"Van, gimana acara kita besok malam?" tanya Aldi yang masih nangkring di atas motornya.
"Nginap di vila Eri kan." Vandra cowo tampan dengan dandanan modis menatap tiga temannya sambil menyugar rambutnya yang tanpa pomade.
Ketiga temannya Aldi, Eri dan Toni saar ini ada di parkiran rumah Vandra yang luas. Ketiga cowo ini pun ga kalah kerennya dengan Vandra.
"Gimana sih bro, lupa ingatan lo?" sarkas Eri.
"Sialan lo," maki Aldi pura pura akan melempar helmnya.
"Gila lo, pala gue ni," sembur Eri cepat mengelak.
"Sayang helm gue kali," ejek Aldi dengan tawa senang melihat wajah kecut temannya. Sayang helmya lah kalo sampai lecet. Helmnya terlalu berharga dibanding kepala temannya yang ga ada isinya itu.
"Sialan lo," maki Eri tambah kesal.
Vandra dan Toni hanya melirik sekilas.
Suara getar hp Vandrae membuat ketiganya menatap Vandra. Nada itu paggilan darurat.
"Ya, lo dimana?"
",,,,,,"
"Ok." Setelah menyimpan hp nya, Vandra langsung menghidupkqn motornya.
"Lawan siapa?" tanya Toni yang juga ngidupin motornya diikuti ketiga temannya.
"Biasa, anak sebelah. Kata Irfan terlalu rame. Kalah jumlah. Jalan Yos Sudarso. Ayo!" Seru Vandra sambil melajukan motornya.
"Ok," jawab ketiganya sambil mengikuti motor Vandra yang sudah jauh di depan.
Begitu sampai di lokasi, Irfan dan teman temannya sudah terdesak di pinggir jalan. Sementara yang mengeroyok terlihat cukup banyak. Banyak motor dan mobil yang balik arah.
Setelah berhenti, keempatnya membawa potongan besi yang slalu ada di tas dan mulai menyerbu. Besi panjang yang mereka bawa cukup unik, karena bisa dilipat seukuran telapak tangan sehingga gampang di bawa kemana mana.
Akhirnya lawan kocar kacir karena banyaknya bantuan yang datang. Rupanya Irfan juga menelpon teman teman mereka yang lain. Solidaritas mereka memang jempolan.
"Gimana anak anak bro?" tanya Vandra yang memghampiri Irfan dan temen temannya.
"Di kasih obat merah aja bos. paling gores sama memar," jelas Irfan sambil memijit tulang kering kaki kananya, kena tendang tadi.
"Makasih udah datang bro," ucap Irfan lagi
"Hei Van, lo datang juga," tegur Fino sambil menepuk pundak Vandra.
"Iya ni, ada yang mencicit minta tolong," ledek Vandra membuat mereka tertawa.
"Iya, untubg tadi aku standby dekat sini, jadi bisa cepat datang," jelas Fino.
"Lo kok bisa ketemu anak anak Devil?" tanya Fino lagi.
"Aku sama anak anak kan mau ke resto depan sono itu, tau tau ketemu rombongan Devil. Mana mereka udah siap perang lagi," cerita Irfan kesal. Dia cuma berenam, sementara Devil ada dua puluh orang. untung bantuan Vandra dan lebih lagi bantuan dari Fino yang lebih dari sepuluh orang itu datang. Kalo engga bisa benyek dia dan teman temannya.
"Apa mereka ngincar kita gara gara kalah final basket kemarin yah," duga Fino. Kemarin sekolah mereka mengalahkan sekolah devil dalam final basket antar sekolah di kota mereka.
"Cengeng banget, ga dapat juara satu malah ngincar anak anak sekolah kita," kata Toni yang baru muncul setelah membantu memberikan plester dan alkohol pada teman temannya yang terluka. Toni memang suka stok p3k komplit di motornya. Cita citanya mau jadi dokter.
"Mereka tau lo kan ikut basket kemarin," timpal Fino lagi.
"Van, ni plester buat jidat lo," kata Toni sambil mengulurkan plester ke muka Vandra.
"Cacat lagi muka gue," dengus Vandra sambil menyimpan plester itu ke sakunya.
"Ya udah, kalian hati hati. Jangan keluar sendirian, bisa bahaya," tukas Fino.
"Oke, kita cabut bro," pamit Vandra sambil saling tos tangan dengan Irfan dan Fino.
"Ok bro," jawqb Fino dan Irfan bersamaan.
"Bisa diomel mami ni kalo lihat jidat gue," omel Vandra saat melihat luka gores d ijidatnya pada spion motornya.
"Bahu gue pegal ni," lapor Eri sambil.memijat bahunya.
"Kena tonjok ya," ejek Aldi sambil tertawa. dia leboh beruntung karena tidak terluka sedikitpun.
"Sialan benar si Ando. Awas aja kalo besok besok ketemu pas sendirian," omel Eri sebel. Dia tadi kurang hati hati, sampai kena pukul, pake kayu lagi. Tapi tadi sih udah berhasil juga dibalas dengan pentung juga tu kepala Ando dengan tongkat besinya, puyeng lo pasti, sumpah Eri dalam hati penuh dendam.
ketiga temannya hanya tertawa melihat ekspresi Eri yang mulutnya masih komat kamit.
"Lo lagi nyumpahin Ando ya," tebak Aldi langsung yang ga dijawab Eri saking kesalnya. Ketiganya malah tambah ngakak ketawa.
"Nanti malam sedia minuman yang banyak bro," Toni mengingatkan Eri. Abis perang gini dia pengen teler aja. Melemaskan otot otot tubuhnya.
"Awas lo kalo sampai muntah di vila gue. Gue sita motor lo," ancam Eri ga maen maen. soalnya temannya itu kalo mabok reseh, suka muntah di sembarang tempat.
"Tenang bro, nanti pas dia mau muntah, kita tendang aja sampai luar vila," racun Aldi.
"Coba aja kalo lo brani," kata Toni penuh ancaman.
Vandra hanya menatap ketiganya tanpa ekspresi. Tiba tiba hpnya berdering lagi , ternyata maminya.
"....."
"Iya Mi. Aku malam ini mo nginap di vila Eri."
"....."
"Mami sama papi hati hati," putus Vandra sambil menutup hpnya
"Selamat gue, mami ikut papi dinas. Mba Elka sama Mba Rasya nginap di tempat temannya," ucap Vandra lega.
"Lo langsung ke vila gue?" tabya Eri langsung.
"Ga lah, gue ambil.baju dulu. Najis gue make baju lo."
"Asem lo, siapa yang mau pinjamin lo baju gue. Infeksi ntar gue," sengat Eri ga terima. Teman temannya memang ga punya akhlak semua.
"Nyantai bro," kekeh Vandra diikuti yang laennya. mereka memang senang mengganggu Eri karena temannya itu hipertensi banget.
"Kenapa keningnya?"
Vandra yang jalan sambil menunduk langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang selalu dia mimpikan tiap malam.
"Kejedot pintu," jawabnya manis saat bersitatap dengan Mia di depan pintu kelas.
Mia, gadis yang wajahnya baby face itu menatapnya kuatir
"Makanya hati hati. Sakit ga?" tanya Mia sambil menggigit bibir bawahnya saat menatap cemas kening Vandra yang ditenpel dua plester.
"Ga lah, biasa aja."
Vandra mengurung Mia dengan tatapan nakalnya membuat Mia tersipu.
My girl crush, pengen rasanya Vandra mengecup pipi yang kemerahan itu.
"Pacaran di rumah woi," ujar Robert yang tiba tiba muncui dengan suara mengelegarnya.
"Siapa yang pacaran," tolak Mia tambah merona. Gadis imut itu langsung masuk ke dalam kelas diikuti tawa keras Robert dan senyum tipis Vandra.
"Tunggu apalagi Van. Udah lampu ijo tu," lanjut Robert lagi.
Vandra tak menjawab, hanya menepuk pundak Robert dan terus berjalan ke bangkunya yang berada tak jauh dari Mia.
"Van, anak devil nantangin kita lagi," seru Irfan di pintu kelas.
Vandra melirik Mia sekilas yang ternyata meliriknya juga. Lalu Vandra berjalan menghampiri Irfan yang ternyata di sana sudah ada Fino, Toni, dan Aldi yang menunggunya.
Kelimanya pergi menjauh dari kelas.
"Nantangin apa anak anak devil? Kalo brantem ogah. Aku kan mau pertandingan bulan depan, ga boleh dapat citra buruk," jelas Vandra sambil nyandar di dinding gudang sekolah.
"Kita tantangin renang aja. Biar Igo yang maju," usul Toni geram.
"Atau tinju juga boleh. Aku yang maju," kata Fino ga mau kalah.
"Untuk sementara hubungi anak anak, kalo pergi jangan sendiri atau berdua. Minimal lima orang, dan langsung call kalo ketemu anak devil," titah Vandra yang langsung di aminkan keempat temannya.
"Hubungi yang laennya ya... red zone sekarang," titah Vandra lagi.
"Oke, kita tunggu kabar selanjutnya dari devil. Nanti aku info lagi," putus Irfan, setelah itu mereka kembali ke kelas masing masing.
"Kamu brantem?" tanya Mia langsung saat Vandra melewati tempat duduknya.
Vandra hanya tersenyum dan terus melangkah ke bangkunya.
Mia terus menatap Vandra kuatir.
"Nanti tambah lagi plesternya," cetusnya lagi setelah menunggu ga ada jawaban dari Vandra. Mia menatap Vandra dari tempat duduknya.
"Abang kuat kok, Mia," goda Anto.
Mia hanya melirik sebel Anto yang duduk di belakangnya.
"Ngga, siapa yang mau brantem," jawab Vandra akhirmya.
Mata lembutnya menatap dalam manik mata Mia membuat Mia tersenyum lega.
"Syukurlah," kata Mia akhirnya sambil mengalihkan pandangannya dari Vandra ke arah mejanya.
Vandra hanya tersenyum melihat reaksi Mia.
Untunglah sekarang mereka sekelas, jadi Vandra bisa mengobrol dengan Mia. Mia agak sulit di dekati untuk tipe seperti dirinya, tukang brantem dan suka bolos pas jam pelajaran terakhir. Teman teman yang setipe dengannya rada segan memulai obrolan dengan Mia, si anak baik baik dan pintar.
"Liatin terus," ledek Doni yang duduk di sebelah Vandra.
Vandra cuek aja dan mengalihkan tatapannya dari punggung Mia. Saat ini Mia sedang mengobrol dengan teman yang berada di dekatnya dengan seru. Vandra senang mendengar suara tawanya yang selalu berderai.
Dan sesekali terlihat wajahnya dari samping.
"Sampai kapan diliatin terus. Maju bro," dukung Doni memggebu. Heran dia lihat Vandra, slalu slow respon.
"Katanya Kakak kelas yang namanya Arif naksir berat sama Mia," bisik Doni memanasi.
Kening Vandda berkerut.
Arif yang ketua ekskul design grafis? pikirnya.
"Mia kan ikut ekskul design grafis, Si Arif ketuanya. Katanya Arif suka dekatin Mia gitu pas lagi ekskul," cerita Doni.
Pantasan Vandra pernah melihat Arif mengobrol sama Mia beberapa hari lalu.Agak panas juga dia saat itu.
"Arif juga suka datangin Mia pas lagi jaga perpus," tambah Doni lagi memberi racun sianida.
"Masa sih."
Kepancing juga Vandra, membuat Doni tersenyum senang.
"Nanti coba ke perpus pas istirahat. Kalo ga salah jadwalnya Mia ntar," info Doni.
"Ok," putus Vandra akhirnya.
Saat bel istirahat berbunyi, Vandra melihat Mia yang buru buru keluar kelas.
Pasti mau ke perpus, Vandra tersenyum tipis dan langsung bangkit dari duduknya.
"Ikut aku ke perpus, Don," perintah Vandra sambil melangkah santai keluar kelas.
"Vandra, ke kantin yok," ajak Eri yang sudah berdiri di depan pintu kelasnya bersama Toni dan Aldi.
"Nanti aja. Sekarang ikut aku ke perpus," kata Vandra masih dengan nada memerintah.
"Lah, ngapain ke perpus. Kurang kerjaan aja," tolak Eri langsung. Sementara Aldi dan Toni menatap Vandra aneh.
Vandra ga peduli. Dia tetap melangkahkan kakinya ke perpus.
"Sesekali baca buku, Er. Biar pintar," kata Doni sambil melangkahkan kakinya mengikuti Vandra.
Toni dan Aldy hanya nyengir mendengar sindiran Doni pada Eri.
"Sialan," maki Eri kesal.
"Ada yang aneh. Si Doni kan alergi buku," tukas Aldi heran.
"Dia pernah bilang kalo badannya gatal gatal kalo pegang buku. Ni malah mau pergi ke sarang tumpukan buku," lanjut Toni sambil berkacak pinggang.
"Apa kita ikutin Vandra aja. Siapa tau dia ada maksud laen," kata Aldi akhirnya dan tanpa menunggu jawaban, dia langsung beranjak menyusul Vandra.
"Tunggu woi," seru Eri dan Toni bareng ikut menyusul Aldi.
Hati Vandra panas melihat Mia yang duduk berdekatan dengan Arif. Ternyata benar kata Doni.
Apa mereka pacaran?
Saat melewati Mia, Vandra sengaja mengalihkan tatapannya ke bagian dalam perpus. Dia dapat merasakan kalo Mia sedang menatapnya.
Bodo amat.
Vandra menyibukkan dirinya mencari famplet kampus yang dia inginkan. Sementara teman temannya hanya duduk sambil mengamati seisi perpus yang lengang. Beberapa pengunjung menatap mereka aneh. Soalnya mereka bintang basket sekolah. Selain tinggi mereka juga keren. Ngapain ke perpus, biasanya ke lapangan maen basket, gitu pikir mereka.
"Ni baca famplet buat kuliah besok." Vandra membagi bagikan fanplet pada teman temannya
Vandra langsung duduk membaca bentar fampletnya. Teman temannya memandang Vandra dengan aneh. Lalu pura pura ikutan serius membaca famplet. Padahal hanya sekedar membolak balik aja.
Vandra melirik Mia yang juga sedang melihatnya. Lalu gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Arif yang mengajaknya mengobrol.
Perasaan Vandra seperti mengatakan kalo Mia merasa terganggu dengan Arif. Memang yang sok asik mengobrol itu sepertinya hanya Arif, Mia lebih banyak tersenyum.dan menjawab singkat. Tapi apa mungkin benar perasaannya. Sementara hatinya semakin terasa panas. Tanpa sadar Vandra membuang nafas kasar.
"Kenapa lu?" tanya Aldi kaget melihat Vandra yang tiba tiba berdiri.
"Kantin yok," titah Vandra sambil mengumpulkan famplet teman temannya.
"Aku baru mau baca," protes Tony kesal karena fampletnya langsung ditarik dari tangannya oleh Vandra.
"Aku ikut kantin. Pusing aku lama di perpus," jawab Eri langsung berdiri.
Toni yang tadi menatap Vandra kesal kini mengalihkan pandangan jengkelnya pada Eri.
"Madesu sih lu," sarkas Toni sambil ikut berdiri.
"Apaan tu?" tanya Eri ga ngerti, sementara yang lainnya udah pada senyum senyum.
"Masa depan suram," tukas Doni sambil melangkah cepat keluar perpus, soalnya dia udah ga tahan nahan ketawa lagi.
Vandra melewati Mia tanpa melihat gadis itu. Hatinya benar benar panas rasanya saat ini, takutnya nanti dia tidak bisa memgontrol kemarahannya.
Aldi, Toni dan Eri yang sudah berada di luar langsung menumpahkan tawa mereka di depan Eri yang menghentakkan kakinya karena kesal.
"Sialan," makinya ga henti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!