Di rumah Sakit kota X dokter yang bernama Nazia Mishall Sp.OG. Berdiri di samping mobil putih miliknya, wajahnya yang cantik serta
bulu mata lentik dan panjang, lalu bibir mungil merah alami. Serta alis tebal hitam alami, lembut dan Mandiri. Menjadi nilai plus pada dirinya. Dia menjadi dokter idola para kaum Adam di sana. Sedikit pun Nazia tak berniat menjadikan mereka sebagai kekasih karena hatinya sudah bertaut pada seseorang yang telah menjadi tunangannya selama dua tahun ini.
Abel Lintang Arifin berprofesi sebagai tentara, pria ini memilih cita-citanya ketimbang duduk di kursi perusahaan sebagai presdir di perusahaan LF. Group. Abel begitulah orang memanggilnya. Wajahnya tampan, tinggi tegap dan berwibawa. Tubuh idealnya membuat siapa pun jadi kekasihnya akan dicemburui kaum Hawa. Dia sedang duduk manis disalah satu kafe ternama di kota itu, menunggu wanita pujaan hati dengan sabar.
"Zi, kamu belum pulang?" Suara seorang wanita mengejutkan Nazia setelah menutup telpon.
"Belum, tadi Abel menelpon ku mengajak bertemu." Jawab Nazia lembut.
Wanita yang menyapa Nazia adalah Rayya Maliha Sp.A. Cantik, cerewet dan baik hati. Bersahabat dengan Nazia. Walau cerewet tapi sang kekasih sangat menyayanginya.
"Kamu pulang sendiri?" Nazia membalas bertanya.
"Tidak, dijemput kekasihku" Rayya terkekeh senang.
Tak lama tibalah mobil sport hitam berhenti di depan mereka berdua. "Sudah lama menunggu ? Hai, Zi ! Apa kabarmu?" Tanya Pria yang menjemput Rayya.
"Kabarku baik, kalau begitu aku duluan ya ada janji dengan Abel." Nazia membuka pintu mobil.
"Oke, hati-hati ! Diluar hujan lebat"
"Telpon aku jika sampai rumah." Rayya melambaikan tangannya.
Mobil Nazia meninggalkan mereka. Vian menarik tangan Rayya dan membuka pintu mobil lalu mempersilahkan kekasihnya untuk masuk.
Vian Alfarezi pemilik restoran ternama di kota X. Tampan, ramah dan penyayang tak sedikit karyawan restorannya berusaha mencari perhatiannya.
Mobil mereka juga meninggalkan tempat itu. Rayya langsung diantar ke Apartemennya. Selama ini, ia tinggal sendiri karena rumah orang tuanya berada di luar kota.
Nazia melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata, malam yang gelap ditambah hujan sangat lebat disertai petir dan kilat menyambar di penjuru langit. Membuat jarak pandangnya terbatas. Sementara di kafe, Abel menjadi cemas karena kondisi cuaca yang buruk. Ia takut terjadi sesuatu pada Nazia.
Tiga meter dari mobil Nazia, tiba-tiba terjadi macet. Suara klakson menggema dimana-mana. Nazia mencoba menerobos pekatnya malam dengan matanya, ingin tahu apa yang terjadi di depannya. Tapi ponsel Nazia berdering di dalam tas membatalkan niatnya.
"Halo sayang." Nazia menjawab dengan sorot mata bergulir memahami sekeliling nya.
"Zi , kamu dimana ? aku mencemaskan mu." Suara Abel hampir tak terdengar karena lebatnya hujan.
"Aku terjebak macet, suaramu kurang jelas." Nazia sedikit berteriak.
"Hati-hati dijalan, aku tutup telponnya" Abel menyudahi panggilannya.
Nazia menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas, ia mencari payung di kursi belakang. Setelah ketemu, ia turun dari mobilnya untuk mencari tahu apa yang terjadi di depan sana.
Gadis itu melangkah pelan menyusuri pinggiran mobil yang berhenti. Ia melihat beberapa orang berlalu lalang dan warga sekitaran trotoar juga ikut membantu dengan memanggil ambulans dan keamanan.
"Kecelakaan beruntun !" Nazia terkejut melihat tiga buah mobil terbalik di atas aspal.
Tak jauh darinya, ada mobil yang mengeluarkan asap tak ada seorang pun yang membantu karena posisinya terseret kepinggir trotoar. Nazia berlari dengan payung yang di tangannya.
Pintu mobil terbuka. Nazia melihat seorang wanita hamil meringis kesakitan dengan pelipisnya berdarah, begitu juga dengan pria di sebelahnya.
"Bantu kakakku, dia mau melahirkan" Ucap Pria itu lemah. Matanya sayu melihat kearah Nazia yang berpayung di sisi pintu sebelah kiri.
Gadis ini terkejut, ia langsung berteriak meminta tolong pada seseorang untuk menggendong wanita hamil itu menuju mobilnya. "Pak tolong bawa dia kedalam mobil putih di belakang mobil hitam itu" Tunjuk Nazia pada mobilnya.
Dua orang warga menggendong ibu hamil itu langsung membawanya ke mobil milik Nazia. Dan dirinya sendiri membantu pria sebelah bagian setir keluar dari mobil dan memapahnya untuk menuju mobilnya. Sampai di sana, Nazia meminta pria itu duduk bersama kakaknya di belakang.
"Duduk disini dan tekan luka anda menggunakan ini untuk menghentikan pendarahannya." Nazia memberikan kasa pada pria itu. Dia langsung beralih pada wanita hamil di sampingnya. "Sabar Nyonya, kita akan ke rumah sakit, tapi sebelumnya ijinkan saya memeriksa tekanan darah anda." Wanita itu mengangguk lemah. Nazia membuka koper yang di dalamnya sudah siap segala perlengkapan medisnya. Ia memeriksa dengan perlahan. "Tekanan anda naik, mungkin terkejut karena kejadian ini. Baiklah ! tenangkan diri anda, jangan takut ! Halo baby sabar ya sayang, kita akan ke rumah sakit." Nazia mengelus lembut perut wanita hamil itu.
Nazia meminta beberapa orang untuk mengatur jalan untuknya, karena membawa pasien darurat. Salah satu sopir ambulans ada yang mengenal Dokter cantik ini.
"Dok, Ikuti ambulans ini saja, kita akan sampai di sana dengan cepat"
Nazia mengangguk lalu melajukan mobilnya dengan hati-hati mengikuti mobil ambulans di depannya.
Pria di belakangnya tak berkedip melihat wajah cantik Nazia, aroma parfum dari tubuh dokter cantik itu dihirupnya sangat dalam walau pun kepalanya masih pusing. Tapi dia bisa melihat wajah Nazia.
Ya Tuhan dia cantik sekali, apa aku baru saja bertemu bidadari ? atau malaikat maut ? Jika dia malaikat maut itu, aku mau diambil olehnya asal aku tinggal di sisinya selamanya Pria ini menekan lukanya menggunakan kasa, namun perhatiannya tak lepas dari dokter cantik itu.
"Anda pusing?" Tanya Nazia merasa sedang diperhatikan.
"I-iya." Pria itu terbata dan terkejut mendengar pertanyaan wanita di depannya.
Nazia mengambil kotak minuman manis di sisinya lalu memberikannya pada pria itu dan kakaknya. "Minumlah !"
"Terimakasih." Pria ini menerimanya lalu memberikan pada kakaknya. Wanita hamil itu hanya diam menikmati rasa sakit di pinggulnya.
...----------------...
Seluruh dokter jaga IGD membawa pasien korban kecelakaan itu masing-masing dengan brankar nya. Termasuk Nazia langsung membawa wanita hamil tadi keruangan bersalin di sebelah IGD.
"Hai sayang, kamu kembali lagi, kamu merindukanku?" Dokter pria menghampiri Nazia dengan senyum manisnya.
"Jangan menggodaku ! Kamu obati dia." Nazia menunjuk kearah pria yang menatapnya sejak tadi.
"Baiklah." Pria itu terkekeh.
Zevin Kavindra, dokter Umum, senior Nazia dan Rayya. Dia juga sahabat satu-satunya pria. Suka usil, manja dan tampan menjadi idola dokter wanita di rumah sakit itu
Nazia menyerahkan pasien wanita hamil tadi pada dokter kandungan yang berjaga malam ini. Selesai dengan urusan di rumah sakit. Gadis itu meninggal rumah sakit lalu menelpon kekasihnya untuk tetap menunggunya, tapi sebelumnya ia juga menceritakan keterlambatannya datang.
...----------------...
Abel menunggu dengan cemas, beberapa menit kemudian munculah sosok bayangan wanita yang dicintainya itu.
"Maaf membuatmu menunggu lama."
"Sayang, kamu tidak apa-apa?" Abel memeluk dan memeriksa tubuh kekasihnya itu. Tatapannya memindai tiap jengkal tampilan sang calon istri.
"Tidak apa-apa, aku membantu pasien darurat tadi. Dia mau melahirkan."
"Baiklah, ayo pesan makanan dulu, kamu pasti belum makan." Abel menarik tangan mungil Nazia ke genggamannya. Segaris senyum tertarik di bibirnya.
Nazia makan dengan pelan. Selesai makan, ia tersenyum melihat pada sang kekasih yang menatap intens padanya. "Ada apa minta bertemu denganku disini ? Biasanya kamu ke rumah." Gadis itu bertanya seraya tersenyum lembut.
"Sayang, aku sudah ke rumahmu tadi, hanya bertemu dengan mama." Jari-jari Abel terangkat merapikan helaian rambut yang jatuh di kening kekasihnya.
"Baiklah, sekarang apa yang kamu ingin katakan?" Nazia menatap serius wajah Abel.
"Zi, aku mendapat tugas di perbatasan selama tiga bulan sebelum pernikahan kita, besok pagi aku berangkat." Mimik wajah Abel terlihat sedih.
"Aku mengerti walau sebenarnya aku sedih, tapi ini sudah tugasmu." Ucap Nazia berusaha tenang.
"Tiga bulan lagi aku akan pulang dan mulai bekerja menggantikan papa di perusahaan, aku akan meninggalkan pekerjaan ini. Aku tidak ada pilihan, papa sudah menua... Aku anak satu-satunya." Abel menarik tangan Nazia ke genggamannya.
"Aku selalu mendukungmu, besok aku ijin untuk mengantarkan mu."
"Jangan, aku tidak sanggup melihat wajah sedih mu nanti." Abel menolak karena perpisahan ini adalah yang paling berat dari sebelumnya karena menjelang pernikahan mereka.
"Baiklah jika itu mau mu, jaga dirimu untukku. Pulang dengan selamat... pernikahan kita menunggu." Ujar Nazia lembut.
Abel mengangguk. "Kamu juga sayang, jaga dirimu baik-baik jangan terlalu lelah. Di hari ke 3 bulan tunggu aku ditempat kita pertama bertemu." Hati laki-laki itu menghangat mendengat kebesaran hati kekasihnya dalam melepaskan kepergiannya bertugas.
Nazia tersenyum lembut. "Seberapa lama pun kamu pergi, aku akan tetap menunggu. Asal kamu berjanji pergi. Tapi untuk kembali di sisiku."
Abel mengecup lembut punggung tangan wanita yang dicintainya itu. "Aku pasti kembali sayang, tidak ada mimpi yang lebih indah selain menua bersamamu, karena mimpiku yang lain sudah terwujud."
Nazia terharu matanya berkaca-kaca, dua tahun hubungannya dan Abel sekali pun pria itu tak pernah menyakitinya, walau kadang dibumbui pertengkaran kecil di dalamnya.
...----------------...
Esok hari Abel pergi mengemban tugas, apa ia akan kembali tepat di hari ke tiga bulan sesuai janjinya? Hanya waktu menjawab kedepannya.
TINGGALKAN JEJAK NYA 👍🙏
Tiga bulan kemudian...
Disebuah kantor perusahaan besar, seorang pria mengamuk karena pencariannya dalam 3 bulan ini belum membuahkan hasil. Benda-benda di atas mejanya sudah berserakan di lantai.
"Jim, aku sudah menunggu tiga bulan. Dan kalian belum berhasil mengantongi identitas wanita yang berpayung merah itu?!" Alby menatap tajam pada asistennya yang bernama Jimmy. Raut wajahnya begitu kesal. Alby Syahreza pemilik perusahaan Az group. Perusahaan lumayan besar di kota itu.
"Kami sudah mencarinya Tuan muda, tapi kami belum menemukan wanita ciri-cirinya seperti yang disebutkan anda." Jimmy mencari pilihan kata yang baik.
"Aaaa, dimana aku harus mencarinya? Dia cantik, Jim. Bulu matanya lentik dan panjang, hidungnya mancung, bibirnya merah alami dan wangi. Aku menyukainya, Jim." Alby tersenyum membayangkan kilasan wajah cantik gadis penolongnya.
Jimmy hanya mengangguk dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kami sudah mencari nya di rumah sakit yang anda sebutkan, tapi belum juga mendapat petunjuk."
"Dia dokter dan telah menolong kakakku dan bayinya saat kecelakaan itu. Ada seorang dokter juga yang mengenalnya, tapi aku lupa wajahnya karena dia terlalu jelek."
Masih sempat menghina orang rupa nya
"Kalau wanita yang anda maksud, apa anda mengenalinya jika bertemu?" Tanya Jimmy.
"Tentu ! Aku pasti mengenalnya" Alby duduk kembali di kursinya.
Jimmy mengangguk "Baiklah tuan, saya permisi." Ia meninggalkan ruangan Presdir.
Alby kembali pada pekerjaannya lagi, wajah wanita berpayung merah tiga bulan lalu yang menolong dirinya dan kakaknya terbayang nyata di ingatan pria ini. Seutas senyum melengkung di bibirnya mengingat pertemuan pertama dan juga pertemuan terakhir, karena sampai saat ini. Ia belum bertemu kembali.
Pernah waktu itu, ia bertanya pada dokter yang mengambil alih perawatan kakaknya. Tapi dokter itu mengaku tidak mengenalnya, karena dirinya masih baru di sana.
Alby juga mencoba mengingat wajah pria yang mengobati lukanya malam itu, tapi sayangnya. Sedikit pun bayangan wajah pria itu tak melekat pada ingatannya.
"Kamu akan jadi milikku apa pun yang terjadi, kamu gadis ku ! Gadis berpayung merah, siapa pun yang memilikimu akan aku rampas paksa kamu darinya. Meski menggunakan kekuasaan ku, karena sesuatu yang kusukai harus jadi milikku." Alby menatap tajam pada layar laptopnya.
Tubuhnya berada dibalik meja, tapi tidak pada pikirannya. Alby selalu dihantui dengan wajah cantik dokter yang muncul dihadapannya malam itu. Semakin hari rasa penasarannya terus menyiksanya. Alby sosok pria ambisius, dia juga akan melakukan apa pun cara agar apa yang menjadi keinginannya bisa dicapainya.
...----------------...
Nazia, Rayya dan Zevin sedang makan siang bersama di ruangan mereka, tiga dokter ini selalu bersama jika waktu senggang. Zevin membuka kotak makanan yang baru mereka pesan lalu menyiapkan untuk dua wanita yang sedang mencuci tangan.
"Ay, Zi. Ayo makan !" ajak Zevin.
"Selamat makan." Ucap Nazia seraya menjatuhkan dirinya di kursi. Zevin tersenyum, sesekali ia mencuri makanan Nazia dan sebaliknya dia juga memberikan potongan daging miliknya pada gadis itu. "Kenapa kamu selalu mengambil makananku?" Tanya Nazia kesal.
"Karena aku suka." Zevin tersenyum, tangannya kembali ingin mengambil makanan Nazia.
"Kenapa tidak pesan yang sama denganku?"Gadis itu menggeser kotak makanannya.
"Ish pelit" Gerutu Zevin mengerucutkan bibirnya.
"Kalian romantis sekali." Goda Rayya.
"Ay, bercanda mu tidak lucu. Kamu lihat dia mengambil sayur ku." Adu Nazia dengan mulut dipenuhi makanan.
Sementara Zevin tersenyum mendengar godaan Rayya. "Aku juga ingin seperti kulitmu, makanya minta sayur mu."
"Hari ini aku pulang cepat."
"Mau kemana?" Tanya Rayya.
"Hari ini Abel pulang, dia memintaku menunggunya di tempat kami pertama kali bertemu." Nazia tersenyum senang.
"Benarkah ? semoga setelah ini kalian tidak lagi berpisah" Ucap Rayya ikut bahagia.
"Semoga saja, kata Abel dia akan menggantikan papanya di perusahaan."
"Baguslah kalau begitu." Rayya ikut bahagia karena gadis di sisinya inj terlihat bahagia.
"Hati-hati di perjalanan, aku juga pulang lebih dulu. Nanti ada janji di luar." Zevin berdiri mengacak-acak rambut Nazia.
Rayya terkekeh melihat wajah kesal sahabatnya, rambut Nazia berantakan karena ulah Zevin. Usai makan siang mereka kembali berkerja.
...----------------...
Bekerja berjam-jam melayani pasien dengan berbagai macam keluhan, membuat mereka merasa bahagia. Sudah membantu menyembuhkan dan memecahkan permasalahan kesehatan yang pasien rasakan.
Nazia bergegas memasuki mobil karena jam sudah menunjukkan jam 4 sore, ia tak ingin terlambat menemui pujaan hatinya yang terpisah selama 3 bulan lamanya tanpa kabar.
Nazia penuh semangat menginjak pedal gas mobilnya, di sepanjang jalan ditemani lagu santai membuat perasaannya tenang dan nyaman.
Rindunya yang membuncah ingin segera disalurkannya pada pria pemilik hatinya itu. Dirinya ingin segera memeluk tubuh kekar sang kekasih, merasakan dekapan hangat dada si komandan tampan.
Mobil Nazia berhenti di pinggiran danau. Sebelum keluar, Nazia mengatur nafasnya yang gugup. Entahlah, ia seakan merasakan baru pertama bertemu sehingga gugup dan berdebar.
Nazia melihat sekelilingnya, tidak ada seorang pun di sana hanya ada beberapa orang penjual makanan. Gadis itu membawa payung di genggamannya karena cuaca sedikit gelap pertanda akan turun hujan.
Nazia melangkahkan kaki menuju dermaga yang mengarah ketengah laut. Jemarinya menyentuh pinggiran jembatan dengan senyum merekah mengingat pertemuan pertamanya dengan Abel.
Di dermaga itu perkenalan dimulai dan di sana pula hubungan mereka terjalin. Abel selalu membuntuti Nazia dengan alasan tak sengaja bertemu. Sampai akhirnya, Abel mempersiapkan kejutan untuk memintanya menjadi kekasih waktu itu dan di sana pula Abel melamar Nazia menjadi istrinya. Kejutan demi kejutan selalu diberikan Abel di dermaga itu.
Nazia duduk di lantai dermaga menghadap laut menikmati pemandangan di danau yang luas itu, wajah cantiknya disapu angin dengan lembut meruntuhkan segala kelelahannya hari ini.
Kaki putih Nazia memainkan air yang mencapai mata kakinya, senyumnya terus mengembang. Detik, menit terlewati begitu saja tapi Nazia masih sabar menunggu.
Petir menyambar tiga kali disertai kilat putih yang terpancar di atas awan yang gelap. Nazia menarik kakinya dari dalam air, lalu memakai sepatunya kembali, dilihatnya jam mungil di tangannya sudah menunjukkan jam 6 sore.
Senja sedikit lagi meninggalkannya menuju malam, tapi Nazia masih setia berdiri di sana. Hujan mulai turun membasahi bumi sehingga pepohonan di sana bersorak senang menyambut butiran air yang meluncur dari atas sana.
Nazia membuka payung miliknya untuk berteduh, kecewa bercampur khawatir dirasakannya. Ingin menelpon tapi ragu karena di perbatasan tidak ada sinyal. Ia berharap Abel akan menelponnya memberitahukan jika dia sudah di kota.
...----------------...
Dua jam berlalu, cuaca semakin dingin menusuk. Tidak ada lagi senyum merekah dibibir Nazia. Hanya tatapan kosong dan raut sedih terlihat. Gadis itu memutuskan meninggalkan dermaga dan masuk ke mobilnya. Sangat terasa air matanya mengalir begitu bebas di pipinya.
"Semoga kamu baik-baik saja, pulanglah dengan selamat untukku. Aku merindukanmu, Abel." Lirih Nazia disela tangisnya.
Dokter cantik ini melajukan mobilnya. Merasa lapar, ia singgah disalah satu kafe lalu memesan makanan. Tak lupa, ia juga membelikan makanan untuk ibunya di rumah.
Nazia mengunyah makanannya dengan perlahan hingga tanpa terasa makanan itu habis, tapi ia tak merasakan nikmatnya makanan itu, pikiran Nazia tertuju pada Abel yang tak kunjung datang sore tadi.
Merasa lelah di tubuh dan pikirannya. Nazia berniat pulang ke rumah. Ia meninggalkan kafe itu dengan sedikit berlari karena hujan masih menyisakan gerimis. "Ahhhh." Rintihnya mengusap bahu. Diparkiran Nazia tak sengaja ditabrak seorang pria jangkung yang lengah saat menelpon.
"Maaf saya kurang hati-hati." Pria itu mematikan telpon. Sesaat kemudian matanya membulat sempurna, wajahnya berbinar bahagia. Senyum di bibirnya melengkung indah. Lihat para wanita yang melihat dari kejauhan meremas jemarinya terpesona pada ketampanannya. Pria itu melangkah mendekat. "Wanita berpayung merah !" Ucapnya girang.
"Lain kali berhati-hatilah."
Ya Tuhan dia cantik sekali
Alby menatap tak berkedip.
"Cantik sekali." Puji Jimmy
Alby menatap tajam pada Jimmy, lalu menatap lembut pada Nazia. "Kamu tidak mengenalku?" Ia Tersenyum manis.
"Tidak."
"Yakin tidak mengenalku?" Alby kembali memastikan.
"Siapa anda? Sampai saya harus mengenal anda? Saya harus pergi" Nazia melangkah membuka pintu mobilnya. Perasaannya memang kacau hari ini.
"Tunggu."
Nazia tak menggubrisnya, ia masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan tempat itu. Jimmy terkekeh ada wanita tak mengenal tuannya yang terkenal.
"Dia tidak mengenalku?" Alby menunjuk dirinya sendiri.
"Mungkin pesona tuan muda mulai luntur." Goda Jimmy.
Alby mendengus kesal lalu melanjutkan masuk kedalam kafe. "Cari tahu dia !" Titahnya yang tak terbantahkan. Sangat disesalinya kenapa tidak menahannya lebih lama.
Alby tersenyum senang karena Jimmy juga sudah melihat wanita yang ia cari selama ini. Pasti lebih mudah untuk menemukannya. Senyum Laki-laki itu belum memudar mengingat pertemuan kedua, rasa rindu mendengar suara wanita itu terbayar sedikit walau tak sehangat pertama bertemu.
Di rumahnya, Nazia langsung membersihkan diri, tapi sebelumnya ia memberikan makanan yang telah dibelinya pada sang ibu. Sudah menggunakan baju tidur, Nazia merebahkan tubuhnya di atas kasur banyak macam pertanyaan di benaknya muncul.
Pintu kamar Nazia terbuka. Lamunannya buyar seketika melihat sosok ibunya berdiri di depan kamarnya. "Masuk, Ma !" Gadis itu menarik tubuhnya untuk duduk.
Ibu Mira melangkah masuk dan ikut duduk di tepi kasur. "Abel tidak datang?" Beliau bertanya sambil merapikan anak rambut putrinya.
"Iya, Ma. Aku belum tahu kenapa dia tidak datang. Apa aku perlu menelpon mama Serly ?" Nazia menatap lembut wajah ibunya.
Ibu Mira mengangguk tanda menyetujui, gadis itu meraih ponsel di atas nakas nya.
"Zi. Kamu pasti ingin bertanya tentang Abel, 'kan? Mama dan Papa juga sedang menunggunya, Nak ! Kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa."
"Iya, Ma. Terimakasih, aku tutup telponnya. Jaga kesehatan mama." Balas Nazia.
"Kamu juga sayang, jika sampai besok Abel belum pulang. Papa akan menemui atasannya untuk bertanya langsung." Ibu Serly menenangkan calon menantunya itu.
"Iya, Ma. Semoga besok dapat kabar baik." Setelah telpon dimatikan Nazia mengalihkan pandangannya pada sang ibu disisinya.
"Istirahatlah !" Titah Ibu Mira.
Nazia mengangguk lalu merebahkan tubuhnya kembali, sebelum meninggalkan kamar putrinya. Ibu Mira membenarkan selimut Nazia dan mematikan lampu.
...----------------...
Di tempat lain, Alby selesai membersihkan dirinya. Lalu duduk di atas kasur King Size nya. Wajahnya masih seperti tadi senyum tanpa henti. Tangannya meraih ponsel di atas lemari lalu menekan tombol pada nama seseorang. Tidak pakai lama panggilan langsung terjawab.
"Bagaimana, Jim?"
"Belum tuan muda, saya sedang mencarinya."
"Baiklah jangan lama-lama nanti diambil orang." Alby memutuskan telpon.
...----------------...
Pagi hari Nazia bersiap seperti biasa untuk pergi ke rumah sakit, hari ini ia akan kembali menunggu di dermaga setelah pulang bekerja, semangatnya belum pudar walau kemarin sempat kecewa.
"Aku berangkat, Ma."
Ibu Mira mengangguk lalu mengantarkan putrinya keluar rumah. Diperjalanan Nazia mencoba menelpon Abel siapa tahu pria itu sudah sampai. Masih seperti sebelumnya hanya operator yang menjawab. Mobilnya berhenti di basemen rumah sakit bertepatan dengan mobil Zevin juga berhenti. Mereka berdua sama-sama keluar dari mobil.
"Selamat pagi, sayangku." Sapa Zevin. Tak lupa senyum manisnya menghiasi wajah tampannya.
"Pagi, Zev."
"Kenapa tidak bersemangat?" Zevin mengalungkan tangannya di pundak gadis itu.
"Zev, turunkan tanganmu jika ada yang melihat bisa salah faham"
Zevin menurunkan tangannya. "Bagaimana penantian mu kemarin, apa Abel datang?" Tanyanya lagi.
"Tidak, mungkin ia akan terlambat datang" Jawab Nazia lesu.
"Jangan sedih ada aku disini." Zevin merangkul pundak Nazia.
Rayya sejak tadi mengikuti dari belakang tanpa mereka tahu. "Ehm ! Mesra sekali" Ucapnya tersenyum menggoda.
"Pagi, Ay." Sapa Zevin.
Rayya menyamakan langkahnya dengan Zevin dan Nazia "Pagi, Zev. Kenapa dia?" Melirik dengan sudut matanya.
"Kekasihnya tidak datang kemarin."
"Jangan patah semangat. Mungkin ada hal penting menunda kepulangannya, yakinlah penantian mu tak akan sia-sia." Rayya tersenyum menyemangati.
Nazia kembali bersemangat mereka bertiga memasuki ruangan kerjanya masing-masing untuk melayani pasien.
Menit berganti begitu cepat hingga waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, Nazia keluar dari ruangannya. Zevin dan Rayya menunggu di ruangan mereka sambil menyiapkan makanan.
"Ayo makan siang."
Nazia mengangguk lalu mencuci tangan mereka makan bersama sambil bercerita.
...----------------...
Alby mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja, sambil menikmati makan siangnya. Pria ini berharap jika Jimmy sudah berhasil mendapatkan informasi wanita berpayung merah yang tiap hari dicarinya.
"Permisi tuan muda."
"Masuk, Jim. Bagaimana ada kabar?" Tanya Alby penuh harap.
"Belum tuan, begini saja hari ini jadwal anda tidak padat bagaimana jika kita ke rumah sakit itu lagi." Saran Jimmy setelah berpikir keras.
Alby nampak berfikir. "Baik, aku setuju !" Balasnya cepat.
Pria itu bersemangat melanjutkan pekerjaannya, Jimmy sampai takjub dengan perubahan tuan mudanya. Hanya karena wanita yang tak tahu keberadaannya dapat memicu semangat Alby.
...----------------...
Langit tak mendung dan juga tidak panas ada sedikit angin yang menggoyang pepohonan, terasa sedikit menenangkan tiap jiwa yang kosong.
Selesai jam praktek, Nazia bergegas bersiap untuk pulang ke rumah. Namun sebelumnya, ia akan pergi ke dermaga lebih dulu. Berharap sosok yang ia rindukan sudah menunggunya di sana atau sebaliknya pria itu datang menemuinya.
"Aku pulang"
"Hati-hati, Zi !" Balas Rayya.
Nazia tersenyum, ia melangkah menuju parkiran lalu menaiki si putih kesayangannya. Mobil gadis itu keluar dari basemen dan melewati gerbang rumah sakit.
"Tuan muda itu mobil putih milik nona itu." Ucap Jimmy.
Di dekat gerbang inilah Alby dan Jimmy menunggu di dalam mobil hitam mewah milik tuannya.
"Ayo, Jim ! Tunggu apa lagi ikuti dia ! ah, aku tak menyangka seorang presdir ternama sepertiku malah jadi penguntit." Alby terkekeh dengan kekonyolannya.
"Siap Tuan, jika benar itu dia. Maka anda siapkan kata-kata pertama yang diucapkan nanti." Jimmy tersenyum sambil fokus mengemudi.
"Kamu benar, Jim. Kenapa aku sulit merangkai kata-kataku sendiri ? Lebih enak bertemu dengan klien bisnisku tanpa pusing memikirkan kalimat yang diucapkan." Keluh Alby terasa buntu.
Jimmy terkekeh. "Tak perlu pakai kata-kata indah Tuan muda, cukup ajak berkenalan dan ucapkan terimakasih padanya telah menolong Tuan muda dan nona Erika."
"Kamu cerdas, Jim. Baiklah sekarang kamu fokus ikuti mobil itu." Titah Alby. Wajahnya sudah berseri senang, sebentar lagi ia akan tahu siapa nama wanita berpayung merah yang muncul malam itu.
Mobil putih di depan mereka berhenti di tepi danau, Nazia keluar dari mobil dan melangkah menuju dermaga. Ia berharap hari ini kekasihnya itu datang dan memeluknya erat.
Alby mengawasi dari dalam mobil miliknya. "Jim, benar dia ! apa aku turun sekarang?"
"Tunggu Tuan, sepertinya dia menunggu seseorang. Kita lihat dulu siapa yang akan menemuinya, karena tak mungkin Tuan menemui kekasih orang lain hanya untuk berkenalan." Saran Jimmy.
Alby mengurungkan niatnya. "Akan aku rebut paksa dia, Jim ! Dia harus jadi milik ku, ini bukan obsesi tapi aku benar suka padanya." Si tuan muda curhat pada asistennya.
"Saya mengerti tuan bersabarlah."
Masih mengawasi dari dalam mobil. Memperhatikan gerak - gerik wanita incarannya. Di depan mobil Alby, tiba-tiba berhenti mobil hitam lalu keluar pemiliknya. Seorang pria tampan dan tinggi, pria itu melangkah menuju dermaga.
"Siapa dia, Jim?" Alby risau dengan keberadaan laki-laki lain di tempat itu. Terlebih orang yang baru tiba itu langsung menemui gadis pujaannya.
"Mungkin kekasih nona itu."
"Kenapa kamu tidak menabraknya tadi ?!" Alby kesal.
"Itu tindak kejahatan, Tuan." Balas Jimmy santai.
Alby mengawasi dengan sorot mata yang tajam, dadanya sudah memanas melihat pria itu sudah mendekat kearah gadis yang tengah ia ikuti sejak tadi.
Di dermaga Nazia dikejutkan dengan kedatangan seorang pria yang dikenalnya. "Kak Vino" Ucapnya senang.
Nama pria itu Vino sahabat Abel dan juga sepupu Nazia
"Apa kabar, Zi?" Tanya Vino tersenyum.
"Baik, Kak. Bagaimana kabar di perbatasan?" Nazia tersenyum namun tak luput pula cemas bercampur senang membungkus hatinya.
Vino menatap lekat manik mata Nazia. "Semua baik, ada titipan untukmu dari Abel." Memberikan amplop ditangan Nazia.
"Di—dia dimana?" Nazia terbata
menerima amplop yang di sodorkan sepupunya itu.
"Dia tidak jadi pulang masa tugasnya ditambah." Jawab Vino sendu. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan Nazia yang merindukan Abel.
"Terimakasih, Kak." Nazia menyimpan amplop itu kedalam tasnya.
"Tidak mau memeluk kakak." Vino merentangkan tangannya
Nazia mengangguk setidaknya dengan memeluk sahabat kekasihnya dan juga kakak sepupunya itu bisa mengurangi kerinduannya pada Abel.
Vino memeluk erat tubuh wanita yang dirindukannya itu, tunangan sahabatnya dan juga adik sepupunya
Sementara di mobil Alby. Laki-laki itu mencengkram kuat kursi didepannya dengan amarah yang menggebu.
"Dia menyentuh milikku, Jim !" Geram Alby. Wajahnya memerah menahan amarah.
"Tenang tuan kendalikan diri anda."
Vino melepaskan pelukannya. Merapikan anak rambut Nazia yang tertiup angin. "Kamu mau pulang?"
Nazia menggeleng. "Belum, Kak. Aku masih ingin disini."
"Baiklah, kakak pulang dulu kakak ipar mu menunggu." Vino mencubit lembut hidung Nazia.
Laki-laki itu meninggal Dermaga , Alby sejak tadi memperhatikan bernafas lega karena pria itu sudah meninggalkan danau. Ia mengalihkan pandangannya pada Nazia, wanita itu berdiri di sisi dermaga menghadap kearah laut.
"Waktunya anda turun, Tuan."
"Apa aku masih terlihat tampan ?"
"Tentu tuan muda, anda terlihat sangat tampan dalam keadaan apa pun." Puji Jimmy untuk mengakhiri kekonyolan tuannya.
Alby tersenyum, Jimmy membuka pintu mobil. Pria itu melangkah menuju dermaga dengan perasaan gugup dan berdebar.
Ia berhenti sejenak mengambil nafas lalu membuangnya perlahan untuk menetralkan kegugupannya. "Ehm, sendirian?" Suara Alby mengagetkan Nazia dari lamunannya.
"Iya." Jawab gadis itu datar tanpa melihat lawan bicaranya.
Alby menoleh pada wanita di sampingnya. Matanya terpaku pada kecantikan alami Nazia, tangannya gatal ingin menyentuh bulu mata lentik wanita itu.
"Sedang menunggu siapa?" Tanya Alby gugup.
"Tidak menunggu siapa-siapa."
"Boleh tahu namamu?" Alby meremas kuat tangannya.
Nazia menoleh ke lawan bicaranya itu dan berkata sambil mengulurkan tangannya "Nazia Mishall"
Alby segera menyambut uluran tangan Nazia dengan bahagia walau sedikit gemetar karena gugup. "Alby Syahreza" Ia tersenyum manis berusaha menguasai debaran di dadanya.
"Anda sering kesini?" Tanya Nazia kembali melihat kearah laut.
"Tidak juga, aku masih ingat wajahmu. Terimakasih sudah menolongku dan kakakku 3 bulan lalu." Ucap Alby. Matanya tak lepas menatap wajah cantik di sampingnya.
"Sama-sama saya sudah lupa kejadian itu."
"Jangan bicara formal padaku" Ucap Alby.
Nazia mengangguk. "Aku permisi sudah sore".
"Boleh minta kartu namamu?" Tanya Alby. Wanita itu mengeluarkan dompet kecil lalu memberikan kartu namanya. "Apa ini nomor pribadimu?" Tanyanya lagi.
"Tentu saja tidak." Nazia melenggang pergi.
Alby menatap punggung Nazia yang perlahan menjauh. "Tak masalah aku akan mencari tahu sendiri." Ia tersenyum senang.
...----------------...
Di rumahnya, Nazia membuka amplop yang diberikan Vino, tetes demi tetes air matanya membasahi sebagian lembaran surat itu. Dalam kertas itu menceritakan bagaimana rindunya Abel di sana padanya, tak lupa ia juga menceritakan kesehariannya di sana hal itu membuat air muka Nazia berubah-ubah.
"Aku selalu menunggumu, pulanglah dalam keadaan selamat." Lirih Nazia.
TINGGALKAN JEJAK NYA 👍🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!