NovelToon NovelToon

Married With Teacher

Rahasia Pak Ghani

Hai-hai sebelum membaca aku selalu ingatkan jangan lupa untuk like dan komen cerita othor gaje yang baru lagi.. Oke, happy reading!!!

Brakkk!

"Saya gak tahu harus bagaimana lagi kasih tahu kamu, Ghea. Kepala saya sudah tidak dapat berpikir secara normal lagi. Kamu--"

Pak Ghani, yang selalu mengirim surat cinta pada orang tua Ghea. Ya dalam artian bukan surat cinta beneran, melainkan surat undangan untuk orang tua Ghea bertamu ke ruang BP.

"Ya Allah, Pak. Kalau pikiran Bapak gak normal, harusnya bapak dirawat - di RSJ. Mau saya yang anterin, Pak?"

Dasar bocah gedek, itu yang ada dihadapan seorang guru BP yang tingkat killer-nya melebihi penyakit menular kaya HIV. Tapi masih aja berani menyela amarahnya. Gak waras!

Ya dia adalah Ghea Virnafasya, cewek cantik namun bangornya melebihi Doraemon yang kecebur got. Dia duduk santai dengan melipat kedua tangan di atas meja Pak Ghani - guru BP sekolah Garuda.

"GhEA!" teriak Pak Ghani sungguh geram.

"Apa, Bapak, sayang?" santai Ghea menyandarkan punggung pada sandaran kursi depan Pak Ghani.

Apa yang bisa Pak Ghani lakukan selain mengehala nafas sabar dan mengelus dadanya. Guru BP itu menggelengkan kepala tidak mengerti dengan kelakuan muridnya yang satu ini. Seolah Ghea tidak ada takut-takutnya dikeluarkan dari sekolah.

Beberapa jam sebelumnya.

Ghea berjalan mengedap di koridor sekolah. Jangan tanyakan kenapa. Karena telat datang sudah menjadi makanan sehari-hari Ghea. Dan pagi ini pun, sama.

Cewek itu ketahuan oleh seorang guru. Siapa lagi kalau bukan Pak Ghani yang lagi mengontrol semua siswa dan siswi yang takutnya masih ada yang kelayapan di luar kelas.

Dugaan Pak Ghani benar, seorang siswi sedang mengedap di koridor dengan kepala yang celingukan.

"Ghea!" tegur Pak Ghani.

"Kamu terlambat lagi?" tanyanya dengan wajah garang menghampiri sang murid.

"Kamu itu. Ikut Bapak ke ruang BP!" titahnya berjalan lebih dulu dari Ghea.

**

"Kenapa loe, Ghe, dapat surat cinta lagi dari Pak Ghani?" cibir Tama teman sekelas Ghea.

"Aneh deh gue, Tam. Kok Pak Ghani demen banget ya kasih surat cinta buat bokap gue. Padahal dia tahu kalau bokap gue udah married sama nyokap. Aneh gak menurut loe?"

"Dasar pea! Loe-nya aja yang gak nyadar, demen banget bikin Pak Ghani kesel. Sampai kapan loe bakal bikin dia naik darah terus?" Ghea terkekeh ketika Tama menoyor pelipisnya tanpa sungkan. Percayalah, kedua makhluk gak waras itu selalu saling melengkapi.

Ghea yang gak waras. Dan Tama yang selalu menyadarkan Ghea akan tingkah khilaf yang selalu Ghea perbuat.

"Nanti kalau gue udah dapet pangeran yang tampan bakal taubat. Gue bakal nurunin darah Pak Ghani yang tinggi."

Bagaimana tidak dibilang gak waras. Lihatlah ketika Tama menyadarkannya, Ghea selalu menghindarinya dari sejuta kalimat yang banyak faedahnya dari Tama.

Katanya kalau Tama sudah ceramah, kuping Ghea akan terasa panas. Gak waras emang kan cewek itu. Mungkin di kupingnya terlalu banyak saiton yang menggantung.

"Kasihan bokap loe, Ghe!" sahut Tama lagi. Ghea justru menyimpan tangannya di kening Tama, seolah cewek itu tengah mengecek suhu tubuh sang sahabat. "Loe gak panas kok, Tam. Masih normal-normal aja," ucap Ghea yang langsung mendapat tatapan tajam Tama dan menyingkirkan tangan Ghea dari keningnya.

"Enggak, takutnya loe lagi sakit gitu. Kalau sakit kan gue bisa anter loe." Ghea menjeda. Ia turun dari duduknya di atas meja Tama.

Siaga satu.

"Anter loe ke rumah sakit jiwa. Hahaha ..." Tahu jika Tama akan mengejarnya. Ghea pun segera kabur dari kelas IPS dua. Kelas yang penuh dengan legenda. Legenda akan kenakalan Ghea.

"Loe yang gila, pea!" teriak Tama dari pintu kelas. Sedangkan Ghea, cewek itu sudah berlari jauh dari Tama. Dan tiba-tiba ...

Brukk!

Kontan tawa Tama membahana ketika melihat Ghea menubruk tubuh seorang guru yang sedang berjalan ke arahnya.

"******, loe, Ghe. Kualat loe sama gue!" Ledek Tama masih dengan tawanya.

Ghea memundurkan langkahnya, siap untuk kembali kabur lagi.

"Satu." Hitung cewek selebor itu dalam hati.

"Dua." Ia bergumam dengan mata terpejam.

"Kab--"

"Mau kemana kamu?" Pak Ghani menahan langkah Ghea dengan menarik kerah seragam cewek itu. "Kamu gak ada-"

"Bapak Ghani yang tampan, ganteng tapi tua. Maaf, gue - eh saya gak sengaja. Sumpah demi mendapatkan calon iman yang kaya Liminho deh, Pak. Saya gak sengaja," ucap Ghea memegang ujung seragam bawahnya yang ikut tertarik karena kerahnya ditarik Pak Ghani. Bahaya kan itu udel kalau kebuka. Aurat kan ya, nanti dikata india nyasar dari Bandung lagi sama Tama.

"Lari lapangan upacara seratus putaran! Sekarang! Gak ada penolakan! Kalau ngebantah, ditambah bersihin gudang pojok yang ada di belakang gedung aula! Mengerti?"

"Astaga naga, Bapak yakin mau hukum saya kaya gitu? Nanti muka saya yang kinclong kaya Dilalba Dilmurat gimana, Pak? Masya Alloh, Pak. Kalau hukum saya kaya gitu, mau Bapak saya kutuk jadi jelek. Eh ... tambah jelek, maksud saya?"

"GHEA!" Geram Pak Ghani yang sudah stadium akhir.

"Oke, Pak, oke. Ya Alloh ... nasib jadi cewek cantik kek gini amat ya. Bapak jangan terlalu ngefans sama saya makanya, Pak!"

"GHEA!"

"Iya, Pak, iya. Lepasin dulu napa kerah seragam saya. Ini udel saya udah kebuka, Pak. Takutnya dikira saya Katrina Khaif nyasar lagi. Kan tambah bahaya itu kala-"

"SE-KA-RANG!"

Pak Ghani pun melepas kerah baju Ghea. Membuat wajah cewek itu berubah memberung. "Bapak tanggung jawab sama skincare saya, ya, Pak!"

"Apa hubungannya?" tanya Pak Ghani setengah heran.

"Jelas ada lah, kan Bapak yang hukum saya lari lapangan. Kalau wajah saya berubah jadi dakocan, Bapak harus ganti skincare saya yang lebih mahal lagi!" Cerocos Ghea yang selalu tidak masuk akal. Membuat Pak Ghani harus lebih sabar menghadapi makhluk jenis cewek itu.

Ngomong-ngomong soal makhluk, Ghea itu makhluk jenis apa ya, kok selebor banget jadi cewek. Cantik iya, tapi gak terselip kata anggun sama sekali.

Ya iyalah, orang dia Ghea Virnafasya, bukan Anggun Lesmana.

"GHEA!"

"Bapak demen banget teriak-teriak, Pak. Nanti urat nadinya putus loh, Pak. Jangan teriak-teriak!" Ghea mendekatkan bibirnya pada telinga Pak Ghani, yang membuat Pak Ghani hera seketika. "Saya punya rahasia Bapak loh." Pak Ghani menoleh, tanda ia bertanya pada Ghea. Rahasia apa? Ghea mengangguk meyakinkan Pak Ghani.

"Apa?" Penasaran Pak Ghani.

"Rahasia ... kalau Bapak suka sama Bu Novi!" bisik Ghea pelan. Seolah jangan sampai ada yang tahu rahasianya Pak Ghani.

"GHEA!" sumpah demi apa pun itu, Pak Ghani sudah geram menghadapi anak didiknya yang satu ini.

Gak waras!

TBC

Uluh-uluh langsung tancap jempolnya yey...

Pertemuan Pertama

"Hei, cewek cantik tapi jomblo. Heran gue sama loe. Kenapa demen banget lari marathon di lapangan? Mau gaya atau cari muka?" Reza, si cowok tengil yang suka mencibir Ghea. Dia adalah ketua OSIS di SMA Garuda.

Ghea berhenti sejenak. Bertolak pinggang lalu berjalan melenggang ke arah Reza yang berada di sisi lapangan.

"Hei, cowok ganteng tapi buluk. Ngapain loe berdiri disitu. Bukannya belajar, malah gangguin orang!"

Ayolah, Reza dan Ghea yang bagai Tom And Jerry yang tidak pernah berdamai. Ghea selalu dendam pada si ketua OSIS yang katanya tampan itu.

Itu menurut analisa ciwi-ciwi alay yang suka mojok di kandang ayam. Berbeda dengan Ghea yang selalu tidak pernah menganggap cowok itu ada.

Tahukah, jika Reza yang pernah nembak Ghea sewaktu kelas tiga. Membuat cewek itu menjadi bahan bulian teman-temannya. Bayangkan saja, bagaimana malunya Ghea ketika Reza datang ke kelasnya dan langsung mencium pipi sang gadis kecil yang baru berumur sembilan tahun tersebut - yang belum mengerti apa itu pacaran.

"Loe bolos? Gue aduin sama Pak Ghani baru tahu rasa loe!" ancam Ghea dengan seringai di wajah cantiknya.

"Yehh ... loe pikir gue kek loe yang suka sama hukuman Pak Ghani. Gue pinter ya kalau loe lupa. Gue - ketua - OSIS!" tekan Reza yang membuat Ghea hanya tersenyum jenaka.

"Bodo amat!" Kemudia cewek yang terkenal dengan kejahilannya itu melenggang meneruskan hukuman dari Pak Ghani.

Sial! Pak Ghani memang tidak bisa diajak bernegoisasi jika sudah berhubungan dengan ketertiban sekolah.

Jam dua sore, Ghea baru menginjakkan kaki di depan rumahnya. Ia membuka pintu, melempar tas sekolahnya ke atas sofa. Kemudian tubuhnya ia hempaskan pada sofa panjang dan bersantai disana sambil memainkan benda pipih yang canggih.

"Bi, minum!" teriak Ghea. Tak lama satu gelas air mineral datang yang dibawakan oleh Bi May. Pembantunya yang sudah lama mengikuti keluargnya.

Ghea menerima gelas yang berisi air mineral. Melegutnya hingga habis lalu memberikan gelas kosong itu lagi pada Bi May. "Mama udah pulang belum, Bi?" tanyanya.

"Belum, Non."

"Bagus!" Seringai jahat pun muncul di wajah Ghea. Ia sudah merencanakan sesuatu untuk surat cinta yang diberikan Pak Ghani untuk orang tuanya.

"Bagus apanya, Non?" tanya Bi May penasaran. Memang, pembantu itu selalu saja kepo dengan anak majikannya ini.

Ghea mendelik, "dih ... kepo banget sih Si Bibi?"

"Maaf, Non. Kan kata Non Ghea kepo itu harus, biar kita pinter."

"Hah ... maksud gue tuh-"

"Ghea!" Panggilnya dengan teriakan dari luar rumah. Dan Ghea tahu suara siapa itu.

"Ghe, Ghe ..." seorang gadis berlari heboh masuk ke rumah Ghea.

"Paan sih, Cy. Kebiasaan loe teriak-teriak mulu deh. Bikin sakit telingan kucing gue aja tahu." Ghea memberengut kesal.

"Di bioskop, ada drama baru dari Yang yang,"

"Serius loe?" Ghea bertanya antusias. Percayalah, seorang Ghea Virnafasya adalah pencinta aktor Yang yang dari negri Tionghoa tersebut. Ia akan rela melakukan apa saja agar bisa menonton drama terbaru dari aktor favorit-nya.

"Yaudah, cabut yuk. Gue gak mau ketinggalan!" ujarnya penuh dengan semangat 45.

Ghea segera beranjak ke kamarnya yang ada di lantai dua. Ia bergegas berganti baju. Sedangkan Ocy, sahabat dunia akhiratnya itu menunggu di ruang tamu.

Satu jam sudah Ghea dan Ocy mengantri di lubang tikus pembelian karcis film yang akan ditontonnya. Antrian panjang membuat Ghea gerah sendiri apalagi dengan orang-orang yang berdesak-desakkan. Mengibaskan tangan untuk menghilangkan gerahnya pun Ghea lakukan. Tapi itu tetap tidak bisa membuat Ghea merasa lebih nyaman.

"Cy, loe nanti beli tiketnya dua, ya. Gue mau beli minuman dulu. Haus banget nih tenggorokan minta di banjari yang segar-segar." Akhirnya Ghea menyerah. Cewek itu tidak sanggup lagi menahan keringnya tenggorokan.

Setelahnya membeli minuman, Ghea kembali ke antrian sambil sesekali menyedot minumannya yang ia beli dengan wadah pelastik. Maaf beribu maaf, Ghea bukan tak mampu membeli minuman kaleng cola atau semacamnya. Ia hanya irit saja.

Tapi sial beribu-ribu sial, kaki jenjangnya kenapa harus menginjak kulit pisang yang terbaring di lantai keramik. Otomatis, tubuhnya langsung ambruk setelah menginjak kulit pisang yang lagi santai tersebut.

Tapi anehnya, tubuh Ghea tidak merasa linu apalagi sakit. Ia tengkurap. Tapi yang membuat dirinya merasa aneh, Ghea merasakan sesuatu yang mengeras dibawah sana. Kontan, Ghea membuka matanya lebar. Ia menjerit dan langsung bangkit. Bersamaan dengan bangkitnya Ghea, minuman yang terlempar jauh ke udara pun tumpah.

Tumpah mengenai wajah. Bukan wajah Ghea, melainkan wajah seseorang yang tadi Ghea tindih.

"Sialan!" umpat pria itu kesal. Bangkit lalu mengusap wajahnya dengan gerakan kasar.

Pria dengan kaos berwarna putih dibalut jaket bomber hitam. Wajah tampan dan cool dengan alis yang tebal. Ia menunjukkan rahangnya yang mengeras dan tatapan mata yang menusuk tajam. Tepat mengenai sasaran.

Dan anehnya, Ghea, bukannya minta maaf, cewek selebor itu justru tertawa membahana dengan rahang terbuka lebar. Saking enaknya, sampai ia memegangi perutnya. Membungkuk dengan kedua tangan meremas perut.

Sampai beberapa detik terus berjalan, Ghea masih asik dengan tawanya. Tetapi dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Juga masih mengingat-ngingat apa yang tadi terasa mengeras di atas pahanya.

"Sial! Kalau jalan bisa pake mata gak sih?" umpat pria itu dengan kesal. Wajahnya jangan ditanya lagi. Dari tampan kini berubah menjadi dakocan kecebur comberan. Apes memang.

"Ya Alloh ... Kai EXO!" Seolah Ghea lari dari kesalahan dan tidak ingin minta maaf. Gadis selebor itu malah berseru heboh, meneriaki pria itu dengan memanggil salah satu member boy band terkenal asal Korea, Kai EXO. Dengan wajah yang dibuat terkejut dan kedua tangan yang menangkupi kedua sisi wajahnya.

"Kamu, dasar gak waras!" umpat pria itu lagi dengan geram. "Tanggung jawab, kamu!"

Pandangan Ghea bukan terfokus pada pria itu. Ia justru mengedarkan pandangannya. Melihat orang-orang di sekitar bioskop sana yang sedang mengarah tatapan padanya.

Malu?

Sudah jelas. Menjadi pusat perhatian orang yang berlalu lalang membuat Ghea diterkam dengan malu yang sangat besar.

Eh emang Ghea masih punya urat malu, ya?

"Sorry-sorry, gue gak sengaja. Pelanin dikit napa ngomelnya. Malu ih dilihatin orang banyak!" Bisik Ghea mendekatkan diri pada pria itu.

"Harusnya kamu yang malu. Sudah menabrak saya, buat saya terjengkang dan sekarang wajah saya kena siram minuman kamu!" Masih dengan suara yang mengeras.

"Ya Alloh ... Oppa Kai, sorry the morry deh ya. Nih gue lapin ya mula loe. Biar kelihatan keceh badai lagi. Ya-ya-ya ..." Ghea mengambil tisu di dalam saku celananya. Lalu mengelapi wajah pria tersebut.

Ralat, hampir, karena belum juga tangan Ghea menyentuh wajahnya. Pria itu lebih dulu menahan agar tisu yang Ghea pegang tidak sampai menyentuh kulit wajahnya.

Bisa saja kesialan itu akan bertambah lagi, bukan?

TBC

Note Seizy :

Aow... tayang-tayang yang mampir disini. Ini cerita baru permulaan ye. Masih banyak kejutan yang cetar membahana lainnya... uwuuuuu

Be te we sapose yang Ghea tabrak itu? Penasaran kan? Bilang aja iya. Biar nyenengin hati ako.

Vote komen nya sertakan ya. Jangan lupa biar rame!!!!

Misi Penting

"Iya, Pak Dika, saya setuju-setuju saja. Nanti saya akan bicarakan dengan putri saya. Kalau begitu saya tutup sambungan teleponnya, ya, Pak. Selamat malam."

Itu adalah Jordan yang tiba-tiba menerima telepon dari rekan kerjanya juga calon besan yang putranya akan dikenalkan dengan sang putri. Ah bukan dikenalkan tapi dijodohkan.

Mahardika, yang akrab disapa Dika mengajak Jordan untuk makan malam di restoran miliknya. Mengajak istri dan tentu putrinya yang akan ia kenalkan dengan putra Pak Dika.

Di zaman sekarang masih saja ada orang tua yang menjodohkan anak-anaknya. Mereka kira ini zaman Siti Nurbaya apa?

Di dalam kamar yang bernuasa soft blu. Ghea tengah asik berguling-guling di atas kasur. Ia terkekeh, menutup wajah dengan bantal lalu menghentak-hentakan kedua kakinya. Ketika Ghea mengingat cowok tampan dengan mata sipit, bola mata indah, bibir merah, alis tebal, rahang sempurna dan ...

"Ya Alloh ... ganteng banget sumpah, gue mau banget kalau gue jadi istrinya. Oh Yang yang ... dia emang tipe gue banget." Racau Ghea ketika membayangkan wajah cowok tampan dengan perawakan dan wajah yang sempurna - yang tak sengaja ia tindiih di bioskop sore tadi.

Gak papa Ghea gagal nonton drama Yang yang. Gantinya lebih dari menonton drama Yang yang, bukan?

"Siapa sih cowok itu, pengen ketemu lagi, gue." Ghea gemas sendiri membayangkan cowok itu. Hentakan kedua kaki di atas kasur membuat sepre menjadi berantahkan. Ia kembali guling-guling, dan pada akhirnya Ghea sampai ...

Brukk!

"Aww .." pekiknya berusaha bangun dan memegangi bokoongnya yang mencium lantai kamarnya.

"Sialan! Sakit banget."

Gara-gara membayangkan wajah yang gak Ghea kenal membuatnya terjungkal ke atas lantai. Tapi setelahnya Ghea tergelak menyadari apa yang tadi terjadi.

Dasar gak waras!

**

"Pagi, Ma, Pa?" sapa Geri pada kedua orang tuanya. Ia menarik kursi makan lalu duduk disana.

"Pagi, Ger. Ganteng banget sih anak Mama. Wangi lagi. Hari ini kamu yakin udah siap mengajar? Kenapa sih kamu gak kerja di perusahaan Papa aja. Bantu Papa gitu, biar Papa gak kewalahan ngurus perusahaannya," ujar Dian, Mama Geri.

"Ada Adi kan, Ma." Jawab Geri datar. Ia menyendok nasi juga lauknya untuk sarapan.

Adi, ia adalah sang sepupu yang menjadi orang kepercayaan sang Papa dan tentunya Geri sendiri.

"Ger, Papa udah ngomong loh sama Pak Jordan. Dia siap mau ngenalin anaknya sama kamu. Kita akan makan malam. Tapi jadwalnya belum Papa atur lagi." Geri hanya mengangguk mengerti.

Geri Mahardika Putra. Putra tunggal dari salah satu pengusaha properti terbesar di Indonesia yang memiliki anak cabang dimana-mana. Bukan hanya satu atau dua, tapi cabangnya sudah lebih dari lima.

Dengan wajahnya yang tampan dan sempurna, Geri bukan berarti tidak bisa mendapatkan cewek yang dia mau. Bukan hanya satu atau dua rekan kerja Dika menawarkan untuk menjodohkan anaknya pada Geri. Tapi Geri selalu menolak dengan alasan yang selalu sama.

Siapa sih yang tidak mau putri mereka bersanding dengan Geri sang pewaris tunggal perusahaan yang bernama Putra Grup itu? Tapi ia enggan duduk di kursi kebesaran menggantikan sang Papa dan justru ia malah ingin menjadi seorang guru di salah satu sekolah ternama. Ah aneh sekali.

Katanya Geri ada misi penting, tapi misi apa itu? Dika sendiri pun begitu mendukung keputusan Geri walau berat bagi Dika untuk mengizinkan putranya menjadi seorang guru.

Dika mengerti dengan alasan yang Geri berikan. Di umur Geri yang menginjak 29 tahun, membuat dia pantas untuk segera membina rumah tangga, bukan?

Awalnya Dika selalu merasa takut karena Geri tidak pernah mengenalkan cewek pada orang tuanya. Ah boro-boro mau mengenalkan, dekat dengan cewek saja Geri tidak pernah.

"Secantik apa sih ceweknya, Pa. Kenapa Papa ngebet banget mau jodohin Geri sama cewek itu?"

Dika menoleh pada Geri sebelum ia menjawab pertanyaan Dian. "Nanti juga Mama tahu kalau udah kenalan."

"Ck!" decakan itu keluar dari mulut Dian. Ia tidak mengerti dengan suaminya yang lebih memilih menjodohkan Geri dari pada Geri sendiri yang mencari pendamping untuk hidupnya. Dan anehnya lagi, putra tampannya itu mau-mau saja dijodohkan oleh sang Papa.

**

Jam sudah menunjukan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Yang artinya Ghea telat. Lagi. Dan pagi ini ia beruntung tidak ada Pak Ghani yang selalu mejeng di depan gerbang. Yes! Seru Ghea girang.

Ia masuk melewati celah gerbang yang terbuka. Sebelum nantinya ketahuan Pak Ghani atau guru lainnya, Ghea berlari melewati setiap lorong sekolah yang panjang hingga sampai ke kelasnya.

Dan lagi-lagi, kenapa setiap pagi Ghea selalu sial sih? Ia juga merasa aneh dengan setiap paginya. Ghea menubruk dada seseorang di depan pintu kelas.

Ghea memejamkan matanya rapat. Hatinya terus merutuk. Apa itu Pak Ghani? Kalau ia, kesialannya akan makin bertambah kali lipat karena ia pasti akan dihukum. Hah ... masa ia setiap pagi Ghea harus lari lapangan basket sih, bisa kurus nanti tubuhnya yang sudah termasuk ideal seperti Nancy Momoland. Terus nantinya gak bakal ada yang mau menjadi suaminya. Oh tidak-tidak!

"Sorry, Pak, gak sengaja." pekiknya. Membuka mata pelan tapi dengan wajah yang masih menunduk. Matanya mengarah pada sepatu mengkilat hitam yang seseorang itu pakai.

"Telat?" tanya guru itu dengan suara khas yang tegas. Jelas saja guru itu bertanya demikian pada Ghea. Wong guru itu melihat Ghea masih menggendong tasnya. Dan guru itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Ghea tergugu mendengar suaranya. Eh tapi itu seperti bukan suara Pak Ghani, ya? Bukan juga suara Pak Zaki. Lantas suara siapa yang menggema di depan Ghea itu?

Perlahan tapi pasti, Ghea mengangkat wajahnya. Begitu Ghea melihat wajah siapa yang ada di hadapannya, kontan mata Ghea membulat sempurna. Rahangnya pun sampai terbuka. "Ya Allah ... Oppa Kai, kenapa ada di sini lagi?" pekik Ghea tak percaya. Membuat teman-teman kelasnya yang sudah terduduk pun menguluum senyum atas perkataan cewek selebor itu.

Geri mengangkat kedua alisnya. cewek ini lagi. Gumamnya dalam hati.

"Kenapa Oppa Kai ada disini? Cari gue, ya, atau mau ngajakin gue kencan. Ya ampun, sayang beribu sayang, gue gak bisa karena harus belajar dulu. Nanti deh, ya, kalau udah kelar sekolahnya kalau mau ajak gue kencan." cerocos Ghea tidak tahu malu. Geri mengurut pangkal hidungnya yang tiba-tiba berdenyut kencang.

Ghea mendekatkan wajahnya, membuat Geri memundurkan wajahnya untuk memberi jarak. "Atau loe ketagihan sama bibir gue, ya? Ayo ngaku?" cibir Ghea dengan kekehan pelan dan gayanya yang centil. Ia mencolek perut Geri dengan jari telunjuknya. Yang spontan Geri memberikan pelototan tajam pada Ghea.

Sekelebat bayangan sewaktu Ghea menindiih tubuh Geri di Bioskop kala itu, tak sengaja bibir Ghea juga berlabuh pada bibir Geri.

"Ghea!"

Spontan Ghea menjauhkan tubuh dari Geri. Ia menoleh pada suara barinton yang sudah sangat Ghea hafal di pendengarannya. Siapa lagi kalau bukan Pak Ghani.

Pak Ghani menghampiri Ghea dan Geri yang keduanya mematung di pintu depan kelas. Membuat semua murid mengarahkan pandangannya pada drama yang akan terjadi selanjutnya.

"Maaf, Pak Geri, murid yang satu ini memang rada sholehah," sahut Pak Ghani sungkan.

"Yey, Bapak baru tahu apa baru tempe kalau saya murid paling sholehah di sekolah ini?" Pede sekali Ghea berkata demikian. Belum tahu aja sekarang masalah besar sedang menunggunya.

"Kalau gak sholehah gak mungkin dong, ya, Oppa Kai mau ngajak saya kencan. Sampai-sampai nyamperin saya ke sekolah ini. Uwu ... so sweate banget sih Oppa Kai ini."

Geri merasa perutnya tiba-tiba mules mendengar cerocosan Ghea yang unfaedah itu. Sementara Pak Ghani lagi-lagi hanya bisa menghela nafas malu. "Ini Pak Geri, Ghea, guru yang menggantikan Pak Zaki!"

"What the-"

TBC

Gimana-gimana ... astaga Ghea sumpah pen nabok lambe turahnya deh. wkwkwk

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!