,” kata nya seraya menundukkan badan nya sopan.

“Lalu apalagi?”

“Membersihkan kamar tuan enrico,”

“Bukan nya ada pembantu?” kataku semakin kesal.

“Tapi tuan enrico tidak mau jika kamar nya disentuh orang lain, non,”

"Huh! Baiklah baiklah… aku akan mencoba bertahan di rumah kutukan ini,” desisku kesal.

Dia benar benar akan menyiksaku!

Terimakasih sudah menyempatkan mampir ke novel ini ya 🙏😁

jangan lupa like, comment and vote ya guys 🙏😁

Bab 3

Chelsea Arbiansyah point of view:

🦋🦋🦋

Dengan keadaan yang sangat lelah karena seharian berdiri di acara pesta, aku berjalan menuju kamar yang sudah ditunjuk enrico untukku dengan menyeret koperku. Ku buka perlahan pintu kamar tersebut, ku edarkan pandanganku ke setiap sudut kamar. Tidak terlalu buruk, bahkan lebih luas dari kamar yang ku tempati selama ini.

Aku menjatuhkan tubuhku di kasur yang sangat empuk serta membuka tali high heelsku perlahan. Ku rebahkan badanku seraya melihat langit langit kamar. Drama apa lagi yang ku lalui ini? Karena terlalu lelah, aku tertidur masih menggunakan gaun ala princess.

BYUUUR….

Aku terkejut karena guyuran air di seluruh badanku hingga membasahi gaun pengantinku. Aku terduduk dan sudah melihat Enrico yang berdiri seraya membawa ember di depanku. Aku mengusap wajahku yang masih berair akibat ulah nya. Ku lihat ke jendela yang juga masih gelap, berarti ini belum pagi kan? Dengan kesal aku menatap nya tajam seraya melipat kedua tanganku di dada.

“Apa sih maumu? Ini masih gelap,” kataku kesal.

“Aku tidak membayarmu untuk tidur, apa kamu sudah membaca tugasmu dengan benar?” Tanya enrico.

“Sudah!” jawabku berbohong.

“Kalau kamu sudah membaca pasti kamu tahu tugasmu. Ini sudah jam setengah lima pagi, kamu bahkan tidak membangunkanku untuk sholat,”

“Heh? Dia bangun sepagi itu?” gumamku dalam hati.

“Apa kamu tidak pernah sholat?” Tanya nya karena aku masih terdiam.

“Kenapa dia tahu jika aku tidak pernah sholat?” pikirku masih membatu di depan nya.

“Mandilah, kenapa masih memakai gaun itu? Apa pernikahan nya sangat mengesankan?” ejek nya seraya tersenyum smirk.

“Mengesankan ndasmu!” gumamku.

“Aku mendengar nya,” celetuk nya.

Aku tidak peduli apa yang dia ucapkan, aku melanjutkan langkahku menuju kamar mandi yang ada di kamar tersebut. Ku lepaskan gaun yang terasa cukup berat karena guyuran air dari enrico. Dengan segera ku bersihkan tubuhku yang terasa lengket.

🦋🦋🦋

Usai mandi, dengan segera aku berjalan cepat ke dapur. Ku cari beberapa bahan yang bisa ku masak. Ada dua pembantu di dapur yang sedang memasak juga. Apa aku bebas tugas untuk memasak hari ini? Menyenangkan sekali!

“Kalian memasak untuk siapa?” tanyaku ramah.

“Eh, nona chelsea sudah bangun,” kata seorang pembantu memundurkan badan nya sedikit karena sungkan.

“Kalian memasak untuk siapa?” tanyaku dengan wajah sumringah.

“Untuk kami dan tiga pembantu lain nya,” sahut nya sopan.

“Bukan untuk Enrico?” tanyaku heran.

“Kami tidak berani, karena aturan terbaru adalah nona chelsea yang membuatkan segala makanan untuk tuan enrico,” kata pembantu itu sopan sekali.

“Heh? Jadi kita harus bergantian kompor?” tanyaku.

“Lihatlah kompor nya tidak hanya satu, nona,” kata nya menunjuk kompor yang sudah berjejer seperti dapur acara master cheff saja.

“Lalu apa makanan kesukaan nya?” tanyaku seraya mengikat ke atas rambut pirangku.

“Harap nona membaca apa yang disuka dan tidak disukai oleh tuan,” katanya sopan yang membuatku kesal saja.

🦋🦋🦋

Terlalu banyak aturan! Dengan segera aku memotong motong bahan yang ku ambil dari kulkas barusan seraya bertanya Tanya hal yang nggak penting pada dua pembantu yang sedang memasak juga.

“Jadi, ceritakan padaku ada berapa pembantu saat ini?” tanyaku kepo.

“Ada lima, tadi malam sebagian besar sudah dipecat,”

“Beneran dipecat???” tanyaku nggak percaya.

“Iya, nona,”

“Majikan kalian itu error atau gimana sih?” tanyaku masih sibuk memberi merica pada sup yang ku buat.

Tidak ada yang menjawab pertanyaanku hingga masakan yang ku masak sudah matang. Kemudian aku beralih membuat minuman air jeruk lemon hangat di cangkir untuk enrico.

Setelah semuanya selesai, aku membawa hasil masakanku ke sebuah meja makan yang besar nya di atas rata rata hingga masakanku terlihat sangat sedikit sekali.

“Makanlah, semoga kamu suka,” kataku tersenyum.

“Apa kamu benar benar sudah membaca semua yang diberikan pak monot padamu?” Tanya enrico seraya menatapku tajam.

“Iya, ada yang salah?” tanyaku percaya diri.

“Aku tidak suka sayur,” kata nya hanya menatap masakanku dengan pandangan meremehkan.

“Sup? Masak sih kamu tidak pernah makan sup seumur hidupmu, ini enak tahu. Hak…! Ayo buka mulutmu pesawat nya mau mendarat,” kataku seraya menyendok nasi dan sup tersebut serta melayangkan tanganku dengan sendok tersebut menuju mulut nya seperti menyuapi anak kecil.

Tanganku terhenti ketika dia menutup rapat mulut nya dan melotot ke arahku.

“Ayolah buka mulutmu, aku sudah lelah memasak untukmu sepagi itu,” kataku mendekatkan sendok ke mulut nya lagi.

“Buka tidak atau aku akan menciummu!” kataku dengan nada mulai meninggi yang berhasil membuat nya membuka mulut.

Akhirnya sesendok nasi berhasil masuk ke mulut nya dan dia mengunyah makanan nya.

“Sudah ku bilang jika masakanku enak,” kataku menyombongkan diri.

“Kenapa tidak buka warung saja,” celetuk nya seraya mengambil sendok dari tanganku dan mulai memakan makanan nya sendiri.

“Boleh, jika kamu mengijinkan. Aku akan membuka warung tepat di depan pagar rumah ini,” kataku cepat dengan senyuman mengembang.

“Kamu ingin mati,” kata nya seraya menatapku tajam.

‘Ya, lebih baik aku mati daripada seumur hidup harus menghabiskan waktu dengan orang tak jelas seertimu,’ gumamku dalam hati.

🦋🦋🦋

Aku masih setia duduk di depan nya saat dia makan, melihat nya melahap habis makanan nya. Kemudian hendak menyeruput minuman air lemon buatanku tapi dia urungkan.

“Apa ini?” Tanya nya seraya mengerutkan dahi nya memandang remeh ke dalam cangkir yang dia pegang.

“Aku biasa minum kopi, buatkan aku kopi,” kata enrico lagi.

“Mulai sekarang minumlah air lemon itu,” celetukku malas.

“Aku bisa sakit perut minum yang asam asam di pagi hari,” bantah nya.

“Tidak akan sakit, kamu baru akan sakit perut jika minum tanpa makan. Bukan nya perutmu sudah terisi,” kataku masih bertahan dengan argumenku karena malas membuatkan nya kopi.

“Tapi—“

“Lagipula air lemon bagus untuk kesehatanmu daripada kopi, percayalah padaku,” kataku yang membuat nya berakhir dengan meneguk minuman itu.

“Kamu sudah melupakan satu tugasmu!” kata nya memperingati.

“Apa?”

“Menyiapkan bajuku!”

“Ah, itu… aku tadi terlalu asyik memasak sampai lupa. Apa kamu tidak bisa memilih baju sendiri?” tanyaku.

“Apa kegunaanmu di sini kalau begitu,” celetuk nya.

“Dasar pemalas,” desisku kesal.

“Aku bisa mendengarmu!”

Aku hanya diam tanpa menyahutinya seraya mengedarkan pandanganku kearah lain.

“Aku akan pergi bekerja,” kata nya kemudian.

“Pergi saja, segeralah pergi. Aku lebih tenang tanpamu,” gumamku tak jelas supaya dia tidak mendengar apa yang ku ucapkan.

"Tapi aku akan pulang cepat,” imbuh nya.

“Kenapa harus pulang cepat, seminggu nggak pulang juga nggak papa,” gumamku dalam hati.

“Jangan lupa tugasmu selanjutnya,”

“Apa?”

“Kamu sudah membaca atau tidak sih tugasmu di sini, bertanya terus!”

“Aku kan hanya sedang mengetesmu , apakah kamu hafal yang sudah kamu tulis sebagai tugasku,” kataku malas.

“Bersihkan kamarku, ingat jangan sampai ada yang rusak ataupun tergores sedikitpun,” kata nya memperingati.

“Yang namanya menyentuh pasti menggores meskipun tidak tergores banyak,” kataku cemberut.

“Entahlah, pakai otakmu supaya mereka tidak tergores sedikitpun,”

“Dasar menyebalkan!” gerutuku dalam hati.

Jangan lupa like, comment and vote 🙏😁

Mampir juga di cerita vallery dan rizal dengan judul "My Annoying Wife" 🙏😁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!