Pagi yang cerah dihiasi mentari yang menyilaukan. Embun-embun perlahan menghilang dari dedaunan. Gemerisik angin menerpa dedaunan yang menggelitik. Tampak dibangku taman sekolah sedang duduk seorang gadis sendirian. Dia membolak-balik halaman buku yang ada ditangannya, sesekali terdapat kerutan di dahinya. Namun pandangannya tetap fokus dengan objek bacaannya walaupun terdengar riuh siswa-siswi yang berlalu lalang dihadapannya. Gadis itu bernama Alisya Syaibatul Azizah. Teman-temannya sering memanggilnya dengan nama Alis. Usianya baru memasuki 17 tahun dan dia berada di kelas 12 ipa2.
Alis selalu terlihat sendirian karena memang itu merupakan kebiasaannya. Siapa sih yang mampu bertahan dengan Alis yang tanpa berbicara sepatah kata pun bahkan dalam durasi waktu sampai 1 bulan lamanya. Bayangkan saja kalau hal itu sampai dialami oleh teman-temannya, tentu saja mereka akan menyerah karena didiamkan terlalu lama. Satu lagi kebiasaan Alis, ia tidak pernah lepas dengan yang namanya buku. Bahkan kemanapun itu, sambil berjalanpun ia juga membaca apalagi kalau sedang dalam waktu luang dan juga sedang duduk. Mungkin sebutan yang cocok disematkan untuknya adalah kutu buku, namun itu tidak terjadi padanya. Ia lebih berlabel dengan julukan Gadis Aneh ataupun Malaikat Penjaga Neraka.
Bel pertanda jam masuk sedang berbunyi. Alis bergegas mempercepat langkahnya menuju ke kelasnya. Ditangannya hanya ada sebuah buku, sedangkan tasnya sudah diletakkannya didalam kelas terlebih dahulu setelah ia datang tadi pagi dan sebelum ia berada ditaman saat ini. Suasana kelas terlihat sudah penuh di isi dengan keriuhan penghuninya. Bahkan berbagai teriakan heboh membahana. Banyak yang bercanda, ini adalah momen-momen mereka untuk berbaur dengan seisi kelas sebelum guru memasuki kelas.
Alis melangkahkan kakinya menuju bangkunya, yang terletak di baris kedua tepat di depan meja guru. Meja yang selalu terdengar menakutkan bagi siswa-siswi lainnya. Keriuhan kelas pun tak di hiraukannya, seolah dia asyik tenggelam dengan dunianya sendiri yaitu dunia baca. Ya Alis adalah pribadi yang tidak perduli dari sekelilingnya dan lebih suka dengan dunia baca. Pendiam dan sangat jarang berbicara. Ia juga tidak suka keramaian. Sebenarnya Alis bukan pelit dengan kata-kata, ia sering berbicara panjang lebar hanya saja itu adalah poin penting menurutnya. Dia tidak suka banyak bicara apalagi yang berbau omong kosong. Tapi jangan salah, di balik sifatnya itu Alis adalah orang yang baik bahkan sangat suka menolong. Ia juga termasuk pendengar yang baik.
"Lis, ada ibu Murni tuh!" Liza menunjuk pada ibu Murni yang baru saja akan memasuki kelas.
Nurliza Fatimah, dia adalah sahabat satu-satunya Alis. Dia juga berusia 17 tahun dan mereka bersahabat sejak kelas 11 sewaktu SMP. Dia anak yang cerewet dan banyak bicara bahkan bicaranya terkadang dianggap Alis aneh. Dia juga sangat suka bercanda dan hampir seisi kelas akrab dengannya.
Dia juga sangat mengetahui tentang Alis dan tidak ambil pusing dengan kebiasaan Alis. Bahkan dia menganggap Alis seperti saudaranya sendiri. Menurut Liza, Alis itu bukannya tidak punya teman, karena memang pada dasarnya Alis yang kurang pandai bergaul karena sifatnya yang pendiam.
Alis hanya diam tanpa menanggapi sahabatnya yang berada dibangku sebelahnya dan menutup buku yang di bacanya. Ia menatap kedepan saat ibu Marni memulai materinya. Ia begitu fokus dengan materi yang di berikan oleh gurunya hingga tiba waktunya istirahat.
💦💦💦
"Lis, kantin yuk !!" Liza menoleh pada Alis yang baru saja memulai membaca bukunya seperti biasa. Bel istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu, bahkan banyak siswa-siswi yang sudah berjalan keluar kelas.
"Malas, aku di kelas aja." Alis menyahut tanpa menoleh kepada Liza.
"Kebiasaan deh!!! Baca buku melulu, tidak bosan apa???" Liza cemberut dan menatap kesal sahabatnya. Setiap ajakan Liza untuk pergi ke kantin selalu di tolak oleh Alis. Liza tahu itu dari awal, namun dirinya tidak pernah bosan untuk mengajaknya.
"Ih, Alis! Kalau ditanya itu dijawab dong Lis, jangan diam saja!" Menusuk-nusuk tangan Alis.
"Hemm."
"Hah!!?" Liza tampak menganga setelah mendapat jawaban sesingkat itu dari Alis. "Ya sudah, aku kekantin dulu. Apa kamu mau pesan makanan?"
"Tidak."
"Memangnya kamu kenyang dengan hanya membaca buku!?" tanya Liza dengan sedikit kesal.
Alis hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan aneh yang dilayangkan oleh Liza.
Liza berjalan keluar kelas dengan menghentak-hentakkan kakinya. Ia kesal dengan respon Alis yang diajak berbaur dengan siswa lainnya namun selalu ditolaknya. Namun walau bagaimanapun juga Liza tetap sayang dengan Alis.
Alis tidak perduli dengan semua itu, ia tetap tenggelam dengan dunia bacanya.
Beberapa menit setelahnya, Alis menegakkan kepalanya dan pandangannya berputar mengelilingi ruangan kelas. Sepi dan tidak ada seorang pun selain dirinya.
Dreett...
Terdengar bunyi kursi yang di geser. Alis berdiri dan berjalan keluar kelas menuju teras sambil menenteng buku di tangan kanannya. Ia melangkah dengan ringan menuju lorong sekolah. Alis sangat menyukai suasana sepi, tapi bukan berarti ia hanya seorang diri di dalam kelas. Bukan karena makhluk astral tapi lebih kepada takut akan ada sesuatu yang hilang milik temannya, maka tentu saja ia tidak ingin menanggung resikonya. Tenang saja, hal itu juga tidak akan pernah terjadi karena sekolah ini aman dan di lengkapi dengan kamera cctv.
Alis mendudukkan dirinya di ujung lorong sekolah yang langsung menghadap kearah lapangan basket. Ia lebih memilih menyendiri dan cukup jauh dari gerombolan siswa-siswi lain yang menonton permainan tersebut.
Terdengar suara riuh sorak penonton di lorong sekolah bergema untuk menyemangati tim idola mereka. Tapi hal itu tentu saja tidak pernah mengalihkan perhatian Alis dari dunia bacanya. Hingga ada sebuah bola yang menghantam bukunya. Dan itupun membuat Alis terkejut namun hanya dalam hitungan detik saja, ia kembali merubah ekspresinya seperti semula, yaitu datar dan acuh. Buku yang di pegangnya terjatuh kebawah. Sorak sorai yang tadinya sangat ramai mendadak senyap. Seluruh perhatian tertuju padanya.
"Wah, jatuh mengenai Malaikat Penjaga Neraka ya, bagaimana reaksinya, aku penasaran?" Bisik-bisik beberapa siswa terdengar hingga ketelinga Alis.
"Iya, aku juga," sambung yang lainnya.
Namun Alis tetap tidak perduli, ia tetap acuh dan sibuk dengan dirinya sendiri. Ia menganggap semua pembicaraan mereka semua hanyalah omong-kosong saja.
Tepat pada saat Alis berjongkok ingin mengambil bukunya. Dihadapannya terdapat sepasang sepatu Sniker hitam. Alis mengernyitkan dahinya pertanda bingung saat melihat sepasang sepatu tersebut yang semakin mendekat kearahnya. Tetapi setelah meraih bukunya kembali, Alis tetap tidak perduli. Tanpa menatap wajah sang pemilik sepatu itu, ia kembali duduk dan melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda tadi.
"Hah, dia tetap diam seperti biasa. Bahkan pesona seorang The Most Wanted sekolah kita tidak ada apa-apanya dihadapannya." Kembali terdengar bisik-bisik mereka.
"Iya. Tapi aku tidak heran karena dia memang begitu!" cibir seorang siswi.
"Sok kecantikan!" sambung yang lainnya.
"Tapi menurutku dia itu sok manis, makanya tidak bisa tersenyum ataupun berbicara," ledek yang lainnya.
"Itulah hebatnya seorang Malaikat Penjaga Neraka, dia tidak perduli dengan hal apapun yang terjadi di sekelilingnya," sambung yang lainnya.
Suasana kembali riuh membicarakan sifat Alis tersebut bahkan dari mereka ada yang mencibirnya dan menghina dirinya.
Alis tidak perduli dengan semua itu, ia menulikan telinganya. Semua pembicaraan orang-orang mengenai dirinya sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Banyak juga dari mereka yang hanya menilai tanpa tahu keadaannya yang sebenarnya.
Mereka juga menganggap Alis adalah gadis aneh oleh karena itu mereka selalu menghindar dari Alis.
Apa sih yang dinilai mereka aneh dari seorang Alis, padahal dia hanya seorang kutu buku bahkan penampilannya pun juga biasa seperti mereka yang ada disana, tanpa kacamata, tanpa pakaian jadul dan tanpa kuncir dua.
💦💦💦💦
Seorang lelaki tampan dengan seragam basketnya berjalan menghampiri seorang gadis yang sedang berjongkok mengambil bukunya. Karena tanpa sengaja bola basket terlempar kearah gadis yang sedang membaca tersebut, lebih tepatnya mengenai bukunya. Bukan maksudnya untuk melihat ataupun mengambilkan buku yang terjatuh milik gadis itu, namun ia hanya bermaksud mengambil bola basket tersebut.
Namanya Serhan Aldebran Hadinata. Nama populernya adalah Al. Dia seorang The Most Wanted di sekolahnya, juga seorang kapten basket. Mempunyai perilaku yang sangat baik dan juga merupakan seorang murid teladan. Usianya 17 tahun lebih beberapa bulan. Ia duduk di kelas 12 ipa1.
Al berdiri tepat di depan gadis tersebut, ia terus-menerus memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Tapi tunggu dulu, sepertinya ada yang aneh. Ya...benar, gadis itu sama sekali tidak tertarik untuk melihat kearahnya, ia hanya tertarik melihat kearah buku bacaannya. Ego kelelakiannya sedikit tersentil. Al berdehem sekali sambil terus menatap kearah Alis. Ya, gadis yang terkena bola basket tersebut adalah Alis. Ia merasa bahwa Alis adalah gadis yang tidak sopan, karena menurutnya dirinya lebih menarik daripada benda mati tersebut.
Keriuhan mulai bergema dari mulut siswi yang ada disana hingga mengisi lorong sekolah tersebut. Kemudian mendadak sepi, mereka menahan napas karena terlalu lama menunggu respon gadis tersebut. Namun respon yang diharapkan tidak sesuai kenyataan. Alis tetap diam dan masih menunduk menatap kearah bukunya. Banyak siswi yang kembali berbisik-bisik dan beberapa diantaranya, ada yang kembali mencibir secara terang-terangan. Tentu saja cibiran tersebut di arahkan kepada Alis. Sebagian lagi ada yang iri dengan Alis karena sejak tadi Al masih terus memperhatikan dirinya dengan begitu dekat.
"Manisnya Al, dia idolaku!"
"Oh Aldebran, jantungku tidak sehat!"
"Tatapanmu menghunusku!"
Begitulah kira-kira bisik-bisik mereka sambil menatap kagum seorang Aldebran. Mereka terus-menerus memberi pujian untuk Al yang merupakan idola mereka.
"Sorry...!" Al membuka suara sambil terus memperhatikan Alis yang seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Cukup lama Al menunggu, tetapi Al sama sekali tidak mendapatkan respon dari lawan bicaranya. Al tampak mengerutkan dahinya pertanda bingung dengan gadis yang baru pertama kali di lihatnya ini.
Dua hingga tiga menit berlalu, Alis tetap diam bahkan seperti orang yang tuli saja. Ia tetap fokus dengan bukunya bahkan tanpa melirik sedikitpun pada Al. Al tampak geram melihat tingkahnya seperti itu, itu termasuk kategori tidak sopan, tau.
"Hei...!!! Aku berbicara denganmu, apa kamu tuli!!?" Al tampak geram dan mengindahkan sopan-santunnya karena dibuat kesal oleh gadis tersebut. Sebab sebelumnya ia tidak pernah di acuhkan oleh perempuan seperti ini, rasanya ia sampai lumutan menunggu gadis ini membuka mulutnya. Justru sebaliknya, banyak perempuan yang mengejarnya dan ingin menjadikannya pacar dari mereka. Sedangkan gadis didepannya ini malah kebalikan dari mereka. Apa popularitasnya sedang turun dimata kaum Hawa.
Siswa-siswi kembali riuh dengan respon Alis yang tidak sopan dan terlihat sombong serta angkuh. Pantas saja dia tidak punya teman, setiap kali diajak bicara, dia selalu saja bungkam.
Si Alis yang mereka sebut 'Malaikat Penjaga Neraka'. Menurut mereka, julukan itu sangat pas dengan sikap Alis karena ia gadis yang tidak pernah tersenyum atau lebih tepatnya sulit untuk tersenyum dan tanpa ekspresi. Begitu juga cara memandangnya, seringkali melotot dan mengintimidasi, begitu tajam.
Alis mengangkat kepalanya dan mengernyit pertanda bingung. Ia menoleh kekanan dan kekiri, namun tidak ada orang lain di dekatnya selain mereka berdua. Alis kembali menatap Al dengan tatapan tajamnya sambil mengangkat bahunya dengan perlahan. Kemudian ia berdiri dan berlalu menuju keruang kelasnya meninggalkan Aldebran yang terpaku disana.
"Kamu mengganggu saja," begitulah kira-kira yang ada didalam benak Alis dengan cara pandangnya tadi.
Al tampak melongo dibuatnya, ia bahkan keheranan dengan gadis tersebut karena tidak menyahut sepatah kata pun permintaan ma'afnya dan tidak juga menjawab pertanyaannya.
"Memangnya dia pikir aku sedang berbicara dengan orang lain apa? Huh...benar-benar gadis yang aneh," Al bergumam didalam hatinya sambil mengedikkan bahunya. Ia berusaha mengacuhkan gadis tersebut.
"Buang-buang waktu saja berbicara dengannya," gumam Al dengan sedikit kesal saat kembali mengingat respon Alis yang seperti patung batu. Ia menyeka keringat yang mulai bermunculan didahinya, sambil menatap kearah bola basket yang ada ditangannya.
"Al ada apa? Kenapa lama?" Tiba-tiba Aldo sudah menghampirinya. Al hanya mengedikkan bahunya saja untuk menjawab pertanyaan Aldo tersebut, sambil terus memandang Alis yang hilang di balik pintu kelas. Aldo juga ikut memperhatikan arah pandang Aldebran. Ia tampak mengangguk setelahnya.
"Gadis itu memang seperti itu. Bahkan seluruh penghuni sekolah sudah tahu tentang tabiatnya tersebut."
Al menoleh kearah Aldo dengan tatapan datar. Berarti hanya dirinya yang tidak tahu-menahu dengan gadis tersebut. Lalu apa yang mereka tahu selain sifatnya yang aneh.
"Gadis yang aneh," gumam Al.
"Kupikir tadinya kamu ada masalah, soalnya kamu lumayan lama," ucap Aldo.
Aldo yang awalnya berada ditengah lapangan tampak keheranan saat melihat Al yang cukup lama hanya untuk mengambil sebuah bola basket yang terlempar tidak jauh dari lapangan. Namun yang didapatnya, Al justru sedang berbicara dengan Alis.
"Tidak ada masalah, hanya buku gadis itu yang terjatuh karena bola menimpuknya," ucap Al. Ia tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Aldo dan menggelengkan kepalanya.
"Al, main lagi yuk!! Yang lain sudah menunggu." Aldo berjalan beriringan ketengah lapangan. Teriakan heboh kembali menggema seolah-olah kejadian tadi tidak pernah terjadi.
Namanya adalah Aldo Athalah Naufal, biasa disapa dengan nama Aldo. Dia juga salah satu The Most Wanted SMA Bima Galaxy. Dia berusia 17 tahun dan sekelas dengan Al dan juga merupakan salah satu sahabat Al. Mempunyai sikap dingin, jarang berbicara dan sangat bijaksana. Namun satu yang tidak terduga darinya, bahwa ia sangat suka makan, makanan jenis apapun itu akan ia makan tanpa pilih-pilih makanan.
💦💦💦
Sementara itu, di lorong kelas yang lainnya. Tepatnya di depan kelas 12 ips1 tampak seorang pemuda yang terus memperhatikan semua kejadian tersebut. Ia bahkan tersenyum sinis memandang kearah Al dan tersenyum miring saat membayangkan ekspresi Alis saat berhadapan dengan Al. Entah apa yang ada di dalam isi kepalanya.
Namanya Angga Dwi Darmawan, dia juga seorang Yhe Most Wanted sekolah, yang terkenal dengan sifat dinginnya dan juga tatapan mengintimidasinya. Ia berusia 17 tahun lebih dan duduk dikelas 12 ips1. Orang tuanya adalah salah seorang donator disekolah ini. Angga cukup dihormati disekolah ini karena kedudukan orang tuanya. Bahkan banyak yang segan padanya. Entah apa yang membuatnya suka memperhatikan gadis aneh tersebut. Yang jelas itu bukan perasaan kagum terlebih lagi perasaan cinta. Hanya saja ia sangat suka menjahili gadis tanpa ekspresi tersebut bahkan terbilang langka, yang menurutnya cukup menghibur.
"Angga, kenapa kamu mesem-mesem disitu? Bel sudah berbunyi." Nando mengingatkan sambil menepuk bahu Al yang sedang melamun entah sejak kapan.
Nando Irawan, dia adalah seorang sahabat Angga satu-satunya. Perhatian dan cukup homuris dan sangat perduli dengan sahabatnya. Dia juga berusia 17 tahun dan menduduki kelas yang sama dengan Angga, kelas 12 ips1.
Angga berjalan melewati Nando dengan pandangan datarnya memasuki ruang kelasnya.
"Yah, aku malah di cuekin." Nando mendesah dengan mendramatisir.
Angga berpaling dan menatap tajam kearah Nando. Sementara Nando tampak di buatnya bungkam dan bergidik ngeri. Sungguh, tatapannya seperti tatapan singa yang sedang kelaparan.
"Untung Bu Nanda belum kelihatan." Nando celingak-celinguk sambil mengusap dadanya.
"Siapa yang belum kelihatan?" Tiba-tiba bu Nanda sudah berdiri dibelakangnya.
"Eh setan!" Nando yang terkejut refleks berjingkat dan setengah berteriak.
Nanda melototkan matanya mendengar kata-kata tidak sopan yang keluar dari mulut siswanya dan tingkah muridnya yang satu ini membuatnya menggelengkan kepalanya.
"Siapa yang setan?"
"Eh itu Bu, saya hanya kaget saja jadi refleksnya begitu." Nando tersenyum kearah Nanda.
"Masuk kelas sana!!"
"Iya Bu."
"Eh, nama kita mirip ya Bu." Tersenyum nyengir kearah Nanda.
Nanda hanya menggelengkan kepalanya, ia mengusap dadanya berulang kali.
Nando memasuki kelas dengan tingkah groginya. Ia menatap Angga yang sudah menduduki bangkunya dengan tenang tanpa perduli pada dirinya yang merasa malu karena terus-menerus ditertawakan oleh seisi kelas.
"Memangnya aku lawakan apa?" gumam Nando sambil melirik sinis kearah seluruh penghuni kelas. Ia duduk dengan tenang dibangkunya. Seluruh siswa-siswi yang tadinya riuh kembali diam setelah mendengar intruksi dari guru didepan kelas mereka.
Ibu guru Nanda adalah salah satu guru favorit mereka, guru yang sangat lembut walaupun dia sedang marah, dia tetap terlihat baik dimata mereka.
💦💦💦
Bel pulang berbunyi dengan nyaring. Seluruh siswa dan siswi tampak membereskan peralatan menulis mereka. Namun berbeda dengan Alis, ia terlihat begitu santai dan tenang.
"Lis, berangkat tadi naik apa?" Liza menoleh kearah Alis setelah menarik resleting tasnya dan menyampirkannya kebahu.
"Naik bis." Singkat, padat, dan jelas jawaban yang terlontar dari mulut Alis. "Ada apa?" tanya Alis sambil mengeluarkan sebuah buku yang cukup tebal dari dalam tasnya untuk di bacanya disetiap kesempatan. Ia menatap Liza yang sesaat sebelum menarik resleting tasnya.
Liza berdecak, ia tidak suka dengan jawaban Alis tersebut. "Biasanya kamu naik sepeda, Lis?" Liza menampakkan cengirannya. "Nanti kuantar pulang, tapi temani aku terlebih dahulu pergi ke toko buku. Mau ya...ya...ya." Liza mengeluarkan jurus rengekan manjanya dan tak lupa dengan puppy eyesnya.
Alis melihat kearah Liza dengan menaikkan sebelah alisnya tanpa menjawab kemudian dia mengangguk samar.
"Yeay!!" Liza berjingkrak begitu heboh karena kali ini ia berhasil mengajak si Gadis Batu tersebut yang sayangnya adalah sahabat satu-satunya yang dimilikinya.
Eh, apa dia bilang tadi, gadis batu? Bukan gadis batu sih tapi lebi tepatnya gadis kurang pekaan.
Mereka berjalan keluar kelas menuju ke arah parkiran. Alis terlihat begitu tenang dan santai saat melangkah. Keadaan sekolah yang cukup sepi dan lengang membuat Alis membuka dan membaca bukunya sambil berjalan kearah parkiran bersama Liza. Ia tidak perlu khawatir lagi dengan langkahnya, karena ia tidak akan menabrak orang lain saat pandangannya fokus pada objek bacaannya.
Namun berbeda dengan Liza, dia tetap mengoceh dengan cerewetnya. Ia tidak perduli dengan aktivitas yang Alis lakukan. Dan ia sangat paham dengan sahabatnya, walaupun sedang membaca sekalipun, Alis tetap menjadi pendengar yang baik.
"Lis, nanti kamu mau beli buku apa? Komik? Novel? Atau apa? Horor kayaknya cocok deh sama kamu Lis." Liza terkikik sendiri dengan pendapatnya barusan.
Sementara Alis tampak mendesah mendengar sahabatnya yang banyak mulut disampingnya. Namun ia tetap berusaha fokus dengan bacaannya tanpa menghiraukan pertanyaan Liza.
Tepat dari arah samping kanan Alis tampak seorang pemuda tampan yang tak kalah tampan dari Al, sedang berjalan kearah Alis dengan senyum miringnya. Liza yang melihat semua itu, segera menyentil tangan Alis dan memberinya kode dengan mengarahkan dagunya pada pemuda tersebut. Alis menoleh dan menatapnya tajam. Saat jarak begitu dekat dengan Alis, tiba-tiba pemuda tersebut mencubit Alis di pergelangan tangan kanannya. Alis hanya mengerinyit, tidak perduli dan kembali membaca. Sementara pemuda tersebut berlalu seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Sedangkan Liza tampak meringis saat melihat Alis yang di cubit oleh pemuda tersebut hingga tangannya sedikit memerah.
"Duh, kebiasaan banget si Angga tuh mencubit kamu. Apa sih yang membuatnya senang begitu saat melihat kamu di cubit? Aku jadi heran deh!" Liza bersungut-sungut sambil menggosok pergelangan tangan kanan Alis yang memerah.
Alis menatap lekat sahabatnya yang cerewet tersebut. Dan pikirannya kembali melayang pada kejadian masa lalu yang menjadi penyebabnya bersikap seperti ini. Entah berapa lama Alis melamun hingga tidak menyadari keberadaan Liza yang sudah tidak ada di tempatnya lagi.
Tin...tin...
Liza menekan klakson mobilnya beberapa kali sehingga membuat Alis tersadar dari lamunannya.
"Ayo naik Lis, melamun saja kamu." Liza menurunkan kaca mobilnya dengan perlahan dan membukakan pintu mobilnya untuk Alis.
Alis masuk kedalam mobil dan mobil mereka bergerak maju dengan perlahan.
Tampak dari kejauhan dua pasang mata yang terus mengamati Alis tanpa sepengetahuannya. Sementara itu diparkiran sekolah tampak Al dan ketiga sahabatnya sedang berkumpul.
"Al, sore ini kita kumpul yuk di kafe biasa." Al yang ingin membuka pintu mobilnya pun urung saat Aldo mengajaknya berbicara, Al tampak berpikir.
"Ayolah...kita sudah lama tidak kumpul sama-sama." Irfan ikut menimpali ajakan Aldo dengan wajah memelasnya.
Irfan Radhitya Abidzar biasa dipanggil Irfan adalah sahabat Al yang kedua. Dengan kekocakan katanya, ia selalu bisa mencairkan suasana. Tapi jangan lihat dari penampilannya, dia memang tampan dan termasuk jajaran The Most Wanted sekolah mereka namun dia suka menggosip, seperti para gadis. Yah karena memang sifat ingin serba tahunya, tapi ia juga suka membatasinya loh pada hal-hal yang positif. Ia juga berusia 17 tahun dan berada sekelas juga bersama Al dan ketiga sahabatnya.
Al mengacungkan jempolnya dan bergegas memasuki mobilnya. Perlahan-lahan kaca mobilnya di turunkan.
"Duluan!!!" teriak Al sambil melambaikan tangannya kearah sahabat-sahabatnya.
"Yap," serempak mereka menyahut.
Aldo menaiki motor ninjanya dan menancapkan gasnya menyusul Al yang sudah pulang terlebih dahulu.
Sementara Irfan dan Andra yang rumah meraka searah, mereka sering pulang dan berangkat bersama dengan menaiki mobil Andra. Mereka juga menancapkan gasnya untuk pulang kerumah.
💦💦💦
Alis memperhatikan mobil yang tidak jauh dari keberadaannya dari tempatnya berada sekarang. Mobil hitam dengan kaca gelap tersebut terasa familiar baginya. Ia merasa seperti di awasi akhir-akhir ini. Namun dia tidak ambil pusing akan hal itu, selama hal itu tidak mengganggunya dan mengancamnya.
Alis bergegas masuk kedalam bus angkutan umum tersebut yang membawanya melaju menuju kediamannya. Ia sengaja menaiki bus karena memang Liza yang ada keperluan mendadak hingga ia mengurungkan kata-katanya untuk mengantar Alis pulang kerumahnya. Liza sangat merasa bersalah karenanya, namun Alis meyakinkan kalau semua itu bukanlah masalah baginya.
Ia tercenung melihat buku yang baru di belinya tadi di toko buku. Buku dengan sampul coklat berbingkai kuning keemasan itu, begitu menarik baginya. Ia kembali teringat saat berada ditoko buku tadi, Liza yang dengan cerewetnya memilih-milih buku novel malah menjatuhkan pilihannya pada buku komik yang cukup tebal. Alis tersenyum tipis mengingat Liza yang bertingkah cerewet dan menghibur.
Alis mengalihkan pandangannya pada penumpang bus, ia seperti merasa di awasi kembali. Namun tidak ada yang mencurigakan baginya.
"Mungkin hanya perasaanku saja," batin Alis bersuara. Alis mengalihkan pandangan matanya sesaat menatap keluar jendela. Kemudian dia membuka buku yang ada di tangannya dan membaca seperti biasanya.
Kali ini tujuan Alis pun bukan pulang kerumahnya namun kesebuah kafe yang sangat populer dikalangan berbagai usia. Ia seperti biasa, akan bekerja dikafe tersebut untuk membenahi laporan yang belum rampung sekaligus membantu untuk mengantarkan makanan. Ingat! Ia hanya sebatas mengantar makanan dan dia tidak suka mencatat pesanan pelanggan karena memang dia yang tidak bisa berbasa-basi ataupun bermuka manis dengan pelanggan.
Bergegas Alis memasuki ruang kerjanya dan memasuki kamar pribadinya untuk melakukan ritual mandi dan bersih-bersih diri sekaligus merilekskan pikirannya yang sumpek.
Cukup 20 menit ia berendam dibak mandi, kemudian ia membilasi sabun yang menempel ditubuhnya. Dan keluar kamar mandi dengan pakaian lengkapnya. Ia menatap dirinya dicermin berukuran sebentar untuk memperbaiki penampilannya.
Pejuang rupiah sudah siap.
Begitulah kira-kira isi pikiran Alis walaupun masih dengan muka datarnya. Bergegas ia menuruni tangga untuk membantu pejuang rupiah lainnya.
💦💦💦💦
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!