Zora Naladipha seorang siswa kelas menengah atas yang memiliki wajah rupawan yang menjadi idola di sekolahnya ditambah lagi prestasinya dalam berbagai kompetisi mengenai sejarah yang sudah berulang kali mengharumkan nama sekolah membuatnya semakin menjadi idola. Ia juga sering menggunakan kacamata dan menempelkan kertas bergambar mata di kacamata miliknya agar ia bisa tidur dengan tenang saat berada di kelas.
"Apa kalian paham dengan apa yang saya terangkan?" tanya seorang guru sejarah yang sedang mengajar di kelas Zora.
"Paham, pak" jawab satu kelas dengan serempak.
"Zora kenapa dari tadi menunduk? Apa kamu paham dengan apa yang saya jelaskan?" tanya guru sejarah yang bernama Andi kepada Zora karena ia melihat Zora hanya menenggelamkan kepalanya di kedua lengannya yang berada di atas meja.
"Zora bangun" bisik teman sebangkunya Zora.
"Zora" panggil orang itu lagi sambil menggoyangkan pundak Zora tetapi Zora tidak segera bangun.
Pak Andi sang guru sejarah kemudian mendekat ke meja Zora, ia lalu menggebrak meja dengan agak kencang yang sukses membuat Zora bangkit dari tempat duduknya.
"Papa tega banget sih bangunin Zora pake gebrak meja segala" omel Zora sambil mengucek matanya, ia sepertinya belum sadar sepenuhnya. Sontak ucapan Zora membuat tawa teman sekelasnya pecah sedangkan pak Andi wajahnya terlihat tidak bisa ditebak.
"Sejak kapan saya jadi bapak kamu?" tanya pak Andi tajam.
Zora yang menyadari suara papanya terdengar berbeda lalu membuka matanya dengan lebar. Ia hanya bisa tersenyum kikuk di tempatnya saat melihat guru sejarah killer sudah berada di depan wajahnya.
"Eh, pak Andi" ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Bukannya sejak kami masuk kesini semua guru itu otomatis menjadi orang tua kami ya pak? Berarti sejak saat itu pak Andi jadi bapak saya" ucapnya cengengesan.
"Zora!" ucap pak Andi yang menahan emosinya.
"Iya pak?" tanya Zora polos.
"Kamu paham tidak dengan materi yang saya ajarkan tadi?" tanya pak Andi sungguh-sungguh.
"Enggak pak" ucap Zora sambil menggelengkan kepalanya.
"Lalu untuk apa saya daritadi menjelaskan di depan jika kamu tidak paham dengan materi yang saya ajarkan?" tanya pak Andi frustasi.
"Gini aja deh pak. Mendingan bapak kasih saya pertanyaan aja soalnya jujur ya pak saya kemarin malam itu belajar sampai pagi jadinya tadi ketiduran deh" ucap Zora yang tentu saja berbohong karena semalam ia hanya menonton neftlix sampai pagi hari.
"Oke, sekarang saya tanya bagaimana ciri-ciri kerajaan pada masa pemerintahan Prabu Adyatama?" tanya pak Andi.
"Loh, pak kan itu nggak ada di buku pelajaran" ucap Zora yang tidak sepenuhnya salah. Teman-temannya pun membenarkan ucapan Zora karena memang tidak ada materi seperti itu di dalam buku pelajaran mereka.
"Ow, ow saya tidak peduli. Kamu sendiri yang meminta saya untuk memberikan pertanyaan jadi kamu tinggal jawab atau nama kamu masuk list bk?" ucap pak Andi dengan nada mengancam.
"Bapak tega banget sih sama princess yang cantik dan imut ini" ucap Zora sambil memajukan bibirnya yang membuat teman sekelasnya ingin muntah saat mendengarnya.
"Zora" ucap pak Andi sekali lagi.
"Iya, iya pak sabar atuh. Jadi, ciri-ciri bangunan kerajaan pada masa pemerintahan Prabu Adyatama yang pertama mereka sudah menerapkan bangunan dengan gaya semi modern yang didapatkan dari salah satu arsitek Belanda. Mereka juga menggunakan atap yang berbentuk seperti kubah yang dilapisi emas murni di atasnya dan sampai sekarang puing-puing bangunan itu masih ada dan menjadi bukti sejarah berdirinya kerajaan Wirastama" ucap Zora lancar tanpa jeda.
"Itu kamu tau" cibir pak Andi kepada Zora.
"Iyalah, saya kan titisan mantunya Prabu Adyatama pak, Kanjeng Ratu Zora Naladipha" ucap Zora dengan bangga.
"Emang apa bagusnya jadi titisan Ratu Zora Naladipha? Katanya dia nggak dicintai tuh sama Prabu Auriga" ucap salah seorang teman Zora.
"Berisik loe" ucap Zora yang membuat semua orang tertawa.
"Bagus, kamu saya tunjuk jadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba sejarah yang akan diadakan bulan depan" ucap pak Andi yang tidak membuat Zora terkejut. Ia bahkan sudah hafal dengan trik-trik yang dilakukan pak Andi agar ia bisa mengikuti lomba sejarah.
"Saya capek pak, gantian yang lainnya dong adik kelas gitu biar mereka punya pengalaman" ucap Zora yang tidak digubris sama sekali oleh pak Andi yang sudah keluar dari kelas itu.
"Nasib, nasib" ucap Zora kepada dirinya sendiri.
"Kok lo bisa tau sih tentang sejarah-sejarah kaya gitu padahal itu nggak ada di buku loh. Elo belajar beneran ya?" tanya Mira, teman sebangkunya.
"Ya enggak lah. Gua tuh udah hafal tentang sejarah kerajaan Wirastama bahkan bagian dalem kerajaannya pun gua juga bisa detail nyeritainnya soalnya dari gua kecil bokap selalu nyeritain tentang kerajaan Wirastama, dia kaya terobsesi gitu sih menurut gua. Lo kan tau sendiri bahkan nama gua pun disamain sama Ratu Zora Naladipha" ucap Zora.
"Pulang yuk" ucap Zora yang sudah menenteng tasnya.
Sesampainya di rumah Zora lalu mengganti pakaiannya kemudian memasukkan pakaian kotornya ke keranjang cucian dan akan mencucinya jika hari libur tiba, ia tidak mau menyusahkan ayahnya yang sudah menjadi single parent sejak dulu karena ibunya sudah meninggal sejak ia masih kecil.
Zora lalu menunggu ayahnya di ruang tamu. Saat ayahnya sudah pulang Zora lalu menceritakan bahwa ia kembali ditunjuk menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba sejarah yang diadakan bulan depan.
"Itu bagus dong Zora. Kebetulan papa tadi beli buku ini di pasar loak mungkin itu bisa membantu kamu untuk lomba bulan depan" ucap ayah Zora sambil menyerahkan sebuah buku kepada putrinya itu.
"Sebenernya nggak pake buku ini Zora udah pasti menang pa" ucap Zora lesu.
"Kamu baca ini dulu. Percaya sama papa" ucap papa Zora kemudian berlalu ke kamarnya untuk membersihkan diri.
Zora yang tidak ingin mengecewakan papanya kemudian mencoba membaca buku itu. Pertama kali dalam hidupnya ia merasa tertarik dengan sejarah. Ia lalu membawa buku itu ke kamarnya dan membacanya lebih dalam lagi. Zora memang tidak pernah mempelajari apapun tentang sejarah bahkan ia sangat membencinya tetapi ayahnya selalu mendongengkan cerita sejarah sehingga ia sudah hafal tentang sejarah di luar kepalanya.
___
Bel pulang sudah terdengar. Zora membawa buku yang diberikan ayahnya kemarin kemanapun ia pergi. Sebelum pulang Zora menyempatkan diri untuk pergi ke toilet karena ia merasa harus membuang air kecil. Di saat memasuki toilet itu ia mendengar suara laki-laki dan perempuan sedang berbicara, ia ingin melaporkan mereka ke pihak sekolah namun niatnya terhenti karena ia merasa sangat mengenali suara kedua orang itu.
"Lo udah berhasil buat dia jatuh cinta?" tanya seorang wanita yang berada di dalam sana.
"Udah, gua bahkan udah jadian sama dia sejak sebulan yang lalu tapi dari kemarin dia ga ngechat gua sama sekali padahal biasanya dia sering gangguin gua" jawab seorang laki-laki yang berada disana.
"Pokoknya buat Zora secinta-cintanya sama lo habis itu lo tinggalin dia dengan cara yang memalukan" ucap wanita itu lagi sambil tertawa.
"Ok" ucap si pria kemudian terdengarlah suara decapan-decapan yang berada di dalam kamar mandi itu.
Zora mengepalkan tangannya. Ia tidak menyangka jika kekasihnya sendiri tega memperlakukannya seperti ini padahal ia tidak memiliki salah apapun kepada mereka berdua. Zora lalu membuka pintu tadi dengan kasar.
BRAKK
Kedua insan yang berada di dalam sana terkejut. Mereka lalu menatap Zora dengan matanya yang memerah menahan tangis.
"Apa salah gua sama lo?" tanya Zora kepada teman sekelas kekasihnya itu.
"Zora" ucap kekasihnya terkejut.
"Jadi lo udah tau?" ucap wanita itu sambil tersenyum sinis.
"Karena elo udah ngerebut semua perhatian satu sekolah ini dan gua nggak suka dengan hal itu" ucap Sofi dengan wajah emosinya.
"Hah, ok dan lo" ucap Zora sambil menunjuk kekasihnya.
"Anggep aja kita nggak pernah kenal dan gua yang mutusin lo" ucap Zora kemudian menampar pipi kedua orang tersebut secara bergantian lalu keluar dari dalam sana.
"Zora tunggu!" ucap si pria yang ingin mengejar Zora tetapi lengannya ditahan oleh Sofi.
"Jangan bilang kalo lo udah suka sama Zora?" tanya Sofi dengan tatapan marahnya.
"Sorry" hanya itu yang bisa diucapkan oleh si pria kemudian ia pergi keluar meninggalkan Sofi sendirian di kamar mandi.
Zora langsung memasuki kamarnya. Ia kemudian menangis di tempat tidurnya dengan buku yang masih ia genggam. Ia menangis tersedu-sedu sampai air matanya mengenai buku tadi. Tiba-tiba ada sebuah cahaya yang menariknya dari dunianya.
Zora kemudian membuka matanya. Ia merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Ahh, sakit banget" ucap Zora sambil memegang kepalanya.
"Ndoro putri sudah sadar?" tanya seseorang yang berada di sampingnya.
"Maksudnya?" tanya Zora bingung.
"Sebentar Ndoro saya panggilkan tabib dulu" ucap orang itu kemudian pergi dari hadapan Zora.
Zora kemudian melihat sekitarnya. Bangunan yang bergaya semi modern dengan kasur empuk yang ia tiduri. Ia lalu melihat pakaiannya yang terasa berbeda dengan seragamnya.
"Ke-kebaya? Apa yang terjadi?" pekik Zora yang masih bingung dengan apa yang terjadi kepadanya.
•••
hai kembali lagi bersama author ter--?? apalah gatau. pokoknya selamat menikmati cerita ini dan semoga kalian semua suka dan tentu saja jangan lupa vote komen rate dan like karya baru ini ya see u next time!
Zora kemudian melihat sekitarnya. Bangunan yang bergaya semi modern dengan kasur empuk yang ia tiduri. Ia lalu melihat pakaiannya yang terasa berbeda dengan seragamnya.
"Ke-kebaya? Apa yang terjadi?" pekik Zora yang masih bingung dengan apa yang terjadi kepadanya.
•••
Tak lama setelah itu orang yang tadi memanggil Zora dengan sebutan Ndoro putri sudah tiba dengan seorang lelaki berbaju serba putih. Lelaki itu kemudian memeriksa Zora.
"Kondisi putri Zora sudah membaik" ucap tabib itu.
"Putri Zora?" tanya Zora di tengah-tengah keheningan yang melanda itu.
"Aku putri Zora?" tanya Zora kepada kedua orang yang ada di depannya.
"Lah, iya to Ndoro putri. Sampeyan itu Ndoro putri Zora Naladipha" ucap wanita yang umurnya berada sekitar dua tahun di atas Zora.
"Lalu kalian ini siapa?" tanya Zora yang terlihat linglung itu.
"Ndoro tidak ingat sama saya? Saya Ambar, dayang pribadinya Ndoro putri" ucap wanita yang bernama Ambar itu.
"Sebentar saya periksa lagi" ucap tabib tadi sambil memeriksa keadaan Zora lagi.
"Sepertinya putri Zora kehilangan ingatan karena kepalanya juga mengalami pendarahan saat kepalanya terbentur dengan batu yang berada di sungai" ucap tabib itu kepada Ambar.
"Duh Gusti Agung, Ndoro putri lupa ingatan?" ucap Ambar yang terlihat sangat terpukul dan terkejut itu.
Setelah itu tibalah beberapa orang dengan gaya rempongnya yang menghampiri kamar Zora dan langsung masuk ke dalamnya.
"Zora, Nduk kamu tidak apa-apa? Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya orang itu beruntun sambil menangkup kedua pipi Zora.
Zora yang nampak bingung itu kemudian melihat ke arah Ambar dan tabib yang sudah memeriksanya.
"Maaf Kanjeng Ratu, Ndoro putri sepertinya lupa ingatan" ucap tabib yang mengetahui raut wajah Zora yang bingung itu.
"Apa?" pekik Ratu Anindita yang sangat terkejut itu.
"Jadi dia tidak ingat siapa yang sudah mendorongnya menuju sungai itu?" gumam Ratu Anindita yang masih terdengar oleh mereka semua.
"Lalu bagaimana agar kita bisa mengembalikan ingatannya?" tanya Ratu Anindita yang terlihat panik.
"Maaf Kanjeng Ratu, sebaiknya kita menjelaskan pelan-pelan kepada putri Zora apa yang terjadi kepadanya dan lebih baik kita meninggalkannya dulu agar putri Zora bisa beristirahat" ucap tabib itu dengan sopan.
"Baiklah, Nduk kamu istirahat dulu ya disini sampai lukamu pulih" ucap Ratu Anindita sambil mengelus pipi Zora dengan lembut. Ratu Anindita kemudian pergi dari kamar Zora agar Zora bisa beristirahat dengan nyaman.
"Sebaiknya Ndoro istirahat dulu" ucap Ambar yang masih setia menunggu Zora untuk kembali beristirahat.
___
"Ndoro, bangun" ucap Ambar sambil sedikit mengguncang tubuh Zora.
"Ndoro" panggil Ambar lagi.
"Emmh, lima menit lagi pa" ucap Zora yang belum sadar itu.
"Ndoro Zora" ucap Ambar dengan menggoyangkan lengan Zora sedikit lebih kencang daripada sebelumnya.
"Apa sih?" ucap Zora kemudian bangun dari tidurnya.
"Ahh, sakit banget" ucap Zora sambil menyentuh pelipisnya.
"Ndoro kenapa? Saya panggilkan tabib ya" ucap Ambar yang terlihat khawatir itu.
"Nggak usah" ucap Zora menahan Ambar.
"Ini tuh cuma nyeri jadi lo gak perlu panggilin tabib" ucap Zora.
Ambar terlihat bingung dengan apa yang diucapkan oleh Zora. Ia tidak begitu memahami perkataan Zora karena perkataannya terdengar aneh di telinganya.
"Lo kenapa?" tanya Zora yang melihat Ambar yang diam sambil menatapnya dengan tatapan aneh.
"Ndoro putri tadi bicara apa? Saya ndak paham dengan apa yang Ndoro putri ucapkan" ucap Ambar kepada Zora.
Hampir saja Zora menepuk kepalanya. Ia lupa jika ia berada di zaman yang berbeda karena ia kemarin benar-benar tertidur dengan pulas karena rasa sakit yang ada di tubuh yang ditempatinya sekarang ini.
"Maaf ya Ambar" ucap Zora.
"Loh, Ndoro putri tidak perlu meminta maaf. Mungkin itu karena ingatan Ndoro putri yang hilang jadinya putri Zora berbicara bahasa yang saya tidak paham" ucap Ambar kepada Zora.
"Sekarang Ndoro putri mandi terlebih dulu setelah itu kita pergi ke ruang perjamuan untuk makan bersama anggota kerajaan" ucap Ambar lagi.
"Anggota kerajaan? Maksudnya kerajaan Wirastama?" tanya Zora memastikan.
"Betul Ndoro, kita ada di kerajaan Wirastama" ucap Ambar.
"Berarti raja kita itu Prabu Adyatama?" tanya Zora lagi yang diangguki oleh Ambar.
"Terus yang kemarin datang kesini itu siapa?" tanya Zora lagi.
"Kanjeng Ratu Anindita" jawab Ambar yang membuat mata Zora membulat sempurna.
"Ya tuhan jadi gue bener-bener pindah zaman?" teriak Zora di dalam hatinya.
"Yaudah, ayok mandi" ucap Zora yang membuat Ambar kemudian mengantarkannya menuju ke tempat pemandian.
"Kamu ngapain masuk ke dalem?" tanya Zora kepada Ambar yang setia mengikutinya sampai ke dalam pemandian itu.
"Tentu saja saya membantu Ndoro putri untuk mandi" ucap Ambar kepada Zora.
"Gak! Keluar sekarang juga" ucap Zora sambil menunjuk pintu yang ada di pemandian ini.
"Tapi Ndoro kan-b" ucap Ambar terpotong karena ia mendapat pelototan mata dari Zora.
"Keluar!" ucap Zora sekali lagi dengan nada yang ditekan.
"Baik Ndoro" ucap Ambar kemudian keluar dari pemandian itu.
Setelah Ambar benar-benar keluar Zora lalu melepaskan unek-uneknya di dalam pemandian itu.
"Kok gua bisa sampe disini sih sial!"
"Aarggh f*ck" umpat Zora saking kesalnya.
"Gua kan nggak mati kok gua bisa ada disini sih anj*r" ucap Zora yang merasa janggal dengan datangnya dia ke masa ini.
"Oke, Zora cukup tenang dan hadapi sekarang mendingan gue mandi dulu biar bisa mikir dengan jernih" ucap Zora lalu melepas pakaiannya dan menceburkan dirinya ke kolam pemandian yang berada disana.
Setelah selesai mandi, Zora lalu memanggil Ambar untuk mengambilkan pakaiannya. Ambar lalu datang kesana dengan kebaya yang sudah ia bawa sedari tadi.
"Mana" ucap Zora sambil mengeluarkan salah satu tangannya sedangkan tubuhnya masih ada dibalik pintu tempat pemandian itu.
"Ndoro pakau bajunya di kamar saja, kalau pakai di kamar mandi nanti bajunya basah semua" ucap Ambar karena memang biasanya putri Zora akan memakai pakaiannya di kamarnya.
"Terus aku keluar pakai apa?" tanya Zora dari dalam sana.
"Pakai yang ini Ndoro" ucap Ambar lalu menyerahkan sebuah kain kepada Zora.
"Buset ni kain gede banget" ucap Zora yang tengah merentangkan kain itu. Ia pikir kain yang besar itu berfungsi sama seperti handuk. Zora lalu membungkus seluruh tubuhnya dengan kain itu dan hanya wajahnya yang masih terlihat disana.
"Ayok" ucap Zora kemudian meninggalkan Ambar yang masih bingung dengan tingkah laku junjungannya itu.
Ambar lalu menuntun Zora untuk kembali masuk ke kamarnya. Ia kemudian membantu Zora menggunakan berbagai pakaian yang menurut Zora sangat rumit itu namun ia tidak membantah apa yang dilakukan oleh Ambar.
Ambar lalu menggelung rambut Zora agar terlihat seperti bangsawan pada umumnya namun Zora menolak hal itu.
"Jangan deh. Biarin gini aja" ucap Zora yang tidak disetujui oleh Ambar.
"Jangan Ndoro, itu tidak sopan" ucap Ambar yang kembali ingin menggelung rambut Zora.
"Kamu ambilin perhiasan yang itu dulu deh" ucap Zora sambil menunjuk salah satu perhiasan yang agak jauh dari tempatnya berias.
"Baik Ndoro" ucap Ambar patuh kemudian Zora langsung berlari dari kamarnya yang membuat Ambar kelimpungan karena ia tidak mampu mengimbangi kecepatan lari Zora yang sangat kencang itu.
"Ndoro, tunggu rambutnya belum digelung" ucap Ambar dengan nafas yang terengah-engah.
"Hahaha, kejar gua dulu baru bisa lo gelung ni rambut" ucap Zora sambil tertawa cekikikan.
Saat Zora merasa Ambar sudah tidak mengejarnya lagi ia kemudian menghampiri salah satu prajurit dan menanyakan dimana tempat perjamuan makan.
"Om, eh maksudnya paman dimana ya tempat perjamuan makan?" tanya Zora dengan sopan karena bagaimanapun orang yang ditanyainya berumur lebih tua darinya.
Prajurit yang ditanyai Zora agak terkejut dengan ucapan Zora yang terdengar aneh ditambah lagi ia memanggilnya dengan sebutan paman padahal biasanya semua bangsawan termasuk putri Zora sendiri hanya memanggilnya dengan sebutan kau.
"Paman?" tanya Zora sekali lagi yang membuat prajurit itu tersadar dari lamunannya.
"Maaf Ndoro. Putri Zora hanya perlu berjalan lurus kemudian belok kanan nanti akan ada prajurit yang berdiri di depan pintu, disitu ruang perjamuan makan berada" ucap prajurit tadi.
"Oke, makasih paman" ucap Zora kemudian berjalan menuju tempat yang dimaksud oleh prajurit tadi.
"Paman? Ndoro putri Zora memanggilku paman?" gumam prajurit tadi sambil menepuk-nepuk pipinya dengan kasar.
"Ini bukam mimpi" ucapnya sekali lagi dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
Zora berjalan dengan riang gembira menuju ruang perjamuan. Ia lalu melihat prajurit seperti yang sudah dibicarakan oleh prajurit yang berada di depan tadi.
"Putri Zora" ucap prajurit tadi sambil menunduk hormat.
"Paman, aku ingin makan benarkan ruang perjamuannya disini?" tanya Zora kepada dua orang prajurit itu.
"Benar putri, kami bukakan pintunya dulu" ucap salah seorang prajurit kemudian membukakan pintu untuk Zora.
"Silakan-m Pangeran Auriga" ucap kedua prajurit tadi sambil menundukkan kepalanya.
Zora ikut berbalik dan menatap orang yang dipanggil pangeran Auriga itu. Jika dideskripsikan wajahnya memang sangat tampan tetapi Zora kemudian memincingkan matanya melihat orang itu.
"Elo?" pekik Zora sambil menunjuk wajah pangeran Auriga.
•••
jangan lupa vote komen rate dan like
Zora ikut berbalik dan menatap orang yang dipanggil pangeran Auriga itu. Jika dideskripsikan wajahnya memang sangat tampan tetapi Zora kemudian memincingkan matanya melihat orang itu.
"Elo?" pekik Zora sambil menunjuk wajah pangeran Auriga.
•••
"Jauhkan tanganmu dari wajahku" ucap pangeran Auriga dingin.
"Gila kenapa elo sih yang jadi pangeran Auriga seharusnya yang pantes jadi pangeran Auriga tuh Zayn Malik" ucap Zora dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Sialan ni orang kenapa mirip Alex si brengsek kemarin itu" batin Zora.
"Apa benar kau ini putri Zora?" tanya pangeran Auriga karena melihat Zora yang terlihat berbeda saat menggerai rambutnya.
"Ya iyalah!" ucap Zora ketus, ia lalu masuk ke ruang pertemuan tanpa meninggalkan hormat pada pangeran Auriga.
"Apa kalian tau bahasa yang digunakannya tadi?" tanya pangeran Auriga kepada dua prajurit yang berjaga itu.
"Tidak pangeran" ucap keduanya serempak, pangeran Auriga kemudian memasuki ruang perjamuan untuk menunaikan sarapan pagi seperti biasanya.
Zora dengan wajah masamnya itu kemudian mengubah wajahnya menjadi wajah bingung. Ia tidak tau dimana tempat seharusnya ia duduk. Semua orang yang berada disana menatap Zora dengan pandangan aneh tetapi kagum dengan penampilan Zora yang terlihat berbeda hari ini dengan rambut panjangnya yang digerai menambah kecantikan Zora pada hari ini.
"Zora" panggil Ratu Anindita dengan lembut.
"Iya kanjeng ratu?" ucap Zora sambil menatap ratu Anindita.
"Kamu kenapa kelihatan bingung, Nduk?" tanya Ratu Anindita lagi.
"Saya nggak tau dimana tempat saya duduk ratu" ucap Zora dengan polosnya tetapi ucapannya membuat beberapa orang yang ada disana mengernyit heran dengan perkataan Zora yang terdengar aneh di telinga mereka.
"Oh, iya tempat duduk kamu ada disana" ucap Ratu Anindita sambil menunjuk sebuah kursi.
"Terimakasih kanjeng ratu" ucap Zora kemudian duduk di kursinya.
"Salam kepada ayahanda prabu dan ibunda ratu" ucap pangeran Auriga kepada kedua orang tuanya yang membuat Zora membulatkan matanya seketika.
"****** gua lupa ga ngasih salam hormat" batin Zora dalam hatinya. Ia kemudian melirik takut-takut kepada Prabu Adyatama dan Ratu Anindita.
"Duduklah Nak" ucap kedua orang itu bersamaan.
Pangeran Auriga kemudian duduk di sebelah Zora karena tempat duduknya memang sudah dirancang seperti itu.
"Sebelum kita makan, ibunda ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian semua" ucap Ratu Anindita yang kemudian merebut perhatian seluruh orang yang berada disana.
"Kau mau menyampaikan apa ratuku?" tanya Prabu Adyatama dengan lembut.
"Putri Zora mengalami lupa ingatan jadi aku harap kalian semua maklum karena ia memang tidak mengingat apapun tentang kita jadi aku harap kita semua memaklumi sikapnya ini. Pelan-pelan aku akan meminta Ambar untuk mengajari Zora kesopanan untuk bangsawan istana" ucap Ratu Anindita.
"Lupa ingatan?" gumam semua orang yang berada disana.
Sedangkan Zora hanya menatap semua anggota kerajaan satu per satu karena ia masih bingung dengan semua orang yang berada disana.
"Ibunda ingin kalian memperkenalkan diri kalian masing-masing kepada putri Zora" ucap Ratu Anindita.
"Namaku Rafandra dan yang di sebelahku ini Ravindra" ucap seorang pangeran memperkenalkan dirinya dan kembarannya yang berada di hadapan Zora.
"Aku Zora" ucap Zora yang membuat pangeran Rafandra menahan tawanya.
"Kami sudah mengenalimu sejak lama harusnya kau tidak perlu mengenalkan dirimu lagi" ucap pangeran Rafandra sambil tertawa.
"Aku Kirana" ucap seorang anak yang berusia kurang lebih sepuluh tahun dengan datar.
"Aigoo kenapa ni bocah dingin banget sih sama gue" batin Zora dalam hatinya tetapi ia tetap tersenyum menanggapi perkenalan putri kecil itu.
"Auriga perkenalkan dirimu" ucap Ratu Anindita karena pangeran Auriga hanya diam dari tadi.
"Dia sudah mengetahui namaku saat berada di depan tadi" ucap pangeran Auriga acuh.
"Oh, ya? Memang benar seperti itu Zora?" tanya Ratu Anindita.
"Bener Ratu tapi aku taunya dari prajurit yang ngasih hormat ke dia" ucap Zora yang lagi-lagi membuat semua orang mengernyitkan dahinya heran.
"Auriga!" ucap Ratu Anindita.
"Udah Ratu nggak papa kok nggak penting juga kan kenal sama dia" ucap Zora sambil sedikit melirik ke arah pangeran Auriga.
"Tidak penting bagaimana Zora? Kalian ini sebentar lagi akan bertunangan" ucap Ratu Anindita yang membuat Zora tersedak makanannya.
"Tu-tunangan?" ucap Zora setelah meminum air yang berada di dekatnya.
"Iya" ucap Ratu Anindita.
"Nggak mau Ratu" ucap Zora sambil menggelengkan kepalanya.
"Zora nggak mau tunangan sama pangeran Auriga" ucap Zora sekali lagi.
Semua orang kembali dibuat bingung dengan ucapan yang dilantunkan oleh Zora padahal dulunya ia sendiri yang memaksa Ratu Anindita dan Prabu Adyatama untuk mempercepat pertunangannya dengan pangeran Auriga.
"Kenapa Nak?" tanya Prabu Adyatama pada akhirnya.
"Pokoknya Zora nggak mau" ucap Zora lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kencang.
"Tapi semua itu perlu alasan" ucap Prabu Adyatama.
"Ahh" ucap Zora sambil memegang bagian pelipisnya sambil mendramatisir jika ia terlihat sangat kesakitan yang membuat ratu Anindita dan Prabu Adyatama langsung panik.
"Zora kamu kenapa Nduk?" tanya mereka cemas.
"Auriga cepat antarkan dia ke kamarnya" ucap Prabu Adyatama.
Dengan langkah malas pangeran Auriga kemudian menggendong Zora untuk kembali ke kamar gadis itu. Di jalan ia hanya memasang wajah datarnya. Zora yang hanya berpura-pura itu kemudian melihat sekelilingnya dan ia merasa jika sekelilingnya sudah aman kemudian meminta pangeran Auriga untuk menurunkannya.
"Turunin gue" ucap Zora kepada pangeran Auriga tetapi pangeran Auriga tidak menggubris sedikitpun ucapan Zora, ia terus menggendong Zora dengan santainya.
"Gua bilang turunin!" ucap Zora sedikit berteriak sambil meronta dari gendongan pangeran Auriga.
Pangeran Auriga kemudian melepaskan Zora begitu saja sehingga Zora terjatuh karena ia belum berada dalam posisi yang tepat.
"Gila, dijatuhin beneran!" ucap Zora sambil bangun dari posisinya terjatuh.
"Kau itu sebenarnya siapa? Kenapa bahasamu sangat aneh?" tanya pangeran Auriga dengan dingin dan tatapan mata yang tajam.
"Gue Zora!" ucap Zora membalas tatapan tajam pangeran Auriga kemudian ia pergi begitu saja menuju ke kamarnya.
Sedangkan pangeran Auriga memandang aneh kepada Zora yang punggungngnya masih terlihat itu. Ia merasa heran dengan tatapan tajam yang diberikan Zora kepadanya padahal biasanya Zora akan menatapnya dengan tatapan penuh cinta yang membuat ia muak sendiri dengan tatapan Zora yang seperti itu ditambah lagi dengan bahasa Zora yang membuat ia harus berpikir dua kali untuk menerjemahkan apa yang Zora maksudkan tetapi pangeran Auriga memilih tidak peduli lalu pergi entah kemana.
"Sial, sial, sial! Pokoknya gue nggak mau tunangan sama si Auriga burung gagak sialan itu lagian dia kan juga nggak cinta sama gue jadi nggak perlu ada pernikahan disini" ucap Zora dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Gue harus tau gimana dulu putri Zora hidup di tempat ini biar semuanya bisa clear dan gue bisa nentuin gimana langkah gua ke depan. Ambar!" ucap Zora yang membuat Ambar lalu masuk dengan langkah tergopoh-gopoh.
•••
jangan lupa vote komen rate dan like
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!