NovelToon NovelToon

PHP Girl

Bab 1

Meja kerja Indira sudah di penuhi setumpuk berkas. Sedari tadi dia sibuk membuka lembaran demi lembaran. Indira seorang pengacara dan saat ini tengah serius menangani kasus perceraian sahabatnya, Santi.

Santi mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tubuhnya di penuhi dengan bekas pukulan. Sang suami yang ringan tangan sering kali mendarat pukulan di tubuhnya. Selama ini dia hanya diam dan terus bertahan mempertahankan rumah tangga. Sampai akhirnya buah hati tercinta juga harus merasakan pukulan sang suami. Hingga akhirnya Santi tersadar mempertahatankan rumah tangga tiada artinya, hanya penderitaan yang dia dapat. Sekian lama berpikir akhirnya Santi memutuskan untuk bercerai dan memperebutkan hak asuh anak menjadi miliknya. Tetapi yang menjadi masalah Santi hanya seorang Ibu rumah tangga tanpa penghasilan, terlebih Bram suaminya selalu bersilat lidah dan menuding Santi menelantarkan anak dan suami. Membuat reputasinya jelek dihadapan orang lain. Rasanya berat untuk mendapatkan hak asuh anaknya jika tanpa bukti kekerasaran yang dilakukan Bram.

💐💐💐

Seseorang menaruh sebuah kotak yang terbungkus rapi dihiasi dengan pita yang cantik di atas meja kerja Indira.

“Ada paket bu,” ucap Juki. Office Boy tempat Indira bekerja.

“Terima kasih Juki! “jawab Indira sopan dengan tersenyum ramah.

“Sama-sama bu,” sahut Juki berjalan pergi sambil bersenandung dengan suara yang pelan dan menggoyangkan badannya mengikuti irama nyanyiannya. Juki selalu begitu, selalu gembira melakukan pekerjaannya seolah tanpa beban.

Indira hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Juki.

Dipandangnya dengan senduh bingkisan indah yang tergeletak di atas meja. Terbalut dengan kertas kado berwarna merah jambu, bercorak aneka bunga. Warna kesukaannya. Tampak di atasnya sebuah tulisan yang rapi ‘Teruntuk Ananda Tersayang Indira Prameswari’.

Matanya berkaca-kaca. Diraihnya bingkisan itu dengan tangan gemetar. Selalu penuh drama derai air mata saat Bunda Indira mengirimkan sesuatu untuknya. Rasa rindu yang mendalam begitu menyiksa batin terhalang pada ego yang besar. Indira melirik ke arah kalender yang terletak di sudut meja kerjanya. Tanggal dua Mei. Hari ulang tahunnya, yang bahkan dia lupakan karena banyaknya pekerjaan akhir-akhir ini. Bundanya memang selalu mengirimkan bingkisan setiap Indira berulang tahun.

Rasanya sayang untuk membuka bingkisan, ia begitu cantik dipandang mata tapi Indira penasaran apa isinya. Perlahan Indira merobek kertas kado cantik itu. Lalu membuka kotak yang ada di baliknya. Tampak ada sebuah Syal yang terbuat dari benang sutra di dalamnya dan di salah satu sudutnya terdapat ukiran ‘My Love Indira’ lengkap dengan lambang hati yang di sulam rapi dan setangkai bunga mawar merah segar.

Indira mencium syal itu penuh haru. Lalu memeluknya di dada seolah memeluk bundanya. Dilanjutkan menghirup aroma bunga mawar. Harum semerbak bunga mawar begitu menenangkan. Secarik kertas jatuh di pangkuannya saat Indira hendak mengembalikan syal ke dalam kotak. Tulisan tangan yang rapi dengan tinta hitam. Tulisan sang bunda. Terdapat beberapa kerutan seperti terkena air di atas kertas.

Bagaimana kabar Malaikat kecil bunda

Bunda berharap Indira selalu dalam keadaan baik

Maaf menyapamu seperti itu, karena Indira akan selalu menjadi Malaikat kecil di hati bunda

Tepat hari ini ananda tercinta terlahir ke dunia 26 tahun silam, betapa indahnya momen waktu itu saat Malaikat kecil menggenggam tangan bunda. Alangkah indah bila saat ini bunda dapat memelukmu erat penuh kehangatan. Bunda akan selalu menunggu saat seperti itu tiba ketika Ananda pulang nanti.

Jaga kesehatan, bunda tidak ingin Malaikat kecil bunda jatuh sakit.

Cium dan peluk sayang..

Bunda yang merindukanmu dan menyayangimu selalu.

*NB : Ngambeknya jangan lama-lama ya sayang. Segeralah pulang.

Buliran air mata yang tadinya menetes dari ujung kelopak mata jatuh melewati pipi Indira seketika terhenti melihat kalimat di akhir surat. Indira memanyunkan bibirnya. Kesal.

Indira merupakan anak semata wayang. Tumbuh di tengah keluarga serba berkecukupan dengan kasih sayang kedua orang tuanya. Ibunya sangat memanjakan Indira. Di rumah dia bagai Tuan Putri yang dilayani dayang-dayang. Yang langsung datang bila di perlukan.

Memiliki nilai akademis yang bagus, hari-hari hanya di habiskan untuk belajar dan membaca buku. Yang memilih mengurung diri di kamar ketimbang mejeng ke Mall. Gadis manis berkaca mata, gigi kawat dan buku yang selalu ada di tangan.

Hingga suatu hari ketika Papanya meminta Indira untuk mencari pria yang akan mendampinginya kelak. Tetapi Indira menolak.

Papa : Indira pacar kamu mana? gak pernah dikenalkan dengan papa.

Indira : Nggak punya!

Papa : Looh loh loh.. masa tidak punya! Anak papa cantik begini kok tidak punya.

Indira : Belum nemu. Lagian aku belum mau pacaran.

Papa : Ya dicari dong Indira dan mengapa tidak mau pacaran. Kamu sudah dewasa, kalau gak dicari kapan kamu menikahnya.

Indira : Nggak punya waktu.

Papa : Kalau begitu papa jodohi sama anak teman papa mau ya.

Indira : Nggak mau ah.. pasti jelek dan gak laku-laku.

Papa : Sok tahu kamu.

Indira : Pokoknya aku gak mau di jodohi.

Papa : Kalau begitu kamu pilih cari pacar atau di jodohi.

Indira : Aku pilih kabur dari rumah.

Papa : Itu gak ada dalam pilihan.

Indira : Masa bodoh dari pada di suruh cari pacar atau di jodohi. (Lalu masuk kamar kemas koper terus kabur lewat pintu belakang).

Perasaan kesal dan kecewa terhadap papanya berkecamuk dalam diri Indira, tidak terbayang sebelumnya bila papanya akan berbuat demikian. Menjodohkannya. Hal yang paling Indira benci. Orang itunya ikut campur dalam urusan asmaranya. Untuk satu hal ini Indira menolaknya mentah-mentah. Belum ada niatan dalam dirinya untuk menjalin sebuah kasih asmara dengan seorang pria.

Bundanya juga tidak dapat berbuat banyak, dia telah mencoba untuk membujuk suaminya untuk tidak memaksa Indira. Tapi apa daya suami dan anaknya sama-sama keras kepala.

Hingga akhirnya Indira memutuskan keluar dari rumah dan hidup mandiri seorang diri.

💐💐💐

Bab 2

Gadis yang dulu bersikap manis dan penampilan sederhana kini berubah. Biasa tampil dengan wajah polos kini penuh dengan make up lengkap dengan lipstik merah tanpa kawat gigi.. Berdandan modis dan sepatu high heel, penuh pesona siap memikat hati para kaun pria. Meluluhkan hati tanpa status hubungan. Semata-mata untuk melampiaskan kekesalan terhadap papanya, yang memaksanya mencari jodoh padahal dirinya belum mau menjalin kasih dengan pria.

Banyak pria yang telah jatuh hati pada Indira. Memintanya untuk menjadi sepasangan kekasih bahkan mau menjadikan Indira istri tapi dia akan selalu menolak dengan berbagai macam alasan. Membuat Indira mendapat julukan ‘PHP Girl’. Sang Pemikat Hati Pria sekaligus Pemberi Harapan Palsu.

💐💐💐

“Happy Birthday Honey..” kata seseorang dari belakang Indira sambil menyodorkan sebucket bunga mawar merah.

Indira menerima dengan malas.

“Kenapa gak bunga Bank sih?” ucap Indira ketus dan melempar bunga ke meja.

“Sejak kapan pujaan hati mas Ray jadi matre?”

“Sejak biaya sewa apartemen naik.”

“Honey tenang saja, mas Ray sedang menabung untuk menyiapkan istana kita nanti.”

“Gombal terus!” sahut Dewi.

Dewi adalah senior di tempat Indira bekerja. Sekaligus teman curhatnya. Indira selalu menceritakan segala tentangnya pada Dewi. Mereka sangat dekat. Terlebih Indira anak tunggal, kehadiran Dewi membuatnya senang seakan memiliki seorang kakak. Selama ini dia hanya sendiri tanpa saudara yang bisa menjadi teman curhat.

“Namanya juga usaha mbak Dewi,” ucap Ray memelas dan memasukkan ke dua tangannya ke saku celana.

“Kalau Indira ngadain Boyfriends Award pasti kamu bakal jadi pemenang paling setia, bertahun-tahun usaha tanpa hasil dan kalau ada juara Favorit aku pasti pilih kamu Ray karena terus berjuang walau tanpa kepastian.”

Wajah Ray yang tadinya ceria berubah jadi cemberut seperti awan mendung. Sementara Indira menahan tawa dan mengalihkan pandangnnya.

“Makanya bantuin dong mbak bujuk Indira biar mau sama aku.”

“Boleh asal bayarannya cocok,” Dewi manadahkan tangan kanannya pada Ray.

“Memang anak kecil di bujuk segala, mbak Dewi lagi sudah jadi wanita bayaran,” kata Indira ketus.

“Bayaran atas misi jodohin anak gadis orang, mana tahu berhasil! kan bisa buka usaha sampingan biro jodoh,” bela Dewi.

Indira menghela nafas dan rebahkan badannya ke kursi.

Melihat Indira tidak bersemangat Dewi mengedipkan mata pada Ray sambil menyerongkan kepalanya mengisyaratkan untuk Ray pergi menjauh. Dengan malas Ray berjalan menjauh.

“Maaf ya!” kata Dewi sambil mengelus pelan pundak Indira.

“Untuk apa?” jawab Indira pelan.

“Maaf sudah ungkit soal jodoh,” sahut Dewi dengan senyum lebar melihatkan giginya.

Indira tidak menyahut hanya menggeleng pelan.

“Senyum dong jangan bete begitu jadi menbuatku merasa bersalah saja.” Dewi menyentuh pipi Indira dengan ujung jarinya. Berulang kali. Sampai Indira tersenyum dan mereka berdua tertawa bersama.

“Dari bunda kamu?” tanya Dewi. Tangannya menujuk pada bingkisan yang sudah tak rapi lagi di sudut meja.

“Iya,” jawab Indira singkat. Matanya memandang senduh syal yang mengintip keluar dari bingkisan.

“Aku punya besok ya, maklum emak-emak rempong sibuk urus anak jadi gak sempat untuk beli.”

“Santai saja mbak! tapi boleh Request gak,” Indira menggangam kedua tangannya. Memohon. Menatap dengan mata memelas untuk menarik simpati.

“Lihat dari gelagatnya sudah tercium bau tidak enak nih.”

“Ngidam kepengen tas brand Chanel mbak,” kata Indira merangkul tangan Dewi dan menyandarkan kepalanya di pundak Dewi. Matanya di kedip-kedipkan berulang-ulang.

“Buset! Belum hamil saja ngidamnya tas harga jutaan, bagaimana ntar hamil beneran. Mending aku beli susu anak deh Dir..!” sahut Dewi dan menghempaskan tangan Indira dari pundaknya.

“Namanya juga Request mbak. Dibelikan ya syukur gak dibelikan juga gak apa-apa.”

Indira memonyongkan mulutnya. Diraihnya pulpen dan mencoret kertas yang ada di atas meja dengan tulisan yang tak jelas. Dewi tersenyum geli melihat tingkah Indira.

💐💐💐

Malam hari di sebuah cafe ternama Indira merayakan ulang tahunnya bersama rekan kerjanya. Sebuah pesta kecil. Di meja sudah penuh hidangan dengan berbagai makanan dan minuman dan yang tidak terlewatkan sebuah cake cantik berbentuk miniatur tas dengan logo Chanel yang lucu. Senyum sumringah terus menghiasi wajah Indira. Kebagaian terpancar di wajahnya.

“Mohon perhatiannya teman-teman, bagaimana kalau kita mulai acara,” Ray menggunakan ponselnya seakan-akan microphone.

“Perasaan aku gak ada bayar MC deh,” Indira menyilangkan kedua tangannya di dada.

Hhhuhuuu..

Teman Indira yang lain menyoraki Ray.

“Tenang Honey tanpa diminta ataupun dibayar mas Ray siaga untukmu.”

Huhuuuuhu..

Yang lain kembali menyoraki Ray.

“Usaha terus!”

“Jangan kasih kendor.”

“Maju terus pantang mundur.”

Indira mendorong tubuh Ray untuk duduk. Memakaikan topi ulang tahun miliknya ke kepala Ray dan memberikan terompek kecil ke mulut Ray, untuk membungkamnya.

“Duduk tenang di sini, biarkan Princess imut ini yang beraksi,” bisik Indira dan memberikan senyuman manis.

Ray tidak dapat berkutik. Ia hanya mengangguk memandang Indira. Lagi-lagi dia terpesona dengan kecantikan Indira. Dia menelan ludah memandang bibir sexy berisi Indira.

“Ayoo guys kita mulai.. putar musiknya.” Indira bersemangat.

Musik selamat ulang tahun di putar. Mereka semua bertepuk tangan sambil bernyanyi. Diakhiri Indira meniup lilin yang sebelumnya dia menutup mata memohon harap dalam hati.

“Kadonya sudah ya.. itu di sana,” bisik Dewi tangannya menunjuk pada cake.

“Aku mau yang asli,” ucap Indira manyun mengkerutkan bibirnya.

“Kalau begitu aku tabung dulu,” ucap Dewi nyengir.

Pasrah. Indira hanya bisa mengunyah cake yang di sulangkan untuknya.

Walau hanya sebuah pesta kecil. Cukup meriah. Penuh hangat. Tawa canda terpancar di setiap wajah. Melupakan rutinitas kerja seharian.

Satu persatu berlalu pamit pulang tidak lupa mereka memberikan hadiah ulang tahun pada Indira, sampai-sampai Indira harus meminta kantong plastik besar pada pihak restauran untuk membawanya. Banyaknya hadiah membuat Indira kewalahan membawanya.

“Sekali lagi selamat tambah tua ya Dir,” Dewi mencium pipi kanan dan kiri Indira.

“Terima kasih My Sis..”

“Aku pamit pulang ya, suami tercinta sudah jemput.”

“Iya mbak.”

“Kamu pulang naik apa?”

“Naik taksi.”

“Sayang banget rumah kita nggak searah.”

“Tenang mbak! Indira pulang sama Ray,” sahut Ray.

“Ogah!”

“Sudah Dir sama Ray saja. Bawa banyak barang begitu. Lagian sudah malam.”

“Iya Honey.”

Indira terdiam sejenak melirik Ray dengan cemberut. Repot juga harus bawa barang sebanyak ini. “Ya sudah deh!,” ucapnya terpaksa.

Ray membantu Indira mengangkat kantong plastik. Indira berjalan pelan di belakangnya. Kakinya berat untuk melangkah. Apa boleh buat benar kata mbak Dewi sudah larut malam dan dia membawa begitu banyak barang terpaksa pulang bareng Ray.

Setelah Ray meletakkan hadiah milik Indira di jok belakang mobil dengan cepat dia berlari membukakan pintu untuk Indira. Karena terlalu bersemangat kaki Ray tersandung dan jatuh merangkul tubuh Indira. Tangannya menahan di kaca mobil. Wajah Indira dan Ray saling berdekatan. Dan semakin dekat. Ray menutup matanya hendak mencium bibir Indira. Geram dengan kelakukan Ray tanpa aba-aba Indira membenturkan kepalanya dengan Kepala Ray dan segera mendorong Ray.

Sialnya Indira kehilangan keseimbangan. Terjatuh. High heels yang dia kenakan patah membuatnya kakinya terkilir.

💐💐💐

Bab 3

Kaki Indira selesai di obati dan di balut dengan perban. Saat hendak turun dari tempat tidur tangan Indira yang menyangga pada tempat tidur tergelincir, membuatnya terjatuh. Untung saja Dokter Danu tepat di hadapannya, dengan cepat menangkap tubuh Indira dan menahannya agar tidak terjatuh. Dan kini Indira berada di pelukan Dokter Danu. Mata mereka saling bertemu. Sejenak saling pandang satu sama lain. Walau suasana tampak canggung mereka terus saling memandang.

“Honey kamu tidak apa-apa?”

Ray dengan cepat bangkit dari tempat duduknya menghampiri Indira.

Sementara Indira tidak menanggapi pertanyaan Ray. Dia terhanyut pada tatapan mata Danu. Tangannya menggenggam erat pundak Danu sementara tangan Danu menopang pinggul ramping Indira.

“Eehmm..!” ucap Ray keras mencoba memecah hening.

Sedikit grogi Indira menolak Danu yang membuatnya hampir terjatuh lagi dan sekali lagi Danu menangkap tubuh Indira kedalam pelukannya.

“Maaf aku tidak sengaja,” ucap Indira terbata-bata.

“Kamu hampir saja membuat kita berdua jatuh,” timpal Danu.

“Biar aku bantu,” sahut Ray merengkuh tubuh Indira. Memapah Indira berjalan perlahan. Dengan lembut Ray membantu Indira duduk sampai bokongnya menyentuh kursi.

“Lukanya tidak terlalu parah tapi untuk sementara hindari dulu menggunakan high heels,” kata dokter Danu sambil menulis resep di secarik kertas. Dia mengoyakkannya dan memberikan pada Indira.

Saat Indira akan mengambil Ray lebih dulu merebutnya.

Indira yang masih kesal pada Ray menatap penuh amarah pada Ray dengan mata bulat tajam penuh makna.

“Biar aku yang urus. Karena aku yang membuatmu terjatuh maka aku harus bertanggung jawab,” jelas Ray dan menyimpan kertas resep di kantong bajunya.

Malas membuat kegaduhan Indira memilih diam menahan amarah. Bagus bila Ray mau bertanggung jawab. Dan seridaknya harus jaga imej di depan Dokter Danu. Harus tetap Stay Cool.

“Rasanya akan sulit untuk menghindari memakai heels! Aku selalu menggunakannya,”

“Lakukanlah agar proses penyembuhannya lebih cepat, itu akan sangat membantu.”

“Akan ku coba! Kalau bisa! terima kasih atas sarannya,” ucap Indira dengan senyum lebar terpaksa.

Dokter Danu hanya menghela nafas pendek mendengar ucupan Indira. Melepaskan stetoskop yang menggantung di lehernya dan meletakkan di atas meja.

Indira hendak bangkit tapi saat hendak menginjakkan kakinya yang sakit dia kembali menjatuhkan tubuhnya ke kursi.

“Hati-hati! Bila semakin parah kamu harus menggunakan tongkat untuk beberapa waktu,” Dokter Danu memperingatkan.

Dengan cepat Ray mengendong Indira.

“Berpeganganlah yang erat,” ucap Ray.

“Ya! Kamu memang harus bertanggung jawab, semua ini juga karnamu,” Indira mengkaitkan tangannya di leher Ray agar tidak jatuh.

Mereka pun berlalu bergi meninggalkan ruangan Dokter Danu.

Dokter Danu tercengang dan menggaruk kepalanya yang tak gatal, sedikit risih melihat tingkah Ray yang begitu lebay.

“So Sweet ya dok! Seperti di Oppa di drama Korea,” ucap suster yang membantu Danu.

“Yang begitu kamu bilang Sweet. Itu sih norak,” ejek Danu sambil menjulurkan lidah.

“Cewek-cewek jaman sekarang justru suka di gituin dok! Romantis! Dokternya aja yang gak kekinian tidak tahu trend yang berkembang.”

“Aduh! Kepala saya sakit dengarnya. Lebih baik cepat rapikan tempat tidurnya,” suruh Danu sambil mengambil ponsel yang ada di laci kerja dan membuka halaman media sosialnya.

“Ini punya dokter?” tanya perawat pada Dokter Danu sambil menunjuk syal yang tergeletak di atas tempat tidur.

“Bukan! Coba bawa ke sini.”

“Apa mungkin punya pasien barusan?”

“Mungkin saja, sini biar saya simpan.”

Danu mengambil syal itu dan teringat kembali momen saat Indira jatuh di pelukannya. Mata bulat kecoklatan yang indah di hiasi bulu mata lentik. Sungguh sangat menarik.

Danu menggelengkan kepala. Menghentikan hayalannya. Dilipatnya syal dan memasukkan ke dalam tas kerjanya.

💐💐💐

Indira masih berada di gendongan Ray. Keluar dari pintu lift apartemen menuju kamarnya.

“Indira! Kamu kenapa?” tanya Malvin memandang khawatir Indira.

“Korban pemaksaan lelaki,” jawab Indira melirik ke arah kakinya sambil mengangkat sedikit kakinya yang sakit.

Mata Malvin terbelalak melihat Ray sebagai tersangka utama. Mengisyaratkan kemarahan telah membuat Indira terluka.

Malvin adalah tetangga Indira. Mahasiswa yang tinggal tepat di samping apartemen Indira. Pemuda berwajah manis. Tinggi dengan kulit putih bersih, mata bulat bersinar dan rambut pendek berponi mirip artis Korea.

Merasa canggung di tatap seperti penjahat Ray membalas dengan tatapan mata tajam untuk membuktikan ini bukan sepenuhnya kesalahannya untuk apa menatap seperti itu.

“Aduh kalian ngapai sih lihat-lihatan begitu, naksir ya!,” kata Indira kesal. Dia menghempas-hempaskan tubuhnya sudah gerah berada di gendongan Ray.

“Najis!” bibir kiri Malvin dinaikkan ke atas menunjukkan ekspresi jijik. Dan menggelengkan kepalanya.

“Jangan goyang, ntar jatuh,” jerit Ray.

“Awas.. awas!” ucap Indira pada Malvin yang menghalangi jalannya. “Ambil kuncinya dan buka pintu cepat! pinggangku rasanya mau copot,” Indira menyodorkan kunci apartemen pada Malvin.

Ray mundur selangkah, memberi ruang untuk Malvin membuka pintu.

Ray membaringkan Indira di sofa dan menyangga kakinya dengan bantal.

“Bagaimana kalau aku menginap di sini untuk menemani kamu,” alis mata Ray naik turun, senyum mengembang lebar di wajahnya memperlihatkan gigi. Berharap Indira akan mengijinkan.

“Terima kasih! Kamu baik sekali Ray,” jawab Indira ramah. “Tapi aku rasa tidak perlu. Aku tidak membutuhkan bantuan,” lanjut Indira dengan nada ketus.

“Tenang Bro! Aku tetap Stand By kok ngejagain Indira,” sahut Malvin.

Ray tidak merespon. Dia malas membalas perkataan Malvin. Sejak awal bertemu tadi dia tidak Respect pada Malvin. Nalurinya berkata Malvin saingan dalam memperebutkan hati Indira jadi harus waspada.

“Sepertinya kamu sudah tahu di mana pintunya, maaf aku tidak dapat mengantar dengan kondisi seperti ini,” Indira menyenderkan kepala di sofa.

“Kamu yakin? Bila aku menginap di sini pasti akan sangat membantu, aku dapat memasakkan sesuatu bila Honey lapar tengah malam atau bila ingin ke kamar kecil juga aku bantu,” bujuk Ray.

“Ngarep!” ejek Malvin.

“Sangat yakin! Aku bisa melakukannya sendiri.”

“Bagaimana dengannya,” ucap Ray menunjuk Malvin.

“Tentu aku akan menemani Indira, lagian kami bertetangga,” sahut Malvin

“Tidak ada yang menemaniku! Lebih baik kalian berdua pulang. Sangat mengganggu. Aku ingin istirahat.”

“Tapi Indira a..,”

Belum selesai Malvin bicara, Ray justru menyeret paksa Malvin keluar bersama.

“Ray tunggu,” panggil Indira

Ray tersenyum namanya dipanggil. Mungkin Indira berubah pikiran dan mengijinkannya menginap. Ini sangat menguntungkan baginya

“Jangan lupa turunkan kado-kadonya,” lanjut Indira.

Sekejap muka Ray berubah masam. Diluar dugaan. Malvin tersenyum puas mengejek pada Ray yang terbawa perasaan duluan.

“Aduh,” teriak Malvin kesakitan sambil memegang tangannya yang masih di genggam Ray. Ray sengaja menggenggam lebih erat tangan Malvin, tak terima Malvin mengejeknya.

💐💐💐

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!