NovelToon NovelToon

Rossida

Bab 1. Dia yang Pergi

Tempat parkir aula besar itu dipenuhi mobil-mobil mengkilat. Hanya beberapa saja tampak mobil tua . Ibu-ibu cantik rapi berkebaya, Bapak-bapak berpakaian batik bersepatu berjalan menuju pintu masuk gedung, sebagian berkepala botak . Mereka mencatat diri sebagai tamu undangan sebuah wisuda Doktoral

Mereka yang sudah memakai toga duduk di bagian tengah dari ballroom besar itu, menghadap kursi yg ditempati oleh dosen dan guru besar.

Acara lima belas menit lagi akan dimulai, tapi masih ada satu kursi kosong peserta wisuda yang belum terisi.

"Dimana Ross..?" Salah seorang bertanya pada teman yang duduk di sampingnya, tapi dia menggeleng tidak tahu.

Sementara itu di luar gedung dua orang penumpang ojek online, seorang wanita cantik dan ayahnya bergegas turun dari motor dan langsung masuk dalam ballroom. Acara sudah di mulai dengan nyanyian koor.

"Kemana saja kamu Ross?"

"Shuuuut...maaf, salonnya antri"

Acara demi acara berlangsung hikmat, tiba acara inti yakni wisuda pengukuhan. satu persatu mereka dipanggil ke depan termasuk Rossida

Acara berikutnya pengumuman the best lulusan, dan penyerahan beberapa penghargaan kepada guru besar dan dosen.

Saat penyebutan the best lulusan, semua berdebar siapa nama yang akan di sebut.

"Best lulusan Wisuda Doktoral tahun ini adalah...." Pembawa acara sengaja memberi jeda " ROSSIDA" suara gemuruh menyusul setelah nama itu di sebutkan.

Rosida berdiri, muda dan cantik, Dia berjalan penuh percaya diri naik ke atas mimbar memegang piala dan piagam penghargaan.

Salam dan rasa syukur kepada Tuhan, ucapan terima kasih kepada Ayah,Ibu dan semua orang yang pernah membantu Rosida sampai di titik ini. Kemudian dia tutup dengan

"Jangan pernah takut bermimpi, jangan pernah ragu mencoba, jangan menyesali takdir karena Tuhan telah memilihkan yang terbaik untukmu".

Rasa haru menyelimuti hatinya dan orang-orang yang mengenali siapa wanita yang saat ini berada di mimbar memegang the best Doktor universitas ternama.

Mimpi Rosida mungkin hal yang mudah bagimu, tapi sebuah kemustahilan bagi seorang dari pinggiran dengan segala keterbatasannya.

Jika kelahiran di dunia ini bisa dipilih bagi mereka yang berotak cerdas seperti Rosida, mungkin dia akan memilihnya, Tapi Tuhan telah menulis garis hidupnya yang tak biasa untuk dia yg istimewa.

* Disinilah kisah perjalanan hidupnya*

***********

Tak pernah terbayangkan oleh gadis kecil berusia 11 tahun itu jika orang yang selama ini merawat dan menyayanginya akan lebih cepat meninggalkan dirinya.

Dia hanya duduk termenung memandangi pusara ibu angkatnya yang masih basah, Sejak usia 1 tahun Rosida kecil dirawat saudara karena ibu kandungnya hamil anak keempat dari lima saudaranya.

Gerimis mulai turun, Rosida tetap belum beranjak dari jongkoknya di depan pusara, namun dia kini tidak lagi merasakan titik dingin air yg jatuh itu karena seseorang telah datang meletakkan payung diatas kepalanya.

"Ayo kita pulang !"

Seorang laki-laki setengah baya bertubuh tinggi mengajaknya pergi dari tempat itu. Rosida berdiri dan membalikkan tubuhnya melangkah mengikuti laki-laki yang tidak lain adalah Pak Masnun ayah kandungnya. Sesekali dia menengok kembali ke pusara.

"Ayo cepat Ross, hujannya akan semakin deras !"

Rosida berlari mengikuti langkah bapaknya keluar area pemakaman menuju motor yg telah basah oleh air hujan. Untuk sementara mereka berteduh di emper rumah warga agar hujan sedikit reda. Rosida masih tetap tak bersuara duduk di sisi ayahnya.

"Bu Salamah sudah meninggal, apakah ayah akan mengajakku pulang ?" Rosida mulai bicara.

"Tentu saja Ross !"

Rosida kembali terdiam rasa sakit kehilangan masih menggelayut di dinding hatinya. Bukannya Ross tidak sayang kepada keluarga kandungnya, tapi orang yg sekarang berada di pusara adalah perempuan yang rela berpuasa selama satu minggu setiap kali Ross ujian semesteran.

Hujan mulai reda. Warga yang sebelumnya ikut berteduh mulai berhamburan, begitu juga Ross dan ayahnya.

Motor Suzuki RC itu berkelok-kelok menghindari genangan hujan di jalanan yang tak beraspal. Sesekali tubuh Rosida terantuk berpadu dengan punggung ayahnya ketika roda menabrak bebatuan jalan rusak. Kerudung Rosida yang sebagian ujungnya basah berkibar-kibar dalam hempasan angin.

Setelah beberapa saat Pak Masnun menghentikan motornya di sebuah rumah yg banyak kursi berjajar, dan beberapa orang yang keluar dengan mata sembab karena duka.

"Kak Ross..!! Dua orang anak kecil berlari menghampiri Rosida yang turun dari motor ayahnya, mereka adalah adik-adik Rosida.

Rosida hanya tersenyum simpul menyambut mereka berdua, sambil berjalan masuk kedalam rumah. Beberapa piala dan piagam berjajar di buffer dan dinding rumah Bu Salamah, semua itu tertera nama Rosida.

Mulai rangking kelas, juara umum, olimpiade sains tingkat kecamatan, Kabupaten dan beberapa piagam lomba lainnya.

Rosida masuk ke dalam kamar, dua anak kecil itu terus saja mengikuti kakaknya. Kamarnya rapi dan bersih dengan buku-buku berjajar di rak, semua penunjang prestasi dipenuhi oleh Bu Salamah untuk Rosida yang memang berotak cerdas.

Dari tumpukan buku-buku itu Rosida mengambil sebuah buku tulis yang berisi gambar-gambar tempat bersejarah di Indonesia, candi Borobudur, Candi Prambanan bertuliskan "AKU AKAN KESINI"

Panah menunjuk arah candi Borobudur.

Rosida sangat tertarik dengan cerita Bu Salamah tentang sejarah dan kisah-kisah berdirinya candi-candi itu , dia ingin sekali mengunjungi langsung.

Dua adiknya sibuk bermain di atas kasur sambil bergurau.

Rosida masih terpaku dengan buku lusuhnya.

Dia buka lembaran berikutnya, sebuah foto perempuan cantik memakai toga dengan mendekap piagam bertuliskan sarjana sambil membawa piala.

Bu Salamah memberikan foto artis itu satu bulan sebelum meninggal dunia, memupuk dan memotivasi Rosida agar dia giat belajar dan menjadi wanita seperti di foto itu.

Rosida diam , pikirannya mengulas dan mengulang balik kenangan bersama Bu Salamah. Tanpa terasa titik air mata menetes di buku dalam pangkuannya, yang segera dia hapus.

"Hey...hayo jangan rebutan !"

Lamunan Rosida tercerai berai dengan tangisan salah satu adiknya yang kalah rebutan mainan. Kemudian melerai mereka berdua, tapi adik kecilnya sudah terlanjur menangis keras.

Bu Masnun membuka pintu.

"Sini dek !!"

Gadis kecil berumur 4 tahun itu berlari menghampiri ibunya. Fadli adik laki-laki yang tidak berbeda jauh umur dengan Rosida itu cengar cengir keluar kamar karena di persalahkan membuat adiknya menangis.

Rosida ikut keluar kamar, suasana sudah lebih sepi. Sebagian keluarga Bu Salamah sudah pulang ke rumahnya masing-masing.

Dulunya dia seorang pensiunan PNS sebagai guru SD, hanya tinggal berdua dengan Rosida, seorang janda yang tidak memiliki anak.

Bu Masnun menghampiri putrinya.

"Diikhlaskan saja Ross!" Bu Masnun mengelus rambut putrinya.

Rosida tidak mengerti maksud ibunya dengan mengikhlaskan, yang dia tahu dirinya ditinggal Bu Salamah dan ingin terus ingin mewujudkan cita-cita seperti yang diinginkan Ibu angkatnya.

"Kapan kita pulang Buk?"

"Setelah tujuh hari Ross "

Rosida mengangguk. Dia ingin tetap tinggal tapi dalam pikirannya tak berani jika hidup sendirian, dan tentu orang tuanya tidak akan memperbolehkan.

Hampir seratus lebih penduduk dan tetangga laki-laki datang tiap malam ikut mengaji mengirimkan doa untuk Bu Salamah. Di siang hari juga tak henti tamu datang silih berganti. Bu Salamah dikenal orang yang sangat baik dan dermawan , tetangga dan kerabat yang ikut berbela sungkawa selalu ada hingga hari ke-7.

Rosida mulai memasukkan buku-buku dan barangnya ke dalam tas dan kardus. Hatinya masih berat tapi dia tidak ingin terus terlarut dalam duka, dan itu tidak akan disukai ibu angkatnya.

"Berfikirlah lurus pada cita-cita luhur, menjadi manusia yang bermanfaat bagi Nusa dan bangsa "

"Semua orang akan kembali kepada penciptanya, cepat ataupun lambat pasti hari itu akan datang."

"Janganlah menangisi kematian sehingga kau lupa bersyukur dengan kehidupan"

Begitulah pesan-pesan yang diingat Rosida dari Bu Salamah.

Suasana rumah sudah sepi, sanak kerabat pulang karena tidak ada lagi yg harus dikerjakan lagi. Barang yang diperlukan sudah dia masukkan, dan siap untuk berangkat. Ayahnya sudah menunggu di luar kamar.

"Lebih cepat Ross, Ayah ada janji dengan orang !"

Rosida bergegas membawa barangnya keluar kamar. Ayahnya membantu mengangkat kardus buku-buku.

"Tidak bisa dibawa semua hari ini , besok saja , bawa saja barang yang penting "

Dua kardus buku dia tinggalkan, hanya membawa dua kardus dan satu tas saja . Merekapun keluar rumah, dan menguncinya.

"Selamat tinggal rumah penuh prestasi, aku akan datang kesini sekali waktu untuk mengunjungimu, aku akan selalu mencintaimu bersama kenanganku disini ".

Tret..tret..greeng..seet.mati

Treet .greng..seet mati lagi

Motor RC 90 itu memang suka ngambek.

Pak Masnun mengengkol sepedanya yang tak bisa dengan starter, beberapa kali genjot sepeda itu akhirnya menyala.

Sepeda RC 90 itu melaju dengan lebih lambat, meskipun Rosida bertubuh kecil tapi barang-barang bawaannya membuat sepeda tua itu seperti tak mau diajak berlari kencang.

Setelah satu jam terguncang-guncanh di atas motor, akhirnya sampailah mereka di rumah, sebuah tempat dimana Rosida mencatatkan diri dilahirkan meskipun lahirnya di rumah bidan.

Mulai hari ini kehidupan Rosida berada di rumah ini, bersama dua kakak laki-laki dua adik laki-laki, ibu dan ayahnya yang hanya sebagai seorang buruh atau kadang sebagai penambang pasir sungai.

Bab 2. Menurut

Tuhan telah memanggil Bu Salamah, menjadi momentum Rosida kembali kepada orang tua kandungnya.

Momentum dia memulai semuanya dari bawah, terutama masalah finansial yang harus dibagi dengan seluruh kakak dan adiknya.

Untuk sementara Rosida harus menunda cita-citanya dibawah kepentingan makan keluarganya. Bagaimana dia akan memaksakan haknya untuk memiliki barang-barang seperti teman-temannya jika makan saja pas-pasan.

Kenangan akan rumah yang dia tinggalkan membuat hatinya ingin kembali, tapi semua itu tidak mungkin. Kenangan kemapanan bersama Bu Salamah membuatnya ingin tetap disana, tapi Rosida harus menghempaskan keinginannya.

Rosida sadar ini pilihan Tuhan, bukan pilihannya, sudah disiapkan skenario terbaik untuknya. Dia kini bersama orang tua kandungnya adalah hal terbaiknya.

Sekolah Rosida sudah dipindahkan, sekolah sangat kehilangan siswa berprestasinya. Tapi apa boleh buat kondisi yang mengharuskan Rosida berpindah dari rumah Bu Salamah.

Rosida lulus SD dengan predikat terbaik.

kini sudah memasuki SMP, sejak awal masuk kelas VII, guru-guru sudah bisa menilai bahwa dia anak cerdas dan berbakat.

Beberapa prestasi sekolah juga bisa diraih. Rosida belajar sangat tekun yang sudah menjadi kebiasaannya, tapi bagi ayahnya itu biasa saja. Semuanya tidak penting bagi ayahnya, menurutnya yang paling utama bagi seorang anak adalah patuh kepada kedua orangtuanya itulah prestasi prestasi tertingginya.

Satu sisi ayahnya benar, tapi hidup bukan hanya seperti uang logam dua sisi dengan pilihan surga atau neraka. Tapi...

Hidup ini bagaikan sebuah bola yg semua sisinya saling berhubungan, tak bisa disebut sisi atas atau bawah tapi seperti sebuah satu kesatuan penciptaan dalam anugrah sang Pencipta.

Setelah tamat SMP Rosida tidak boleh lagi sekolah, berulang kali guru Rosida datang ke rumah Pak Masnun membujuk bapaknya mengizinkan putrinya sekolah, bahkan digratiskan .

Tapi karakter Bapaknya keras tak bisa ditaklukkan kecuali oleh almarhum Kakek Rosida alias Bapaknya Pak Masnun.

" Sekolahnya memang gratis ,tapi uang saku juga perjalanan ke sekolah kamu pakai apa, biaya darimana kamu sekolah Ross?"

Rosida terdiam, menyadari keterbatasan orang tuanya yang hanya seorang buruh dengan lima orang anak dan semua butuh makan dan sekolah.

Rosida membayangkan seandainya Bu Salamah tidak meninggal dunia, mungkin dirinya sudah daftar di sekolah favorit berbekal segudang prestasi yang dimilikinya.

" Ah.. sudahlah, kita lihat saja besok " batin Rosida membuyarkan lamunannya.

Gadis yang sudah terlihat cantik sejak dia dilahirkan itu, kini sudah semakin tumbuh menjadi bunga desa yang rupawan, beberapa kali ada orang tua seorang pemuda melamar ke rumah Pak Masnun,tapi masih ditolak dengan alasan belum saatnya.

Satu tahun Rosida belum bisa melanjutkan sekolahnya, hanya ikut kursus menjahit di pagi hari dan ikut mengemas kerupuk di rumah tetangga ketika sore hari kadang hingga malam, meskipun begitu dia tidak pernah berhenti belajar.

Ada beberapa anak minta kursus private matematika tingkat SD dan SMP ke rumahnya, akhirnya dia atur jadwal seminggu tiga kali, sisa waktunya untuk bekerja.

Dia menabung sedikit demi sedikit tanpa sepengetahuan orang tuanya yang dia titipkan ke bos kerupuk tempat Ross bekerja.

Orang tuanya hanya tahu Ross tidak pernah meminta uang jajan.

Rosida dari ayah tampan dan Ibu yang juga cantik, tak heran jika dia tumbuh menjadi gadis jelita, terkenal rajin dan cerdas. Membuat banyak pria ingin mempersunting dirinya. Sudah berkali-kali pak Masnun menolak lamaran, karena dianggap belum pas menurut dia.

Dalam pikiran Pak Masnun menikahkan anak perempuannya dengan cepat membuat dirinya lebih cepat lega karena tanggungjawab sudah berpindah ke suaminya.

Apalagi jika suaminya kaya raya, dia merasa sudah meletakkan mahkota seorang ratu di kepala anak gadisnya.

Rosida terkejut mendengar kata menikah, dia tahu bapaknya tidak pernah bergurau.

"Apa Pak...! Menikah?" raut muka Rosi penuh tanda tanya.

"Iya...., Bapak sudah membuat kesepakatan dengan Pak Jumali"

"Pak Jumali duda tua itu??"

Sudahlah Ros... terima saja keputusan bapakmu, nanti segala keinginanmu bisa terpenuhi dg kekayaan Bos Jumali" bujuk Ibunya.

Rosi pingin sekolah buuk..., aku belum ingin menikah " Iba Rosi sambil mengusap air mata ketidakberdayaannya.

Satu Minggu lalu Pak Masnun menerima lamaran dari Jumali tanpa sepengetahuan Rosida. Duda beranak satu, kaya raya dengan harta melimpah. Usianya 55 tahun, Rosida saat itu berusia 17 tahun terpaut 39 tahun dengan Rosida.

Jumali pedagang sukses dan terpandang disebuah kecamatan berbeda dari rumah Rossida. Anak perempuan Jumali sepantaran Rossida. Enam bulan lalu Istrinya meninggal dunia di rumah sakit akibat stroke secara tiba-tiba.

Pak Masnun akan diberi sepetak sawah jika setuju menikahkan putrinya dg bos Jumali.

Setiap ada kesempatan berbicara dengan ayahnya, Rosida selalu meminta untuk tidak menikahkan dirinya dg duda Jumali, tapi setiap kali itu pula bapaknya menolak dan berakhir dg tangisan Rosida.

Dia pernah bermimpi menikah dg pemuda tampan teman sekelas yg menyukainya,dan tak pernah terbayangkan menikah dg laki-laki duda beranak dan jauh lebih tua.

Rosida mencari buku lusuhnya, dia ingin menunjukkan gambar wanita bertoga, tapi disemua sudut kamar sudah di obral abrik tetap saja tidak ditemukan.

" Ibuk melihat buku itu ?"

" Bukumu sudah dibakar bapakmu !"

Mendengar kata dibakar, serasa tulang belulang Rosida terlepas dari tubuhnya. Dia terduduk lesu di bangku ruang tengah.

Baginya seperti sudah menerima vonis hukuman mati, yang sudah final di tiang gantungan.

Tapi Rosida tidak ingin diam, dia terus memohon kepada bapaknya untuk merubah keputusannya.

Tapi sia-sia, malam hari dia berbicara, pasti pagi hari mata nya sembab, dan harus berangkat ke rumah kakak Iparnya untuk belajar menjahit.

Satu bulan kemudian, rombongan lamaran Jumali datang. Berbagai macam kue seserahan dibawa rombongan.

Cincin emas, kalung, seperangkat pakaian pernikahan dan seperangkat kosmetik perawatan wajah dengan merek ternama.

Pada hari lamaran itu juga Pak Masnun menerima surat perjanjian penyerahan sepetak sawah bermaterai yg telah ditanda tangani kedua belah pihak,yg isinya selama Rosida menjadi istrinya sawah itu akan tetap menjadi miliknya.

Pak Masnun memandang puas benda-benda yg didatangkan ke rumahnya. " Lihat Ros...,belum jadi istrinya saja kau sudah memiliki segala yg kau inginkan, kau beruntung, Bos Jumali menginginkanmu" .

Tanggal pernikahan sudah ditetapkan.

Meski dia menyukai semua hadiah itu, tapi dalam hatinya tdk ingin menikah, berat rasanya melepaskan cita-cita masa di depan.

" Ah .. sudahlah, aku jalani saja" Rosida pasrah dg nasibnya.

Dua bulan kemudian tanggal pernikahan yg ditetapkan tiba. Semua persiapan sudah tertata dg sempurna. Kayu bakar 2 truk didatangkan sebulan lalu dari rumah Jumali.

Tenda pernikahan, gerabah sudah tinggal pakai semua sudah dibayarkan. Dekorasi mewah terpajang di depan rumahnya. Sanak kerabat berdatangan.

Ada yg gembira dg pernikahan ini tp tak sedikit pula yg mencibir sifat serakah bapaknya sebagai pertukaran harta dunia dengan anak gadisnya.

Sejak pagi Rosida sudah mulai didandani oleh perias ternama di kampungnya, pukul 10:00 nanti penghulu akan menikahkan dirinya dg Jumali. " Cantiik...!" puji Bu Masnun kepada putrinya. " Tapi sayang, suamiku tua " batin Rosida.

Rombongan pengantin laki-laki tiba pukul 09:00. Tampak Jumali yg tidak terlalu tinggi, memakai setelan jas hitam kemeja putih ,kopyah hitam ,khas pengantin pria dimasanya. Perutnya tambur menjembul diantara dua kancing jasnya.

Penghulu datang, Rosida yang didandani bak ratu cantik jelita tertunduk di tengah peserta undangan didampingi kakak iparnya.

Jumali yang baru datang segera mengambil duduk di sisi Rosida.

Pak Masnun sendiri yang menjabat tangan tangan Jumali dan mengucapkan kalimat ijab kabul, tidak menyerahkannya kepada penghulu.

" Bagaimana saksi , Sah ?" tanya Modin.

" Sah !" jawab mereka kompak.

Semua berdiri bersalaman mengucapkan selamat. Gema suara sholawat berkumandang mengiringi jabat tangan pengantin.

Sejak saat itu Rosida sudah berstatus berbeda,kini dia menjadi istri seseorang dan Jumali melepas masa dudanya di rumah Pak Masnun dengan anaknya yang cantik berusia remaja.

Dalam hati bapaknya merasa sudah membebaskan hidupnya dari beban menanggung seorang anak perempuan dan diberikan tempat nyaman di dalam rumah mewah laksana istana, tapi bagaimana dengan kehidupan dan perasaan Rosida ?

Apakah cita-citanya akan dia kubur bersama status gadisnya ?

Bab 3. Diboyong

Pesta berakhir, sanak saudara berpamitan untuk kembali ke rumah dan melanjutkan kerja masing-masing. Pelaminan diusung diatas truk , sound system sejak semalam sudah tidak dibunyikan.

Rumah Pak Masnun kembali sepi, hanya kakak-kakak Rosida yg masih membantu membersihkan rumah dan menata ulang perabotan.

Rosida masih belum keluar kamar, dia merasa tidak enak badan, pusing dan demam. Pak Masnun berbincang dg menantu barunya.

Dua cangkir kopi, satu toples kue kering tersaji dimeja bersama dua piring kue basah.

Asap bergantian mengepul dari mulut dua pria perokok itu.

" Bagaimana kondisi ibumu.., apakah sudah sehat ?" pertanyaan Pak Masnun membuka suasana. " Sudah mulai membaik Pak..,Ibuk sudah mau makan" Jawab Jumali sambil membenamkan putung rokoknya dlm asbak.

Bu Nur ,Ibu Jumali sudah tua dan sering sakit-sakitan, tinggal bersama dengan adik perempuannya yg menjanda dg seorang anak perempuan. sementara anak Jumali lebih suka ikut nenek, ibu dari istrinya.

Besok acara di rumah Jumali, tidak ada acara besar seperti di pihak pengantin perempuan hanya sekedar sambutan penghormatan tamu dari keluarga Rosida saja.

"Sudah hampir dzuhur istrimu belum tampak keluar kamar Jumali ?"

" Iya Pak, dari semalam badannya demam, dan mengeluhkan sakit kepala."

Tok..tok...tok...":Ros...ini ibuk " . " Masuk Buk !, pintunya tdk dikunci " Bu Masnun mengetuk pintu kamar Rosi untuk melihat kondisi putrinya dg membawa semangkuk bubur sumsum, dijawab dg suara lemah dan parau Rosi.

" Badanmu demam Ros..?" tangan Bu Masnun memegang kening Rosi yang terbaring di atas kasur. " Gak apa-apa buk, mungkin cuma kelelahan." Jawab Rosi yang tak ingin membuat hawatir Ibunya.

"Makan bubur ini lalu minum obatnya Ros, besok masih banyak acara di rumah Pak Jumali, kamu harus diantar ke Bangorejo rumah suamimu" .

Rosida hanya mengangguk dg lemah. Pikirannya melayang pada dirinya yg nanti akan berpisah dg kedua orangtuanya, meninggalkan rumah yg sejak kecil dia tinggali bersama adik-adiknya.

Meski ayahnya kejam tapi tetap dia adalah orang yg menjaganya sejak bayi. Jumali kaya raya, serba ada akan tetapi tetap menjadi tempat baru yg asing bagi Rosida.

Setelah minum obat Rosi kembali beristirahat, Jumali hanya masuk sebentar lalu kembali duduk di luar. Sore harinya Rosida sudah bisa bangun dan duduk di kursi ruang tengah, kondisinya sudah lebih segar.

Beberapa orang tetangga sibuk di dapur membuat persiapan jajanan yg akan dibawa besok. Rosida melintasi dapur menuju kamar mandi " Dicicipi kuenya mbak.....' sapa salah seorang dari mereka. " Iya mbok...nanti saja."

Malam tiba, hampir semua terlelap dlm tidurnya karena lelah yg melanda. Dua adiknya tidur di dipan ruang tengah, Kakaknya juga sudah pulang karena memang rumahnya tidak jauh jadi memilih tidur di rumahnya sendiri,besok pagi bisa kembali lagi meneruskan persiapan.

Rosi sudah berbaring di tempat tidur dg bantal guling pembatas antara dia dan suaminya. Berselimut rapat tanpa peduli orang yg duduk di sampingnya.

"Apa-apaan semua ini..?" tanya Jumali dg nada kesal sambil memindahkan guling penghalang dia dan Rosida ." Maaf Pak..aku masih belum siap untuk malam ini, aku ingin menenangkan diri, tolong jangan ganggu aku, tolong bersabarlah."

" Haaah... baiklah, aku akan bersabar, tidurlah!". Sahut Jumali beringsut dari duduknya lalu berbaring membelakangi tubuh Rosi yg tertutup rapat dg selimut.

Malam itu masih menjadi malam yg aman bagi Rosida karena Jumali sama sekali belum menyentuhnya.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Persiapan sudah selesai, semua kue terbungkus rapi dalam kotak-kotak hantaran. Buah-buahan tertata cantik di keranjang yg terbuat dari anyaman bambu dihiasi pita. Empat mobil juga sudah siap mengantar pengiring pengantin.

Rosida masih finishing riasan dan pakaian dalam kamar. Jumali keluar masuk kamar mengambil tas pakaian dan perlengkapan Rosida, dibantu Fadli adik Rosi dan menaruhnya dalam bagasi mobil.

Semua sudah masuk , pengiring juga sudah berada dalam mobil dan sopir menjalankan kemudinya.

Rosida berkebaya putih dg sanggul berhiaskan melati terjuntai dipundaknya, dipadu batik sarung berwarna coklat tua membuatnya terlihat cantik sempurna. Jumali masih tetap menggunakan jas hitamnya.

Mereka duduk berdampingan dlm sebuah mobil sedan Mercedes Benz yg dihiasi bunga dan pita pada pintu dan bagian depan mobil.

Berulangkali dia melirik Rosi , raut muka bahagia dan bangga terpancar dari wajah pria setengah baya itu . Rosi lebih banyak menunduk matanya tampak tak bahagia.

"Kamu baik-baik saja Ros ? "

" Iya Pak,... aku sehat "

Waktu menunjukkan pukul 14:00 WIB.

Suara sound system sayup terdengar, menandakan rumah Jumali sudah tidak jauh lagi. Mobil yg mereka tumpangi berjalan pelan mencari posisi parkir paling aman.

Satu persatu penumpang turun, sambil merapikan busana yg mereka kenakan, para wanita berbaris membawa serta hantaran masuk ke tenda perkawinan yg telah disediakan.

Rosida turun perlahan dibimbing Jumali keluar dari mobil. Mereka diarahkan ketua rombongan untuk berdiri pada posisi paling depan dari barisan pengiring.

Rombongan disambut dg suara host pemandu acara dan kelompok Hadrah ternama di Bangorejo dengan lagu khas penyambutan pengantin.

"Selamat datang kami ucapkan kepada rombongan pengantin, silahkan menempati tempat yg telah kami sediakan" suara host memandu acara. Semua peserta rombongan menepati tempat duduknya, begitu juga Rosida dan Jumali.

Acara penyambutan berjalan lancar dilanjutkan ceramah agama dan ditutup dengan doa. Kemudian hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yg telah disediakan.

Rosida dan Jumali masih tak bergeming dari duduknya sambil berbincang dg beberapa tamu yg bersalaman mengucapkan selamat dan tak jarang beberapa teman berkelakar menggoda Jumali yg tdk menyandang duda lagi. Rosida hanya diam disampingnya, sesekali tersenyum tipis yg dipaksakan.

Rombongan pengiring pengantin sudah selesai bersantap, setelah itu mereka berpamitan, satu persatu mereka bersalaman dg Rosi dan Jumali. Air matanya menetes ketika bersalaman dengan Kakak dan kakak iparnya sebagai wakil dari orang tuanya dalam rombongan.

"Jaga dirimu baik-baik Ros, jadilah istri yg baik" nasehat kakaknya sambil memeluk Rosida yg menjawab dengan anggukan saja tanpa terucap sepatah katapun dari bibirnya yg masih memerah dg rona lipstick perias.

Barang-barang perlengkapan Rosida sudah dibawa ke kamar Jumali, para tamu juga sudah mulai sepi dari kursi hajatan. Penanggung jawab acara mulai menyingkirkan kursi dari tatanan semula menjadi tumpukan yg siap dibawa.

Catering juga sudah memindahkan sisa makanannya ke wadah-wadah milik tuan rumah. Suasana rumah besar itu kini sudah sedikit lengang. Tak ada pesta lanjutan.

Rosida bersalaman dengan Bu Nur ibu Jumali yg terbaring di sebuah kamar. " Buk...Ini Rosida istriku." Jumali memperkenalkannya. Bu Nur menatap sayu memandang wajah Rosi ," Cantik... tapi aku lebih suka Yanah."Rosida tersenyum mendengar kata-kata Bu Nur dalam hatinya bertanya "Siapa itu Yanah?"

"Ini Adikku Zarima, dia yg menemani ibuku disini, dan ini anaknya Salsha kelas 1 SD. Mereka semua duduk dalam kamar Bu Nur.

"Dua bulan ini Yanah tidak pernah datang lagi" Igauan Bu Nur yg membuat hati Jumali menjadi tidak nyaman karena ada Rosida.

Tanpa mempedulikan kalimat yg dilontarkan ibunya, sebentar kemudian Jumali mengajak Rosida berpamitan, " Buk, kami pamit dulu istirahat, kami lelah sekali." Bu Nur hanya mengangguk setuju.

Rosida diajak ke dalam sebuah kamar berukuran 7 x 5 meter seukuran separuh rumah miliknya. Ranjang besar, sebuah meja rias, sebuah almari pakaian, meja dan dua buah kursi tertata rapi didalamnya.

"Inilah kamarmu dan kamarku"

Rosida tersenyum " Dekorasi yg cantik"

"Mulai saat ini kamu tinggal disini bersamaku sebagai istriku." Jumali memegang tangan Rosida dengan lembut kemudian mengecup keningnya. Rosida pasrah, karena notabene dia sudah menjadi istri resminya, meskipun dalam hatinya menolak dan ingin lari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!