Suasana duka masih tergambar jelas, raut wajah gadis dengan rambut panjang itu terlihat pilu, gelisah dan lelah menjadi temannya kali ini.
Sosok wanita berusia empat puluhan melangkah hati hati, mendekati gadis muda dengan dres hitam yang tengah terduduk lesu, wajahnya tenggelam diantara kesedihan.
"Kiara ..." Tangan yang terlihat mulai keriput itu mengelus punggung gadis muda bernama Kiara dengan lembut, semakin membuat perasaan haru menjadi nyata.
"Maafkan aku." lanjutnya kemudian,
"Tiga tahun sudah aku menghabiskan kenangan bersama ayah mu. Ia pria baik, perhatian, juga penyayang." Sesaat, wanita empat puluh tahun itu menghela. memutar waktu, mengingat segala kenangan yang mungkin saja sudah ia rindukan kini.
"Aku suka padanya lebih dulu. Memutuskan menikah setelah mendapat restu darimu. Kami melewati hari hari indah sebagai kekasih. Tanpa tahu apa isi hatimu?"
Gadis muda di hadapannya tak kuasa menahan tangis. Sudah cukup hanya Ayahnya saja yang pergi dan takan kembali.
"Sekarang kau bukan tanggung jawab ku. Sekali lagi Maafkan aku."
Itulah, terakhir kali Kiara melihat ibu sambungnya. Mengenang masa masa tiga tahun kebersamaan yang terasa canggung. Menikmati semua kesendirian dengan tabah.
Setelah hampir dua minggu berdiam diri di dalam rumah, nampaknya hari ini adalah hari baik. Kehidupan yang dirasa akan menakutkan, menjadi sebuah tantangan yang harus diselesaikan.
"Halo?" Sapa lembut Kiara pada seseorang yang berbicara di sebrang sana.
"Aku ingin bertemu denganmu!! Seseorang yang lain juga mencemaskan keadaanmu?" katanya dengan nada pelan.
Kiara tersenyum sejenak. Duo sejoli berlawanan jenis itu, sudah lama menjadi sahabat dekatnya. Entahlah apa hubungan mereka? Yang jelas, mereka berdua adalah karib terdekat.
" Baiklah. Sampai bertemu besok."
"Ku tutup sambungannya ya!! Jaga kesehatan mu, see you, Bee!"
Kiara tersenyum, garis bibirnya terlihat indah, "Terimakasih sudah mencemaskan aku," sambungnya kemudian.
"Kita teman. Apapun keadaanmu, kami akan mendukung yang terbaik."
"Aku tau. Terimakasih."
"Best friend Forefer." Sambung temannya berapi api. Menyertakan suara yang amat.
"Berisik. Gila yak!!" sewot temannya yang lain dengan nada tinggi.
Kiara tertawa sendiri. Dalam kehidupan yang seakan hancur oleh keadaan, masih ada tawa bahagia lain yang menantinya.
"Ku titip salam untuk Sana, suruh agar dia jadi lelaki baik."
Akhirnya perasaan bahagia itu muncul kembali. Takan ada duka bila tak ada kebahagiaan, pun sebaliknya. Ia yakin, mulai besok tekadnya harus lebih kuat daripada ombak, lebih kokoh daripada batu, dan lebih bersinar daripada mentari. Lalu ia akan senyum penuh kemenangan dan membusungkan dada atas kerja kerasnya.
Dering alarm terdengar nyaring. Perlahan, gadis tinggi itu membuka matanya. Menyegarkan tubuhnya yang terasa kaku, dengan menghirup udara pagi. Ini terasa menyegarkan.
"Kehidupan baru, harus dimulai pagi ini?
Waktu menunjukan pukul 8:30. Gadis cantik itu terlihat rapi dengan stelan coklat. Suasana pagi ini cukup menyenangkan. Hembusan angin segar di musim gugur menambah kebahagiaan tersendiri untuknya. Kiara bersiap menemui kedua sahabatnya dengan gembira.
Setibanya di kampus, Kiara melihat Sana dan Bella tengah asik menyeruput kopi cup dengan nikmatnya. Gegas, ia menghampiri untuk ikut bergabung.
"Hai Bee, hai cowok manja." Ia menyunggingkan senyum, meledek lelaki berbadan kurus bermata sipit yang adalah Sana, teman laki lakinya.
Repleks Bella membalikan bada melihat asal suara, ketika tahu siapa yang menyapa, ia bangkit kegirangan dan bersorak, "Sayangku, apa kau terus menangis, kenapa matamu mengerikan begini, duduklah."
"Bella, kurasa Kiara memang sudah seram sedari dulu " celetuk lelaki itu dengan wajah mengejek.
"Ch ... Kau beruntung, sekarang aku sedang tidak bertenaga untuk menghajar mu!!"
Kiara meneguk kopi milik Bella yang sebelumnya di letakan sembarang. Aroma menenangkan terhirup segar terhirup penciumannya.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Bella?"
"Ini sebuah permintaan. Agak aneh memang. Tapi, kami mungkin merasa berguna jika kau mau."
"Kami sudah sepakat, rumahku, atau rumah Bella?"
"Kami ingin kau menginap di rumah salah satunya. Rumah siapapun akan sama. Kau akan terhibur setiap hari. Aku jamin."
Ketiga sahabat itu saling bertatapan, menyiratkan keyakinan dalam sorot matanya.
"Aku akan baik baik saja." Kata Kiara pada Kahirnya. "Aku tidak ingin meninggalkan rumah. Saat ini aku memikirkan kerja paruh waktu, bukan lagi berlarut larut dalam kesedihan. Bertahan hidup di atas kakiku sendiri, adalah impian."
"Lalu, apa rencana mu? Kuliahmu apa tida terganggu? Bukankah itu terasa melelahkan??" Pertanyaan Bella, memanglah benar.
Bukannya tak memikirkan pendidikan, tapi, ini jelas hal yang lebih penting menurut Kiara. "Aku ingin bertahan, dengan tenaga dan semua kemampuan yang aku punya. Doakan saja."
"Terima tawaranku yang terakhir jika kau merasa terbebani dengan permintaan pertamaku tadi!!"
"Apa memangnya?"
"Kakak ku memiliki Barr. Apa kau tidak keberatan bekerja di sana?" kata Sana dengan penuh perhatian.
Bella memotong pembicaraan, "Apakah hal demikian tidak menggangu privasi Kiara? Apa kau tidak risih? Barr kak Tomi bukan hanya tempat minum biasa, bisa jadi Kiara kena dampaknya."
"Kau benar, aku hanya memberi saran. Selebihnya kau yang menentukan." Tatapan mata Sana tertuju pada Kiara, yang tentu saja sedang menimbang nimbang tawaran menggiurkan itu.
"Ajak aku bertemu kaka mu, aku tidak punya pilihan. Melamar kerja membutuhkan tenaga dan waktu, belum harus menyesuaikan jadwal. Semua terasa melelahkan. Beruntung Sana memberi ide. Terimakasih semua."
Kiara menggenggam tangan kedua sahabatnya. Suka duka yang ia rasakan bersama Bella dan Sana, adalah hal luar biasa yang bisa ia terima dalam hidup.
Kiara hanyalah gadis biasa, kekayaan yang ia miliki tak seberapa dibanding kedua sahabatnya. Tetapi, mereka tak pernah membandingkan kasta. Ketiganya menemukan hal menarik satu sama lain yang mungkin tidak dapat ditukar dengan nilai uang.
bersambung ...
Dering panggilan masuk berbunyi saat Kiara tengah asik melamun,
"Hallo?" sapanya sesaat kemudian.
"Kau di mana?" tanya suara lelaki di sebrang telfon itu.
"Di rumah. Ada kabar baik?" cecarnya tanpa basa basi.
"Tentu, kau harus memuji kemampuanku saat sedang merayunya!!" ujar Sana membusungkan dada.
Kiara tersenyum, kesombongan Sana memang tiada duanya. Tetapi, apa yang dia katakan memang benar adanya.
"Kau senangkan kan?"
"Tentu saja. Terimakasih banyak Qing!!"
"Aku jamin kau tidak akan diperlakukan khusus oleh kakak ku. Walau kau merayu dengan wajah dan tubuhmu, jangan harap aku merestuinya."
"Benarkah?? Lihat saja nanti!!" suara Kiara pecah sesaat, membuat Sana pun terhenyak haru mendengarnya.
"Atur saja waktunya dengan kuliahmu. Kakaku hanya berpesan agar kau jadi pekerja yang baik, lalu pesan yang lainnya mungkin terdengar menyakitkan untukmu. Katanya kau tidak menarik di matanya."
"Kau yakin kak Tomi bicara begitu? padahal aku sudah merencanakan akan menggodanya dengan dada ku yang cantik."
"Hei, wanita licik!!" Tegas Sana dengan wajah merah. Matanya mendelik melihat Tomi yang sedang kegirangan medengar ucapan temannya.
Tomi mendekati Sana, menyambar ponsel yang sedari tadi di genggam adiknya dengan volime besar, "Oh benarkah? kalo begitu aku akan menantikan pertunjukan itu, Kiara."
Kiara tersipu malu, wajahnya merah padam. Ia tidak menyangka bahwa kak Tomi berada di sana untuk mendengarkan, 'Matilah aku' rancaunya dalam hati.
"Jangan harap kalian akan berkencan di belakangku. Akan ku bu nuh kalian berdua!!" Tegas Sana menggebu gebu.
Kiara hanya tersenyum, pikirnya menyenagkan juga, mendengarkan kaka beradik itu bertengkar. Ia hanya merasa kesepian saat ini.
"Aku tutup telfonnya. Kakak ku semakin tidak waras. Kau dengar kan tadi dia bicara apa?? Menyukaimu katanya?? Oh Good, ini musibah atau apa??"
Lagi lagi Kiara hanya melebarkan bibir. Kak Tomi memang meracau saat sambungan telfon masih terhubung. Padahal, bagaimana mungkin ia berani menggoda lelaki lain saat hatinya masih di penuhi nama dan bayangan seseorang!!
Kiara memandangi sebuah foto, lelaki berkacamata dalam album itu cukup manis. Kiara bahkan jadi tersipu.
"Aku menyukaimu, Deffan. Hanya saja saat ini aku tak pantas!"
Suara sendu kiara benar benar menggambarkan bagaimana perasaannya kini. Ia menyukai lelaki yang bahkan tahu dirinya ada saja tidak!!
--**--
Bar Skye memiliki konsep restoran dan bar. Yang membuatnya unik dan istimewa adalah, tempat ini berada di atap menara gedung yang menghadap langsung ke perkotaan.
Romantis dan modern merupakan konsep yang diusung oleh kak Tomi di sini.
Kiara berjalan terburu buru. Pasalnya, ia sudah berjanji dengan Sana. Katanya kak Tomi memintanya untuk datang hari ini.
"San?"
"Kiara, baguslah kau sudah datang. Aku tidak punya waktu lagi. Hari ini aku akan pergi kencan. Jadi ayo pergi sekarang juga."
Kiara mengangguk, mengikuti langkah Sana untuk masuk kedalam mobil.
Jalanan cukup ramai, tapi tidak membuat kemacetan yang cukup parah. Mobil Sana melaju dengan selamat, Kiara tidak datang terlambat berkat itu.
"Kau masuklah, Kakaku sudah menunggu. Take it easy with you."
"Baiklah, Terimakasih. Titip salam untuk kekasih mu."
"Oke Byee"
"Byee"
Kiara melangkah, menghampiri seseorang, akhirnya Security bertanya identitasnya. Sesaat kemudian ia di bawa kesebuah ruangan yang cukup tersembunyi.
"Masuklah, nona Sil menunggumu."
"Saya mengerti.
Akhirnya Kiara mengetuk pintu, memasuki ruangan yang mewah dengan seorang gadis yang menatapnya ramah.
"Apa kamu kiara? Boss sudah menunggu, mari masuk."
Kiara mengekor gadis berbadan nontok itu. Sesaat ia merasa bingung, ruangan yang kelihatannya biasa biasa saja bisa se-megah dan se-mewah ini.
Selanjutnya gadis yang dipanggil Nona Sill itu menunjukannya lorong mewah menuju pintu di ujung sana. Katanya, itu adalah ruangan kak Tomi bekerja.
Nona Sill mengetuk pintu, kemudian memutar gagang pintu dan masuk tanpa ada jawaban mempersilahkan sebelumnya dari dalam ruangan itu.
"Bos, tamu Anda sudah sampai. Saya akan mengurus yang lain, jika butuh sesuatu, hubungi saya."
Tomi mendongak, menatap Sill dan kiara secara bergantian.
"Baik terimakasih. Aku akan menghubungimu lagi nanti."
Lalu Sill pergi begitu saja.
"Silahkan duduk, Kiara."
"Ah, terimakasih, Kak!"
"Dia sekertaris ku, jugaa mami para Ladies. Ah Mm maksudku, itu..."
Kiara tersenyum tipis. Walau ia tidak pernah mengenal dunia malam, tapi bukan berarti dia tak mengerti apapun. Apalagi ia memutuskan akan bekerja di Barr seperti ini.
"Kau mengerti maksud ku? Itu... Aku tida memintanya, sungguh!! Teyapi, banyak perempuan yang menawarkan diri meminta pekerjaan itu. Aku bisa apa jadinya??"
"Tidak masalah, saya mengerti apa yang kakak maksud!"
"Ya seperti itulah kira kira," Tomi berhenti sejenak, membuang nafasnya dengan pelan dan kembali menatap kiara, "Sebenarnya Bar dan resto ada di atap gedung. Aku sengaja membawamu kemari, aku tida mau kau bertemu dengan teman dan dosenmu. Untuk sementara bekerjalah di hottel saja, mengantarkan minuman ke kamar kamar tamu penting kami, apa kau keberatan?"
"Ah tidak, sama sekali tidak keberatan, Saya akan dengan senang hati melakukan apapun."
"Aku hanya ingin menjaga privasi mu. Kau adalah teman paling akrab dengan adikku."
"Terimakasih banyak Kak. Saya akan bekerja dengan penuh kesungguhan di sini."
"Baiklah. Mari pergi bersama Sill."
Kiara mengangguk patuh. Lalu Tomi menekan tombol memanggil pada telfon di atas meja.
"Masuk keruanganku."
"Baik bos."
Suara pintu terbuka, kiara langsung bangkit dari duduknya dan menatap perempuan sexsy itu.
"Bawa dia ke tempatnya. Ajarkan dengan baik."
"Saya mengerti, Bos." Sil mempersilahkan kiara dengan lembut, "Mari ikut denganku, aku akan mengajarkan beberapa hal."
"Baik nyonya." ucap Kiara gugup.
Kiara dan Sill berjalan, menelusuri tiap tiap ruangan di Barr Skye, sambil sesekali memberitahukan tempat apa dan untuk apa tujuannya.
Sampai kemudian mereka tiba di dapur, semua pegawai khusus ada di sini, mereka terlihat cekatan dan rapih. Semua orang terlihat berlalu lalang sangat sibuk hari ini.
Tidak terasa waktu cepat berlalu, Kiara nelihat pergelangan tangannya, dan jam menunjukan pukul 00.00 malam.
Katanya nyonya Sill, Ini adalah batas kerja berakhir untuk pergantian shift berikutnya.
Akhirnya Kiara pulang dengan santai, sambil sesekali mempelajari apa yang telah diajarkan oleh Sill padanya, untungnya Kiara cepat tanggap, sekali diajari mudah paham.
Setibanya di rumah, tubuhnya langsung ambruk dan tertidur lelap.
Bersambung ...
Waktu terus berjalan, hari terus berlalu, perjalanan dan kisah yang kini Kiara lewati terasa semakin bermakna.
14 hari 12 jam, waktu yang telah ia habiskan untuk menekuni pekerjaannya sebagai pengantar minum di Barr Skye.
"Bagaimana harimu? Kita sudah lama tidak makan bersama?" tanya seorang perempuan di sebrang telfon.
Kiara menghela sejenak. Mengumpulkan kata perkata yang akan enak didengar oleh Bella sahabatnya. "Aku baik ... mm, semoga selalu baik. Maaf, akhir akhir ini, Hotel dan Barr semakin ramai. Kau tau kan, musim liburan sedang berlangsung?"
"Tentu, Aku hanya..." Ada perasaan kecewa yang harus Bella sesap. Nyatanya dua minggu setelah kesibukan Kiara, membuat ia dipeluk kesepian.
"I'm really sorry, I'm not a good friend."
"Heii... Aku tidak pernah mengatakan itu. Aku sedikit kesepian. Hanya itu."
Kiara tertunduk lesu, wajahnya muram dan sedih, berat untuknya mengabaikan sahabat yang selalu membantunya. Tapi mau bagaimana?
Suara seorang perempuan dari balik pintu terdengar nyaring. Beberapa kali ia memanggil nama Kiara dengan lantang.
"Apa kau di dalam?" tanyanya tanpa basa-basi. "Cepatlah"
"Ya. Aku akan datang" sambungnya kemudian.
Suara ketukan sepatu pantovel dari wanita tadi mulai menjauh, bersamaan dengan itu, Kiara kembali bersuara untuk temannya.
"Bell, maaf. Tapi aku harus bekerja sekarang."
"Tentu. Jangan terbebani. Aku akan mampir jika senggang."
"Baiklah. Aku menantikan itu."
Akhirnya mereka menutup panggilan satu sama lain. Gegas kiara mengganti pakaiannya dengan seragam. Tak ada waktu, ia datang saat pergantian shif bekerja dimulai, lalu harus menyisihkan waktu saat Bella ingin bicara. Sekarang, pastilah sudah sangat terlambat.
Kiara keheranan, saat semua orang terlihat panik dan gugup dengan raut wajah sedikit tegang.
"Ada apa?" tanyanya pada gadis imut berambut bob di sebelahnya.
"Nyonya Sill meminta kita untuk berkumpul. Makanya aku menyuruhmu cepat."
"Tapi kenapa dengan raut wajah mereka?"
Sekilas temannya melihat perasaan yang sama, dan mengatakan, "Entahlah. Aku hanya mendengar ada sesuatu yang penting?"
Dua gadis itu bersikap kebingungan lantaran situasi yang tidak biasanya.
"Jangan terlalu santai. Nyonya Sill akan segera tiba!" tutur gadis ber hils tinggi dari belakang.
Gadis berambut bob itu menoleh, mengerutkan dahi dengan keheranan, "Kau tidak memakai seragam mu, Sera?"
"Hari ini aku akan jadi gadis penghibur, Vio." senyum bangga tergambar jelas dari bibir merahnya.
"Bagaimana bisa?" ucap Kiara sepontan.
Sera, membusungkan dada dengan bangga. Tatapan matanya yang nakal membuat Kiara mengangkat bibir atasnya.
"Kadangkala kau harus berkorban untuk sesuatu yang tidak kau inginkan. Walau menjijikan, aku mengakui ini adalah jalan penyelamatku.
Vio semakin menyipitkan mata. Apa yang seniornya sampaikan benar benar tidak ia mengerti.
"Ada tamu penting. Junior atau pemula seperti kalian biasanya memang di kumpulkan, nyonya Sill akan menjelaskannya nanti."
"Bukannya tamu di sini memang penting?" tanya Kiara terus terang. Vio mengangguk angguk tanda setuju.
"Tentu. Tapi yang kali ini sangat penting. Maksudku SANGAT SANGAT penting. Yah pokonya kalian akan terkejut."
Vio membenarkan posisinya dengan tegap, lalu menatap Sera serius, "Sebelum tamu ini ada pun, kami selalu terkejut. Entah karena rambutnya yang hilang separuh, perutnya yang mengembang menakutkan, atau karena wajah yang tiada duanya. Bagiku itu sangat cukup membuat aku terkejut. Lalu apa lagi yang harus dikejutkan?"
Sera menatap juniornya tidak percaya, "Hei, kau akan dihukum jika terdengar oleh nyonya Sill. Jaga mulutmu, Vio." ancam Sera .
Kiara berfikir sejenak. Ketegangan ini masih terasa, ia benar benar tidak dapat menahan diri untuk bertanya, "mungkin ini terdengar tidak sopan, tapi kenapa hanya junior yang dikumpulkan? Bukankah lebih bagus para senior yang melakukannya?"
"Itu poin penting, kau tanyakan itu pada Nyonya Sill.
Kalian tau, tamu ini adalah temannya Boss besar.
Sayangnya, tempramen dan sikap tamu ini benar benar nol, bicaranya juga kasar, tatapannya menakutkan, ia selalu marah marah tiap kali datang.
Bahkan ada satu hal yang dulu membuat Heboh!"
Dengan serius Kiara dan Vio bertanya hal yang sama secara bersamaan, "apa itu?"
Sejenak Sera terdiam, mengingat ulang masa lalu yang jadi rumor tak sedap di Bar Skye, ia menatap kedua juniornya dengan ekspresi ketakutan, "Ada yang hampir terbunuh dalam ruangan itu."
Kiara dan Vio tercengang. Adalah hal lumrah yang sering ia temukan jika pengantar minum sering kena getahnya. Namun itu masih dalam batas wajar. Tomi juga bukanlah orang yang tidak bertanggung jawab, jika getahnya hanya sebatas menerima makian karena pengaruh alkohol, penjaga penjaga di depan pintu seringkali menenangkan tamu. Tapi, kenapa sampai ada yang terbunuh??
"Aku harus pergi, tamu ku sudah datang. Semoga harimu menyenangkan."
Sera, gadis jangkung itu melenggok meninggalkan dua gadis yang masih terbujur kaku dengan tatapan kosong seolah kematian berada di hadapan mereka. Padahal, masih banyak informasi yang ingin keduanya gali.
Sesaat dalam kesadaran yang masih di awang awang, nyonya Sill memperlihatkan batang hidungnya dengan sorot yang juga menegangkan.
"Selamat malam. Aku meminta kalian untuk berkumpul karena ada tamu penting. Kalian tidak akan tahu, tapi seseorang ini sudah jadi pelanggan tetap sebelum Barr ini besar. Beliau bahkan royal pada Bos besar dan ikut andil memajukan Barr ini."
Terlihat para junior mendengarkan arahan Sill dengan serius,
"Aku tidak akan banyak bicara. Hanya satu hal yang aku titipkan pada kalian. Jangan usik dan buat ia marah. Aku hanya bisa memperingatkan itu."
Kiara mengangkat tangan dengan wajah tegang. Gagap ia membuka mulutnya, "maaf nyonya Sill. Tapi kenapa hanya para junior yang diberi perintah?" akhirnya pertanyaan itu lolos.
"Aaah. Ini pertanyaan yang menarik. Sebelumnya tidak pernah ada yang bertanya demikian. Kiara kau sangat teliti." Nyonya Sill tersenyum manis menatap semua junior di tempat. (pemula/anak magang).
"Sekali lagi maaf nyonya, Sill."
"Tidak apa. Aku malah senang. Tidak ada Senior yang aku kumpulkan itu karena, tidak ada yang mau ketika aku tawari."
Semua junior terlihat semakin bingung, mereka saling tatap dalam bungkam. Ada segudang pertanyaan dalam benak mereka.
Nyonya Sill melangkah pelan, menyusuri tiap junior yang berdiri saling berhadapan, "Lebih detailnya seperti ini. Karena mereka pernah berada di posisi itu, ketika mereka diberi kesempatan lagi, mereka menolak dengan keras. Aku bisa apa? Memanfaatkan junior adalah langkah terakhir yang aku bisa."
Semua orang tersentak kaget. Nyonya Sill adalah orang yang tidak mudah terbuka. Tapi kenapa dengan malam ini?
"Maafkan aku. Ini terdengar jahat. Tapi tidak akan berlangsung lama. Percayalah!!" ia menatap semua junior dengan senyuman ancaman.
"Aku tidak akan memilih diantara kalian. Nasib kalian ada pada tangan kalian sendiri. Ada kertas pesanan yang akan kalian ambil untuk para tamu. Dan tamu penting yang dirumorkan mengerikan ini ada di kamar 107."
Suasana semakin tegang. Wajah wajah ketakutan itu tidak bisa berbohong. Mereka mendengar desas desus, sekarang hanya tinggal menentukan nasib.
Secara bergiliran mereka mengambil kertas pesanan, kertas yang diberi amplop merah pekat sehingga tak dapat terdeteksi angka dan hurufnya.
Mereka berbaris rapih, memegang kertas itu dengan gemetar hebat. Beberapa detik lagi orang pertama akan bersuara.
"Kamar 203, Brendy dan Bir". Suara gadis mungil itu menghela syukur. Teman temannya semakin tegang menunggu giliran.
"Kamar 409, Soju, Wisky, dan sebotol Rum."
Bergiliran satu persatu mereka membaca pesanan. Tak satupun dari mereka yang tak gugup. Bahkan Vio berwajah pucat pasi kini.
Ia menarik nafas dalam, tangannya gemetar membuka amplop, lalu sedikit demi sedikit melihat angka yang tertulis
"1 .
0.
9 ... " Vio hampir menangis saking terkejutnya, semua orang jadi semakin berdebar.
"Mengapa kau menyebutkan angkanya satu persatu. Membuat suasana jadi semakin suram saja." sahut seorang gadis yang lain.
Nyonya Sill tertawa pelan, menatap Vio dengan lembut dan berkata, "Itu bukan kamarnya. Pergilah dengan aman, minta disiapkan pesanannya."
Satu persatu junior berkurang. Sejauh ini semua masih sama. Berdebar dan menakutkan katanya.
Masih tersisa lima orang yang harus membuka amplop.
"Pesanan dengan segelas Vodka, Wisky, dan Margarita, aku minta camilan manis dan asin. Siapkan Burger dengan keju tanpa Tomat. Kamar 107."
Ke empat junior terkulai lemas di lantai. Ini tantangan yang sangat gila. Bagaimana bisa Kiara membacakan pesanan se tenang itu dengan kaki yang kokoh tanpa getar.
"Dia menangis" ucap nyonya Sill dengan tersenyum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!