"Apa?" Prilly kaget saat mama dan papa nya menyampaikan bahwa dia akan dijodohkan dengan anak rekan kerja papanya.
Prilly sejak dulu tidak ingin dijodohkan, dia ingin menjalani hidupnya sesuai dengan kodratnya. Tidak ada pemaksaan ataupun perjodohan di dalamnya. Lagian dia belum mengenal siapa lelaki yang akan dijodohkan dengan dirinya. Bagaimana dia bisa menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dia kenal?
Prilly juga tidak ingin menikah untuk saat ini. Dia ingin impiannya terwujud dulu baru membangun rumah tangga. Dia ingin melanjutkan sekolahnya untuk meraih gelar dokter spesialis di Jerman tahun ini. Dia tidak ingin harapan dan segala angan-angannya hancur gara-gara perjodohan yang sama sekali tidak dia harapkan ini.
"Papa ingin kamu segera menikah, Nak! Papa ingin melihat kamu bahagia." Suara Robert Sanjaya membuyarkan lamunan Prilly.
"Papa pikir dengan menjodohkan ku dengan anak teman Papa itu aku akan bahagia? Tidak sama sekali, Pa! Dan Prilly ngga akan bahagia untuk selama-lamanya." Suara Prilly meninggi menahan emosi.
"Tenang dulu, Nak. Anak teman papa itu sangat baik dan bisa menafkahi hidupmu." Felissya menenangkan Prilly.
"Apa selama ini aku tidak bisa makan? Tidak bisa minum? Tidak tidur ditempat yang layak?" Prilly menatap papa dan mama nya.
"Bukan begitu, Nak. Papa dan mama ingin kamu segera menikah dan membangun rumah tangga agar nanti ada yang menjaga mu setelah papa tiada." Robert mendekati Prilly yang duduk di sofa di hadapannya.
"Ada Bang Rey yang akan menjagaku!" Prilly membantah.
"Rey juga tidak selamanya akan menjagamu, tidak selamanya ada untukmu. Dia juga akan menikah nantinya." Robert menatap Prilly tanpa berkedip.
"Bang Rey juga belum menikah, kenapa aku yang harus duluan menikah, Pa?" Prilly membalas tatapan papanya.
"Papa dan mama sudah menyuruh Rey untuk menikah sejak dulu, tetapi dia menolak dengan alasan mengejar cita-citanya." Robert menjelaskan.
"Prilly juga akan menikah setelah meraih gelar dokter spesialis!" tegas Prilly.
"Tapi mama ingin kamu segera menikah!" Felissya membuka suara karena sedari tadi hanya menyimak percakapan anak dan suaminya.
"Tapi Prilly sama sekali tidak mau menikah, Ma!" Mata Prilly berkaca-kaca. "Aku tidak mau menikah sebelum aku meraih gelar dokter spesialis itu! Jangan memaksa ku." Prilly berlalu meninggalkan Papa dan mama nya diruang tamu.
"Prilly, tunggu!" Suara Robert memanggil Prilly. Tapi Prilly tidak menggubrisnya.
Prilly menaiki anak tangga ke lantai dua untuk menuju kamarnya. Sungguh dia tidak habis pikir kenapa dia harus dijodohkan padahal dia ingin menggapai cita-cita nya yang sedang ada didepan mata ini.
Prilly membuka pintu dan menjatuhkan dirinya diatas kasur. Dia sangat pusing memikirkan ini semua. Papa dan mama nya selalu saja memaksa apapun keinginan mereka tanpa mikirkan sedikitpun kemauan Prilly.
Prilly bangkit dari kasur lalu berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Dia mencuci mukanya lalu berdiri memandang dirinya di cermin.
Aku tidak akan bisa menerima perjodohan ini! Tidak akan. Prilly bergumam sendiri sambil menatap wajahnya sendiri dicermin. Lalu dia bergegas keluar dan memilih mengambil beberapa buku koleksinya di rak buku untuk dibacanya.
Dia tidak bisa fokus membaca buku karena pikirannya yang sedang kacau. Dia melempar buku ke sembarang tempat. Lalu meraih ponsel nya yang terletak di atas nakas. Dia mengutak atik ponselnya dan tidak lama kemudian nada tersambung ke panggilan terdengar disana.
"Hallo, Ly! Ada apa? Tumben kamu nelpon Abang?" Suara seseorang dibalik ponsel itu. Ia adalah Abang nya Prilly yang sedang melanjutkan S2 nya di Amsterdam.
"Prilly kangen sama Abang, cepatlah pulang!" Suara Prilly terdengar memelas.
"Hahaha! Kau ini sangat manja sekali. Bulan depan baru Abang pulang. Sabarlah!"
"Tapi Prilly sudah sangat ingin bertemu dengan Abang, Prilly juga sudah merangkum banyak cerita untuk Abang. Prilly juga mau curhat sama Abang, ayolah pulang!"
"Kalau bercerita kan bisa lewat telponan juga seperti sekarang ini. Ceritalah sekarang!"
"Prilly tidak mau! Prilly mau cerita kalau Abang sudah disini saja."
"Dasar anak manja! Iya Abang akan pulang minggu depan. Sabarlah dulu!"
"Abang tidak bohong kan?"
"Mana mungkin Abang berbohong sama adek abang yang paling cantik ini. Abang janji pulang bulan depan, sayang!"
"Awas kalau tak jadi pulang. Prilly tidak akan memaafkan Abang seumur hidupku!" Suara Prilly mengancam Abangnya.
"Abang kan sudah berjanji, pasti akan Abang tepati. Tunggu saja. Sudah dulu ya? Abang ada kerjaan. Nanti lagi aja telponannya!"
"Awas saja kalau ingkar! Baiklah, jaga kesehatan ya, Bang. Prilly rindu sekali." Mata Prilly berkaca-kaca.
"Abang juga sangat rindu denganmu! Kamu juga jangan lupa makan, ya? Abang menyayangimu."
"Siap, Bang!" Prilly lalu mengakhiri panggilan itu.
Reyhan. Ia Abang Prilly satu-satunya. Prilly dan Reyhan hanya dua bersaudara. Umur Prilly sekarang 23 tahun sedangkan umur Reyhan 25 tahun. Mereka sangat akur sekali. Bahkan mereka tidak pernah bertengkar sama sekali. Apapun masalah Prilly pasti akan ia ceritakan kepada saudara lelakinya itu. Dia lebih mempercayakan Abangnya daripada mama ataupun teman dekatnya. Begitu juga dengan Reyhan.
***
"Bagaimana ini, Pa? Prilly tidak mau dijodohkan dengan anak rekan kerjanya papa." Felissya sangat bingung.
"Kita akan mencoba ngomong dengan Prilly nantinya. Prilly pasti akan mau jika dipaksa."
"Tapi mama kasihan dengan Prilly, Pa. Dia sangat tidak ingin ada perjodohan ini. Lagian dia juga mau melanjutkan sekolahnya di Jerman."
"Jangan pikirkan itu, Ma! Ikuti saja kata papa. Nanti Prilly bisa melanjutkan sekolahnya setelah dia menikah juga. Emang mama tidak mau menggendong cucu seperti teman-teman mama apa?" Papa Robert tersenyum menggoda.
"Yasudah, mama ikut saja. Mama juga iri melihat teman-teman mama yang sudah mempunyai cucu." Felissya akhirnya setuju dengan rencana suaminya.
Meskipun Felissya bimbang untuk menjodohkan Prilly atau tidak tapi keinginannya yang ingin segera menggendong cucu sangatlah besar. Robert dan Felissya bukannya tidak tahu perasaan Prilly, namun mereka tidak yakin kalau setelah menyelesaikan studinya di Jerman Prilly akan langsung menikah. Mereka tahu kalau Prilly tidak gampang jatuh hati pada seorang lelaki. Selama ini pun Prilly tidak pernah membawa pacar ataupun teman lelakinya ke rumah. Jadi Robert dan Felissya memutuskan untuk menjodohkannya saja.
Pernikahan paksa memang tak selamanya tidak bahagia. Akan ada benih cinta yang tumbuh seiring berjalannya waktu. Tidak mengapa jika sekarang mereka tidak saling mencinta. Tetapi lama kelamaan mereka akan saling mencintai. Karena Robert tahu pernikahannya dengan istrinya sekarang pun dulu tidak didasarkan oleh cinta. Awalnya mereka menikah karena wasiat kedua orangtua mereka. Keduanya sama-sama sudah mempunyai pasangan namun kandas oleh keinginan orangtua. Kini bukti cinta Robert dan Felissya sudah mempunyai dua anak yang sudah berumur kepala dua. Bahkan benih cinta itu sudah tumbuh lama sebelum Rayhan dan Prilly lahir. Percayalah jika sering bersama-sama maka ujungnya cinta pun akan mengikuti.
\*\*\*\*
Malam itu Prilly sedang membaca novel kesukaannya di dalam kamar. Yap! Harry Potter. Walaupun Prilly sudah mengulang membaca novel itu tapi tidak ada rasa bosan dalam diri Prilly. Novel itu memberi nuansa baru bagi Prilly.
Tok, tok, tok!
Suara pintu kamar di ketuk.
"Non Prilly, makan malamnya sudah siap. Tuan dan nyonya sudah menunggu di meja makan." Suara Bibi Elen, asisten rumah tangga keluarga Prilly.
"Baiklah, Bi. Prilly akan segera kesana!" sahut Prilly dengan malas lalu bergegas ke ruang makan.
Sesampai nya di ruang makan, Prilly terheran-heran melihat ada orang asing yang duduk di bangku makan. Prilly sama sekali tidak mengenalnya. Prilly duduk di bangku dekat dengan Felissya.
"Tuan Vekky, nyonya Rayna dan nak Kendrick, ini Prilly!" Robert memperkenalkan Prilly pada tamu nya. Ketiga tamu itu tersenyum ke arah Prilly.
"Hallo, Prilly, kamu sangat cantik sekali!" sapa seorang wanita seumuran Felissya.
"Hallo, tante. Tante lebih cantik, kok." Prilly tersenyum ke arah wanita itu.
"Prilly, ini keluarga tuan Vekky dan itu Kendrick yang akan dijodohkan denganmu." Robert menatap Prilly.
Prilly melototkan matanya dengan sempurna. Kaget dengan apa yang diucapkan Robert kepadanya.
"Prilly kan sudah bilang, Prilly tidak mau dijodohkan!" Prilly terlihat menahan emosi.
"Prilly! Bicaralah yang sopan, ini ada tamu." Robert membentak Prilly.
Prilly menunduk lalu pergi meninggalkan orang-orang itu di ruang makan.
"Prilly!" Robert berkali-kali memanggil Prilly. Tapi Prilly tidak menggubrisnya dan lanjut melangkah menuju kamarnya.
"Maafkan kelakuan anak saya tuan Vekky, nyonya Rayna dan nak Kendrick." Robert menahan malu.
"Tidak apa-apa, tuan Robert. Kita yang salah dengan menjodohkan Prilly dan Kendrick." Vekky angkat bicara dan tersenyum ke arah Robert.
Aku seperti mengenal wajahnya. Tapi siapa ya? Gumam Kendrick sambil memperhatikan Prilly yang sudah melangkah jauh meninggalkan ruang makan.
"Ayo kita lanjutkan saja makan malamnya, kita bicarakan lagi nanti." Felissya mempersilahkan suami dan tamu nya untuk menyantap makan malam itu.
Disisi lain Prilly merebahkan dirinya dikasur. Prilly bingung dengan papa dan mama nya yang berlebihan memaksa kehendak mereka tanpa memikirkan perasaan Prilly. Prilly tidak mau dijodohkan. Lagian Prilly juga tidak mengenal keluarga itu. Bagaimana bisa dia menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Argghh! Teriak Prilly frustasi. Ia menangis disana. Makin lama tangisnya semakin menjadi-jadi.
Kenapa mama dan papa tidak mengerti dengan apa yang diputuskan Prilly? Mereka memang tidak menyayangiku! Mereka selalu memaksaku mengikuti kehendak mereka. Prilly memangis terisak-terisak dan tidak sadar sudah ketiduran karena kelelahan menangis.
***
"Sepertinya Prilly tidak mau dijodohkan tuan Robert. Lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini." Vekky memulai pembicaraan setelah selesai menyantap makan malamnya.
"Jangan membatalkan perjodohan ini, Pa. Mama sudah suka dengan Prilly." Rayna membantah keputusan suaminya.
"Tenang dulu tuan Vekky, Prilly memang seperti itu. Prilly belum mengenal Kendrick." Robert mengeluarkan suara.
"Bagaimana kalau Prilly tetap menolak perjodohan ini?" tanya Vekky ragu.
"Itu tidak akan terjadi, tuan. Prilly pasti akan mau." Robert tersenyum ke arah Vekky.
"Baiklah, terserah kau saja." Vekky membalas senyuman Robert.
"Nak Kendrick, apakah kau suka dengan putri nya om?" Robert bertanya kepada Kendrick.
"Iya, om. Saya suka dengan nya," jawab Kendrick memasang wajah tersenyum. Walau dalam hatinya menolak keras untuk menerima perjodohan itu. Tetapi akibat ancaman papanya di rumah sebelum berangkat tadi membuatnya harus bersandiwara memasang wajah tersenyum. Juga dia seperti mengenal perempuan yang akan dijodohkan dengannya.
"Tuan Robert, nyonya Felissya, kami pamit permisi pulang dulu, sudah malam." Vekky berdiri.
"Oh, baiklah. Terima kasih sudah berkunjung," sahut Robert lalu memeluk rekan kerja nya itu.
Keluarga Vekky pamit pulang dan Robert mengantarnya sampai ke gerbang.
***
Mentari sudah menampakkan dirinya. Sinar nya menembus kedalam kamar Prilly. Prilly menggeliat karna terkena bias cahaya mentari.
Sejak kapan aku tertidur? Prilly mengangkat satu alisnya. Prilly mendudukkan tubuhnya lalu bergegas ke kamar mandi. Dia membersihkan dirinya di sana lalu keluar dengan handuk yang masih melekat dikepalanya.
"Non Prilly!" Terdengar suara bibi Elen dibalik pintu kamar Prilly.
"Iya, Bi!" Prilly menyahut.
"Sarapannya sudah jadi. Tuan dan nyonya sudah menunggu dibawah!"
"Iya, baiklah!"
Prilly mengganti pakaian dengan seragam kerjanya. Lalu turun ke ruang makan.
Prilly tidak menyapa mama dan papa nya karena masih kesal dengan mereka. Prilly tidak pergi ke meja makan. Dia keluar tanpa menyantap dulu sarapan pagi nya. Robert dan Felissya heran dengan sikap putri tunggalnya. Tidak biasanya dia seperti itu. Felissya mengikuti Prilly.
"Prilly, tunggu! Sarapan dulu, nak!" Felissya memanggil Prilly yang terlihat sudah masuk ke dalam mobilnya.
Prilly tidak menoleh ataupun menyahuti panggilan Felissya. Dia memakai sabuk lalu mengemudikan mobilnya. Prilly sangat kesal dengan mama dan papa nya. Bisa-bisanya mereka memaksakan kehendak mereka tanpa memikirkan perasaan Prilly.
Felissya memandang kepergian Prilly dengan rasa kecewa.
Mungkin dia masih merasa kesal dengan perjodohan ini! Felissya lalu masuk ke dalam rumahnya.
***
Healthy Hospital
Prilly tiba ditempat kerjanya lalu bergegas menuju ruangan prakteknya.
"Selamat pagi, dokter Prilly!" sapa seseorang disana dan ternyata itu dokter Afandy.
"Selamat pagi juga, dokter Afandy!" Prilly melemparkan senyum ke lelaki itu.
"Wajah kamu kok ditekuk begitu, kenapa?" tanya dokter Afandy yang membaca raut muka Prilly yang tidak biasanya cemberut begitu. Muka Prilly tidak seceria biasanya membuat dokter Afandy heran.
"Tidak apa-apa kok, dokter," sahut Prilly.
"Apakah kamu sakit?"
"Ohh tidak! Aku baik-baik saja." Prilly tersenyum.
"Yasudah kalo begitu aku kembali ke ruanganku dulu ya?" Pamit dokter Afandy meninggalkan Prilly disana.
Sepeninggal dokter Afandy, Prilly hanya melamun lalu kemudian segera masuk ke dalam ruangannya. Membawa pantatnya ke atas kursi yang selalu ia duduki di saat bekerja. Menghela napas panjang memikirkan segala hal yang sedang terjadi. Tentang perjodohan itu.
Pikiran Prilly kalut. Prilly berkali-kali menghela napas kesal dengan kedua orangtuanya. Pada akhirnya Prilly menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya. Prilly mencoba menepis semua pikiran yang membuatnya tidak fokus untuk bekerja. Mengambil berkas di atas meja dan mulai mengecek segala sesuatu yang harus ia kerjakan hari ini.
Walau sudah berusaha melupakan masalahnya sementara nyatanya perjodohan itu masih terngiang-ngiang di pikiran Prilly. Pekerjaannya menjadi tidak menarik dimatanya gara-gara perjodohan menyebalkan itu. Padahal sudah zaman modern tapi masih saja perjodohan itu berlaku. Orangtua Prilly memang ada-ada saja.
Lagi asyik-asyiknya Prilly melamun tiba-tiba telepon berdering. Ternyata dari suster di lantai satu memberikan informasi bahwa ada pasien yang harus disegerakan operasi bedahnya pagi ini. Prilly pun dengan sigap dan cekatan meninggalkan ruangannya menuju kamar pasien yang akan di operasi.
\*\*\*\*
Usai melakukan operasi bedah untuk pasiennya Prilly siang itu memilih untuk segera istirahat sekaligus makan siang. Tukang antar makanan pun sudah menghubunginya beberapa menit yang lalu untuk mengkonfirmasi makanan apa yang ingin Prilly makan hari ini. Tapi Prilly menolak karena ia ingin sekali menyantap makan siangnya kali ini di luar saja. Prilly melangkahkan kakinya menuju parkiran tempat mobilnya diparkir.
"Prilly!"
Prilly sontak menoleh ke arah suara itu. Ia melihat seorang wanita yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Wanita itu berjalan ke arah Prilly berdiri.
"Arsela? Sedang apa kau disini?" Prilly tersenyum ke arah wanita itu. Wanita itu tak lain adalah sahabat Prilly. Mereka bersahabat sejak SMA.
"Bertemu denganmulah! Memangnya kenapa? Tidak boleh?" Wanita yang bernama Arsela itu cemberut memalingkan wajahnya.
"Haha! Tentu saja boleh. Jangan cemberut begitu, kau tambah jelek!" Prilly terkekeh melihat raut wajah Arsela.
"Jelek-jelek gini aku punya pasangan! Nggak kayak kamu dari dulu jomblo!" Arsela mencibirkan mulutnya kepada Prilly.
"Kenapa kau malah membahas statusku? Dasar menyebalkan! Kau tidak bekerja?"
"Aku bekerja, tapi aku ingin sekali bertemu dengamu! Aku rindu padamu." Arsela memeluk manja lengan Prilly.
"Manja sekali kau! Ayo kita makan siang dulu." Prilly menarik tangan Arsela.
"Ayo!" Mereka berdua lalu masuk ke dalam mobil Prilly. Prilly membawa mobil nya ke restaurant terdekat dari tempatnya bekerja.
Greenty Restaurant
Prilly menghentikan mobilnya di depan sebuah restaurant. Prilly dan Arsela turun dari mobil dan bergegas masuk kedalam restaurant itu. Mereka memilih meja dipojok sana. Lalu memesan makanan untuk mereka berdua.
"Ly, kapan kamu akan melanjutkan pendidikanmu di Jerman?" tanya Arsela.
"Entahlah. Mungkin aku tidak akan melanjutkannya lagi." Prilly menatap kosong ke sembarang arah.
"Lho? Kenapa?" Arsela memicingkan matanya heran pada Prilly.
"Papa dan mamaku menjodohkan ku dengan anak temannya," jawab Prilly datar.
"Wah, bagus, dong. Berarti kau akan segera menikah. Aku sangat senang sekali!" ucap Arsela tersenyum dengan mata yang berbinar.
"Aku tidak bisa menerima perjodohan itu!" sahut Prilly tegas.
"Kenapa memangnya? Apakah kau sudah punya kekasih lain?"
"Tidak. Aku tidak menerima perjodohan itu karena aku memang sekarang ini tidak ingin menikah. Aku akan menikah setelah aku mendapatkan gelar dokter spesialis di Jerman," pungkas Prilly.
"Perjodohan kan tidak selamanya langsung menikah, Ly. Kamu bisa melanjutkan pendidikanmu setelah menerima perjodohan itu."
"Tidak, aku tidak mau. Lagian aku tidak mengenal lelaki itu sama sekali. Bagaimana bisa aku menerima perjodohan itu sedangkan aku sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa kepadanya?" Prilly berkata kesal.
"Cinta, ..." Arsela tidak melanjutkan pembicaraan nya ketika dua pelayan datang dan membawa makanan ditangannya. Pelayan itu lalu meletakkan makanan di atas meja.
"Silahkan dinikmati, nona," ucap pelayan itu sebelum meninggalkan meja tempat Prilly dan Arsela duduk.
Setelah pelayan itu pergi Prilly dan Arsela menyantap makanan di depannya.
"Lanjutkan perkataanmu tadi," ucap Prilly kepada Arsela yang asyik mengunyah makanan dimulutnya.
"Tadi sudah sampai mana?" Arsela menghentikan aktivitasnya.
"Mana ku tahu. Ayo lanjutkan."
"Dasar gila! Aku sudah lupa sampai mana," sahut Arsela dengan senyuman menyeringai.
"Yasudah, kau putar kembali waktu nya sampai pada kita yang membicarakan perjodohan tadi." Prilly berkata tanpa melihat ke arah Arsela.
"Mana mungkin bisa, bodoh!" Arsela menempelkan telunjuknya pada dahi Prilly.
"Aku sudah ingat!" Arsela memegang jidatnya.
"Apa?" tanya Prilly mendongakan kepalanya.
"Aku lupa." Arsela terkekeh.bPrilly menatap tajam ke arah Arsela. Membuat Arsela menambah volume tawanya.
"Hey! Kau tidak bisa diam?"
"Kau bilang tadi tidak memiliki perasaan apa-apa kan dengan lelaki yang dijodohkan dengamu?" tanya Arsela tanpa menjawab pertanyaan Prilly.
"Iya."
"Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Jadi kau terima saja perjodohan itu!"
"Bicara apa kau? Sok tahu!" Prilly menatap tajam kearah Arsela. Yang ditatap hanya tertawa.
"Pilihan orangtua tidak pernah salah, Ly! Itu demi kebaikan kamu. Siapa tahu lelaki itu memang jodohmu."
Prilly mengangguk membenarkan perkataan Arsela.
"Tapi aku sekarang tidak ingin menikah dulu, La." Prilly memasang wajah memelas di sana.
"Jangan banyak bicara! Terima saja, daripada kau ntar tidak nikah-nikah."
"Kau menyumpahiku?" Prilly melototkan matanya.
"Bukan begitu, pokoknya kau harus menerima perjodohan itu."
Iyah-in ajalah biar ga ribet. Bicara pada nenek lampir ini memang menyebalkan! Gumam Prilly dalam hati.
"Iya, nenek lampir!"
"Gitu dong, baru temanku!" Arsela tersenyum bahagia menatap Prilly.
Setelah menghabiskan makanannya Arsela dan Prilly kembali ke tempat kerja Prilly dan berbincang-bincang dulu di sana.
***
"Prilly? Kau sudah pulang, nak?" tanya Felissya ketika Prilly melewati ruang tamu. Prilly berhenti dan menoleh pada Felissya.
"Iya," sahut Prilly singkat.
"Prilly ke kamar dulu."
Prilly berlalu dari hadapan mama nya. Dia menuju kamar nya. Lalu masuk dan segera mandi di sana.
Felissya menatap kepergian Prilly dengan perasaan kecewa karena putri satu-satunya menyuekinya.
"Mama dan papa melakukan semua ini hanya untuk kebaikan mu, nak. Mama ingin kau bahagia." Felissya berkata dengan tatapan sendu. Tiba-tiba air matanya terjatuh ditempat nya.
***
"Bagaimana, Ly, apa kau mau menerima perjodohan ini?" Robert berbicara menatap Prilly yang sedang sibuk dengan makanannya.
Prilly terdiam dan tidak menggubris pertanyaan Robert. Dia asyik mengunyah makanan di mulutnya.
"Sudahlah, pa. .Besok-besok saja membicarakan hal ini, mungkin Prilly capek." Felissya memegang bahu suaminya.
"Yasudah." Robert menyerah dan melanjutkan makan nya.
Setelah selesai makan, Prilly langsung ke kamarnya. Tidak lama kemudian bibi Elen mengantarkan susu hangat untuknya. Sudah menjadi kebiasaan asisten rumah tangga nya itu selalu mengantarkan nya sebelum Prilly tidur.
"Terima kasih banyak, Bi!" ucap Prilly seraya tersenyum.
"Sama-sama, non."
"Non Prilly, yang kemarin makan malam dirumah itu pacar non, ya?" tanya bi Elen yang berdiri didekat Prilly.
"Bukan, bi," jawab Prilly. Seketika senyumannya berubah.
"Maaf ya, kalo bibi lancang, non."
"Tidak apa-apa, bi. Itu yang kemarin ke rumah keluarga temannya papa. Ya gitu deh, Prilly dijodohin."
"Ooo begitu, ganteng banget anaknya non," Bi Elen terkekeh.
"Tapi Prilly ngga mau dijodohkan, bi."
"Yasudah, bibi saja yang sikat! Bibi bosan jomblo mulu."
Prilly tertawa. Asisten nya itu memang pintar menghibur. Setiap kali Prilly bercerita pasti ia bubuhkan dengan candaan. Itu yang membuat Prilly suka dengan pembantunya itu. Prilly tidak segan menceritakan masalahnya kepada Bi Elen ketika Abangnya tidak ada dirumah. Pembantu nya itupun memberi solusi dan saran yang baik untuk masalah Prilly.
Hingga larut malam Prilly dan Bi Elen bercerita ke sana kemari sambil tertawa di kamar Prilly. Banyak hal yang mereka ceritakan. Candaan seringkali mendominasi cerita antara keduanya membuat mereka terasa dekat dan nyaman. Prilly yang pikirannya kacau pun jadi terobati oleh kehadiran bi Elen malam itu. Prilly berharap perjodohan itu tidak akan pernah terjadi. Semoga saja ada kekuatan super atau apalah itu yang bisa menghentikan acara perjodohan yang sangat teramat Prilly benci.
\*\*\*\*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!