Namaku adalah Restu (29). Aku adalah seorang istri dari seorang laki-laki bernama Dadang (34).
Aku dan suamiku ngontrak di sebuah rumah sederhana, karena kami mempunyai komitmen untuk tidak tinggal bersama orang tua kami berdua.
Aku hanyalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan suamiku bekerja serabutan, kalau sedang tidak ada proyek bangunan maka suamiku ngojek di perempatan terminal yang tidak jauh dari kontrakan kami.
Selama dua tahun pernikahan, kami belum mempunyai keturunan dan kami mempunyai satu unit sepeda motor matic dari hasil kredit 3 tahun dengan cicilan 700 ribu perbulan.
Cicilan motor itu sudah berjalan hampir satu tahun, kami berdua berani mengambil kredit motor karena suamiku berencana motor itu di pakai untuk ngojek.
Sampai pada akhirnya kredit cicilan motor itu macet satu bulan, karena memang pekerjaan suami ku lagi sepi, ingin rasanya aku bekerja tapi di larang oleh suamiku.
Ingin pinjam sama orang tua kami, tapi malu rasanya, lagi pula orang tua kami bukan orang berada, aku dan suamiku sama-sama kehilangan figur sosok seorang ayah.
Orang tuaku hanya tinggal ibuku saja Ibu Hartatik (52) yang sehari-harinya mengandalkan gaji pensiunan Almarhum Ayahku.
Sedangkan orang tua suamiku juga tinggal Ibunya saja, Ibu Maimunah (55), yang juga mengandalkan gaji Pensiunan Almarhum ayahnya.
Sampai bulan ke 2 cicilan motor itu tetap belum bisa kami bayarkan dan pada akhirnya orang dari Bank motor itu datang ke kontrakan kami.
Pagi itu suamiku sudah berangkat untuk bekerja. Jam menunjukkan pukul 09.00 Pagi, tiba-tiba terdengar ketukan pintu kontrakan ku.
Tok....Tok....Tok.
Lalu aku membuka pintu....
"Selamat Pagi Bu," kata orang itu.
"Iya selamat pagi," ucap ku menatap orang itu.
"Apa benar ini rumah bapak Dadang?" tanya orang itu.
"Iya benar," jawabku singkat.
"Bapak Dadang nya ada Bu?" tanya orang itu lagi.
"Oh mas Dadang lagi kerja, siapa ya?" tanyaku penasaran karena orang itu memakai jaket hitam dan sepatu pantofel.
"Ibu istrinya ya, saya dari Bank motor yang bapak Dadang kredit, saya ingin bertemu bapak Dadang Bu," ujar orang itu sembari tersenyum menatapku.
"Oh silahkan masuk dulu Pak," ucapku menyuruh orang itu masuk.
"Iya, permisi Bu," ujar orang itu sembari masuk ke dalam rumahku.
"Silahkan duduk Pak," ucapku menyuruh orang itu duduk di kursi ruang tamuku.
Setelah itu kami berdua duduk di ruang tamu rumahku.
"Saya Teguh Bu," ucap orang itu memperkenalkan diri.
Orang itu adalah bapak Teguh (36), yang bekerja sebagai penagih hutang dari Bank tempatku ambil kredit motor.
"Bagaimana ini Bu, bapak Dadang cicilannya sudah telat dua bulan," ujar pak Teguh seraya menatapku.
"Iya Pak, pekerjaan suami saya lagi sepi Pak, bulan depan kalau ada rejeki pasti di bayar Pak," ucapku mengiba.
"Kalau sampai bulan depan motornya di tarik Bu," ucap pak Teguh membuatku semakin panik dan takut.
"Aduh, bagaimana ya Pak," ucapku bingung.
"Kalau bisa di bayar bulan ini ya Bu, satu bulan dulu tidak apa-apa," ujar pak Teguh dengan senyum di wajahnya.
"Iya nanti saya bilang suami saya Pak," ucapku kepada pak Teguh.
"Iya Bu, terima kasih," balas pak Teguh dengan perasaan lega.
Aku perhatikan pak Teguh selalu melihat ke arahku dan selalu curi-curi pandang terhadapku.
"Kalau bisa saya minta no WA nya Bu," ujar pak Teguh dengan tersenyum.
"Oh iya bisa Pak," ucapku sembari mengambil HP ku dari atas meja, kemudian aku memberikan nomor WA ku.
"Ya sudah saya pamit dulu Bu," ujar pak Teguh sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Iya Pak," ucapku sembari mengantarkan pak Teguh sampai di depan pintu rumahku.
Siang harinya, suamiku pulang ke rumah, setiap jam 12 Siang suamiku memang rutin pulang ke rumah untuk sekedar makan dan Shalat Dhuhur.
Saat makan siang di dapur, aku mengobrol dengan suamiku, aku menceritakan kepada suamiku kalau tadi ada Bank menagih cicilan motor.
"Mas, tadi ada Bank nagih cicilan motor," ucapku menatap ke arah suamiku yang sedang menyantap makan siang.
"Apa katanya Dik?" tanya suamiku.
"Di suruh bayar bulan ini Mas," Jawabku dengan lirih.
"Iya mudah-mudahan ada rejeki Dik," ucap suamiku dengan tenang.
"Iya Mas," ucapku singkat.
Setalah makan siang dan beribadah Shalat Dhuhur, suamiku kembali berangkat kerja.
"Dik, aku berangkat ya," ujar suamiku sembari memasang jaket dan helmnya.
"Iya hati-hati Mas," ucapku kemudian aku mencium tangan suamiku dengan lembut.
Setelah suamiku berangkat aku membuat status di WA ku.
"Setiap kesulitan pasti ada kemudahan, mudah-mudahan di beri jalan, Amin"
Sampai pada akhirnya pak Teguh membalas Status WA ku....
Pak Teguh : Kesulitan apa Bu, bisa saya bantu?
Aku kaget kenapa pak teguh chat aku seperti itu.
Aku pun membalas Chat WA nya pak Teguh...
Aku : Masalah bayar kredit motor Pak.
Pak Teguh : Oh masalah itu tidak usah di pikirkan Bu.
Aku : Tidak mau di pikirkan bagaimana kalau bulan ini harus bayar Pak.
Pak Teguh : Saya yang bantu Bu.
Aku : Serius Pak?
Pak teguh : Iya, Besok saya ke rumah Bu Restu ada yang harus saya bicarakan.
Aku : Iya Pak.
Itulah isi Chat WA ku dengan pak Teguh, aku langsung hapus Chat WA dari pak Teguh untuk menjaga perasaan suamiku.
Keesokan harinya sekitar jam 10.00 Pagi, terdengar ketukan pintu rumahku....
Tok....Tok....Tok.
Aku pun bergegas membuka pintu....
"Pak Teguh, silahkan masuk Pak," ujar ku menyuruh pak Teguh masuk.
"Iya Bu," ucap pak Teguh sembari masuk ke dalam rumahku.
"Saya buatkan Teh dulu ya Pak," ucapku kepada pak Teguh.
"Sudah tidak usah repot-repot Bu," ujarnya sembari melihat ke arahku.
"Tidak repot kok Pak," jawabku singkat.
Kemudian aku ke dapur untuk membuat Teh untuk pak Teguh, 10 menit kemudian setelah aku membuat Teh.
Aku pun menghidangkannya kepada pak Teguh di ruang tamu...
"Bagaimana Pak, masalah cicilannya?" ucapku sembari aku duduk di samping pak Teguh.
"Oh, Iya saya yang bantu ya Bu, saya yang akan tutupi cicilannya," ujar pak Teguh sembari melihat ke arahku.
"Beneran Pak?" tanyaku sedikit kaget.
"Iya Bu," kata pak Teguh dengan yakin.
"Aduh, terima kasih banyak ya Pak, Kalau ada rejeki saya ganti Pak," ucapku dengan senang.
"Tidak usah di ganti tidak apa-apa kok Bu," kata pak Teguh sembari tersenyum kepadaku.
"Tapi Bu Restu jangan cerita sama siapa-siapa ya termasuk suami Bu Restu," ujar pak Teguh dengan tatapan yang tajam ke arah ku.
"Oh iya Pak," ucapku menundukkan kepalaku.
Dalam hati aku bertanya-tanya kenapa pak Teguh begitu baik, dengan keberanian ku dan rasa penasaranku, aku memberanikan diri bertanya kepada pak Teguh.
"Maaf ya Pak, kenapa Bapak mau membantu saya?" tanyaku penasaran.
Pak Teguh terdiam sejenak kemudian menghela nafas panjang....
"Maaf ya Bu, kalau saya sedikit lancang, saya sebenarnya ada rasa sama Bu Restu," kata pak Teguh sambil menatap ke arahku.
"Rasa apa ya Pak?" tanyaku sambil tersenyum.
"Rasa sayang dan cinta Bu," jawab pak Teguh dengan tegas.
"Aduh Bapak, baru satu kali ketemu sudah sayang dan cinta," ucapku tersipu malu.
"Sejak pertama lihat Bu Restu saya langsung cinta," ujar pak Teguh dengan suara yang tegas.
"Tolong rahasiakan ini ya Bu," ujar pak Teguh menyuruhku untuk merahasiakannya.
Setelah pak Teguh mengatakan itu, hatiku berdebar tidak karuan, karena ini yang pertama bagiku, seorang pria mengatakan cinta kepadaku setelah aku menikah.
"Iya Pak, akan saya rahasiakan," jawabku singkat.
"Kedatangan saya kesini hanya ingin mengatakan itu, syukur-syukur Bu Restu membalas cinta saya," ujar pak Teguh sembari menatapku.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar hal itu...
"Ya sudah saya pamit pulang dulu Bu," ucap pak Teguh.
"Oh iya, diminum dulu Teh nya Pak." ujar ku.
"Iya Bu," ucapnya seraya meminum teh yang ada di atas meja.
"Terima kasih Bu Restu," kata pak Teguh sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Sama-sama Pak." ucapku.
Setelah pak Teguh pulang, aku merebahkan tubuh ku di atas ranjang, aku melamun menatap langit-langit kamar, hati kecilku sebenarnya juga suka dengan pak Teguh, karena dia begitu dewasa, bertanggung jawab, dan sopan dan aku tidak menceritakan kejadian ini kepada suamiku.
Semakin lama pak Teguh semakin sering Chat WA denganku. Di pagi hari sekitar pukul 08.00 Pagi, pak Teguh menyadari kalau suamiku tidak ada di rumah.
Pak Teguh chat Aku....
Pak Teguh : Bu Restu.
Aku : Ya Pak.
Pak Teguh : Lagi apa?
Aku : Selesai masak Pak.
Pak Teguh : Wah pasti enak masakannya.
Aku : Biasa aja Pak.
Pak Teguh : Boleh dong saya coba masakannya.
Aku : Boleh Pak, ke rumah saja.
Pak Teguh : Beneran nih?
Aku : Iya.
Tak berselang lama setelah Chat WA, terdengar ketukan pintu rumahku....
Tok....Tok....Tok.
Aku pun bergegas membuka pintu....
"Kok cepat datangnya Pak?" tanyaku sembari aku dan pak Teguh masuk ke dalam rumah.
"Kebetulan saya nagih dekat sini Bu, mana Bu masakannya?" tanya pak Teguh dengan antusias.
"Oh iya duduk Pak, saya ambilkan dulu ya," ujar ku seraya aku pergi ke dapur untuk mengambil masakan ku.
Setelah itu aku kembali ke ruang tamu dan menghidangkannya untuk pak Teguh.
"Ini Pak, silahkan," ucapku menyodorkan masakan ku kepada pak Teguh.
"Wah, soto ayam ya, maaf merepotkan ya Bu," kata pak Teguh.
"Tidak apa-apa Pak," ucapku sembari aku duduk di dekat pak Teguh.
"Enak sekali Bu," kata pak Teguh menyantap masakan ku.
"Masa sih Pak," ucap sedikit tidak percaya.
"Iya Bu, kalau di jual pasti laris ini," ujar pak Teguh sambil menyantap masakan ku dengan lahap.
Setelah selesai makan, kami pun mengobrol di ruang tamu, ada sedikit kekhawatiran di hatiku, aku takut suamiku datang atau di lihat tetanggaku.
Hampir satu jam aku dan pak Teguh mengobrol di ruang tamu, sejak saat itulah aku tahu bahwa pak Teguh mempunya istri dan anak, aku sempat ingin menjauhi dirinya tapi hati ini tidak dapat di bohongi bahwa aku mulai suka dengan pak Teguh.
Setelah lama kami mengobrol akhirnya pak Teguh pamit pulang....
"Sudah Siang saya pamit pulang dulu Bu," ujar pak Teguh sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Iya Pak," ucapku singkat.
"Jangan panggil Pak, panggil Mas aja," ujar pak Teguh sembari tersenyum kepadaku.
"Iya Mas, hati-hati di jalan ya," ujar ku sembari mengantar mas Teguh ke depan rumah ku.
Benih-benih cinta mulai tumbuh di antara aku dan mas Teguh, aku semakin sering chat WA dengan mas Teguh, kami pun juga sering melakukan video call saat suamiku tidak ada di rumah.
Hati dan perasaanku benar-benar tidak karuan, aku sungguh berdosa terhadap suamiku, di sisi lain aku menikmati perselingkuhan ini, karena ini yang pertama bagiku, sejak aku menikah dengan suamiku.
Semakin lama hubunganku dengan mas Teguh semakin intens, mas Teguh juga sering datang ke kontrakan ku.
Sempat tetanggaku bertanya kepadaku tentang sosok mas Teguh yang sering datang menyambangi ku, tapi aku menjawab kepada mereka bahwa mas Teguh adalah penagih hutang.
Setelah aku menjawab seperti itu tidak ada lagi pertanyaan lagi dari tetanggaku, karena mereka tahu kalau mas Teguh adalah penagih hutang.
Sampai pada akhirnya peristiwa memalukan terjadi dalam hidupku, kejadian yang membuat hidupku berubah drastis.
Pagi itu sekitar pukul 09.00. Terdengar ketukan pintu rumahku....
Tok....Tok....Tok.
Aku pun segera membuka pintu....
"Tumben Pagi sekali Mas?" tanyaku sembari membuka pintu.
"Iya aku kangen," kata mas Teguh.
"Masuk Mas." Aku mempersilahkan mas Teguh masuk.
"Iya Dik," ucap mas Teguh.
Kami pun duduk di ruang tamu, setelah beberapa lama kami mengobrol kemudian mas Teguh berpindah duduk di sampingku, aku diam saja saat itu.
"Mas, mau cium kamu, boleh ya?" tanya mas Teguh menatapku dengan mesra.
Mendengar mas Teguh mengatakan itu aku terdiam.
"Sopan sekali orang ini mau cium saja minta ijin." Gumam ku dalam hati.
"Kok diam Dik, boleh ya?" tanya nya lagi.
Tanpa aku sadari tiba-tiba mas Teguh sudah mencium pipiku, aku kaget dan terdiam beberapa saat, aku tidak percaya apa yang aku lakukan ini, aku sudah mengkhianati suamiku, karena aku terbawa suasana pada saat itu.
Akhirnya aku dan mas Teguh melakukannya di ruang tamu...
Nasi sudah menjadi bubur, menyesal pun percuma karena sudah terjadi, aku hanya bisa pasrah apa yang di lakukan mas Teguh kepadaku pada saat itu.
Sampai akhirnya kami duduk tanpa ada sepatah katapun.
"Maafkan aku Dik," kata mas Teguh sembari menatapku.
Aku hanya bisa diam, aku tidak percaya apa yang aku lakukan dengan mas Teguh, aku takut jika suamiku tahu tentang hal ini.
BERSAMBUNG KE EPISODE 2
Semenjak kejadian yang aku lakukan di ruang tamu bersama mas Teguh, aku jadi merasa berdosa kepada Tuhan juga kepada suamiku, jujur saja aku melakukannya bukan karena hutangku tapi karena aku memang suka dengan mas Teguh.
Cinta memanglah sulit untuk dipahami, karena cinta manusia dapat melakukan semuanya, begitu juga denganku, aku semakin dalam terperosok ke dalam perselingkuhan dengan mas Teguh.
Karena perselingkuhan ini adalah yang pertama untukku semenjak aku menikah, aku mendapatkan kenyamanan emosional yang tidak didapatkan bersama suamiku, aku mendapatkan perhatian yang lebih dari mas Teguh.
Aku juga suka mas Teguh karena obrolan kita yang nyambung, aku tidak sadar bahwa aku telah bermain api.
Dari seringnya kami bertukar pikiran, dan terkadang di situ ada saat saling curhat diantara kami, aku semakin merasa nyaman.
Sedikit demi sedikit tanpa aku sadari aku merasa mendapat sandaran baru, sebuah sandaran yang bisa memberikan rasa tenang dan bisa menerima aku, sementara itu sandaran lamaku aku rasakan mulai usang dan menjadi hambar.
Memang kecanggihan teknologi semakin mempermudah setan menggoda manusia, dengan fasilitas WA kami pun sering mulai berkomunikasi.
Setiap Minggu sekali mas Teguh selalu menyempatkan waktu datang ke kontrakan ku untuk sekedar melepas rindu, setiap datang ke rumahku mas Teguh juga memberiku uang belanja.
Suatu pagi sekitar pukul 06.30, aku sarapan dengan suamiku.
"Dik, Bank Motor tidak datang lagi?" tanya suamiku.
"Nggak ada mas," jawabku singkat.
"Kata Bu Susi sering datang kesini Dik," tanya suamiku sembari melihatku yang duduk di sampingnya.
Seketika aku kaget, ternyata selama ini Bu Susi sering memperhatikan aku.
Ibu Susi (26) adalah tetanggaku, dia seorang janda kembang yang terkenal dengan sering membicarakan orang dan suka sekali bergosip.
"Iya mas setiap Senin datang," jawabku dengan tenang agar suamiku tidak curiga.
"Katanya tadi nggak ada," kata suamiku sembari melihat ke arahku.
"Iya tidak sering, seperti kata Bu Susi Mas," jawabku sedikit gugup.
"Terus bagaimana kata Bank nya Dik?" tanya suamiku dengan suara datar.
"Di suruh bayar Mas, kalau nggak bayar dia terus kesini katanya Mas, karena memang tugas dari kantornya," ujar ku.
Suamiku terdiam saat aku berkata seperti itu.
"Oh iya Dik," ucap suamiku singkat.
Selesai sarapan sekitar pukul 07.00 Pagi.
"Aku berangkat ya Dik," ucap suamiku sembari menyodorkan tangannya.
"Iya hati-hati Mas," ucapku sembari mencium tangan suamiku dengan mesra.
Tak berselang lama sekitar satu Jam setelah suamiku berangkat.
Terdengar ketukan pintu rumahku....
Tok....Tok....Tok.
Pada saat itu aku lagi mencuci baju di kamar mandi.
Tok.. .Tok....Tok.
"Iya tunggu sebentar," ucapku sembari bergegas membuka pintu.
Aku pun membuka pintu....
"Mas Teguh, masuk Mas," ujar ku menyuruh mas Teguh masuk.
"Lagi apa Dik?" tanya mas Teguh sembari masuk ke dalam rumahku.
"Lagi nyuci Mas," jawabku kemudian menutup pintu rumahku.
"Duduk dulu Mas, aku nyuci dulu ya, tinggal sedikit Mas," ucapku kepada mas Teguh yang duduk di hadapanku.
"Iya Dik." ucapnya
Setelah itu aku menuju ke kamar mandi, saat aku ke kamar mandi mas Teguh mengikuti ku dari belakang.
"Mas mau apa?" tanyaku menoleh ke mas Teguh.
"Mau bantuin kamu nyuci," jawab mas Teguh sembari tersenyum.
"Nggak usah Mas," ucapku dengan tegas.
Tanpa berkata-kata tiba-tiba mas Teguh memelukku dari belakang.
Sampai pada akhirnya aku melakukannya di kamar mandi bersama mas Teguh.
Hampir satu jam aku dan mas Teguh di dalam kamar mandi.
Di dalam kamar mandi aku mengobrol dengan mas Teguh...
"Mas jangan sering-sering kesini, tetangga sudah pada ngomongin kamu mas," ucapku menatap wajah mas Teguh yang penuh dengan keringat.
"Iya kah Dik?" tanya mas Teguh sembari merapikan pakaiannya.
"Iya Mas," ucapku dengan tegas.
"Apa kamu sudah bilang kalau aku penagih hutang sayang?" tanya mas Teguh sembari memegang pipiku dengan mesra.
"Sudah, tapi jangan sering-sering Mas," ucapku singkat.
"Iya Dik aku ngerti." ucapnya.
"Ya sudah, sana Mas tunggu di ruang tamu, aku selesaikan nyuci dulu sebentar." Aku menyuruh mas Teguh keluar dari kamar mandi.
Lalu mas Teguh keluar dari kamar mandi dan segera ke ruang tamu, aku pun kembali meneruskan mencuci baju.
Kurang lebih 15 menit aku mencuci, selesai mencuci aku bergegas ke ruang tamu untuk menemui mas Teguh.
Di ruang tamu....
"Mas bagaimana masalah kreditnya kalau suamiku tanya?" tanyaku sambil menatap wajah mas Teguh.
"Kamu bilang saja tidak usah di bayar tapi namanya di Blacklist dari Bank," Jawab mas Teguh dengan tegas.
"Terus bagaimana kalau nama suamiku di blacklist Mas? aku sama suami tidak bisa ambil kredit lagi?" tanya ku penasaran.
"Kamu bilang saja seperti itu, masalah kreditnya aku yang lunasi," ucap mas Teguh.
"Begitu ya Mas, terima kasih ya Mas," ucap ku sembari tersenyum ke arah mas Teguh.
"Iya Dik." ucapnya.
"Mas juga jangan sering chat aku kalau malam ya, takut suamiku yang pegang HP nya," pintaku kepada mas Teguh.
"Iya sayang, ya sudah aku pulang dulu ya, tidak enak sama tetangga kalau lama-lama," kata mas Teguh sambil beranjak dari duduknya.
"Iya Mas." ucapku.
Sebelum beranjak pergi, mas Teguh masih menyempatkan mencium keningku, hatiku berbunga-bunga saat itu, inikah yang di namakan cinta terlarang.
Benar kata orang selingkuh itu indah, sensasinya amat menggetarkan, nikmatnya mendebarkan, tantangannya memacu adrenalin, dan rasanya menggoda, pokoknya melebihi hubungan sah dalam pernikahan.
Selingkuh menjadi hal indah ditengah rutinitas membosankan setelah bertahun-tahun mengarungi bahtera perkawinan dengan suamiku.
Aku tidak tahu sampai kapan hubungan dengan mas Teguh akan bertahan, karena saat ini aku masih menikmatinya.
Sampai suatu malam suamiku meminta jatah kepadaku, aku melakukannya dengan suamiku pada malam itu, anehnya saat aku melakukan dengan suamiku, di pikiranku, aku melakukannya dengan mas Teguh, sungguh pikiranku sudah di mabuk oleh benih-benih cinta terlarang.
Keesokan paginya saat suamiku akan berangkat kerja, dia bertanya lagi kepadaku perihal masalah kredit motor...
"Dik, Bank nya nggak datang lagi?" tanya suamiku sembari menatapku.
Mendengar suamiku bertanya seperti itu, aku jadi teringat perkataan mas Teguh.
"Iya kemaren datang, katanya kalau bulan depan belum bayar nama kamu di Blacklist Mas," jawabku dengan tegas.
"Tapi nggak narik motornya Dik?" tanya suamiku lagi.
"Nggak hanya di Blacklist Mas," jawabku dengan wajah menunduk.
"Oh ya sudah kalau hanya di Blacklist, lagian kita nggak mau ambil kredit lagi," ujar suamiku dengan tenang.
"Jadi nggak mau di bayar Mas?" tanyaku.
"Ya nggak usah Dik, kerjaan aku juga sepi ini," jawab suamiku.
"Ya sudah terserah Mas saja," ucapku.
Setelah suamiku berangkat kerja, sekitar pukul 08.30 Pagi. Mas Teguh meneleponku....
Mas Teguh : Halo sayang.
Aku : Iya Mas.
Mas Teguh : Sudah berangkat suamimu?
Aku : Sudah Mas.
Mas Teguh : Aku ke sana ya?
Aku : Iya mas.
Kemudian mas Teguh menutup teleponnya.
Tak berselang lama terdengar ketukan pintu rumahku....
Tok....Tok....Tok.
Aku yang sudah menunggu di ruang tamu, beranjak dari tempat duduk ku untuk membukakan pintu.
"Masuk Mas," ucapku sembari menyuruh mas Teguh masuk.
"Aman ya Dik," tanya mas Teguh kepadaku.
"Aman Mas," jawabku singkat.
Tidak menunggu waktu lama, mas Teguh langsung menarik ku ke kamar.
"Duh mas, buru-buru banget," ucapku.
"Kejar setoran Dik, sudah kangen banget," ujar mas Teguh sembari membawaku ke kamar.
Akhirnya aku pun melakukannya di kamarku.
Sebenarnya aku diliputi rasa takut yang berlebihan saat melakukannya, takut jika suamiku tiba-tiba datang.
Hampir satu jam aku dan mas Teguh di dalam kamar,
setelah itu mas Teguh meminta ijin ke kamar mandi.
"Sayang aku ke kamar mandi dulu ya," ucap mas Teguh sembari menatap wajahku dengan mesra.
"Iya Mas." ucapku.
kemudian dia beranjak dari ranjang untuk ke kamar mandi, aku masih berbaring di tempat tidur sambil merenung, ada penyesalan di dalam hatiku, penyesalan yang amat dalam karena aku sudah berkhianat dari suamiku.
Setelah dari kamar mandi mas Teguh menghampiriku yang sedang berbaring di kamar...
"Sayang ayo bangun," ujar mas Teguh menyuruhku bangun dari tempat tidur.
"Iya Mas," ucapku sembari merapikan pakaianku.
Lalu aku beranjak dari tempat tidurku dan duduk di ruang tamu bersama mas Teguh...
"Kamu kenapa sayang, seperti ada yang di pikirkan?" tanya mas Teguh melihat ke arahku.
"Aku baik-baik saja kok Mas," jawabku singkat.
"Beneran?" tanya mas Teguh memastikan.
"Iya Mas." ucapku.
"Ya sudah, aku pamit pulang dulu ya sayang," ujar mas Teguh sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Iya Mas." ucapku.
Setelah mas Teguh pulang....
Aku masih duduk di ruang tamu termenung memikirkan perselingkuhan ini, aku menyadari bahwa perselingkuhan ini adalah sebuah kesalahan, aku merasakan tidak nyaman dalam hatiku, aku merasa bersalah pada suamiku.
BERSAMBUNG KE EPISODE 3
Menjalani hubungan rumah tangga memang tidak selalu mulus, ada kalanya akan menemui masalah, menghadapi godaan pernikahan tidak semudah yang dibayangkan, salah satunya adalah godaan perselingkuhan dalam pernikahan.
Inilah yang aku alami sekarang, semakin lama aku semakin cinta kepada mas Teguh.
Bahkan sekarang aku tidur larut malam untuk sekedar chat WA dengan mas Teguh, bahkan saat aku tidur di samping suamiku, aku berani Chat dengan mas Teguh.
Pada waktu itu pukul 22.00 Malam.
Aku Chat mas Teguh....
Aku : Mas.
Mas Teguh : Iya sayang.
Aku : Belum tidur ?
Mas Teguh : Belum Sayang, kamu juga belum tidur?
Aku : Belum Mas.
Mas Teguh : Video call Yuk?
Aku : Ada suamiku tidur di sampingku Mas.
Mas Teguh : Chat nggak ketahuan?
Aku : Nggak Mas, sudah tidur suamiku Mas.
Mas Teguh : Habis ngapain?
Aku : Kenapa? cemburu ya ?
Mas Teguh : Iya Sayang.
Aku : Nggak kok, aku sudah bosan punya Suami.
Mas Teguh : Punya siapa yang nggak bosan?
Aku : Punya kamu.
Mas Teguh : Nanti sama aku bosan juga.
Aku : Nggak lah Mas, aku merasa nyaman sama kamu.
Mas Teguh : Iya kah?
Aku : Iya, sudah ayuk tidur.
Mas Teguh : Iya sayang, selamat tidur semoga mimpi aku.
Begitulah isi Chat aku dengan mas Teguh, tidak lupa aku langsung hapus Chat WA nya.
Hari demi hari aku lalui, tidak terasa hubunganku dengan mas Teguh sudah berjalan tiga bulan. Dan selama itu pula suamiku tidak mengetahui hubungan gelap ku dengan mas Teguh.
Suatu pagi yang dingin kebetulan pagi itu hujan.
Sekitar pukul 09.00 Pagi.
Mas Teguh chat aku....
Mas Teguh : Dik.
Aku : Iya.
Mas Teguh : Ada dimana?
Aku : Di rumah.
Mas Teguh : OTW
Tak berselang lama terdengar ketukan pintu rumahku.
Tok...Tok...Tok...
Aku pun bergegas membuka pintu...
"Mas Teguh, masuk Mas," ucapku mempersilahkan mas Teguh masuk.
Kemudian Mas Teguh masuk dan menutup pintu rumahku, setelah itu kami duduk berdekatan di ruang tamu, tangannya menggenggam tanganku, dan saat mas Teguh akan mencium ku.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu rumahku.
Tok...Tok...Tok...
Sontak kami berdua kaget, spontan mas Teguh bergegas pindah tempat duduk sedikit menjauh dari dari ku, aku pun beranjak untuk membuka pintu.
Setelah pintu aku buka...
"Oh Bu Susi," ucapku melihat Bu Susi berdiri di depan pintu rumahku.
"Bu Restu, saya mau pinjam cetakan kue," ujar Bu Susi.
"Oh iya, silahkan masuk dulu Bu." Aku menyuruh Bu Susi masuk.
"Tidak usah biar disini saja," ucap Bu Susi sembari menatap mas Teguh yang duduk di kursi ruang tamuku.
Lalu aku ke dapur untuk mengambil cetakan kue, setelah itu aku kembali ke ruang tamu untuk menyerahkan cetakan kue kepada Bu Susi...
"Mau bikin kue ya Bu?" tanyaku sembari menyerahkan cetakan kue kepada Bu Susi.
"Iya Bu, hujan-hujan pengin yang hangat-hangat," ucap Bu Susi sembari tersenyum kepadaku.
Aku menyadari Bu Susi pasti akan menceritakan kepada suamiku atau kepada tetangga yang lain kalau ada tamu di rumahku, tapi aku tidak memperdulikan itu, aku sudah mempersiapkan jurus seribu alasan.
Setelah Bu Susi pergi....
Aku pun duduk di samping mas Teguh.
"Siapa itu sayang?" tanya mas Teguh kepadaku.
"Itu ratu gosip," jawabku singkat.
"Tidak apa-apa kan Say?" tanya mas Teguh khawatir.
"Santai aja Mas sayang," ucapku dengan tenang.
Mendengar jawabanku, mas Teguh kembali beranjak pindah duduk ke sampingku lagi.
Setan sudah menguasai kita berdua, dalam keadaan suasana dingin karena di luar sedang hujan.
Kami melakukannya di ruang tamu.
Hampir 30 menit di ruang tamu, lalu mas Teguh mengajakku ke kamar.
Aku mengikuti ajakan mas Teguh, pikiranku sudah tidak karuan, aku sudah tidak memperdulikan siapa aku, hawa nafsu sudah menguasai diriku.
Tidak terasa Jam menunjukkan pukul 11.00 Siang.
"Mas, sebentar lagi suamiku pulang," ucapku kepada mas Teguh yang berbaring di sampingku.
"Oh iya sayang, aku pulang dulu ya," ujar mas Teguh sembari memasang bajunya yang berserakan di lantai.
"Iya Mas," ucapku sambil melihat mas Teguh yang sibuk memasang bajunya.
Tidak lupa sebelum pulang mas Teguh selalu mencium keningku, kemudian mas Teguh pergi dari rumahku.
Benar saja, 10 menit setelah mas Teguh pulang, terdengar ketukan pintu rumahku.
Tok...Tok...Tok.
Dik....Dik.
Terdengar suara suamiku memanggilku.
"Untung saja pikirku" Gumam ku dalam hati.
Lalu aku bergegas membuka pintu...
"Mas tadi hujan dimana, aku khawatir," ucapku menatap wajah suamiku.
"Ada di pangkalan Dik, mau pulang lupa aku nggak bawa jas hujan," ujarnya sembari masuk ke dalam rumah.
"Taruh dalam jok motor jas hujannya Mas, sekarang musim hujan," ucapku dengan tegas.
Saat Suamiku ke kamar aku tersentak, aku lupa merapikan tempat tidur
"Mati aku." Gumam ku dalam hati.
"Berantakan sekali kasurnya Dik," ujar suamiku melihat ranjang di kamar yang berantakan.
"Aku tidur Mas," jawabku dengan gugup.
"Tidur bagaimana sampai seperti ini," ucap suamiku keheranan.
"Nggak tau Mas, enak banget tidurku Mas," ucapku yang sudah gugup dan takut.
Tanpa sepatah katapun, suamiku merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Tak berselang lama terdengar ketukan pintu rumahku.
Tok....Tok....Tok.
"Bu Restu." Suara Bu Susi memanggilku.
Aku segera membuka pintu....
"Bu Susi," ucapku.
"Mau mengembalikan cetakan kue Bu," kata Bu Susi sembari menyodorkan cetakan kue kepadaku.
"Sudah selesai Bu?" tanyaku mengambil cetakan kue dari tangan Bu Susi.
"Iya Bu, terima kasih ya Bu," kata Bu Susi.
"Iya Bu Susi," ucapku singkat.
"Sudah pulang tamunya Bu?" tanya Bu Susi dengan suara agak keras sembari melihat ke ruang tamu rumahku.
"Sudah tadi Bu Susi, nagih cicilan motor Bu, sudah 3 bulan saya telat," jawabku kepada Bu Susi.
"Oh..." ucap Bu Susi singkat.
"Biasalah Bu, penagih kalau belum bayar hampir tiap hari datang," ucapku kepada Bu Susi.
"Iya bener Bu," ujar Bu Susi.
"Mari masuk dulu Bu," pintaku kepada Bu Susi.
"Masih ada kerjaan di rumah, terima kasih ya Bu Restu," ujar Bu Susi.
"Sama-Sama Bu." ucapku.
Kemudian Bu Susi pergi dari depan rumahku, syukurlah suamiku tertidur pulas, jadi tidak mendengar percakapan ku dengan Bu Susi.
Aku harus mengatakan pada suamiku kalau mas Teguh datang, sebelum Bu Susi mengatakan terlebih dahulu kepada suamiku.
Pada malam harinya....
Sekitar pukul 19.00 Malam, aku makan malam bersama suamiku...
"Mas, tadi pagi Bank nya datang lagi," ujar ku kepada suamiku.
"Apa katanya Dik?" tanya suamiku dengan suara beratnya.
"Ya biasa Mas, tanya kapan mau bayar," jawabku singkat.
"Kamu jawab apa Dik?" tanya suamiku lagi.
"Aku bilang belum punya uang Mas, dia kesini terus memang di suruh kantor katanya Mas," ujar ku menatap wajah suamiku yang sedang menyantap makanan.
"Ya memang begitu tugasnya Dik," ucap suamiku dengan tenang.
"Awas kamu suka sama dia ya Dik," ujar suamiku sembari melirik ke arahku.
Ternyata Suamiku punya kekhawatiran aku suka sama mas Teguh, aku sungguh berdosa telah mengkhianati suamiku yang begitu baik kepadaku, tanpa dia sadari aku dan mas Teguh sudah saling mencintai.
Pada malam harinya....
Sekitar pukul 23.00 Malam, aku tidak bisa tidur, aku selalu memikirkan apa yang telah aku lakukan, istri macam apa aku ini, kurangnya apa suamiku, bahkan suamiku tidak mencurigai aku sama sekali, dia tetap baik dan perhatian kepadaku.
Ingin rasanya aku mengakhiri ini semua, tetapi aku selalu memikirkan mas Teguh, aku begitu mencintainya, aku mencoba melupakannya, tapi tidak bisa.
Mas Teguh memang lebih ganteng dari suamiku, dia lebih gagah dan lebih tinggi, ini yang membuatku sulit untuk melupakannya.
Aku bahagia bisa kenal dengan mas Teguh, tetapi disisi lain aku juga khawatir jika hubunganku di ketahui oleh suamiku, aku bingung apa yang harus aku lakukan.
BERSAMBUNG KE EPISODE 4
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!