Warning!: Dari Chapter 0-80 masih banyak kesalahan penulisan. Tapi tenang udah dalam tahap revisi kok hehe, dinikmati aja ya!!
------
Kriing~~
Suara alarm ponselku yang kuletakan di samping bantal. Aku membencinya, tapi tentunya aku membutuhkannya untuk membangunkan diriku yang pemalas ini. Setelah mematikan alarm aku duduk di ranjang sejenak untuk memulihkan kesadaranku.
Tok tok tok~
"Kakak?! ... udah bangun kah?" Suara adik prempuanku mengetuk pintu kamarku dari luar.
"Udah ...," jawabku lalu bangkit berdiri.
Perlahan tapi pasti aku melangkah masuk ke kamar mandi dengan tubuhku yang masih lemas di pagi hari ini. Aku berhenti di depan wastafel dan juga cermin yang ada di atasnya.
"He? ... hmm"
Entah kenapa aku sering berpikir aku bukan lah diriku yang sekarang. Aku merasa aneh saat melihat wajahku sendiri, rambut hitam dan poni yang berada di antara mataku dengan bola mata yang berwarna kehijauan.
Wajah siapa ini?
Pertanyaan itu sering muncul setiap pagi sedari aku kecil dulu. Aku hanya bisa menyimpulkan bahwa aku telah mengalami reingkarnasi dan hidup untuk kedua kalinya.
"Cih ... mana mungkin"
Dan lagi lagi aku menyangkal pendapatku sendiri. Aku memang orang yang aneh. Aku pendiam dan tak suka bergaul dengan teman teman sekelasku. Hari ini aku baru saja naik ke kelas 2 SMA. Hari ini adalah hari pertamaku di tahun keduaku di sekolah menengah atas.
Aku bersekolah di SMA Asakura setelah lulus dari SMP Senkou. Ayahku meninggal dan menyebabkan ibuku harus bekerja keras di luar kota untuk menghidupiku dan adik perempuanku yang masih duduk di kelas 2 SMP.
Oh iya ... hari ini kan minggu ...
Aku membasuh wajahku dan menyikat gigiku hingga kembali putih bersih. Setelah mengeringkan wajahku aku segera keluar dari kamar dan menuruni tangga untuk bertemu adik perempuanku itu.
"Pagi kak!"
Gadis pendek dengan rambut hitam sebahu. Kaos hijau dan celana pendek. Bola mata hitam yang memantulkan sedikit cahaya nya itu entah kenapa selalu membuat ku lebih bersemangat menjalani hariku.
Okino Hanabi, itu lah namanya. Kembang api, itulah artinya. Sesuai dengan arti namanya, Hanabi selalu membuat kehebohan dan selalu bisa membuatku tersenyum di pagi hari. Hanya Hanabi lah yang menemaniku sejak ibu pergi ke luar kota dua tahun lalu.
Untungnya adikku ini pintar memasak dan selalu bisa diandalkan untuk urusan pekerjaan rumah. Walau aku terkadang membantunya menyapu atau mengepel jika ia kelelahan atau jatuh sakit.
Canda tawa selalalu mengisi waktu sarapan pagi yang hangat bersamanya. Walau hari ini adalah akhir musim dingin, dan diluar dingin masih terasa menusuk kulit.
"Kak Kaito ... uang bulanan kita habis loh ...," ujar Hanabi sembari membereskan alat makan yang ada di atas meja makan.
"Ohh ... padahal aku gak pengen keluar hari ini," karena diluar masih dingin dan rasa malasku terus saja menghalangiku.
"Ya udah ... besok kita gak makan," ancam Hanabi sembari mencuci piring di wastafel dapur.
"Iya iya ... huff," aku menghela nafas dan kembali menaiki tangga dan masuk ke kamarku yang jujur saja, sangat berantakan.
Buku buku yang tergeletak tak beraturan diatas meja belajar yang ada di seberang ranjangku. Selimutku yang setengahnya berada di lantai. Bantal yang terjatuh ke lantai pula.
Ya ampun ... nanti aja deh beresinnya ...
Aku segera mandi dan mengganti pakaianku. Aku memakai kaos dan celana panjang warna hitam. Tak lupa aku mengambil jaket hitamku yang tergantung di pintu kamar. Setelah mengambil dompet dan ponsel aku meletakan kedua nya masing masing di kedua sisi saku celanaku.
Aku pun keluar dari kamar dan kembali menuruni tangga. Lagi lagi aku disambut adik perempuan ku ketika baru saja menuruni tangga.
"Ano ... kak ... beliin novel dong ...," pinta Hanabi dengan wajah memelasnya itu.
"Hmm ... novel apa?" aku langsung melangkah ke depan pintu keluar dan memakai sepatu olahraga warna merahku yang ada di rak sepatu di belakang pintu.
"Terserah kakak ... kan kakak penulis ... pasti bisa pilihin yang bagus," ujarnya dengan senyuman kebahagiaannya itu.
Cih ... penulis?
"Hmm ... ya udah ... kakak berangkat dulu ya," ucapku membuka pintu rumah ku lalu melangkah keluar.
"Hati hati kak," ujarnya melambaikan tangannya.
Hawa dingin yangku benci, kalau bukan karena Hanabi aku tak akan keluar dari sarangku hari ini. Setelah keluar dari gerbang rumahku yang minimalis itu, aku segera melangkah menuju toko buku terlebih dahulu.
Salju yang menumpuk di atas atap rumah dan di ranting ranting pohon sudah mulai mencair. Tanda musim semi akan segera datang. Walau sebenarnya aku sama sekali tak peduli tentang musim atau bahkan hidupku sekali pun.
Itu karena aku merasa takdir selalu memberiku masalah yang sulit. Takdir seakan membuat masa depan ku menjadi suram. Aku yang bercita cita menjadi penulis sejak SD dulu ini tak pernah memenangkan lomba menulis satu kali pun.
Tahun kemarin aku tak menulis novel dan tak mengikuti klub sastra karena sebenarnya aku sudah menyerah. Tapi sepertinya tahun ini aku akan mencoba nya kembali.
Ya ... kalau rasa malas ku ini tak menghalangiku ...
Aku lelah terus mencoba. Aku muak dengan takdir yang selalu memberi tembok di depan langkahku.
Sial!!! ... beberapa kali pun aku mengatakannya ...
Aku lelah ...
---------------------------
Unmei Series
•Ai No Koe
>Umei To Shiawase
• Penjelajah Takdir
• Unmei No Underword
Jangan lupa like-nya ya!
Tap tap tap ...
Aku memperhatikan langkah kakiku sendiri di tengah dinginnya pagi di bulan januari ini. Aku menyembunyikan kedua telapak tanganku di saku jaket yang ada di pinggangku. Aku berjalan di atas trotoar yang sangat sepi pagi ini.
Bagus juga, karena aku benci keramaian yang ada di pagi hari. Itu membuatku bosan dan memperkuat rasa malasku. Setelah beberapa saat yang melelahkan ini akhirnya aku sampai di toko buku langgananku.
'Toko Houta'
Begitulah tulisan yang terpampang di atas pintu toko yang tak terlalu besar itu. Tanpa pikir panjang aku segera masuk ke toko itu.
Bau penghangat udara, aroma kertas kertas buku yang khas. Suara keramaian toko seperti biasa. Rak rak buku yang berbaris rapi, novel dan komik komik terkenal yang dipajang paling depan di rak itu. Aku berharap suatu saat karyaku bisa berada di sini.
Ah ... pasti cuma mimpi ...
Aku segera menuju ke mesin ATM yang ada di ujung ruangan toko ini. Setelah mengambil sebagian dari uang kiriman ibu, aku segera menghidupkan ponsel ku.
{Makasih bu, aku dah ambil kiriman nya} pesan yang biasa aku kirim setelah mengambil uang bulanan yang ibu kirimkan padaku.
"Sekarang ..."
Aku berbalik dan melihat lihat novel yang terpajang rapi di rak rak buku. Aku bukan lah orang yang menilai karya sastra dari sampulnya. Aku pasti membuka dan membacanya beberapa detik terlebih dahulu.
Novel mana yang menurutku punya cerita dan penulisan kata yang bagus, itulah yang aku pilih. Aku sangat hati hati jika memilih novel atau komik, apa lagi itu untuk adik perempuanku.
"Hmm kayaknya ini bagus," gumamku setelah menemukan pilihan yang cocok untuk dibaca adik perempuanku itu.
Aku pun masuk ke barisan orang orang yang ingin membayar buku yang mereka beli di kasir. Aku mengantre dibelakang gadis rambut hitam panjang. Berbeda dengan ku yang membawa satu novel saja, dia membawa tumpukan buku yang lumayan banyak untuk ia bawa sendiri.
Cih ... peduli amat ...
Setelah penantian panjang, ya walau pun hanya beberapa menit. Aku berhasil membawa pulang novel yang Hanabi minta. Aku segera melangkah kan kaki ku untuk kembali pulang ke rumah dan berlindung dari dingin yang menyerang ini.
Greek ...
Aku membuka pintu depan rumah perlahan dan masuk ke rumah.
"Met dateng kak!! mana novel ku?" Tanya Hanabi yang berlari dari kamar nya dan menghampiri ku dengan senyumannya itu.
"Nih ...," aku memberikan novel yang barusanku beli itu.
"Whoa ... kenapa kakak tau novel ini yang aku pengen?!" Hanabi menatap novel itu dengan matanya yang berbinar.
Syukurlah dia suka ...
"Ya udah ... kakak ke kamar dulu ya ...", aku segera menaiki tangga dan masuk kembali ke markasku yaitu kamarku sendiri.
"Met pagi kakak ku tersayang!!" kata Raku dengan senyuman ejekannya yang terbaring di ranjang kamarku.
Laki laki rambut coklat dan bola matanya yang juga coklat itu adalah Hideko Raku. Sahabat ku sejak SD dulu, walau aku tak suka bergaul, tapi entah kenapa dia bisa akrab dengan diriku ini.
"Ngapain dah di kamar ku?" aku sudah malas mengatasi sifat sahabatku ini. Entah bagaimana caranya dia selalu bisa masuk ke kamarku tanpa sepengetahuanku.
Jika ditanya pasti jawabannya adalah.
"Sudah kubilang aku ini adalah ninja ... wehehe," ucapnya sombong menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jarinya.
"Huff ... terserah," aku melepas jaketku dan kembali menggantungkannya di paku yang ada di pintu kamarku.
"Kenapa penutupan tahun kemarin gak ikut oi?" Tanya Raku.
Pesta tutup tahun di sekolah di adakan setiap akhir tahun untuk merayakan kelulusan dan tahun baru. Karena aku sudah putus asa dengan masa depanku yang suram ini, aku tak lagi peduli dengan sekolahku.
Aku sengaja tak ikut acara acara yang tak penting. Dan bahkan terkadang aku bolos sekolah dan hanya tidur di rumah.
"Males ...", jawabku lalu duduk di bangku yang ada di depan meja komputerku.
Komputer yang ada di atas meja samping meja belajarku ini sering aku gunakan untuk mengunggah novel karanganku ke web pribadi atau sosial media lainnya. Dan tak jarang juga aku bermain game di sini jika tak punya inspirasi.
"Hoi hoi ... males males palamu ...", Raku memukul kepalaku dari belakang dengan wajah kesalnya.
"Apa kamu tau kamu masuk di kelas apa?" Lanjutnya bertanya.
Karena tak mengikuti acara tutup tahun sekolah, aku jadi tak melihat pengumuman pembagian kelas. Tahun lalu aku berada di kelas 1F dan mungkin tahun ini bisa berubah dan teman teman seisi kelasku pun pasti berbeda.
"Hmm ... besok tinggal liat mading kan beres," ucapku lalu menekan tombol on di CPU komputerku.
"Huff ... ya udah aku pulang dulu," Raku langsung melompat keluar dari jendela kamarku yang berada di lantai dua ini.
Cih ... kebiasaan maling ...
Raku sudah biasa melompat dari ketinggian. Dari dulu ia terobsesi pada ninja hanya karena video game yang pertama kali ia mainkan.
Aku sedikit merasa malu memiliki teman yang sifatnya kekanak kanakan sepertinya. Ya walau begitu dia tetap lah temanku, aku sudah bersyukur dia bisa menerima diriku sebagai temannya.
He? ... aku siapa?
Aku dimana?
Pertanyaan itu sering keluar setiap kali aku membuka mataku di pagi hari. Dan entah kenapa ada rasa lelah dan malas menyatu di dalam hatiku juga setiap kali aku membuka mataku di pagi hari.
"Bolos aja kali ya?" Gumamku lalu bangkit dan duduk di atas ranjangku.
Hari ini adalah hari senin. Dan juga hari dimana kegiatan sekolah dimulai kembali stelah libur kenaikan kelas.
Tok tok tok~
"Oi!!! bangun kak!!" Teriak Hanabi mengetuk pintu kamarku dari luar seperti biasa.
Aku tersadar dari lamunan ku sendiri. Aku pun segera melangkah ke kamar mandi dan menghabiskan beberapa menit untuk membersihkan tubuhku ini.
Beberapa saat kemudian aku keluar dari kamar dan menuruni tangga dengan seragam SMA-ku yang rapi ini.
"Whoa ... selamat pagi kak!" Sapa Hanabi dengan seragam SMP warna putih dan rok pendeknya itu.
Seperti pagi sebelumnya, adikku sudah bangun jauh lebih awal dariku untuk mempersiapkan sarapan pagi. Jujur saja, terkadang aku merasa aku yang seharusnya melakukan itu. Tapi, ya sudah lah adikku jauh lebih bisa di andalkan dari pada aku. Bahkan hidup ku saja sudah berantakan seperti ini.
Setelah selesai sarapan aku memutuskan untuk membantu Hanabi mencuci piring yang baru saja kami gunakan untuk sarapan di wastafel dapur. Hanabi berdiri di samping ku untuk mengeringkan piring yang aku cuci menggunakan kain lap.
"Ano ... kakak gak akan bolos lagi kan?" Tanyanya sembari mengelap piring yang baru saja aku cuci.
"Enggak ...," setelah menyelesaikan piring terakhir, aku memberikan piring itu ke Hanabi dan kembali naik ke kamar untuk mengambil ranselku.
"Kak ... Hanabi berangkat dulu ya!!!" serunya dari lantai bawah.
"Ya"
Aku segera memakai jaket hitamku dan menggendong ransel ku yang warnanya hitam pula. Setelah keluar dan menutup pintu kamar aku langsung menuruni tangga dan keluar dari rumah.
"Huuff ... dingin banget," gumamku sembari mengunci pintu depan rumahku.
"Pagi Kaitolol ...," sapa seorang gadis dengan rambut kemerahan pendeknya itu.
"Hoi ... kami jemput kamu supaya gak bolos lagi," ujar Raku yang berdiri di samping gadis rambut pendek itu.
Nama gadis itu adalah Hanabi Mina. Dia juga adalah sahabatku sejak SD dulu, sifatnya hampir sama dengan Raku. Mina selalu ceria dan mudah bergaul dengan orang lain. Sikap mereka berdua sangatlah jauh dari diriku, aku sendiri heran kenapa mereka bisa akrab denganku.
Jika Mina aku tanya kenapa dia bisa dekat denganku. Dia pasti menjawab karena namanya sama dengan nama adikku. Alasan yang tak masuk akal, tapi ya sudah lah, aku tak peduli lagi.
Rumah kami bertiga memang saling berdekatan. Jadi tak jarang kami bertiga berangkat bersama seperti ini. Pagi ini aku kembali melangkahkan kakiku menuju ke tempat yang sejujurnya paling aku benci di dunia ini. Sekolah, satu kata yang membuatku semakin malas menjalani hari ini.
Di tengah dinginnya pagi di awal tahun ini aku melangkah bersama kedua sahabat ku ini. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aku lupakan, tapi aku tak tahu apa itu. Selalu saja seperti itu setiap pagi.
"Nee ... Kaito ... kenapa kamu gak cari pacar aja ... biar kamu gak males aja gitu," saran dari Mina yang sama sekali tak berguna di tengah lengkah kami pagi ini.
"Bhuahaha ... Kaito pacaran? ... dia aja gak pernah ngomong sama cewe selain kamu," ujar Raku dengan tawanya sembari memukul kepala Mina perlahan.
"Pertanyaan mu dah dijawab Raku tuh," kataku tetap fokus melihat kemana aku berjalan.
Beberapa saat kemudian kami bertiga pun sampai di depan gerbang SMA Asakura yang terbuka lebar.
"Whoah ... akhirnya sampai juga!" Ujar Mina mengangkat ke dua tangannya ke atas.
Ya, akhirnya aku sampai di tempat yang paling aku benci di dunia ini. Keramaian murid murid lain yang berjalan melewati gerbang, suara kebisingan yang tak pernah membuatku senang. Hari ini, aku kembali ke sini lagi.
"Ayo *****!! ... entar telat." Raku menepuk pundakku dan memimpin langkah kami memasuki gedung sekolah dua tingkat yang luas ini.
"Whoh ... kebetulan ... kita ada di kelas yang sama," ucap Mina ketika melihat papan pengumuman sekolah.
Kami bertiga masuk ke kelas 2A. Entah takdir atau kebetulan, kami sekelas lagi untuk yang kedua kalinya. Setelah kami masuk ke kelas kami, ini saatnya memilih tempat duduk.
"Aku paling depan!!" Seru Mina lalu duduk di bangku baris paling depan di kelas ini.
"Kamu dimana Kaito?" Tanya Raku.
"Ohh ... kaya taun kemarin aja", aku melangkah ke bangku pojok baris paling belakang samping jendela.
Aku sedikit kecewa karena tempat duduknya tidak seperti tahun lalu. Meja panjang dan dua kursi di belakangnya menandakan kami harus duduk dua orang dalam satu meja. Dan peraturan yang paling membuat ku kesal, teman sebangkumu haruslah lawan jenis.
"Aku duduk di depanmu lah," kata Raku lalu meletakan ranselnya di atas kursi yang ada di depan mejaku.
Aku pun duduk di kursi dan melihat ke luar jendela. Entah kenapa ini jadi kebiasaanku sejak dulu. Duduk diam dan melihat ke arah luar jendela. Itu lebih menyenangkan dari pada bicara dengan teman sebangku menurutku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!