NovelToon NovelToon

AVATAR

Satu

Sebuah kertas yang melayang dan mengenai kepala seseorang.

Tuk!

Vano memegangi kepalanya. Ia mengambil kertas itu. Pandangannya menelisik seisi kelas, mencari sang tersangka.

"Siapa sih yang ngelempar kertas? Jangan bikin kelas kotor ah, mau gue denda limapuluh ribu lagi?" Vano berdiri, berkacak pinggang. Sebagai orang pecinta kebersihan, sampah-sampah kecil hingga besar pun perlu di buang pada tempatnya. Bukan di lempar kesana dan kemari.

Alan memutar bola matanya jengah. "Yaelah, biasa. Kelas kita mah suka lempar-lemparan kertas. Terima aja dengan lapang dada dan keikhlasanmu," ujar Alan se-enteng angin saja.

Sedangkan Algi lebih asik dengan dunia mimpinya. Tukang tidur memang.

Tirta? Cowok pendiam itu berkutat dengan soal-soal matematika.

Reno yang duduk paling belakang dan tengah menyendiri itu menyelesaikan tugas Akuntansi yang akan di kumpulkan minggu depan.

Andri yang paling aktif saat jamkos, cowok itu bergabung dengan geng sableng abang jago. Ada yang merekamnya, lihatlah kelas 11 IPS 3 (SEBIGA) di juluki kelas paling rusuh saat jamkos.

Di tambah lagi Bara, menyetel lagu DJ melalui laptop serta sound system kecil miliknya sendiri. Lagu abang jago dan DJ bersatu padu.

Vano mengusap dadanya sabar. "Astaga, kenapa gue di kasih temen kayak Andri sih? Hiks," ucap Vano dramatis, pura-pura menangis.

Alan menahan tawanya saat Andri menggerutu protes kepada Bara agar mematikan lagu DJ itu.

Andri lucu, tak ada cowok yang mau bertingkah luar biasa selain dirinya. Joget abang jago dengan kelambu kelas yang tak terpakai itu di ikatkan di kepala Andri layaknya SuperMan.

"Matiin dong Bar! Lo ganggu kita nih. Gue gak mau ah, kalau ada backsound DJ yang masuk tanpa izin di tiktok gue," kesal Bara dengan berkacak pinggang.

Para cewek di kelas itu pun tak henti menatap Andri, si pelawak SEBIGA penghibur lara. Tak perlu khawatir galau di putuskan pacar, ada Andri solusinya.

"Sayang banget ya. Andri itu ganteng tapi banyak tingkah,"

"Gak ada kalem-kalemnya sih. Mana ada yang mau sama dia. Gue mah ogah,"

Kritikan pedas dari cewek-cewek penggosip itu membuat Andri merasa tersindir. Andri menggampirinya. "Masa sih gak tertarik sama aku? Nantangin nih?" Andri menaik-turunkan alisnya. Saatnya tebar pesona bin karisma.

Cewek penggosip itu berpura-pura membaca buku. Mau bagaimana pun, Andri itu si playboy cap ikan piranha.

Alan dan Vano menertawakan nasib malang Andri yang di abaikan cewek sekelas sendiri.

Wajah Andri berubah masam. "Puas lo?"

Alan menggeleng kuat. "Belum puas aku," jawabnya ambigu. Langsung mendapat cubitan maut dari Tirta, si cowok tegas dan penuh wibawa itu.

"Mulutnya," peringat Tirta dingin. Alan menyengir. Tirta paling peka.

Antonio memasuki kelas dengan berlari. Duduk lalu anteng seperti akan ada manusia yang memasuki kelas SEBIGA.

"Ada apaan?" tanya Andri. Ia menyuruh perekam profesionalnya kembali pada habitatnya. "Kalian boleh balik," perekam, penjogetnya pun duduk kembali.

Suara sepatu menggema itu membuat merinding sekaligus mencekam suasana.  Bu Sayuti memasuki kelas SEBIGA.

Dengan map berisi harta karun soal-soal super rumit itu, membuat kelas SEBIGA panas-dingin. Apa yang akan terjadi?

Saat bu Sayuti sudah duduk, di mulailah pembukaan pelajaran Sejarah. Rasa kantuk dan bosan melanda penghuni kelas SEBIGA.

Penjelasan demi penjelasan mengenai Sejarah perkembangan tekhnologi berlalu.

...❄❄❄...

Bel istirahat berbunyi, kelas SEBIGA ricuh. Bu Sayuti sudah memakluminya.

"Sampai disini, saya harap kalian sudah faham. Sekian dari saya, terima kasih. Kalian boleh istirahat," bu Sayuti pergi. Seisi kelas berhamburan keluar, saatnya ke kantin bagi yang lapar, saatnya ke perpustakaan bagi pecinta buku.

Alan sebagai ketua geng AVATAR berada di tengah, sayap kanan terdiri dari Vano, Algi dan Tirta, sayap kiri terdiri dari Andri dan Reno. Selama perjalanan menuju kantin itu, jeritan histeris bagi kaum hawa bersahutan dan rusuh sendiri.

"Alan pacarkuu!"

"Uh, Tirta cool deh,"

"Algi!! Unyu-unyu gumush!!"

"Reno!!! Oppa-ku!!"

"Kasihan, nama lo gak di sebut," celetuk Vano menyindir Andri.

Yang di sindir pun berubah masam bak asam saja. "Ye, tapi kalau kata mak gue tetep ganteng," ujarnya percaya diri.

Tempat duduk keenam geng AVATAR pun strategis nan grografis. Tengah, pinggir sedikit, sebelah pohon, meja nomor 4.

"Gue mau-" belum selesai Andri berkata. Tirta menyahut.

"Pesen aja sendiri!" potong Tirta ketus

"Sadis amat lo ta,"

"Yaudah, biar gue aja yang pesenin. Mau apa?" akhirnya Algi menawarkan dirinya.

"Gue seblak level 3 sama susu ya," itu Alan. Si pecinta pedas-pedasnya sambel lebih pedas ucapan tetangga bukan?

"Cilok beranak telur pedesnya 5 sendok teh. Gak pake gubis!" walaupun di akhir ucapannya ngegas, Algi memaklumi memang inilah Vano.

"Bakso granat pedesnya 5 sendok ya. Minumannya samain kayak Alan," selain Vano, Andri juga suka cilok saudara kandungnya bakso.

Algi beralih pada Tirta dan Reno.

"Kalian berdua?"

"Roti," jawab Tirta sesingkat-singkatnya.

"Gak ada duit nih," wajah Reno memelas agar ada yang bersimpati padanya. Traktir misalnya. Masalah utang belakangan.

"Gue bayar. Mau apa? Cepetan! Keburu bel masuk!" tekan Algi ngegas, tidak sabaran memang.

"Nasgor dua ya? Terus, minumnya..." Reno tampak berpikir, mengetukkan telunjuk pada dagunya. "Es degan ya. Yang dingin loh," tambah Reno santai. Terkadang bukan es degan lagi rupanya, rasanya sama seperti air biasa, bukan odading mang oleng ya.

"Oke, tunggu sebentar mas-masnya," Algi mode banci, Tirta yang geregatan pun menggebrak meja pelan. "Cepetan!" tekannya galak.

Setelah menunggu sekian lama bak kabar dia tak jelas bagaimana, Algi datang dengan bantuan si penjual makanannya masing-masing membawakan pesanan kelima temannya itu.

"Bu Yanti letakkan seblak sama susu kotak di Alan. Pak Ujang letakkan cilok beranak telur pedesnya 5 sendok teh gak pakai gubis di Vano. Pak Tajid letakkan bakso granat pedesnya 5 sendok minumnya samain kayak Alan di Andri. Bu Yuyun letakkan nasgor di Reno. Ta, nih rotinya," memando sekaligus memberikan roti seribuan ke Tirta. Berapapun harganya, Tirta akan terima.

"Makasih," seru kelimanya kompak. Algi hanya tersenyum tipis. "Silahkan makan,"

"Ehm, bayarnya?" Pak Tajid berdehem. Pesan dulu bayarnya belum.

Alan memberikan dua uang berwarna merah itu. "Gak usah kembalian ya,"

Pak Tajid yang menerimanya pun berucap syukur alhamdulillah. "Buat kita semuanya?"

"Iyalah pak, masa buat bapak sendiri," jawab Tirta galak. Sulit sekali untuk sellow.

"Makasih ya mas,"

"Sama-sama," bayar-membayar memang dominan Alan. Maklum saja dia pemilik perusahaan LA Group dan menjabat sebagai CEO termuda.

Selama makan, tak ada yang berbincang atau sekedar membuka percakapan. Sekali berbicara saat makan, cubitan Tirta pun hinggap tanpa izin.

Di sebelah tempat duduk mereka, Freya mengajak ketiga sahabatnya duduk di tempat baru ini.

"Kesel deh gue! Udah tau itu tempat kita, eh malah seenaknya bilang terserah gue. Sok berkuasa banget tuh cewek, pingin gue jadiin menjeng rasa perkedel aja. Huh, biar ******," Haura memukulkan bogeman tangannya di meja. Ia mudah terpancing emosi.

Reno yang paling dekat pun mendengar gerutuan itu menahan tawanya. "Astaga galak banget mbaknya,"

Merasa di sindir, Haula menoleh menatap Reno tajam. "Gak usah nyaut lo!" tekannya galak. Sampai di kelas sebelas Ipa 1 (SEPATU) Haula ratu galak bermulut sengak.

Freya masih memainkan poselnya.

"Frey, lo mau makan apa?" Kylie kesal merasa di abaikan Freya.

Kylie mengintip ponsel Freya. Ia mendengus kesal. "Yaelah, love postingan quotes terus!" status wa Freya pun quotes semua.

"Biarin,"

"Terus kita ke kantin ngapain? Duduk doang tanpa makan?" tanya Sherina kesal.

"Kayak biasanya aja Sher," akhirnya Freya angkat suara kedua kalinya setelah sekian lama.

"Oke," malah Sherina yang pergi memesankan makanan.

Reno sesekali mencuri pandang cewek cantik nan galak tadi. "Kalau di liat-liat manis juga ya," Reno bersiul genit. Algi mengikuti arah pandang Reno, bagaimana bisa ada empat cewek cantik duduk manis di sebelah singgahsananya?

"Subhanallah. Cantik bener deh kayak bidadari turun ke Bumi," Algi berdecak kagum. Tentu mencuri perhatian Andri.

"Hm. Bnwer! Cwantwik!" dengan mulut yang masih penuh mengunyah bakso granat Andri berbicara.

"Berisik!" semprot Tirta ngegas tanpa rem. Reno dan Andri kembali melanjutkan makannya.

Diam-diam Alan juga melirik 4 cewek yang di maksud Andri tadi. Pandangannya terpaku pada cewek yang fokus dengan ponselnya meskipun sudah makan.

'Di taruh dulu dong. Baru lanjut nanti sayang,' batin Alan, sangat di sayangkan suara-suara hati yang paling dalam itu tertahan dalam batin.

Dan Alan, tertarik pada cewek itu.

'Siapapun kamu, entah kenapa aku langsung jatuh cinta di detik pertama,' tanpa sadar Alan mengukir senyumnya.

Tirta yang selesai menghabiskan rotinya mendapati Alan tersenyum memandangi seseorang pun tau. Tirta ada ide usil.

"Ehemm!! Ngeliatin siapa lan? Tertarik huh?" Tirta berdehem dan suaranya di keraskan, seisi kantin pun langsung penasaran siapakah cewek beruntung yang menarik perhatian Alan itu?

Alan gelagapan. Ia bepura-pura menuangkan kecap dengan asal. Kepergok sudah.

"Lan, kok seblak di kasih kecap banyak?" Andri semakin membuat Alan kikuk, cowok itu baru menyadari terlalu banyak menuangkan kecapnya.

"Banyak bacot lo berdua," Alan menatap sengit Tirta dan Andri si mulut ember.

Haula memicingkan matanya curiga. "Hm siapa ya yang di liatin Alan?"

Kylie senyum-senyum sendiri. "Pasti gue lah," terlalu percaya diri sekali.

Sherina mengedipkan matanya serta kedua tangan memegangi pipinya, efek baper di liat cogan. Maklum saja.

Freya tak peduli. Ia menyimpan ponselnya setelah bosan melanda dirinya sekaeang. Mie ayamnya pun hanya tinggal setengah.

Saat itulah Alan berdiri, saatnya tukang modus beraksi.

Alan mempercepat langkahnya dengan arah kelas cewek pujaan hatinya itu.

Andri menatap kepergian Alan heran. "Mau kemana tuh?"

Vano mengedikkan bahunya. "Paling ambil barang yang ketinggalan di kelas,"

"Yuk balik ke kelas," Freya beranjak. Namun tangannya di cekal oleh Haula. "Jangan dulu, Kylie sama Sherina aja lelet kalau makan,"

"Apwa-apwaan lwa," sanggah Kylie tak terima dengan mulut penuh donat.

"Sabwar dwong!" Sherina marah, pipi chubby menggembung lucu karena mengunyah dua cilok sekaligus.

Algi sampai melampiaskan kegemasan itu kepada Tirta.

"Yang pipinya chubby bawa pulang deh. Gemess," Algi mencubit kedua pipi Tirta seolah-olah membayangkan si pipi gembil itu.

Tirta yang terusik pun menyingkirkan tangan Algi. "Gak usah ke gue juga kali!"

Alan sampai jengah jika Algi dan Tirta berdebat lagi. "Kalian berdua lanjut makan aja deh daripada berisik,"

Freya yang merasakan dirinya di perhatikan seisi kantin pun risih. "Guys, gue duluan ya," Freya melangkah pergi, semua pasang mata tengah menatap dirinya.

'Duh, gara-gara siAlan itu. Gak usah liat-liat juga kali, jadi gini kan,' langkah Freya pun lebih cepat hingga ia menabrak seseorang.

...❄❄❄...

...Jangan lupa like-nya 👍...

Dua

Bruk

Freya terduduk di lantai.

"Aww," Freya meringis memegangi bokongnya.

Uluran tangan itu membuat Freya mendongak ingin tau siapa yang ia tabrak.

Dan..

Alan.

"Bangun," ucapnya dingin.

Freya meraih tangan Alan. "Maaf, gak sengaja," Freya melangkah pergi tanpa ingin berurusan lebih lanjut dengan Alan.

Alan menatap kepergian Freya. 'Cantik, jutek, menarik. Aku suka,' dan ia akan mencoba meluluhkan hati cewek itu.

Bel istirahat sudah usai, saatnya memasuki kelas masing-masing.

Dua guru yang melangkah menyusuri koridor menuju kelas paling ujung terlebih dahulu untuk melakukan pemeriksaan.

11 Ipa satu yang akan menjadi target utama. Saat pak Hadi dan bu Rumzah memasuki kelas, hening, serta ada yang rusuh sendiri dan bingung.

Bu Erna yang tadinya menjelaskan materi pun menunda sejenak.

"Bisa minta waktunya sebentar?" tanya bu Rumzah dengan wajah ramahnya. Tapi di balik itu bu Rumzah tak akan tinggal diam dengan siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah.

"Iya bu," jawab mereka kompak. Meskipun panas-dingin dengan pemeriksaan mendadak ini. Tak ada yang sempat menyembunyikan barang-barang pribadi di tempat yang aman atau menitipkan kepada warung belakang sekolah yang sudah di percayakan.

"Semuanya ke depan, biar saya dan pak Hadi akan memeriksa tas kalian," ujar bu Rumzah memberikan intruksi. Semuanya pun menurut. Pemeriksaan dimulai.

Haula menggenggam tangan Freya. "Frey, mending di suntik campak atau rubela deh daripada pemeriksaan mendadak gini," lirihnya berbisik.

Sedangkan Kylie dan Sherina menelusup ke belakang, menyembunyikan barang pribadinya seperti liptint, bedak, maskara, serta cat kuku.

"Gimana kalau kita masukin di kaos kaki aja?" Kylie si ide cemerlang dengan segala cara.

Sherina mengangguk setuju. "Boleh juga tuh ide lo. Yaudah, ayo,"

Sherina dan Kylie mulai memasukkan barang pribadinya itu di dalam kaos kaki. Jorok? Lebih baik tidak di rampas daripada membeli lagi. Tidak akan di kembalikan, malah di buang pinggiran sungai dekat sekolah.

Tatapan nanar, sedih, bercampur marah saat parfum, masker wajah, bedak, liptint, fondation, sisir, shampo, handbody dan masih banyak lagi sudah di angkut dengan teganya di dalam kardus mie instan berjumlah dua itu.

"Yah, punya gue! Itu masih baru lagi,"

"Astaga, masa iya gue beli lagi. Gak adil banget ah!"

"Halah, percuma ah gue bawa gituan. Sekalian aja isi tas jajan semua,"

Bu Rumzah tercengang saat melihat tas Freya.

"Apa tidak capek bawa buku sebanyak ini Freya?" tanya bu Rumzah mengeluarkan novel, kamus, dan buku pengetahuan lainnya selain pelajaran.

Freya menggeleng. "Gak kok bu. Udah biasa, lagian bawa buku juga gak bikin capek hati kan,"

"Setuju Frey!"

"Maknyus! Sindir halus!"

"The best banget lo Frey!"

Kaum baperan selalu melibatkan perasaan. Freya memang sangat di segani di kelasnya, selain pintar, baik hati dan ramah, Freya itu ratu quotes.

Bu Rumzah, pak Hadi dan bu Erna menggeleng heran.

"Sekarang, saya periksa sesuai absen bagi yang cewek ke saya dan cowok ke pak Hadi. Faham?" tanya bu Rumzah.

"Faham bu," seru mereka kompak.

Setelah satu jam itulah mereka terbebas dari pemeriksaan namun derita menghampirinya. Meskipun sudah di sembunyikan di saku, dasi atau pun topi tetap saja di rampas.

Beralih di kelas SEBIGA, heboh, serta sibuk menata barang-barang pribadi yang seharusnya tak di bawa entah itu make-up, hp, dan yang lainnya.

Andri sebagai pemimpin si penyembunyi barang handal, mereka percaya saja. Andri selalu di andalkan dan terpercaya.

Para cewek-cewek pun berebut meletakkan barang pribadinya.

"Eh gue duluan dong! Banyak nih!"

"Ngantri woy!" akhirnya Vera si cewek galak angkat suara. Akhirnya mereka mengantri.

Setelah selesai, Andri menutupi barang pribadi para cewek itu dengan buku paket milik kelas.

"Nah beres. Kalian balik deh, anteng. Jangan panik," tutur Andri memberikan wejangan. Para cewek di kelas itu hanya mengangguk patuh.

Antonio sebagai penjaga berada di ambang pintu memastikan keadaan. Hingga...

"Woy! Dateng orangnya!" seru Antonio heboh. Ia berlari menuju tempat duduknya.

Suara langkah sepatu itu memacu adrenalin hati SEBIGA saat pemeriksaan dadakan setiap satu bulan sekali ini.

Bu Rumzah memasuki kelas, lalu pak Hadi dengan wajah datarnya namun terkesan sangar di mata semua murid.

"Semuanya ke depan. Tas akan di periksa langsung oleh pak Hadi. Silahkan pak,"

Pak Hadi mengangguk. "Ayo semuanya ke depan," titahnya galak. Tak akan ada pergerakan sebelum di gertak. Siapa yang tidak takut dengan guru killer seperti pak Hadi? Tapi untungnya beliau hanya mengajar Matematika di kelas sepuluh.

Semuanya menurut, dengan hati jedag-jedug bin gugup, pemeriksaan pun dimulai. Pak Hadi memprioritaskan isi tas laki-laki.

Tepat saat pak Hadi berada di tas Andri, tangan guru killer itu menganggkat tinggi-tinggi sebuah pelicin rambut dan sisir.

Andri yang melihat itu pun lemas di tempat. "Astaga, kenapa gue bisa lupa sih," geramnya frustasi. Tirta tersenyum senang. "Makanya jangan sibukin diri ngurus cewek terus," cibir Tirta gemas.

Pak Hadi memasukkan pelicin rambut dan sisir itu ke dalam kardus mie instan.

"Niat ke sekolah apa mau kondangan? Ada aja yang bawa beginian," celetuk pak Hadi setelah menggeladah tas Andri.

"Biar tampil maksimal pak,"

"Ya dong, masa gak boleh sih perfecto gitu loh,"

"Cewek cowok di kelas ini sama aja. Ribet!" seru pak Hadi ngegas. Membuat celotehan cewek SEBIGA diam seribu bahasa.

Setelah pemeriksaan selesai, sekarang bu Rumzah memeriksa pakaian seragam bagi cewek-cewek. Yap, merabanya jika benda-benda yang tak seharusnya di bawa ke sekolah itu di kantongi dalam saku.

Gerutuan, protesan, serta sanggahan mengelak membuat bu Rumzah tak akan percaya begitu saja.

"Kalian ini, kalau mau aman ya gak usah bawa," nasehat bu Rumzah.

"Kalau gak bawa bedak, masa wajah kita kucel bu. Gak glowing bin seger gitu?" kali ini dari si cewek menor penyuka dandan.

"Dari rumah kan bisa. Tujuh lapis aja sekalian, di jamin gak luntur," saran bu Rumzah bijak.

"Yang ada ngehabisin bedak seminggu tuh bu,"

"Iya, sekarang serba mahal. Jadi apa-apa harus nabung dulu,"

"Dari uang jajan pula. Gak uang bulanan, miris-miris,"

Begitulah curhatan cewek-cewek 11 Ips tiga kepada bu Rumzah. Selalu dengan alasan yang sama.

"Gak perlu protes. Semua make-up, skincare, parfum, sisir, shampo, sabun, masker wajah, serum dan yang lainnya akan di buang tanpa perlu protes! Karena sebelumnya saya sudah mengingatkan agar tidak membawa barang-barang seperti itu di sekolah. Ingat! Kalian bersekolah itu belajar, bukan dandan atau kondangan dan buka salon dadakan!" tekan bu Rumzah ngegas. Menasehati sekaligus emosi, sudah tau peraturan masih berani melanggarnya. Resiko di tanggung sendiri.

"Emang tahu bulan dadakan ya?"

"Bulat dodol!"

"Di goreng limaratusan!"

"Gak pake ketan!"

"Ji ro lu pat mo nem pitu wolu. Tak gitak gitak. Asik, tak gitak!"

"Tarik sis. Semongko!"

Bu Rumzah, pak Hadi dan bu Erna melihat itu pun menggeleng heran. SEBIGA memang korban ambyar.

Andri memimpin joget. "Yok, tarik sis semongko. Ayo, sobat ambyar mana suaranya?"

Tak ada yang menyahut, namun satu celetukan dari Algi bak jangkrik itu meledek Andri.

"Krik, krik, krik, krik,"

"Tega lo!" seru Andri dramatis mengusap kedua matanya. "Hiks, tega!"

Dan Tirta pun mengusap surai Andri. "Jangan nangis, nanti biar Alan yang beliin balonnya,"

Merasa namanya di sebutkan, Alan melotot tak terima.

"Ye! Enak aja. Males ah, mending buat top-up berlian Free Fire aja deh," sanggah Alan se-enteng remahan biskuit Khong Guan saja.

Andri semakin memelas. "Kok lo tega sih lan? Masa gue di jadiin kedua. Siapakah prioritasmu?"

Kelas SEBIGA semakin ramai, menyoraki Alan bisa saja cowok itu punya gebetan diam-diam.

"Hayo siapa lan?"

"Eh, pasti gue lah. Kan syantik!"

"Enak aja. Alan pasti milih gue! Permak dulu tuh wajah lo pakai skincare!"

Sahutan debat memperebutkan Alan membuat bu Rumzah dan pak Hadi memilih keluar dari SEBIGA.

"Sudah-sudah. Kalian balik ke tempatnya masing-masing. Kita mulai lagi pelajarannya," lerai bu Erna. Sahutan kecewa karena biasanya seusai pemeriksaan semua guru ke kantor entah apa yang di lakukan dengan barang tersita itu.

...❄❄❄...

Bel pulang berbunyi, saatnya surga terindah bagi para siswa SMA ANDROMEDA.

Setelah sang guru pamit undur diri, saling rebut keluar kelas dan protesan karena terhimpit seringkali terjadi bagi si kecil yang bertubuh pendek.

Namun berbeda dengan Freya dan ketiga temannya itu. Mereka masih menyalin catatan di papan tulis dengan tenang.

Haula mempercepat tulisannya bak ceker ayam saja.

"Yes! Gue udah kelar nih. Kuy pulang lah!" Haura mengemasi buku tulis dan pulpennya. Jangan sampai lupa ya, jika di tinggal kemungkinan nasib malang si pulpen itu akan raib begitu saja.

Kylie menggerutu. "Gue masih dapet setengah nih! Sabar dong!" protesnya. Sampai tulisannya tak lagi se-lurus jalan raya menjadi naik-naik ke puncak gunung.

Sherina sudah selesai. "Gue selesai nih. Duluan ya, kayaknya supir pribadi gue nungguin deh," namun saat Sherina akan keluar dari lingkaran tempat duduknya, roknya tersangkut di sebuah paku laknat itu.

"Aduh! Pake acara nyangkut segala sih! Ck, untung gak sobek," Sherina melepaskan sangkutan roknya dengan penuh kehati-hatian.

Kylie dan Haula menertawakan nasib malang Sherina.

"Hahaha derita lo Sher," Haula paling senang jika sahabanya itu menderita entah tersandung, terbentur, dan tersangkut.

"Makannya jangan buru-buru. Sekalian nungguin kita-kita lah. Biar bareng," ucap Kylie setelah tawanya mereda. Tertawa terus-terusan nanti suduk'en dalam istilah bahasa Jawa mungkin di sebut sakit perut.

Freya menutup bukunya. "Selesai. Yaudah, yuk pulang,"

"Bentar! Gue tinggal se-baris nih," ucap Sherina kesal.

Haula mendengus. "Cepetan!"

Sherina menutup buku tulisnya. "Nah, selesai! Marilah pulang, marilah pulang bersama-sama," Sherina bersenandung senang. Masih ingat saja lagu anak-anak itu.

"Gak usah nyanyi!" protes Haula kesal. "Suara pas-pasan aja," kritiknya se-pedas cabai saudaranya sambel.

"Hush, biarin. Siapa tau kan Sherina jadi penyanyi," Kylie membela.

Freya menghela nafasnya. "Terus kapan pulang? Kalau kalian aja masih ngebacot," tubuhnya sudah lelah ingin membanting diri di kasur empuknya, lalu selimut hangat dan berteman dengan mimpi-mimpi.

Akhirnya keempat cewek-cewek cantik itu keluar kelas. Dalam perjalanan menuju gerbang utama, geng AVATAR masih mengobrol di parkiran.

Dan Freya memindahkan dirinya di ujung, agar terhindar dari Alan. Cowok yang menabraknya tadi. Freya tak ingin terlalu ikut campur dengan laki-laki yang nantinya timbul perasaan suka sama suka dan berujung jadian.

Andri si cowok genit cap buaya blasteran badak itu memulai aksi menggodanya.

Andri bersiul genit dan mengedipkan matanya dengan imut. "Eh ada cewek cantik. Mau pulang bareng gak? Lumayan hemat ongkos, gratis kok," Andri menyisir rambutnya menggunakan tangan, membenarkan jambul khatulistiwanya. Siapa tau salah satu dari mereka ada yang tersangkut menaruh hati padanya.

Haula memutar bola matanya malas. "Cewek banyak kali! Gak kita doang!" ujarnya ngegas. Memang ada beberapa siswi yang masih berkeliaran di halaman sekolah, entah sedang melakukan ekstrakulikuler atau sekedar duduk menunggu jemputan datang sembari numpang wi-fi gratis.

'Astaga ganas banget temen gue,' batin Kylie. Haula sedikit sensi memang.

Algi tertawa ngakak mendengar penolakan dari cewek galak itu.

Algi menepuk bahu Andri memberikan kesabaran. Wajah sahabatnya ini berubah sedih. "Kasihan banget lo bro. Di tolak, emang enak?"

Andri menyingkirkan tangan Algi kasar. "Biarin! Masih banyak cewek cantik yang mau sama gue! Wlee!" Andri menjulurkan lidahnya, meledek Algi.

Dan Alan tak henti menatap Freya. Cewek yang menarik perhatiannya.

"Itu yang di ujung ngapain ngumpet? Gak usah takut kali mbak. Kita gak gigit kok," celetuk Alan.

Merasa tersindirkan, Freya mempercepat langkahnya.

'Semoga bang Yahya udah stay di warung makan,' batin Freya merapalkan doa.

"Wey Frey! Jangan tinggalin kita dong!" teriak Haula. Freya tak menggubrisnya.

"Yaudalah sih. Lagian Freya kan di jemput kayak biasanya," ujar Kylie membenarkan. Terkadang Haula itu pikun.

"Iya juga ya. Yaudah deh,"

Dan disinilah Freya, warung makan mbok Yayuk. Dimana warung ini menyediakan rujak, nasi pecel, seblak, dan wedang-wedang bersama kopinya yang mantul itu.

F

reya melirik arlojinya, sudah 5 menit berjalan.

"Ck. Jadi gk sih jemput aku?!" Freya mengirimkan spam chat pada abangnya.

^^^Anda^^^

^^^Bang jemput aku dong! Lama nih nunggu ampe lumuten 😤^^^

^^^1.05 pm^^^

^^^Oyyy😑 bang Yahya!^^^

^^^1.06 pm^^^

^^^Awas aja ya guling raksasanya aku colong ah biar mmpus gk meluk apa2 huahaha😈^^^

^^^1.06 pm^^^

Suara deru motor yang berhenti tepat di depan Freya.

Freya mendongak. Helm full face itu terbuka, dari bentuk mata ke mata Freya bisa menebak jika itu Alan. Menawari pulang ya? Eh.

"Nungguin jemputan ya? Boleh aku temenin?" tawar Alan berbaik hati. Mungkin cowok lain setelah menawarkan itu dan tau si cewek menunggu sudah di tinggal atau di paksa naik. Alan beda bung.

"Gak usah. Sana pulang!" usir Freya galak.

'Kamu galak gitu aku makin cinta,' Alan terkekeh di balik helm-nya.

Alan turun dari motornya. Mengambil posisi di dekat cewek jutek ini.

"Aku temenin sampai kamu bener-bener di jemput," tegas Alan tak terbantahkan.

...❄❄❄...

Tiga

"Aku temenin sampai kamu bener-bener di jemput," tegas Alan tak terbantahkan.

Freya mendengus kesal. 'Kapan sih perginya? Gerah banget tau deket-deket sama siAlan,' batin Freya.

Alan memandangi wajah Freya dari samping. "Kalau di liat-liat, kamu cantik juga ya," puji Alan terselip nada kagum disana.

Freya kembali mengecek ponselnya, hanya centang satu.

'Duh, bang Yahya kemana sih? Gue udah lumutan!' sungut Freya kesal dalam hati. 

Alan ikut mencuri pandang. "Kayaknya sibuk ya? Jadi gak di jemput nih. Gimana kalau pulangnya bareng aku aja?"

"Yaudalah Frey, bareng aja sama masnya. Daripada disini terus nungguin lama, gak capek apa?" celetuk bu Yayuk ikut-ikutan nimbrung. Sembari mencuci piring, ia juga mendengarkan tawaran mas ganteng itu.

Freya bersidekap dada. "Kalau gak mau?"

Akhirnya di respon juga, Alan kira cewek di dekatnya ini super jutek.

"Aku akan selalu disini. Nemenin kamu," jika hati sudah tertarik pada satu hati sampai mati, ah bak lagu dangdut saja.

Freya menghela nafasnya. 'Kayaknya lebih baik ngojek aja deh,' Freya merogoh sakunya, mencari uang jajannya yang tersisa. Tapi...

Freya mulai panik. "Loh. Kok gak ada sih," reflek Freya mengucapkam itu, ia terlanjur panik. Alan pun mengerti.

"Yaudah. Bareng aku aja," tawarnya lagi.

Tak ada pilihan lain. Jalan kaki dari warung bu Yayuk menuju pangkalan ojek itu jauh dan harus melewati pasar.

"Oke. Tapi gue bareng lo terpaksa. Gak usah geer!" sentak Freya galak saat Alan tersenyum menang.

Alan menaiki motor ninjanya. Freya ragu apakah ia sanggup naik? Mengenai kejadian menyebalkan itu sudah membuat dirinya kapok.

Flashback on

Yahya tengah memasangkan  helm pada Freya, adiknya.

"Mobil abang kemana?" tanya Freya heran. Biasanya mobil sport hitam kesayangan abangnya itu dibawa kemana pun kalau pergi.

"Di pinjem papah. Udah buruan naik, abang masih ada tugas nih di kampus," sesibuk apapun, menjemput Freya itu sudah kewajibannya.

Freya berusaha naik di motor ninja ini. Karena tubuhnya yang pendek sedikit susah memang.

"Argh gimana sih!" Freya terus mencobanya.

"Pegangan aja," Yahya berusaha menahan tawanya. "Makannya minum susu dong biar tinggi sama loncatan kalau olahraga," nasehatnya menyentil hati Freya.

"Bawel! Aduh," dan Freya terjatuh duduk manis bayar seribu bak wi-fi warung saja.

"Sini abang bantu," Yahya mengulurkan tangannya. "Atau abang yang naikin?"

Freya mengangguk. "Bantiun," rengeknya manja. Siapa sangka cewek jutek dan dingin seperti dirinya itu manja kepada abangnya?

Akhirnya Freya berhasil naik. Tapi...

"Bang, jaket dong," Freya malu dengan paha putih mulusnya yang ter-ekspos bebas, tidak untuk di lihat.

Yahya melepas jaketnya. "Nih,"

Flashback off

Alan melambaikan tangannya di wajah cewek jutek itu. Melamun.

"Ehm," Alan berdehem.

Freya tersadar.

"Naik,"

"Anu-" Freya malu mengatakannya. Sudah di pastikan turun kejutekannya hanya karena naik di motor ninja tidak bisa?

"Kenapa?" Alan masih heran dengan Freya yang sulit di tebak. "Oh, gak bisa naik?" sedikit meledek karena Freya memang pendek, bahkan cewek jutek ini hanya se-bahunya saja.

"Iya," jawab Freya dengan wajah datar. Sudah terlanjur.

Alan mengulurkan tangannya yang bebas sebagai tumpuan. "Jangan sungkan, dan inget. Aku gak modus, cuman bantuin kamu naik aja," tambah Alan agar cewek jutek itu tidak baper duluan sebelum ia menyatakan perasaan.

Freya menggenggam erat tangan Alan, lalu ia mencengkeram bahu Alan.

Dalam perjalanan pun tak ada yang membuka suara.

Dan Alan yang memulainya. "Rumah kamu?" kalau diam saja yang ada jalan-jalan. Eh modus dong.

"Jalan mawar rumah nomer dua," jawab Freya malas. 'Awas aja ya bang. Freya pencuri guling is coming,' batin Freya panas. Semua ini karena telat menjemput atau lupa, tapi Freya tidak suka pulang di antarkan Alan yang nantinya tau rumahnya, berkunjung, dan sok akrab dengan papahnya.

Setelah sampai, Freya mengucapkan terima kasih dan pergi begitu saja memasuki rumahnya.

"Gak ada ucapan selamat sore gitu? Atau kenalan? Eh, aduh siapa sih namanya," Alan sampai lupa menanyakan nama si cewek jutek itu. 'Gak papa, gue akan cari tau sendiri,' batin Alan yakin. Sebagai pemilik sekolah dari kakeknya, data-data siswa mudah di dapat.

...❄❄❄...

Setelah pulang dan sampai di rumah, Alan merebahkan dirinya. Ingin bersitirahat namun ponselnya berbunyi tang-ting-tung terus.

Dengan gerakan malas, Alan meraih ponselnya diatas nakas. Terlihat notifikasi dari grup papah muda jaman naw.

Vano

Eh, gue bingung nih sama buku-buku tulis yang banyak gak ke pake. Mana masih utuh lagi bersih suci tanpa secoret tinta. Ea, aduh apaan sih garing gue 😆

2.00 pm

Algi

Gak lucu van wlee 😠

2.00 pm

^^^Anda^^^

^^^Sumbangin aja ke yang lebih membutuhkan. Gue juga ada nih seragam SMP, sepatu, dan tas yang masih bagus nih. Daripada bikin sumpek kamar gue 😬^^^

^^^2.01 pm^^^

Tirta

I agree with you @alan

2.01 pm

Andri

Kalau nyumbangin pakaian? Ada 15 nih yang masih bagus ke bungkus plastik lengkap deh sama bandrolnya. Hayo-hayo siapa beli minat DM kak 😅

2.01 pm

Reno

Apalah daya gue cuman sepatu futsal doang. Koleksi gue di rak kamar udah penuh tuh, mubadzir kalau gue buang masih mengkilat, mulus, tersegel, bisa di nego say 😗

Andri

Ih jijik deh mas @reno dedek jadi geli 😣

2.02 pm

^^^Anda^^^

^^^Apapun barangnya, pasti berguna kok. Yaudah, kumpul di warung dekat rumah gue ya. Kita sumbangin barang-barang yang masih bagus ini ke Panti Asuhan aja, gimana? Kalau masih sisa, bisa ke anak jalanan juga yang gak bisa sekolah.^^^

^^^2.02 pm^^^

Vano

Setuju

2.03 pm

Alan tersenyum tipis, inilah kesenangannya. Barang-barang yang masih baru dan tak tersentuh dan masih bagus itu berguna bagi orang lain.

Alan bersiap-siap, dengan kaos hitam polos dan celana jeans biasa. Seragam SMP, sepatu dan tas itu ia masukkan di dalam kardus dengan rapi.

...❄❄❄...

Disinilah mereka, warung Katemi.

Vano, Algi, Andri, Tirta dan Reno membawa barang-barangnya di dalam kardus. Tapi bagi Andri malah membawa koper, entah mau minggat kemana.

Katemi yang tengah duduk sekaligus sarapan itu heran melihat AVATAR yang kumpul di depan warungnya sembari duduk manis.

"Mau kemana?" tanya Katemi sedikit berteriak.

"Bromo," jawab Andri si korban iklan TV.

"Mau nyumbangin barang-barang yang gak ke pake mak. Biar berguna juga, daripada berdebu," akhirnya Tirta menjawabnya dengan benar.

Katemi berdecak kagum. "Subhanallah, mulia sekali hati kalian. Eh, boleh gak mak nitip juga? Ada seragam SD yang masih layak pakai, anak mak kan udah SMP. Bingung atuh mau di apain, buang mah mubadzir juga, jadiin pel-pelan kurang enak juga,"

"Boleh kok mak," Tirta mengangguk.

"Sebentar ya," Katemi masuk lebih dalam. Selain rumah, warungnya juga memyimpan barang yang sudah usang dan tak terpakai.

Tak lama kemudian Katemi keluar dengan seragam SD merah putih dan Pramuka lengkap dengan hasduknya itu dengan bungkusan plastik.

"Ini. Semoga bermanfat ya," Katemi menyerahkan itu pada Tirta.

"Kita pamit ya mak. Assalamualaikum," ucap Alan berpamitan.

"Waalaikumsalam. Hati-hati ya nak," Katemi sudah menganggap mereka layaknya anak sendiri.

...❄❄❄...

Akhirnya mereka sampai di sebuah Panti Asuhan bernama Kasih Bunda.

Alan turun dari mobil sport-nya. Vano turun dari mobil Alpahrd-nya di ikuti Algi, Andri, Tirta dan Reno.

Alan mengambil kardusnya yang tersimpan di jok belakang. "Sayangnya, seragam SD gue waktu itu terbakar," ujar Alan sendu. Kesedihan  yang mendalam saat rumahnya di Bogor hangus terbakar.

Vano menghampiri Alan. "Lan? Lo kenapa?" tanya Vano khawatir, ia menyadari raut kesedihan disana. Entah memendam beban atau masalah apa.

Alan menghembuskan nafasnya. "Gue baik-baik aja kok. Yaudah, ayo kita temui bu Rena dulu,"

"Ayo," ajak Vano merangkul bahu Alan. Menyalurkan ketegaran, serapuh apapun Alan, pasti cowok itu lebih memendamnya daripada bercerita dan terbuka pada orang terdekatnya.

Bu Rena yang tengah menjemur pakaian anak-anak panti pun tersenyum dengan kedatangan enam cowok ganteng itu entah siapa. Tapi ia yakin mereka baik.

"Assalamualaikum bu Rena," sapa Alan ramah dengan senyumnya.

"Waalaikumsalam. Ada apa ya? Kalian rame-rame kesini?"

Seorang anak berumur 5 tahun itu menghampiri Tirta.

"Eh, ada artis disini. Namanya siapa ya? Aku lupa kak," dengan binar mata lucunya itu tentu merubah raut wajah Tirta lebih bersahabat daripada datar bin sadis.

Tirta berjongkok menyamakan tinggi anak kecil itu. "Panggil aja kak Tirta. Masa sih mirip sama artis. Kayak siapa?" dan kepedean Tirta pun bangkit seketika.

Andri si nyinyir hanya menye-menye tak percaya Tirta mirip artis.

"Tirti irtis? Whit?"

Si kecil aktif ya bun itu membantah ucapan Andri. "Kakak gak boleh gitu. Nanti bibirnya di gigit tawon kalau monyong-monyong," ujarnya polos.

'Sabar, siapa yang ngajarin gini?' Andri mengusap dadanya sabar.

"Ini kami membawakan beberapa pakaian seperti seragam sekolah, tas, sepatu, buku tulis untuk anak panti," ucap Alan mengalihkan topik agar tidak berlama-lama sebelum matahari tergelincir menjadi malam.

Bu Rena mengangguk. "Makasih banyak ya. Jadi, anak-anak disini bakalan seneng bisa sekolah lagi,"

"Emangnya belum sekolah ya bu?" tanya Vano kang kepo.

Bu Rena menggeleng lemah. "Gak ada biaya nak. Nyari uang aja susah, apalagi donatur disini jarang lagi ngasih uang," tutur bu Rena sedih.

Untungnya Alan sudah menyiapkan sejumlah uang dalam amplop coklat.

Alan memberikannya pada bu Rena. "Ini ada sedikit uang dari kami. Semoga membantu,"

"Terima kasih banyak ya. Kalian baik banget,"

"Kak, ayo main. Sama temen-temenku juga disana," anak kecil itu menunjuk teman-temannya yang tengah bermain petak umpet, berlari-larian, serta ada yang masak-masakan dengan mainan masak-masak yang masih baru.

Tirta mengangguk. "Boleh,"

Alan terkejut saat tangannya di cekal erat oleh tangan mungil.

"Hei, kamu kenapa?"

Seorang anak laki-laki itu menghentikan langkahnya.

"Reva! Jangan kabur ya! Kamu sudah ambil ayam gorengku tadi!" ujarnya marah.

"Tapi kan aku lagi lapar," Reva merengut.

Alan terkekeh. "Cuman masalah ayam goreng? Ayo ikut kakak. Kamu juga boleh ikut,"

Si anak laki-laki itu kembali senang. "Wah, terima kasih banyak ya. Hei! Kita semua di beliin ayam goreng sama kakak ini!" teriaknya pada semua teman-temannya.

Sontak saja mereka bersorak 'hore'.

"Gak papa dong, semuanya bisa ikut," Alan tak merasa keberatan. 'Gue kayak punya adik,' batin Alan sedih. Sebagai anak tunggal, ia juga memimpikan seorang adik kecil yang mengisi kekosongan hidupnya. Namun karena kedua orang tuanya sangat sibuk dengan bisnisnya masing-masing, mereka bahkan jarang pulang ke rumah.

...❄❄❄...

Disinilah Alan dengan anak-anak panti. KFC.

Dan anak-anak panti berjumlah 9 itu makan dengan lahap, ada yang bersendawa, dan jahil mengambil ayam di sebelahnya.

"Gimana? Kalian seneng kan?" Alan merasakan kehangatan bersama anak panti ini. 'Coba aja punya adik satu aja, apalagi sembilan kayak gini. Bisa rame rumah gue,' ingin sekali Alan meminta adik pada mamanya, namun ia ragu, kedua orang tuanya di sibukkan dengan bisnisnya masing-masing. Di pikiran mereka hanya ada uang dan bukan kasih sayang.

"Seneng banget kak!" seru salah satu dari mereka dengan penuh semangat.

"Sekarang, kalian bisa makan ayam goreng lagi. Kalau kakak ada waktu senggang, kakak akan ajak kalian semua kesini lagi,"

Beberapa pengunjung KFC pun menggeleng heran memaklumi anak-anak yang kesenangan makan ayam goreng tapi krispi tersebut.

Freya yang baru saja dari supermarket bersama Yahya membeli camilan serta stok makanan di bulan ini.

"Eh, itu disana kok rame bener," Yahya menunjuk KFC di seberang sana.

Freya mengikuti arah pandang Yahya. Matanya menangkap objek tampan dengan senyum gula jaeanya itu bersama anak-anak yang menikmati makanan itu dengan lahap.

"Itu kan Alan," gumamnya.

Yahya yang masih mendengar adiknya bergumam pun tau. "Alan siapa?" tanya Yahya tukang kepo.

"Temen ya? Apa pacar?" Yahya menerka-nerka. Karena selama ini Freya belum siap membuka hati setelah cinta monyet di zaman SMP-nya itu sakitnya tuh disini.

"Gak lah!" jawab Freya cepat dengan wajah galaknya.

"Udahlah, ayo pulang. Aku capek banget bang, pingin istirahat,"

"Maaf banget ya dek, tadi abang ada urusan. Jadinya gak bisa jemput kamu, terus sekarang bukannya kamu istirahat malah nemenin abang ke supermarket. Maaf banget ya?" Yahya merasa bersalah.

Freya mengangguk, wajar saja karena Yahya ikut keorganisasian.

"Gak masalah kok bang,"

Selama perjalanan pulang, Freya masih kepikiran dengan Alan yang tengah makan bersama anak-anak itu di KFC.

'Gue pikir Alan itu cowok yang sombong karena tajir. Tapi, setelah gue liat-liat tadi, ia beda. Senyumnya itu benar-benar tulus, Alan bahagia,' tanpa sadar Freya tersenyum-senyum. Idaman mungkin.

'Lan, asal lo tau. Lo itu beda dari Leo. Mantan gue yang selalu ngajak ribut setiap ketemuan, kasar, dan selalu ngebentak gue karena dia gak mau gue atur. Salahnya darimana? Karena Leo gonta-ganti cewek lan, dan gue baru menyadari itu semua. Sakit,' dan hati Freya pun kembali sesak mengingat masa-masa itu. Air matanya turun begitu deras, sampai Yahya pun panik dengan adiknya yang menangis tiba-tiba tanpa seribu alasan itu.

'Gue gak pernah ngelihat lo terlalu dekat sama cewek di sekolah. Tapi gue juga gak tau kalau di luar lo gimana. Dan gue yakin, lo itu gak sama dengan Leo,' maka dari itulah dirinya bersikap dingin, jutek dan bodoamat dengan cowok-cowok yang jatuh hati padanya.

Yahya menepikan mobilnya. Menghapus air mata Freya menggunakan ibu jarinya.

"Kamu kenapa nangis dek? Ada masalah?" dirinya jarang menjadi tempat curahan hati Freya.

Freya menggeleng lemah. "Aku baik-baik aja kok bang,"

Yahya menghela nafasnya. 'Gini nih, cewek bilangnya baik-baik aja dan gak papa tapi ada masalah dan beban yang di pendam. Ribet-ribet, untungnya gue masih jomblo,'

...❄❄❄...

...Like-nya 👍...

...Semoga suka 💕...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!