Notes:
Cerita ini adalah SpinOff dari cerita Vienna. Jadi, cerita kedua visual ini sudah ada di beberapa bab disana. Baca Vienna terlebih dahulu untuk mengenal Song Hyuji dan John Wilson.
---o0o---
Tinggalkan putraku, aku akan memberimu berapapun yang kau minta!
Mendadak, ucapan dari seorang wanita bergincu merah menyala itu kembali mengusik ingatannya. Mengikis semua kebahagiaan yang mereka bangun perlahan.
Dengan barang belanjaan dikanan dan kiri telapak tangannya, serta hiruk pikuk suasana kereta yang membuat mual dan pusing dalam satu waktu, Hyuji berusaha tetap berdiri sekuat tenaga.
Perhatian, Pemberhentian pada stasiun berikutnya, Yangcheon. Diharap para penumpang turun dengan teratur dan berhati-hati.
Suara seorang wanita pada spiker kereta membuyarkan lamunan Hyuji yang mengganggunya beberapa hari ini.
Dia melirik sekilas jam tangan yang melingkar pada lengannya. Pukul setengah tujuh malam. Langkah Hyuji terasa berat, namun ia harus segera kembali untuk memasak makan malam.
Saat pintu rumah itu berhasil terbuka, dia terkejut karena seseorang sudah menyambut dengan sebuah senyuman hangat. Senyuman yang selalu membuatnya kembali hidup setelah terpuruk dalam waktu yang cukup lama.
Ya, dia adalah John. Suaminya.
"Kenapa tidak menungguku saja! Pasti berat sekali belanjaanmu itu." ucapnya sambil berlari menyahut kedua kantong dari lengan Hyuji.
"Tidak, ini sudah biasa."
Mendadak hatinya kembali menghangat. Setidaknya, John, pria yang menikahinya sekitar dua tahun yang lalu itu kini masih berada disisinya, menemani meskipun badai selalu menghantam bahtera rumah tangga mereka.
"Kenapa kau terlihat kusut beberapa hari ini, Hyu? Ada masalah?" tanya John sembari meletakkan barang belanjaan Hyuji diatas meja makan kecil disisi dapur, kemudian mengeluarkan satu persatu isi belanjaan Hyuji.
"Benarkah? Apa aku terlihat seperti itu?" tanya Hyuji ingin memastikan sembari berlari menuju kaca yang ada diruang tengah.
"Eung!! " jawab John singkat sambil menata tepung kedalam nakas dapur.
Kemudian, dengan berat hati Hyuji menjawab. "Aku bertemu ibu beberapa hari yang lalu."
Jawaban Hyuji sontak membuat John menghentikan kegiatannya, menatap Hyuji dengan tajam.
"Apa yang dia katakan?"
Hyuji stagnan, tertunduk bahkan mencoba tegar sembari menyematkan sebuah senyuman manis pada paras rupawan yang ia miliki.
"Tidak, lupakan."
"Apa dia masih ingin kita berisah?! " tanya John sedikit sendu karena memang begitulah kenyataannya selama ini. Ibunya selalu ingin mereka berdua berpisah.
Hyuji mengangguk ragu sambil mengusap lelehan airmata yang mulai jatuh melewati kelopak mata bulatnya. Tiba-tiba saja dia merasakan sebuah pelukan hangat menyelimuti tubuh. Torso kekar John menangkup tubuhnya dengan sempurna.
Suara madu itu kembali berkumandang menyapa telinga Hyuji. "Sudah aku katakan, jangan pernah menemui ibu. Kau hanya akan mendapat sakit hati. Dan asal kau tau, akau tidak akan melakukannya Hyu. Kita tidak akan pernah berpisah." ucap John dengan usapan pada surai Hyuji yang direspon sebuah balasan pelukan melingkar di pinggang. Namun, masa depan siapa yang tau?
"Aku hanya ingin hubungan canggung dan dingin ini berakhir John. Aku juga ingin hadir di—"
"Kau pikir aku lari dari sana untuk apa? "
Hyuji mendongak, memperhatikan fitur tegas wajah John yang diciptakan sangat sempurna oleh Tuhan.
"Hidup diantara mereka seperti hidup dalam kandang serigala! Mereka semua tak pernah memandang siapa dan apa yang ada disekitar mereka Hyu! Dan aku beruntung hidup sederhana seperti ini bersamamu. Tanpa kemewahanpun kita bisa bahagia."
Hyuji tersenyum, kembali membenamkan wajah pada dada bidang suaminya itu.
"Kau tidak menyesal menikahi ku, John? Aku bahkan belum memberikan apa yang seharusnya kau terima sebagai seorang suami."
John menjauhkan wajah Hyuji, menangkup kedua pipi dengan kedua telapak besarnya. Memeta setiap inci wajah cantik bersurai pendek sang istri.
"Aku bukan pemaksa dan penggila hal itu Hyu! Ayo kita lakukan saat kau sudah siap nanti. Memiliki banyak anak setelah semua perekonomian kita membaik. Maaf aku belum bisa membuatmu bahagia selama pernikahan kita." tutur John sambil kembali membawa Hyuji kedalam pelukan pada dada bidang dan lebar miliknya.
Dia merasakan sebuah anggukan dari Hyuji.
"Kenapa kau kecil sekali Hyu? "
Hyuji tercekat, mendorong John untuk menjauh.
"Maksudku dirimu. Kenapa kau kurus sekali?!"
Mendadak rona merah merambah pada kedua pipi Hyuji.
"Kau saja yang terlalu besar John."
Keduanya memerah, seperti sepasang kekasih yang baru saja menerima pujian atas satu sama lain.
"Aku mencintaimu Hyu."
Ucapan itu sering Hyuji dengar akhir-akhir ini, yang membuat perutnya seperti digelitiki oleh jutaan kupu-kupu yang mampu membuat rona dan malu dalam satu waktu. John berhasil mejerat Hyuji.
"Aku tau, kau sering mengatakannya."
"Hei, aku mengatakan itu dengan tulus. Mengapa kau menjawabnya biasa saja seperti itu?"
Hyuji mencubit gemas pinggang John yang ternyata terasa lebih keras dari perkiraannya.
"Diam, atau aku akan menenggelamkanmu kedalam bak mandi."
"Tak masalah." ucap John sekilas, dengan sengaja menjeda, kemudian melanjutkannya sembari berbisik tepat ditelinga Hyuji. Menimbulkan remang yang sungguh tak ia sangka. "Asal bersamamu."[]
Disclaimer:
-Cerita ini murni imajinasi penulis.
-Jika ada kesamaan nama visual, gambar properti, ataupun latar yang ada didalam cerita, merupakan unsur ketidak sengajaan.
-Semua karakter didalam cerita tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupan/watak tokoh yang menjadi Visual didalam dunia nyata
-Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis dalam cerita, baik itu tata bahasa, sesuatu yang bersifat mature ataupun tindak kekerasan
-(Point terpenting!!) Hargai karya penulis untuk tidak menjiplak/meniru tanpa izin dari penulis. Dan juga dimohon kebijakannya untuk tidak menyamakan dengan cerita lain.
📢Warning:
Marriage life, mature scene, bisa jadi akan ada beberapa penggunaan kata-kata yang bersifat seksualitas. Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis.
Dan untuk pembaca dibawah umur, akan ada peringatan sebelum scene, jadi bisa diskip atau baca bab selanjutnya saja.
Terima kasih.
Salam Hati Warna Ungu,
💜💜💜
Vizca.
...01....
Kepulan asap yang menyapa wajah, terasa hangat dan juga aroma sedap dari bumbu yang bercampur didalam kuah, sungguh menggoda setiap Indra siapa saja yang menghirup.
"Terima kasih, silahkan datang kembali." tutur Hyuji ramah kepada pelanggan yang baru saja meninggalkan kedai kecil miliknya yang ada di tepian jalan utama yang tak jauh dari rumah.
Ya, setelah sebulan kepergian Reyna. Hyuji memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan asuransi milik keluarga Val, dan memutuskan untuk berwirausaha dengan menjual odeng*, tteokbokki *, sundae*, dan juga minuman bersoda di salah satu kedai yang berjejer disepanjang jalan Yangcheon.
Dia hidup bersama seorang pemuda yang tak lain adalah suaminya, John Wilson. Pemuda yang memutuskan untuk keluar dari kehidupan mewahnya dan memilih hidup sederhana bersama seorang Hyuji.
Berusaha membangun keluarga yang bahagia adalah misi mereka berdua dalam dua tahun belakangan. Dan semua itu terwujud sedikit demi sedikit.
Musim semi kali ini terasa sedikit berbeda dari tahun sebelumnya, sebab saat ini usaha yang diperjuangkan Hyuji mulai dari nol, kini sudah mulai berkembang. Hatinya perlahan diliputi sebuah kebahagiaan saat melihat pelanggan yang datang ke kedai semakin hari meningkat jumlahnya. Rasa lelah saat membuat itu semua terbayar lunas.
Tiba-tiba seseorang datang membawa sekotak ayam pedas dan nasi.
"Maaf terlambat."
Suara yang sangat disukai Hyuji. Siapa lagi, kalau bukan John. Pria itu terlihat lelah, Hyuji menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat lalu mengusuk punggungnya yang lebar itu penuh perhatian.
"Harusnya kau pulang saja dan makan dirumah."
"Tidak, aku ingin melihat istriku ketika bekerja."
Hyuji tersipu, John selalu berhasil membuat kedua pipinya bersemu merah seperti itu. Hyuji meraih jaket denim milik John dan meletakkan disalah satu tas besar yang ia bawa.
"Duduklah dan makan dengan baik disana! "
"Tidak ada pria yang menggodamu kan hari ini?"
"Ya Tuhan John, apa yang kau pikirka---"
Suara Hyuji terhenti kala seorang pelanggan datang, Hyuji mengusapkan tangan pada apron dan berjalan tergesa untuk menyambut pelanggan.
"Selamat datang... " sapa Hyuji ramah tamah.
Wajah Hyuji berubah sedikit menegang saat melihat presensi di hadapannya. Seorang pria bertubuh tegap dan tinggi, wajahnya juga tidak asing lagi.
"Kau, Hyuji kan?"
Tersenyum kaku, Hyuji mendadak menjadi orang yang lupa ingatan. "Benar, anda siapa...? "
"Ya ampun Hyu, kau lupa padaku? "
Hyuji melirik pada John yang sedang menajamkan sorot padanya saat ini.
"Ahahah... Si-siapa ya?? " tanya Hyuji kaku.
Pria itu mengulurkan lengan, tersenyum Indah kepada Hyuji. "Aku Rommy, teman SMA mu dulu."
Jantung Hyuji seolah terjun bebas ke dasar lambung saat dia hendak menyambut telapak tangan Rommy, akan tetapi John mendahului. Membuat pria itu mengerutkan dahi.
"Aku suaminya."
God, Hyuji tak habis fikir John akan melakukan hal itu. Hyuji memejam, menahan rasa yang entah seperti apa dia tak tau harus mendeskripsikannya seperti apa.
"Ahhah... iya, perkenalkan! Dia suamiku, namanya John Wilson."
John tersenyum disudut bibir, menyeringai tajam. Merasa tak enak, dengan cepat Hyuji menarik lengan John dan menurunkannya perlahan.
"Rommy-ssi, kau ingin membeli bukan? Silahkan pilih makanan yang kami sediakan. Ada banyak sekali pilihannya." ucap Hyuji mengalihkan topik, memberi isyarat agar John menjauh dan tak membuat pelanggannya pergi.
"Odeng! Beri aku lima tusuk odeng! "
"O~h, baiklah."Jawab Hyuji riang.
John masih tak mau beranjak dari tempatnya. Masih menatap pria bernama Rommy itu dengan tatapan tajam bak elang yang mengikat mangsa.
"Selamat menikmati." ramah Hyuji sambil menyodorkan Odeng yang diinginkan Rommy. Menerima uang dan mengucap terima kasih saat pria itu meninggalkan kedai.
Pukul sebelas malam, keduanya sudah sampai dirumah. Hyuji sedikit kesal kepada John perihal Rommy yang menyapanya di kedai. Pria itu hanya teman SMA, tapi John menatap seolah-olah Rommy adalah musuh yang pantas di bumi hanguskan.
Lain kali, jangan bersikap seperti itu pada pelangganku. Mereka bisa kabur jika kamu memperlakukan mereka dengan wajah sinismu itu."
"Tapi dia mencoba merayumu Hyu. Apa kau benar-benar mengenalnya?! "
Hyuji menatap kesal, melihat John yang sedang memperlihatkan ekspresi lucu di wajahnya, Hyuji tak bisa menahan rasa gemas yang timbul. Namun ia tahan kuat-kuat.
"Ya. Dia memang pernah satu SMA denganku. Bahkan dia pernah mengungkapkan perasaannya padaku."
"Apa??! "
John membolakan kedua manik rusanya.
"Jika tau seperti itu, aku sudah mengusirnya dari awal dia datang!” katanya geram. Ia tidak menduga sama sekali jika pria tadi pernah ada rasa dengan Hyuji.
"Jangan coba-coba mengusir pelangganku."
John mendekat, diraihnya tubuh Hyuji kedalam dekapan.
"Aku tidak mengusir pelangganmu, aku hanya mengusir orang yang merayu dan ingin merebutmu dariku."[]
Pagi ini, John sudah bersiap dengan jas rapi yang semakin memperindah penampilannya. Dan membuka gorden untuk membangunkan Hyuji, adalah rutinitas John dipagi hari.
Masih berusaha mengumpulkan kesadaran, Hyuji melihat sosok John yang sudah rapi. Tidak biasanya. Bahkan Hyuji terbangun kasar saat melihat penampilan John yang menyilaukan mata itu.
"Yah, mau kemana kau dengan setelan jas rapi seperti itu! "
John hanya diam, tak menimpali pertanyaan yang dilontarkan Hyuji, sembari berjalan kedepan cermin untuk menata dasi.
"Kau mau lari dariku? " tanya Hyuji sekali lagi, mengejutkan.
John mendesah nafas dengan kasar, mana mungkin dia kabur dengan baju serapi itu.
"Kau pikir aku laki-laki macam apa, yang kabur meninggalkan istrinya dengan pakaian serapi ini dipagi hari! "
"Bisa saja kau pergi dengan wanita kaya, bermodalkan wajah menawan dan penampilan mengesankan yang kau miliki! "
Entah mengapa, ucapan Hyuji sedikit menyakiti harga diri John secara tidak langsung. Berbalik demi mendapati presensi Hyuji, John berucap dengan nada sarkas. "Jadi kau benar-benar menganggapku laki-laki seperti itu? "
Mendadak nafas Hyuji tercekat saat melihat ekspresi John seperti saat pertama kali mereka menikah dulu; datar dan menakutkan. Hyuji tak menyukai raut tersebut.
"Bukan itu maksudku! Intinya, kau hendak pergi kemana dengan setelan jas seperti itu?!"
John berjalan dan duduk ditepian ranjang, memakai kaus kaki dan juga pantofel hitam satu-satunya yang ia miliki setelah pergi dari kehidupan mewah keluarga Wilson.
"Sebuah perusahaan menawariku pekerjaan! " jawabnya singkat.
"Perusahaan? "
"Uemmm, perusahaan yang aku tau lumayan besar dan menjamin kesejahteraan karyawannya!"
Hyuji menunduk, diam-diam ada perasaan tak rela jika John harus bekerja disebuah perusahaan. Akan tetapi, dirinya tidak bisa egois. Bisa saja nanti perekonomian mereka perlahan bangkit dan membaik.
"Dimana? "
"Gangnam! "
Mendadak, Hyuji merasa hatinya seperti dihantam sebuah gada. Terasa begitu sakit hingga dia sulit bernafas.
Gangnam? Bukankah, perusahaan wanita itu juga berada di wilayah gangnam?, batin Hyuji.
Hyuji bangkit tak menimpali, hendak berjalan malas menuju kamar mandi, John turut berdiri. Mengebas jas bagian bawahnya dengan telapak, kemudian berjalan keluar kamar.
Tak mau melewatkan kepergian John, Hyuji berlari mengejar karena tak melihat apapun diatas meja makan.
"Kau tidak membuat sarapan? "
John mengangguk ragu dengan raut sedikit menyesal, menggaruk ujung alisnya pelan dengan bibir terkatup. "Maaf, untuk hari ini aku tidak bisa membuat sarapan! Aku harus segera berangkat karena interview dimulai dua jam lagi! Aku janji besok akan membuat sarapan yang enak! "
Sekali lagi, Hyuji tak bisa mengatakan apapun. Dia tau seperti apa keras kepalanya seorang John Wilson.
"Baiklah, hati-hati... "
John melambai sebagai tanda perpisahan mereka pagi ini.
—
Dirundung rasa gelisah, entah untuk keberapa kalinya Hyuji menengok kearah jalanan besar yang tak jauh dari halte yang biasa digunakan John untuk sampai di rumah.
Bibir ranum yang ia miliki mengerucut kedepan karena kecewa tak mendapati presensi pria yang membuatnya merona akhir-akhir ini.
"Mau sampai jam berapa dia ada disana? Tengah malam? Atau bahkan besok pagi? "
"Chh... Jangan-jangan dia benar-benar kabur dengan wanita kaya seperti yang aku katakan pagi ini padanya?! " lanjutnya dengan airmuka yang tak terartikan.
Pikiran negatif merangsek tanpa permisi, dan ditarik kembali dalam realita saat ia harus berlari kedalam kedai karena pelanggan memanggilnya.
-
Jauh disana, sejak tiga puluh menit berlalu setelah Hyuji menanti kedatangannya, John berjalan dengan hiasan kebahagiaan pada fitur tampannya. Dia bahkan sudah bisa membayangkan Hyuji yang melompat dan memeluknya nanti.
Kedua manik rusanya begitu lega saat memandangi senyuman Indah yang tersemat pada wajah Hyuji dari kejauhan.
"Dia pasti akan senang mendengar jika aku diterima bekerja disana! " gumamnya sambil melipat lengan dengan sekantung ayam pedas kesukaan Hyuji didepan dada. "Dia memang gadis baik dan ceria seperti yang dikatakan Reyna dulu!" ucapannya kembali terjeda saat manik mereka saling tertaut. Mendadak dia melihat Hyuji yang memalingkan wajah menghindari tatapannya. "Dia juga sangat cantik! Dan sialnya, aku baru menyadari itu sekarang! "
Dua tahun lalu, saat Hyuji memintanya untuk pergi dan meninggalkannya saat ibu John berkata akan menghapus nama John dari daftar keluarga, John memutuskan untuk tetap bertahan dan memilih pergi.
"Mungkin itu adalah keputusan terbaikku, karena aku menemukan wanita setegar dirimu Hyu---"
John melangkah mendekat menuju kedai Hyuji. Didapati wanitanya hanya diam mengabaikan saat ia datang dan tersenyum hanya pada pelanggan.
Berbagai spekulasi bermunculan didalam kepalanya. Dan semua berhambur sirna saat pelanggan terakhir itu sudah pergi, hari ini kedai Hyuji memang sangat ramai.
Mencoba menghapus rasa canggung, John menyodorkan kantung plastik berisi ayam itu dihadapan Hyuji.
"Ayo makan, kau pasti lapar bukan? "
"Aku sudah makan! Perutku kenyang!" jawabnya datar sambil merapikan beberapa wadah berisi sisa kuah dari odeng dan Tteokbokki.
"A~h benarkah? Sayang sekali! Lalu bagaimana nasib ayam pedas ini? " tuturnya seduktif.
John sengaja. Biasanya Hyuji akan merampas kantung itu secara paksa dan melahap dengan cepat jika John mengucapkan hal semacam itu.Tapi tidak untuk hari ini, Hyuji terlihat sedang memendam sesuatu.
"Apa sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi? Mengapa wajahmu seperti itu? "
Hingga sampai di kediaman mereka, Hyuji masih mendiamkan dirinya. Ayolah, John tidak menyukai suasana seperti ini.
"Katakan padaku apa yang membuatmu mendiamkan aku seperti ini?! "
Hyuji tetap diam dan mencuci wadah yang ia keluarkan dari tas besarnya. Tak tahan, John meraih paksa lengan kecil Hyuji hingga mereka saling berhadapan saat ini.
"Mengapa kau mengabaikanku Hyu? "
Rahang Hyuji mengeras seketika saat merasakan cengkraman kuat John pada lengannya.
"Aku lelah John, biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku dan beristirahat! "
"Tidak, sampai kau mengatakan apa masalah yang membuatmu mengabaikan aku! "
Suasana semakin menegang kala tiba-tiba ponsel John bergetar didalam saku jasnya. Sekilas Hyuji melihat, penelepon tanpa nama.
John melepas cengkeraman dan berjalan menjauh, meninggalkan Hyuji yang sedang meringis menahan sakit akibat cengkraman tersebut. Semakin kesal saja Hyuji saat ini.
Berjalan masuk kekamar setelah mencuci tangan, Hyuji membanting pintu kamar dengan sangat keras hingga membuat John yang sedang berbicara dengan seseorang pada telepon terjingkat.
Hampir mengumpat, seseorang diseberang mengakhiri pembicaraan. Berlanjut dengan John berjalan menuju kamar sedikit murka.
"Apa yang kau lakukan eoh?!! Aku sedang bicara dengan seseorang ditelepon dan kau membanting pintu seperti itu—"
"Cukup john, aku lelah! Ingin beristirahat! " potong Hyuji dengan suara parau.
John memijat keningnya dengan bibir terkatup dan rahang mengeras. Bahkan decakan keras terdengar cukup jelas.
"Apa masalahmu? Katakan!! " bentak John frustasi.
Bukannya memberi jawaban, Hyuji naik ke tempat tidur dan membungkus dirinya dengan selimut.
"SIAL!!! "
Apa? Hyuji sontak terbangun dan menatap tajam pada suaminya. Berjalan menghampiri John yang sedang berkacak pinggang, Hyuji berkata sayu dalam derai airmata.
"Aku ingin pulang ke daegu! []
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!