Hari minggu hari yang ditunggu bagi sebagian besar orang, tapi tidak halnya dengan Rista. Dia merasa minggu hanya bikin bete, karena minggu dia enggak ada praktek, kalaupun ke RS hanya pagi aja untuk visit pasien. Benar-benar jenuh, lima sahabatnya sudah sibuk dengan keluarganya masing masing.
Minggu pagi ini setelah kunjungan visit ke RS Rista memutuskan jalan-jalan ke mall sambil belanja kebutuhan bulanan. Sebenernya kebutuhan dia juga tidak terlalu banyak, hidup sendiri tanpa pasangan dan anak membuat dia tidak terlalu banyak membutuhkan bahan makanan atau kebutuhan yang lain.
Ketika kaki dan matanya telah lelah berjalan jalan Rista memutuskan pulang, saat melewati sebuah tempat permainan anak-anak dia melihat seorang anak laki-laki kira-kira usia tujuh tahun yang berdiri sambil memegang beberapa lembar kupon hasil permainan, anak itu tidak menangis namun dari wajahnya dia nampak gelisah dan takut seperti mencari seseorang.
Rista yang memang senang dengan anak-anak dan sangat perduli dengan anak kecil merasa iba pada anak itu, dia menghampiri anak itu.
"Kamu menunggu ibumu?", Rista bertanya pada anak itu
Anak itu hanya menggeleng.
"Aku menunggu papaku, aku disuruh menunggu disini tapi hampir satu jam aku disini papaku tak kunjung menjemputku," anak itu menjelaskan dengan suara lemah.
"Mau aku temani?" tanya Rista.
Anak itu mengangguk pelan.
Kebetulan didekat tempat permainan itu ada kedai minuman, "'Kamu mau minum apa?" Rista menawarkan membelikan anak itu minuman.
Anak itu menggeleng, mungkin dia takut.
"Tidak apa-apa, kelihatannya kamu haus, orange juice gimana suka enggak atau milk shake?" Rista menawarkan dengan suara lembut.
Anak itu menggangguk, "Milk shake saja tante."
"Ok", kemudian Rista memesan ke kedai minuman. Setelah selesai diberikan minuman itu ke anak kecil itu "Minumlah biar hatimu sedikit tenang."
Hampir tiga puluh menit Rista menemani anak itu tapi tanda-tanda ayahnya datang tak kunjung tiba, apa yang sebenarnya terjadi batin Rista.
"Bagaimana kalau kita umumin di pusat informasi? Mungkin ayahmu dengar dan bisa segera menjemputmu" tanya Rista sambil mengelus kepala anak itu
Anak itu mengangguk.
"Ok, saya butuh nama kamu dan nama ayah kamu."
"Namaku Evan, nama papaku Rizky."
Rista segera bergegas ke pusat informasi sambil menggandeng bocah laki-laki tersebut.
"Mbak, bisa diumumin ya, untuk bapak Rizky ditunggu putranya di pusat informasi." Rista meminta tolong pegawai informasi mall
"Baik bu akan saya umumkan." Terdengar beberapa kali petugas informasi mengumumkan.
Sampai 15 menit tetap tidak ada tanda-tanda ayah itu bocah datang.
Rista mulai gusar dalam fikirannya apa ayah anak ini sengaja membuangnya, Aduh kok jadi berfikiran jelek," batin Rista.
"Apa kau tau nomer telepon ayahmu?"
Anak itu menggeleng pelan.
"Apakah kamu tau rumahmu?"
Anak itu mengangguk.
"Baik, aku akan mengantarmu pulang."
Anak Itu mengangguk. Harusnya seorang anak diminta menghapal nomet telepon orang tua atau nomer telpon rumah untuk berjaga-jaga anak lepas dari orang tua atau tersesat ketika bepergian di luar.
Ternyata alamat rumah anak itu dekat dengan rumah Rista, satu komplek perumahan cuman beda blok.
"Kamu kelas berapa?" Rista membuka percakapan di mobil dengan anak itu.
"Kelas 2," jawab anak itu singkat.
Pantesan dia sudah paham alamat rumahnya pikir Rista dalam hati.
Setelah hampir 30 menit Rista sampai di rumah yang ditunjukan oleh Evan, "Benar yang ini rumahmu?" tanya Rista memastikan.
Anak itu mengangguk dan membuka pintu mobil Rista, Rista mengikutinya dari belakang. Pagar rumah itu tidak dikunci, tidak nampak ada mobil yang terparkir di garasi. Evan segera berlari masuk ke halaman rumahnya sambil memanggil mbak Sit
i, lalu muncul wanita umur tiga puluhan dari dalam rumah
"Mbak, apa papa sudah pulang?" tanya Evan pada mbak Siti.
"Loh bukannya tadi papa kakak pergi ama kakak, lah kakak pulang sama siapa?" tanya mbak Siti.
"Tadi papa menyuruhku untuk menunggu ditempat mainan tapi papa gak datang-datang menjemput, aku dianter pulang sama tante itu," jawab Evan sambil menunjuk Rista yg berdiri agak jauh
Rista tersenyum pada mbak Siti, "Maaf apakah mbak ada nomer ponsel papa Evan, mungkin bisa ditelpon untuk dikabari kalau Evan sudah pulang ke rumah, takutnya papanya mencarinya"
"Sebentar saya ambilkan ponsel saya," mbak Siti bergegas masuk ke dalam rumah, kemudian dia membawa ponselnya.
"Coba saya telponkan bapak dulu," mbak Siti menekan nomer majikannya dan terhubung tapi tidak diangkat, sampai tiga kali mencoba sama tidak diangkat juga.
"Ya sudah mbak, nanti coba lagi ya atau kirim pesan saja, saya mau pamit pulang" Rista pamit ke mbak Siti dan Evan.
"Terima kasih banyak, ibu mau mengantar kakak pulang." mbak Siti mengucapkan terima kasih sambil sedikit menunduk ke Rista.
"Sama sama mbak, saya pamit ya assalamualaikum," Rista melangkah menuju mobilnya.
"Rumahnya cukup mewah pasti ayahnya bukan orang sembarangan tapi kenapa bisa meninggalkan anaknya begitu saja" batin Rista dalam hati
Bersambung
Semoga suka ya... Maaf kalau belum bagus tulisannya😊
Senin pagi setelah subuh group Mam - one (bacanya mam minus one) sudah ramai berkicau di WA
AYU
"Hari ini kita pakai baju warna apa ya?"
LUNA
"Warna apa aja asal gak warna pink."
KATRIN
"Emang kenapa dengan warna pink?"
LUNA
"Suamiku gak suka kalau aku pakai baju warna pink."
AYU
"Emang kita mau bergayanya didepan suami kamu? Kalau nurutin suami kamu itu ya pasti maunya kamu gak usah pakai baju 😁🤣🤣... "
MILA
"Emang suami kamu gak gitu Yu?😜"
KATRIN
"Udah, pagi-pagi jangan ngomongin gak pakai baju entar jadi gak berangkat kerja, ngelanjutin kerja yang semalem 😂😂😂.. "
MAYA
"Sudah pakai baju warna hijau aja."
AYU
"Baik bu direktur 🙏🙏🙏.. "
RISTA
"Kalau udah yang ngomong bu direktur semua pada patuh termasuk para suami 😁😁😁.. "
Begitulah rutinitas di grup WA mereka, mereka berenam sudah berteman dari jaman pertama kali masuk kuliah kedokteran, bila dihitung sudah lebih dari 20 tahun mereka berteman.
Dan disini mereka sekarang bekerja di satu rumah sakit yang sama, dimana Maya menjadi direktur rumah sakit tersebut. Ayah Maya adalah pemilik dari rumah sakit.
"Selamat pagi dok," sapa satpam rumah sakit pada Rista yang baru masuk pintu utama.
"Pagi pak," sahut Rista
Rista segera bergegas ke lantai 4 ruangan rawat inap anak, segera para perawat menghampirinya sambil membawa berkas pasien rawat inap yang akan di periksa oleh Rista.
"Huwhuwa...." Suara seorang anak laki-laki menangis ketika tau dokter dan perawat masuk.
"Diperiksa dulu ya perutnya." Rista mendekati anak tersebut tapi anak itu ketakutan dan semakin menangis meronta-ronta, ibunya sampai kuwalahan. Akhirnya ibunya dibantu perawat untuk memegangi anak itu, Rista mulai memeriksa anak tersebut. "Sudah...bu dokter cuman mau pegang aja kok, enggak sakit kan?"
"Karena pinter ini ama bu dokter dikasih stiker ultraman," Rista menyodorkan stiker bergambar ultraman pada anak itu. Anak itu nampak senang dan berhenti menangis.
Setelah selesai visit pasien Rista segera beralih ke poli Anak dilantai 5, udah banyak pasien yang datang. "Pagi dok," sapa suster yang bertugas di poli Anak.
"Pagi juga" sahut Rista."
"Pasien hari ini lumayan banyak dok, bisa mulai sekarang dok?"
"Mulai sekarang aja sus, biar entar selesainya gak terlalu siang"
"Siap dok,"
Rista mulai memeriksa pasiennya satu persatu, tidak terasa sudah dua jam tapi pasien yang menunggu diluar masih ada beberapa.
"Siang dok." sapa suster didepan ruangan Rista kepada Katrin yang barusan datang
"Dokter Rista banyak pasiennya enggak?" tanya Katrin.
"Hari ini tadi lumayan banyak dok, tapi ini sudah tinggal 4 orang. "
"Boleh saya menyela sebentar setelah pasien yang didalam keluar?"
"Boleh dok."
Ketika pasien yang didalam ruang periksa Rista keluar, suster segera mempersilakan Katrin masuk.
"Tumben kamu kesini? Anak kamu sakit?" tanya Rista pada Katrin yang masuk ruangannya
"Enggak, ada yang sedikit mau aku bicarakan ama kamu aja."
"Jangan lama-lama kasihan pasien yang diluar."
"Ris, jangan lupa sabtu besok datang kerumah ya, ulang tahun mario (anak Katrin yang paling bontot)"
"Iya, enggak lupa aku, mau ngomong gitu aja pakai kesini."
"Nanti hari sabtu itu aku mau kenalkan kamu sama teman mas Bram, dokter kandungan juga, duda anaknya satu istrinya meninggal, dia salah satu owner RSIA Kenari. Mau ya Ris?" tanya Katrin pada Rista dengan wajah berharap.
Rista hanya tersenyum, ini kesekian kalinya sahabat sahabatnya berusaha menjodokan dirinya, namun tidak pernah ada satupun yang cocok.
"Iya, kita liat aja nanti, sekarang pasienku masih ada yang menunggu." jawab Rista sambil berdiri dari kursinya.
Katrin pun akhirnya berdiri dan berjalan menuju pintu keluar, sebelum dia membuka pintu dia kembali menoleh RIsta, "Aku harap kamu mau membuka hati bukan malah menutup rapat, dan kita semua ingin kamu bahagia."
Katrin keluar dari ruangan Rista, "Next sus, makasi ya." Katrin memberi kode ke suster di depan ruang Rista kalau dia sudah selesai.
Setelah semua pasiennya habis Rista masih diruangannya untuk membuat beberapa laporan, ternyata sudah hampir jam 12 siang, dia segera bergegas mengambil air wudhu karena suara adzan dhuhur sudah terdengar, Rista sholat diruangannya. Setelah sholat dia turun ke lantai 3, menuju keruangan Katrin tempat dimana ke enam sahabat itu selalu berkumpul untuk makan siang sambil ber ghibah ria.
Di ruangan Katrin sudah nampak Ayu, Mila, Maya dan Katrin, "Wah makan besar ini ya" Rista berkata sambil ambil posisi duduk disebelah Maya
Nampak dimeja banyak makanan ada resoles, ada spikoe, ada puding. Mereka emang terbiasa saling membawa makanan atau kadang mereka pesan makanan untuk dimakan bersama-sama.
"Siapa yang bawa makanan ini?" tanya Rista sambil mencomot satu resoles.
"Ayu" jawab Mila "Biasa menantu kesayangan, mertuanya gak tega kalau Ayu kelaparan sampai dikirimin kue sebanyak ini."
'Emang tadi mertuamu yang nganter makanan ini ke sini?" tanya Maya
Ayu hanya mengangguk
"wah bener bener menantu kesayangan kamu, sampai mertua kamu rela nganterin sendiri kesini" Rista bersuara kembali
"Makanya kamu juga cepat cari mertua biar ada yang manjain." jawab Katrin sambil tersenyum pada Rista.
Rista hanya tersenyum kecut.
"Si Luna mana kok ga nongol-nongol?" tanya Ayu.
"Lagi ama suami tercintanya" saut Mila "Tadi aku mampir keruangan dia ternyata si pecemburu itu sudah ada di ruangan Luna."
"Bakalan gak bisa ngumpul disini dia." ucap Katrin sambil terkekeh.
"Kok kuat ya si Luna punya suami kayak gitu, dikintili kemana-mana, emang suaminya itu ga kerja apa ya?" tanya Maya.
"Suaminya kan punya usaha forwarding tapi tetep aja pekerjaan utama dia ngintili si Luna."jawab Mila sambil tertawa
"Gosipin aku ya?" kata Luna yang tiba tiba masuk ruangan Katrin.
"Panjang umur kamu Lun." kata Ayu "Ini ada spikoe kesukaan kamu."
Luna duduk disebelah Rista sambil mencomot spikoe.
"Habis ditemani suami tersayang kok muka ditekuk gitu" Mila menggoda Luna.
"Apaan sih," jawab Luna dengan bibir cemberut.
"ini ga ada yang pesan makanan dikantin?" tanya Maya.
"Kalau aku makan kue Ayu yang segini banyaknya rasanya udah kenyang." ucap Rista
Akhirnya tidak ada yang pesan makan siang, jam 1 lebih mereka membubarkan diri untuk beraktifitas ke ruangan masing-masing.
Sebelum kembali ke ruangan Mila berkata ke Rista "Entar aku pulang nebeng kamu ya karena suamiku gak bisa jemput."
"Beres." jawab Rista.
Rumah Mila dan Rista berdekatan hanya selisi beberapa rumah aja.
Pukul 3 sore Risna udah bersiap untuk pulang, dia menghampiri Mila diruangannya. "Jadi nebeng aku enggak kamu?" tanya Rista pada Mila yang sedang sibuk merapikan mejanya.
"jadi dong."
"Ayo cepetan, kasihan pasienku yang nunggu dirumah kalau aku datang terlambat."
Mereka berdua menuju parkiran dan masuk ke mobil Rista.
Ketika diperjalanan Mila membuka obrolan "Kemarin waktu seminar di Solo aku ketemu ama Arief."
Rista yang mendengar nama orang yang selalu tersimpan dalam hati disebut agak kaget. Separo dirinya belum rela melepaskan karena dia masih memiliki banyak harapan. Mantan harusnya dibuang bukan dikenang apalagi diharapkan...... Sadar Rista
Bersambung.....
Ketika tiba dirumah pasien yang menunggu sudah lumayan banyak, Rista masuk ke rumah untuk mandi terlebih dahulu sebelum memulai prakteknya.
Setelah selesai praktek Rista mengistirahatkan tubuhnya di kamar, berganti pakai untuk bersiap tidur, sambil membaringkan tubuhnya di ranjang dia membuka ponselnya, teringat omongan Mila tadi sore tentang dia yang bertemu Arief.
Kenangan akan Arief muncul kembali, dibukanya album foto di ponselnya masih tersimpan rapi foto dirinya dan Arief pada masa masa mereka masih menjalin hubungan.
Flash Back
"Jangan pernah tinggalkan aku ya Ris, aku tidak mungkin bisa menjalani hari hari tanpa kamu," Arief mengucapkan sambil bersandar di pundak Rista.
Rista hanya tersenyum sambil membaca laporan kerja prakteknya hari ini.
"Kamu dengar enggak sih Ris aku bicara?" Arief mengangkat kepalanya dari bahu Rista dan duduk berjongkok dihadapan Rista.
"Ya denger lah Rif, aku masih belum tuli cuman aku males aja karena bicaramu kesannya gombal banget," ucap Rista sambil tersenyum dan kedua tangannya mencubit pipi Arief .
Rista dan Arief memutuskan menjalin hubungan lebih dari teman sejak mereka semester satu di fakultas kedokteran, keduanya sama sama merupakan mahasiswa yang pintar.
"Ris, sebentar lagi kita menyelesaikan pendidikan profesi kita, bagaimana kalau kita nikah?" ucap Arief sambil menggenggam tangan Rista.
"Nikah?" Rista bertanya dengan nada kaget.
"Iya nikah, biar kita gak menambah dosa, kamu fikir kita pegang pegangan tangan gini gak dosa,"
"Kalau udah tau dosa ya jangan dipegang." Rista menarik tangannya yang dipegang Arief.
"Kamu takut kalau nikah sama aku entar aku tidak bisa menghidupi kamu ya Ris? Aku akan berjuang sekuat tenaga buat membahagiakan kamu meskipun mungkin aku bukan dari keluarga kaya namun aku yakin aku bisa bikin kamu bahagia."
Rista tersenyum mendengar apa yang diutarakan Arief, dalam hatinya berbunga-bunga, dia merasa selama ini memang Arief benar-benar merupakan laki- laki yang selalu menjaganya dan menjadi sandaran hatinya, namun untuk menikah dalam waktu dekat Rista masih belum siap.
"Bagaimana kalau satu dua tahun lagi kita nikahnya?" tanya Rista dengan nada serius.
"Bukannya niat baik itu harus disegerakan," jawab Arief.
"Iya sih, cuman menikah itu untuk seumur hidup, kita harus memikirkan dengan matang."
"Ya sudah lah, terserah kamu Ris." wajah Arief nampak kecewa.
Flash Back off
Setiap mengingat kenangan bersama Arief mata Riska selalu tidak bisa membendung air matanya. "Kenapa aku masih sangat merindukan kehadiranmu, bahkan untuk menghapus namamu dalam hati dan fikiranku aku belum sanggup."
Bayang bayang akan Arief membuat Rista tidak bisa membuka hati untuk kehadiran laki laki lain. Bahkan diusianya yang hampir 40 tahun dia masih tetap menutup rapat hatinya.
Ting... bunyi nada pesan masuk dari ponselnya menyadarkan Rista dari lamunannya tentang Arief.
Mila
"Assalamualaikum, non besok aku nebeng lagi ya, ternyata besok suamiku anter anak anak pertandingan berangkatnya pagi pagi sekali, boleh ya?"
RISTA
"Waalaikumsalam, siap."
MILA
"Thank ya bu dokter yang cantik."
Rista mencoba untuk memejamkan matanya, kadang dia berharap bermimpi bertemu Arief, walaupun hanya dalam mimpi dia akan bahagia.
****
Adzan subuh membangunkan Rista dari tidurnya. Dia segera menuju kamar mandi, membersihkan diri dan berwudhu. Usai sholat dia segera menyiapkan diri berangkat karena dia akan sampai di rumah sakit pukul setengah tujuh.
"Selamat pagi Bik," sapa Rista pada Bik Jum yang bekerja membantunya di rumah sejak orang tua Rista masih ada.
"Pagi mbak, hari ini mbak Rista mau bawa bekal tidak," tanya Bik Jum
"Enggak usah Bik," jawab Riska sambil duduk di meja makan dan menikmati sarapan yang telah di siapkan Bik Jum.
Ting tong
Ting tong
Suara bell pagar rumah Rista berbunyi
"Coba liat Bik siapa yang datang, kalau dokter Mila yang datang suruh masuk aja,"
"Iya mbak," Bik Jum bergegas menuju keluar.
"Assalamualaikum Bu dokter cantik," Mila menghampiri Rista yang duduk di meja makan.
"Waalaikumsalam, beneran tebakan aku pasti kamu yang datang, ayo sarapan dulu,"
"Makasi, aku udah sarapan tadi dirumah," ucap Mila sambil duduk di depan Rista.
"Kamu sekarang kalau pagi gak buka praktek dirumah? " tanya Mila.
"Enggak, capek mil, gak tau kenapa sekarang rasanya badan ini gampang banget capek,"
"Makanya cepet cari teman tidur biar ada yang pijetin kalau malam," ucap Mila sambil tersenyum.
Rista hanya tersenyum masam mendengar ucapan Mila, "Udah ayo berangkat, entar keburu macet," Rista mengambil tas kerjanya dan berjalan menuju garasi diikuti Mila.
Bik Jum membukakan pagar,.
"Bik, saya berangkat dulu ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam,"
Rista melajukan mobilnya, Mila duduk manis disampingnya
"Waktu kamu ketemu Arief dia tanya tanya soal aku enggak?" Rista bertanya pada Mila.
"Dia tanya kabar semua sih, aku tidak ngobrol lama kok sama dia," ucap Mila, dalam hatinya Mila berbisik "Maafkan aku Ris aku berbohong, sebenarnya Arief banyak tanya tanya soal kamu, bahkan dia minta no hp kamu tapi aku tidak kasih dengan alasan hp aku ketinggalan di hotel".
"Kamu udah beli kado untuk ulang tahun anak Katrin besok sabtu?" tanya Mila mengalihkan pembicaraan Rista soal Arief.
"belum, enaknya dikado apa ya?" Rista balik bertanya
"Dikado buku atau mainan aja kali ya, entar pas makan siang jalan ke mall deket rumah sakit aja gimana, cari kado disana," usul Mila
"Tapi entar kalau si Katrin ikut gimana?"
"Ya biarin aja, malah enak biar dia yang pilihkan jadi kita gak bingung."
Rista hanya tersenyum mendengar jawaban Mila yang kadang emang terlalu santai berfikirnya.
****
Ketika jam makan siang Mila menghampiri Rista di ruangannya, diliatnya Rista masih sholat dhuhur, dia menunggu dan duduk di meja kerja Rista, tanpa sengaja matanya melihat foto berukuran kecil yang ditempel diprinter, diamati lebih dekat foto tersebut, diliatnya ternyata foto Rista dan Arief "Ya Allah Rista mengapa kamu masih sulit melupakan Arief," batin Mila.
"Hayo liat apa?" Rista memegang pundak Mila dari belakang
Mila terkejut dan berbalik memandang Rista "Pantesan kamu belum bisa move on dari Arief ternyata kamu masih tenggelam dalam bayang bayang dia, lupakan dia Rista, kamu tidak akan mendapat kebahagian jika begini terus," ucap Mila sambil memegang tangan Rista
"Terus terang sampai detik ini aku belum bisa melupakan dia, mungkin kamu benar aku telah tenggelam, bahkan aku tenggelam ke dalam lautan cinta Arief yang membuat aku tidak punya tenaga untuk naik ke permukaan." ucap Rista sambil matanya berkaca kaca
Mila memeluk Rista "Isitifar Ris, lupakan Arief, dia sudah bahagia,"
"Aku belum bisa Mil, hatiku masih benar-benar mengharapkan dia," ucap Rista dengan air mata yang mulai menetes.
"Kamu pasti bisa Ris, kita akan membantu mengangkatmu dari dasar lautan cinta Arief yang telah menenggelamkanmu."
Rista hanya terdiam sambil menghapus air matanya.
*
*
Bersambung
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!