Viona Rasyid. Gadis cantik ini usianya 25 tahun. Berkulit putih langsat, bermata sayu dinaungi bulu mata lentik, hidungnya tinggi kecil dengan bibir pink yang ranum. Ia adalah seorang desainer dan pemilik butik salah satu brand ternama di Kota Bandung dengan label Viona's Fashion.
Viona tidak punya pilihan lain selain menerima perjodohan dengan lelaki pilihan orang tuanya. Karena terlalu sibuk mengurus bisnisnya sendiri, ia sampai tidak punya waktu untuk memikirkan mengenai pasangan hidup.
Bima Prasetyo. Nama laki-laki yang dijodohkan dengannya, lajang umur 39 tahun. Merupakan anak tunggal dari pemilik perusahaan Sinar Abadi Grup yang bergerak di bidang properti, perkebunan teh, serta pabrik teh terbesar dan terbaik di Pulau Jawa. Dia diberi mandat sebagai direktur di perusahaan milik orang tuanya itu. Walaupun usianya sudah terbilang matang, tetapi rupa Bima tetap tampan memesona, ditunjang postur tegap dengan tinggi 180 senti meter, berhidung mancung dilengkapi kulit berwarna perunggu nan seksi.
Bima juga sama seperti Viona. Lantaran terlalu sibuk mengurusi karir, membuatnya tak sempat mencari pendamping.
Hari ini adalah hari pernikahan dua insan yang dijodohkan itu. Viona sudah selesai memakai gaun pengantinnya, lalu wajahnya dirias oleh penata rias paling kondang di Kota Bandung. Gaun indah itu begitu sempurna melekat di tubuhnya yang mempunyai lekukan dengan porsi pas. Dipadukan dengan riasan tak berlebihan menjadikan tampilannya luar biasa memukau, membuat siapapun mata yang memandang terpana akan kecantikannya.
Saat ini Viona tengah menunggu di ruangan khusus yang sudah disiapkan sambil menunggu ijab kabul, kemudian terdengarlah suara penghulu bergema.
"Saudara Bima Prasetyo, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Ananda Viona Rasyid binti Abdul Rasyid dengan mas kawin lima puluh gram emas dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Viona Rasyid binti Abdul Rasyid dengan mas kawin tersebut tunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?"
Serempak mereka menjawab."
"Sah ...."
Semua hadirin mengucapkan, "Alhamdulillah."
VIONA POV
Terdengar MC memanggilku. "Mempelai wanita dipersilakan keluar untuk duduk berdampingan dengan mempelai pria di podium."
Semua tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah saat aku keluar dan berjalan ke arah podium ditemani para bride's maidku.
Di podium sudah tampak lelaki yang sudah menjadi suamiku berikut orang tuaku dan juga mertuaku.
Aku duduk berdampingan dengannya dan melaksanakan serangkaian acara dari mulai prosesi foto pengantin, sungkeman sampai saweran.
Semua tamu undangan mengucapkan selamat sambil bersalaman. Kulihat ekspresi Mas Bima begitu cerah dengan senyum yang selalu tersungging di bibirnya, sedangkan aku masih merasa kebingungan bahwa kini telah menjadi istrinya kendati tanpa cinta. Lebih tepatnya aku memang belum pernah mengalami yang namanya jatuh cinta.
Aku menerima perjodohan ini karena desakan orang tuaku, lantaran mereka tidak mau putri kesayangannya di sebut perawan tua yang tak laku-laku.
Resepsi dihelat di salah satu hotel bintang lima. Mengingat banyak kolegaku juga ayahku serta kolega suamiku dan keluarganya yang diundang, maka dari itu orang tuaku dan orang tua mas Bima memutuskan untuk menggelar resepsi mewah sebagai ungkapan rasa syukur kebahagiaan mereka.
Mas Bima tiba-tiba meraih tanganku lalu menggenggamnya, aku berjengit kaget dan secara refleks menepis tangannya.
Kulihat ibuku melotot ke arahku dengan tatapan tajam hingga terasa seperti menusuk jantungku, secara impulsif sekarang akulah yang gantian mencoba menggenggam tangan Mas Bima.
Dia melirikku dan mengerutkan keningnya, tetapi kemudian mengurai senyum dan balas menggenggam tanganku. Aku berusaha memasang senyum termanisku, padahal diriku tengah gugup setengah mati.
Bagaimanapun juga orang tuaku mengatakan bahwa dia adalah laki-laki yang tepat sebagai pendamping hidupku. Bukan cuma mapan, tetapi juga sudah sangat dewasa, orang tuaku yakin Mas Bima bisa menjadi suami yang baik dan mengayomi istrinya.
Kulihat sahabatku Ibel sudah datang. Dia mengucapkan selamat atas pernikahanku. Aku meminta izin pada suamiku untuk berbincang sebentar dengan Ibel, lagipula tamu undangan yang datang sudah tidak seramai tadi. Aku turun dari podium dan menuju kursi yang disediakan untuk keluarga.
"Ehm, selamat ya sista, finally lo sold out juga," goda Ibel sambil cekikikan.
"Lo pikir gue barang afkiran yang nggak laku-laku apa? Ngenes banget kata-kata terakhir lo!" Viona bersungut-sungut.
"Ya kayaknya sih gitu hehe, lo kan emang dinobatkan sebagai jomblo sejagat karena belum pernah pacaran dan sekarang malah langsung kawin."
"Berisik! Daripada lo, dari zaman SMA sampe sekarang udah tujuh tahun pacaran sama tuh bule kesasar tapi masih belum married juga. Lo itu sebenarnya pacaran apa KPR rumah? Lama bener." Viona balas membuat jengkel sahabatnya.
"Eits, gue itu masih mau mengejar mimpi sebagai model. Gue pengen ngerasain go internasional dulu, baru setelah itu gue bakal married sama Zoeyku tersayang." Ibel mengibaskan rambutnya dengan gaya centilnya.
"Cih alasan klise nona!" Viona berdecak seraya menggelengkan kepala.
"Eh, by the way, laki lo ganteng juga. Gue juga mau lah dijodohin sama om-om kalau modelnya hot kayak gitu. Walaupun udah mature tapi auranya, ughh bikin gue basah disana sini." Ibel mengedip-ngedipkan matanya genit.
"Mulai deh mulut lemes lo Bel! Otak lo perlu gue pakein bayclin biar kembali putih bersih bebas dari noda membandel! Si Zoey mau dikemanain? Kalau dia kepincut cewek bule di Belanda baru tahu rasa lo."
"Yeee, berdo'a itu yang baek-baek, jangan nyumpahin neng! Gue kan cuma penasaran aja belum pernah punya gebetan produk lokal hehe." Ibel cengengesan.
"Makanya cintailah produk Indonesia!" Viona tergelak puas.
"Memangnya lo sendiri udah jatuh cinta sama produk dalam negeri yang sudah sah jadi pendamping lo?" tanyanya penasaran.
"Mau jatuh cinta gimana Bel, cuma ketemu tiga kali langsung resepsi, boro-boro ada masa penjajakan. Lagian lo tahu sendiri kan, kalau gue itu bego dalam urusan cinta-cintaan," Viona berbisik ke telinga Ibel.
"Elo juga sih Vi, waktu SMA kutu buku cupu banget. Kerjaan lo belajar aja. Gue kenalin sama cowok, baru diajak salaman udah pucat pasi kayak mau pingsan, gimana mau kenalan sama yang namanya cinta oneng!"
Obrolan mereka terhenti, saat terdengar MC memanggil Viona untuk kembali ke podium karena fotografer akan mengambil gambar seluruh keluarga besar dengan kedua mempelai.
"Bel, gue tinggal dulu ya, mau jadi foto model dulu," ujarnya riang.
"Lo bilang belum jatuh cinta tapi giliran di foto semangat banget, ya udah sana, kalau butuh tips buat praktek malam pertama yang baik dan benar telepon gue aja, oke. Gue cuma khawatir kalau lo beneran pingsan pas lagi berduaan sama laki lo hehe."
"Awas lo!" Viona melotot ke arah Ibel kemudian berlalu melangkahkan kakinya menuju podium.
Ibel tergelak kencang setelah puas menggoda sahabatnya yang polos itu. Ibel adalah kebalikan dari Viona. Akan tetapi meskipun bicaranya terkadang mesum, Ibel selalu menjaga kesuciannya. Dia berpacaran dengan Zoey masih dalam batas yang wajar, hanya saja dia sudah sangat paham teori tentang **** sejak lama, karena menurutnya itu adalah hal yang sangat penting agar paham akan resiko buruknya jika hal tersebut dilakukan sebelum waktunya.
Semua rangkaian acara resepsi telah selesai, tamu undangan yang datang hampir mencapai seribu orang. Viona merasakan kakinya kebas karena berdiri terlalu lama untuk bersalaman menyambut para tamu yang hadir di pesta pernikahannya.
Awalnya kedua orang tua mereka hendak menyewa salah satu kamar hotel di mana pesta digelar sebagai kamar pengantin, tetapi Viona lebih memilih kamar di rumahnya saja yang didekorasi sebagai kamar pengantin. Dengan alasan, bagaimanapun juga kamar di rumah sendiri lebih nyaman dari kamar hotel.
Padahal, alasan sebenarnya adalah karena ia merasa aneh dan belum terbiasa jika hanya berduaan saja dengan suaminya. Viona memiliki otak yang cerdas, bahkan di usianya yang sekarang ini dia sudah sukses membuka beberapa cabang butiknya sendiri. Akan tetapi jika terlalu berdekatan dengan lawan jenis, seketika ia akan menjadi orang bodoh, otaknya seakan tumpul karena terlalu canggung.
Kedua mempelai bergegas pulang dari hotel dan menuju ke kediaman keluarga Rasyid diiringi dengan mobil kedua orang tua mereka dan juga sanak saudara.
*****
Sore harinya Viona sudah berada di kamarnya, sedangkan Bima masih bercengkerama di ruang tamu dengan Abdul, Ayah Viona. Gadis itu melihat setiap penjuru kamarnya, ruangan itu telah didekorasi dengan sangat indah, ditambah bunga mawar yang bertebaran sehingga wanginya tercium menggoda di udara.
Viona melepas gaun pengantinnya dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dia ingin berendam dengan air hangat yang ditambahkan aromaterapi untuk merelaksasi tubuhnya yang lelah dan berkeringat.
Setelah tiga puluh menit berlalu, barulah Viona bangkit dari bathtub dan membilas dirinya di bawah guyuran shower yang menyegarkan.
Seperti biasa Viona keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang melilit tubuhnya. Viona berjalan ke arah lemari sambil bersenandung dengan riang, tidak menyadari bahwa Bima sedari tadi sudah berada di dalam kamar sedang duduk di sofa seberang tempat tidur dan memperhatikan gerak-geriknya.
Viona melepaskan handuknya, memakai ****** ***** dan bra dengan santainya, Bima yang pertama kali melihat pemandangan istrinya telanjang bulat menelan ludahnya dan jakunnya bergerak naik turun.
Saat Viona hendak menaruh handuk ke keranjang cucian, ia menoleh ke arah sofa dan terperanjat kaget melihat Bima sedang duduk menatap ke arahnya. Saking terkejutnya dengan cepat menutupi tubuhnya yang belum berpakaian lengkap dengan handuk. Langsung mundur tanpa memerhatikan langkah membuatnya malah tersandung oleh kakinya sendiri. Alhasil ia terjatuh hingga terduduk di lantai dan memekik kaget, sakit juga malu. Secara spontan Bima langsung berlari mendekati Viona.
"Vi, kamu nggak apa-apa?" Bima membantu Viona untuk berdiri. Namun, tanpa sengaja ia melihat belahan dada istrinya yang menyembul dibalik bra, dan hal itu membuat darah kelelakiannya berdesir.
Viona yang menyadari tatapan Bima mengarah ke dadanya, langsung mendorong suaminya itu dan menyilangkan kedua tangannya.
"Mas, matamu mesum!" seru Viona mendengus kesal.
"Eh bu-bukan begitu." Bima gelagapan karena Viona berteriak. Merasa menjadi penjahat cabul yang menyusup ke kamar seorang gadis, padahal yang ditatapnya adalah tubuh istrinya sendiri.
Dia kan istriku, dan aku ini suaminya. Jadi tidak salah kan kalau aku memandangi tubuh istriku sendiri? Lagipula kami ini sudah sah untuk melakukan apapun bukan? Bahkan yang lebih dari sekedar memandang pun sudah diperbolehkan, iya kan?
Bima bergumam dan bertanya pada dirinya sendiri di dalam hati.
"Mas Bima kenapa tadi duduk disitu tanpa bersuara? Kukira kamu hantu, bikin kaget saja!" Viona bersungut-sungut masih dengan berselimut handuk, tetapi Bima hanya diam tak bergeming.
"Mas kenapa melamun? Jangan bilang lagi mikir yang aneh-aneh ya!" Viona merasakan wajahnya memanas. Ia malu, pasti Bima sudah melihat tubuh telanjangnya tadi dan itu karena kecerobohannya sendiri.
"Lagian kamu juga kenapa sih, keluar dari kamar mandi cuma pakai handuk dan gak merhatiin sekelilingmu? Bagaimana kalau ada orang jahat yang menyusup ke kamarmu dan melihatmu seperti tadi? Untung saja cuma aku yang melihatnya." Bima sedikit berdecak kesal.
Kenapa jadi dia yang kesal? Bukankah seharusnya aku yang kesal karena dia telah melihatku tanpa busana.
"Sejak dulu kamarku aman-aman saja! Tapi sepertinya Mas Bima benar, aku harus lebih berhati-hati, karena mulai sekarang seorang penjahat mesum akan dengan mudah keluar masuk ke kamarku." Viona mengambil piyamanya di lemari dan berlari ke kamar mandi karena malu setengah mati.
"Penjahat mesum?" Bima mengerutkan keningnya. "Jangan-jangan yang dimaksud penjahat oleh Viona itu adalah aku?" Bima menunjuk dahinya sendiri. Ia hendak menerobos ke kamar mandi untuk melayangkan protes tetapi kemudian pintu kamar mereka diketuk dari luar.
"Viona. Makanan sudah siap, Nak." Terdengar suara Rima dari balik pintu. Bima melangkah ke arah pintu dan membukanya.
"Iya, Bu. Vionanya lagi di kamar mandi," jawab Bima sambil tersenyum kepada ibu mertuanya.
"Eh, Bima. Duh maaf nih Ibu gangguin pengantin baru. Kalau Viona sudah selesai kalian segera turun ya, kita makan bersama-sama. Seneng banget rasanya karena sekarang Ibu udah punya menantu, bahagianya." Rima kembali turun dengan wajah ceria.
Bima hanya melongo melihat tingkah ibu mertuanya yang terlalu senang karena memiliki menantu, tak ubahnya seperti anak kecil yang mendapat mainan baru. Tak berselang lama pintu kamar mandi terbuka, dan Viona keluar dari sana setelah selesai berpakaian.
"Vi, kita diminta turun sama ibu untuk makan bersama." Bima memindai Viona dari ujung kepala hingga kaki.
"Mas, tatapannya jangan mesum gitu bisa enggak?" ujar Viona kesal.
"Tapi mataku mesum sama istriku sendiri, jadi tidak ada salahnya bukan?" Bima menyeringai jahil.
Viona hanya mendengus, ia segera menuruni tangga dan menuju ke ruang makan. Bima terkekeh kemudian mengekori Viona yang berjalan di depannya.
"Bim, semoga masakan di rumah ini sesuai dengan seleramu," ucap Rima sambil menaruh piring di meja makan.
"Terima kasih Bu," sahut Bima sopan.
"Kalau begitu ayo cepat dimakan. Vi, ambilkan nasi dan lauk-pauknya untuk suamimu." Telinga Viona masih merasa asing dengan sebutan suami, tetapi ia harus membiasakan diri mulai sekarang.
"Eh i-iya, Bu." Viona memerhatikan ibunya yang menyendok nasi beserta lauknya untuk sang ayah. Ia mengikuti apa yang dilakukan ibunya, lalu memberikannya pada Bima membuat lelaki itu tersenyum merekah.
"Bim, ini sup kambingnya dicicipi. Sup ini bagus untuk menjaga stamina lho agar tidak cepat loyo. Cocok sekali untuk pengantin baru, iya kan Yah?" tanya Rima pada Abdul.
Uhuk... uhuk... uhuk.
Bima tersedak mendengar perkataan ibu mertuanya, seketika salah tingkah sembari mengusap-usap tengkuknya sendiri. Sedangkan Viona yang duduk bersebelahan dengannya, kini menunduk dalam dengan wajah semerah kepiting rebus karena merasa malu mendengar kalimat ibunya.
*****
"Bim, sebentar lagi Maghrib. Kita shalat berjamaah sekeluarga, Ayah mau siap-siap dulu," ajak Abdul pada menantunya.
"Baik, Yah. Kalau begitu Bima mau mandi dulu dan berganti pakaian."
Bima segera menaiki tangga ke kamar Viona, sementara Viona duduk bersantai di sofa depan televisi menonton film Spongebob sambil menunggu waktu Maghrib datang.
"Vi, suami kamu bukannya lagi mandi? Kok kamu malah santai di sini sih?" Rima menegur anaknya dengan nada khas para Ibu yang sedang sewot.
"Lho emang kenapa, Bu?" tanyanya polos dengan ekspresi wajah tanpa dosa.
"Kamu itu gimana sih. Siapin dong pakaian gantinya, kamu itu sudah menjadi seorang istri, layani suamimu dengan baik! Lagian kamu itu kan sudah dewasa, jangan nonton Spongebob terus!" seru Rima jengkel.
Tanpa basa basi lagi Viona segera bangun dan berlari ke kamarnya, daripada tetap berdiam diri di sana dan terkena amukan ibunya.
*****
Halo my beloved readers, terima kasih banyak atas apresiasi dan dukungan kalian untuk ceritaku ini. Jangan lupa budayakan tinggalkan jejak kalian setelah membaca berupa like, komentar, serta vote seikhlasnya. Dukungan kalian selama ini melalui like dan juga komentar positif membuatku semakin semangat menulis.
Follow juga Instagramku @senjahari2412 untuk mengetahui informasi seputar cerita-cerita yang kutulis.
Selamat membaca....
😘💕
Pukul delapan tiga puluh malam.
Bima masih mengobrol dengan Abdul di taman samping rumah, sementara Viona sedang minum teh bersama ibunya di ruang keluarga.
"Bima mana?" tanya Rima pada anaknya.
"Kayaknya masih ngobrol sama Ayah," jawab Viona kemudian menyesap tehnya.
"Vi, Ibu mau berbicara hal penting. Kamu harus ingat kalau pernikahan adalah hal sakral, bukan untuk main-main. Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Jadi mulai saat ini dan seterusnya suamimu adalah prioritasmu, berbaktilah padanya dan kamu tidak boleh menolak jika suamimu meminta haknya, karena malaikat akan melaknat istri yang menolak menunaikan kewajibannya."
"Iya, aku sudah ingat betul. Ibu selalu mengatakan hal yang sama sejak tadi pagi, bahkan aku sudah hafal kata demi kata yang Ibu ucapkan." Viona memutar bola matanya malas.
"Ibu serius, Vi! Jangan lupa kamu pakai lingerie yang sudah ibu belikan!" titah Rima menuntut.
Terlihat Bima dan Abdul memasuki Rumah dan Bima langsung menaiki tangga menuju kamar Viona.
"Vi, itu suamimu udah naik, cepat sana masuk kamarmu!" perintah Rima pada anaknya.
"Iya, Bu." Viona menaiki tangga dengan langkah gontai. Ia masuk ke kamarnya dan mendapati Bima yang duduk di ranjang sedang mengotak-atik ipad dengan serius.
Viona menuju ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka dengan facial wash. Setelah selesai dengan ritual bersih-bersihnya, Viona membolak-balikan lingerie yang di belikan ibunya.
"Arghhhhh, aku tidak sudi memakai baju ini! Apakah aku harus tidur dengannya? Tapi aku gugup setengah mati, dicium aja belum pernah!"
Viona terngiang-ngiang akan ucapan ibunya yang terus memenuhi isi kepalanya, bahwa ia tidak boleh menolak kalau Bima meminta haknya. Viona menggerutu dalam hati dan menjambak rambutnya frustasi.
Semoga saja Mas Bima nggak minta sekarang, aku masih belum siap.
Akhirnya Viona membawa kembali lingerie itu dan memasukkannya ke dalam lemari. Ia tidak jadi memakainya karena merasa ngeri. Viona melangkah ke arah sofa yang terdapat di dalam kamarnya lalu mendudukkan diri di sana, sama sekali tidak mempedulikan Bima dan malah membuka satu persatu kado dari teman-teman dekatnya.
Sudah hampir semua kado dibukanya. Kertas bekas pembungkusnya berserakan dimana-mana karena Viona merobek pembungkusnya serampangan, rata-rata isinya lingerie dan pakaian dalam yang sangat seksi membuat Viona bergidik ngeri.
Tinggal satu lagi yang belum dibuka. Tertulis dari Isabella. Viona membuka bungkusnya, ia terbelalak dan memekik kaget karena isi kadonya adalah DVD blue film, lalu Viona membaca secarik kertas yang menempel di cover DVD itu.
Vi, ini hadiah spesial dariku, tutorial anti gagal untuk malam pertamamu, semoga sukses ya, with love Ibel.
"Sahabat jahanam lo Bel!"
Viona bersungut-sungut dan itu semua tidak luput dari pengamatan Bima. Bima menaruh ipad di nakas samping tempat tidur dan menghampiri Viona.
"Kenapa? Ada apa, Vi?" tanya Bima dengan salah satu tangan masuk ke saku celananya.
"Eh, nggak ada apa-apa kok Mas." Viona terperanjat, secepat kilat menyembunyikan kado dari Ibel di bawah pahanya.
"Beneran? Tapi kamu kayak panik gitu? Terus itu apa yang kamu sembunyikan?" Bima mengarahkan pandangannya pada DVD yang sedikit menyembul di bawah paha istrinya, dan dia langsung menyambarnya dengan cepat.
"Mas, jangan dilihat! Balikin!" Viona panik bukan kepalang.
"Kalau bisa ambil sendiri." Bima mengangkat tinggi-tinggi DVD itu dengan tangannya dan tentu saja Viona tidak bisa menjangkaunya karena postur tubuh Bima lebih tinggi darinya.
Bima melihat cover DVD itu. Matanya membeliak kaget, lalu memandang Viona dengan tatapan mengintimidasi.
"Wah, gak nyangka. Ternyata kamu tidak sepolos kelihatannya," ujar Bima dengan mata memicing.
"Enak aja! Aku enggak kaya gitu lho, Mas. Itu cuma kado dari sahabatku. Lagian si Ibel iseng banget sih, ngasih kado kok yang kaya gitu!" Viona berjalan ke tempat tidur dan menghentak-hentakkan kakinya kesal, dia meraih bantal menenggelamkan wajahnya yang sudah seperti tomat masak karena menahan malu.
Bima tertawa renyah melihat Viona yang memerah kemudian mendekati istrinya yang sedang tengkurap itu.
"Kalau mau, kamu bisa belajar sama aku. Dengan senang hati suamimu ini akan mengajari cara melakukannya secara live, tidak perlu nonton DVD segala." Bima berbisik di telinga Viona.
Gadis itu merasakan gelenyar aneh saat embusan napas suaminya menerpa telinganya. Ada rasa yang menggelitik seakan membuatnya kehausan. Viona berbalik dan mendorong dada Bima yang membungkuk di atasnya.
"Mas, udah dong. Aku malu. Lagian aku belum pernah nonton yang kaya gitu, jadi jangan salah sangka ya!"
"Mau nonton bareng? Itung-itung sekalian belajar," goda Bima.
"Ih apaan sih. Cepat menyingkir! Jangan deket-deket sama aku! Atau aku akan ... akan_"
Kalimatnya terhenti saat matanya beradu dengan mata Bima. Jantungnya berdegup kencang, saat ini posisi mereka hampir tak berjarak. Viona dalam posisi terlentang sedangkan Bima duduk di sisi ranjang dengan tubuh yang membungkuk di atasnya.
"Akan apa, Vi? Kenapa gak dilanjutin ngomongnya hmm?"
Viona merasa lidahnya kelu. Posisinya sekarang terlalu intim, detak jantungnya makin tak beraturan. Bima menatap lekat wajah cantik istrinya, dengan posisi sedekat ini membuat darahnya berdesir dan gairahnya perlahan naik. Bima semakin mendekatkan wajahnya dan_
Cup ....
Bima mengecup bibir merah yang setengah menganga itu sekilas seringan bulu membuat Viona langsung membeku.
"Vi, boleh aku meminta hakku sekarang?"
"Hak a-apa mas?" Viona tergeragap.
"Hakku sebagai suami Vi?"
"Ta-tapi aku_"
Belum selesai Viona berbicara, Bima malah memagut bibirnya. Viona yang belum pernah berciuman terkesiap luar biasa karena ini adalah yang pertama baginya. Gadis itu panik dan menahan napasnya saat Bima menciumnya semakin dalam tanpa jeda.
Efek diserbu rasa terkejut tanpa ampun, tiba-tiba Viona terkulai lemas. Bima yang tidak merasakan pergerakan dari istrinya menghentikan kegiatannya, ia terperanjat kaget karena Viona ternyata pingsan di tengah-tengah ciuman panasnya.
"Vi, bangun! Kamu kenapa?"
Bima menepuk-nepuk pipi dan mengguncangkan tubuh Viona. Ia dilanda serangan panik karena istrinya tetap diam tak bergerak sedikitpun. Bima berlari keluar dari kamar dan menggedor kamar mertuanya.
"Bu ... Ayah ...."
Rima yang sudah hampir tertidur langsung terbangun lagi dan segera membuka pintu begitu mendengar suara panik menantunya dari balik pintu.
"Iya, Bim. Ada apa?" Rima menutup mulutnya yang menguap.
"Viona, Bu. Viona, di-dia_"
"Dia kenapa?" Rima mengerutkan keningnya.
"Dia pingsan Bu."
"Hah! Memangnya dia kenapa bisa sampai pingsan? Malam pengantin kok malah pingsan?" Rima terperanjat kaget. Abdul ikut terbangun karena mendengar suara gaduh di ambang pintu.
"Ada apa Bu?" tanya Abdul pada istrinya.
"Viona pingsan Yah, sebaiknya kita lihat keadaannya dulu." Mereka bertiga tergesa-gesa masuk ke dalam kamar.
Rima mendekatkan aroma kayu putih ke hidung Viona. Gadis itu berangsur sadar dan mengerjapkan matanya.
"Vi?"
"Ibu?" sahut Viona.
Rima mengambil air minum di nakas dan memberikannya pada sang anak. Viona meneguk habis isi gelas itu tanpa tersisa.
"Kamu sebenarnya kenapa?" tanya Rima.
"Itu anu, Bu." Viona kebingungan harus bagaimana menjelaskan pada ibunya. Haruskah ia jujur bahwa penyebabnya adalah karena Bima mendadak menciumnya dan saking kagetnya dirinya malah jatuh pingsan. Namun, jika berterus terang itu pasti sangat memalukan.
"Ini semua salahku, Bu. Mungkin karena aku terlalu terburu-buru, jadi Viona kaget dan malah pingsan," jelas Bima merasa bersalah.
"Terburu-buru? Maksudnya?" Rima menatap Bima penuh tanya.
"Iya, Bu. Tadi aku terlalu bersemangat mencium Viona." Bima tertunduk malu dan Viona semakin merona merah karena penuturan suaminya.
"Apa? Hahahaha." Abdul dan Rima malah tergelak kencang.
"Haduh, Vi. Kamu ini malu-maluin. Masa baru dicium saja sudah pingsan, bagaimana kalau lebih dari itu?" Rima malah sengaja mengolok-olok anaknya.
"Ibu ... hentikan!" Viona menutup wajahnya malu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!