NovelToon NovelToon

Mafioso In Action

Kenangan #1

Hari mulai menjelang malam, dan waktu betugas dari Nadia juga sudah habis. Ia pun ingin segera beristirahat dari tugasnya sebagai anggota polisi, dan melepaskan semua penatnya selama bertugas.

Sebelum dirinya menggunakan waktu sisanya untuk beristirahat, dirinya selalu mendata kembali barang-barang yang berada dalam brankas. Pada saat ingin menuju brankas, Ia tak sengaja melewati Ruang Jenderal dan mendengar suara perbincangan dari dua orang yaitu Kibo dan Bagas. Karena penasaran dan dengan rasa ingin tahunya, Nadia mendengarkan semua perbincangan itu dari balik pintu.

Namun suara yang ada di ruangan tersebut bukan hanya dua orang, tapi ada satu orang lagi yang ada dalam ruangan tersebut. Nadia pun sedikit mengintip melalui kaca dari jendela pintu, untuk melihat siapa orang yang sedang bersama kedua atasannya. Orang tersebut terlihat menggunakan jaket berwarna hitam dengan logo tengkorak berwarna emas.

...

"Jadi informasi apa aja yang kau dapat ...?!" Tanya Kibo kepada Seseorang yang misterius itu.

"Cukup susah ... untuk mendapatkan berbagai informasi di luar sana," saut Seseorang itu.

"Saya mintanya sih ... apapun itu tentang Berlin ..." Bagas menyela pembicaraan dengan memberikan sejumlah uang kepada Orang misterius itu.

"Sebelum itu ... saya sebenarnya mencari-cari seseorang di sini," celetuk Orang itu dengan sedikit melirik ke arah kaca jendela dari pintu, yang sepertinya menyadari kehadiran dari Nadia.

.

"Yah ... sebenarnya itu personal, tetapi ... orang yang ku cari ini ... ada hubungan dekat dengan Berlin ...," lanjutnya.

"Kalo personal sih ... Saya tidak ikut campur, tapi ... jika itu berhubungan dengan Berlin, siapa orang yang kau maksud ...?" sahut Bagas yang duduk di kursi Jenderal yang terletak di balik meja.

"Orang ini berinisial 'NN ' ... dan dia juga salah satu anggota polisi," jawab Orang itu dengan melepas jaket yang ia kenakan, dan menaruhnya di atas sofa ruangan.

...

Setelah mendengar semua perbincangan itu, Nadia merasa tersindir kalau inisial nama yang dimaksudkan oleh seseorang yang misterius itu adalah dirinya. Ia pun mengurungkan niat untuk menuju brankas, dan segera pergi dari Kantor Polisi.

Pada saat Nadia berjalan keluar dari Kantor Polisi, Seseorang itu sepertinya menyadari kehadiran Nadia yang menyimak semua pembicaraan. Orang itu pun mengeluarkan ponsel genggam dari saku miliknya, dan lalu seperti menghubungi seseorang dengan mengirim sebuah pesan singkat.

...

Nadia tidak ingin langsung pulang menuju rumahnya, ia menyempatkan diri untuk menikmati waktunya sendiri di Taman Kota. Taman tersebut terletak tidak jauh dari Kantor Polisi, dan tidak memerlukan waktu yang banyak untuk menuju ke sana.

Sesampainya di Taman Kota, Nadia memarkirkan mobil yang ia kendarai di halaman parkir yang letaknya tidak jauh dari taman itu. Setelah terparkir, ia mulai berjalan perlahan menyusuri taman dengan hanya ditemani oleh angin malam yang mulai merasuk ke tulang.

Suasana Taman pada malam ini cukup sunyi dan senyap. Hanya ada beberapa orang saja, yang sedang menghabiskan sisa waktunya dengan seseorang berharga yang mereka miliki.

Angin malam berkali-kali juga berhembus melewati sela-sela pepohonan dan semak belukar, serta membuat suara bergesekan antara dedaunan dan ranting-ranting. Cahaya hanya berasal dari sinar bulan dan bintang, serta beberapa lampu-lampu taman yang berjajar rapi menyusuri jalanan setapak.

Nadia dengan masih mengenakan seragam polisi karena belum sempat berganti pakaian, dirinya melangkah berjalan perlahan melewati lampu-lampu itu. Dirinya cukup merasa kesepian pada saat ini tanpa kehadiran dari kekasihnya yaitu Berlin, yang selalu ada di sampingnya saat dirinya membutuhkan.

Nadia pun menghampiri sebuah bangku dan duduk di salah satu bangku taman tersebut. Dirinya berkali-kali melihat orang-orang di sekitarnya, yang terlihat sangat bahagia karena bisa menghabiskan sisa waktu mereka dengan orang-orang terdekat yang mereka punya.

Di sini dirinya merasa seperti orang asing, yang seperti tidak memiliki seseorang berharga dalam hidupnya, baik keluarga atau kekasih yang saat ini tidak berada di sisinya. Di saat-saat seperti ini, Nadia terkadang teringat akan masa kecilnya. Masa kecil tanpa kehadiran seseorang yang berharga baginya, seperti orang tua, saudara, atau yang biasa disebut sebagai keluarga.

.

...

.

Sebuah kenangan di mana, masa kecilnya banyak dihabiskan di suatu tempat yang dinamakan Panti Asuhan. Dirinya belum pernah tahu siapa dan di mana keluarganya berada. Hidupnya seperti anak yang sebatang kara, yang selalu penasaran di mana keluarga sebenarnya.

Namun semua berubah pada saat ia menginjak usia remaja, yaitu pada umurnya 15 tahun. Dirinya bertemu dengan seorang pria bernama Prawira, yang pada saat itu Prawira adalah salah satu bagian dari keluarga besar kepolisian. Prawira yang sangat mengenalnya pun mengajak serta mengangkatnya untuk menjadi bagian dari keluarga besar miliknya, yang pada saat itu dengan tujuan akademi.

Nadia yang dari sejak kecil selalu memimpikan dapat memiliki sebuah keluarga pun mengiyakan ajakan tersebut. Dan Prawira sendiri juga sudah menganggapnya sebagai adik atau saudaranya, walaupun angkat. Namun apa yang dilakukan oleh Prawira dapat sedikit merubah jalan hidup milik Nadia.

Selama satu tahun dirinya ikut bersama dengan keluarga tersebut, akhirnya dirinya dapat merasakan apa yang orang sering sebut sebagai keluarga. Pada saat memasuki tahun pertama, Prawira tiba-tiba mengajak dirinya untuk masuk ke dalam akademi kepolisian. Nadia sendiri tidak tahu-menahu soal akademi polisi, dan sempat menolak serta berpikir berkali-kali. Namun Prawira memberinya motivasi, dan kepercayaan serta pengetahuan tentang akademi polisi itu.

Karena dirinya sangat percaya dengan Prawira, ia pun mencoba untuk mengikuti akademi polisi tersebut. Pada saat memasuki akademi untuk yang pertama kalinya, Nadia merasa rendah diri saat mengetahui kalau hanya ada tiga gadis saja dalam akademi tersebut termasuk dirinya. Namun hanya dirinya yang paling muda di antara semua siswa akademi tersebut.

Seketika semua teman laki-lakinya terus memperhatikan semua gerak-gerik yang diperbuatnya. Bahkan banyak juga dari teman laki-lakinya terbius dengan paras cantiknya yang tampak sempurna dengan kulit putih cerah yang ia miliki. Serta juga dengan sikap lembut dan ramah yang sangat terlihat dari diri Nadia.

Dirinya juga sempat mendapatkan banyak godaan, dan gangguan dari hampir semua teman laki-lakinya. Hal tersebut sempat membuat Nadia merasa sangat tidak nyaman selama dalam akademi, namun selalu ada Prawira yang membantu di setiap masalahnya dalam akademi.

...

Dua tahun kemudian pun berlalu, dan Nadia berhasil menyelesaikan akademi tersebut hanya dalam empat semester. Dirinya mendapatkan banyak prestasi selama mengikuti akademi, dan Prawira tidak pernah menyangka akan hal itu.

Setelah akademi tersebut selesai, Nadia sudah sangat siap untuk melaju ke jenjang selanjutnya. Di sisi lain, dirinya juga tidak tahan dengan semua gangguan dan godaan yang diberikan oleh teman-teman prianya. Maka dari itu ia sangat berambisi untuk segera menyelesaikan akademi tersebut lebih cepat.

Tetapi malahan semakin banyak laki-laki yang bersaing untuk mendapatkan hatinya. Bahkan dirinya menerima banyak hadiah pemberian berupa bunga dan coklat, serta beberapa surat pernyataan cinta dari orang-orang yang tidak begitu ia kenal. Namun Nadia memilih untuk tidak begitu peduli dan hanya menerima semua hadiah tersebut, yang sebenarnya tidak ingin ia terima.

Mulai sejak saat itulah bahkan sampai sekarang, Nadia sangat terkenal di kalangan anggota polisi dan masyarakat sekitar. Tidak hanya karena parasnya yang cantik, namun sikap ramah dan periang serta lemah lembut yang dimilikinya lah dapat membuat siapapun di sekitarnya merasa sangat nyaman.

Sampai-sampai dirinya sempat mendapatkan beberapa cibiran dari beberapa wanita, karena ia sering disebut sebagai perusak hubungan orang lain. Padahal dirinya tidak pernah ikut campur dalam suatu hubungan percintaan milik siapapun itu, karena dirinya sendiri belum begitu paham akan hal itu.

Maka dari situlah Nadia sangat tertutup dengan orang lain terutama terhadap laki-laki. Ia hanya memiliki beberapa teman, yang menurutnya baik untuk dirinya. Dirinya sendiri juga sebenarnya memiliki teman laki-laki, namun jumlahnya dapat dihitung dengan jari.

Tapi semua berubah pada saat dirinya bertemu serta diajak berkenalan dengan Berlin. Karena dari situlah, Nadia tahu apa rasanya jatuh cinta kepada seorang lelaki untuk pertama kalinya. Padahal pada saat itu niatnya hanya ingin mencoba untuk berteman saja, namun perasaan itu tiba-tiba muncul begitu saja.

Walau dirinya berkali-kali bertemu dan pernah berkenalan dengan laki-laki lain, tetapi tidak ada yang pernah sampai membuatnya merasa sangat nyaman seperti dirinya pada saat bersama dengan Berlin. Bahkan perasaan itu seakan tidak pernah menghilang sampai sekarang.

.

...

.

Di tengah dirinya sedang asik mengingat-ingat kembali memori kenangan di masa lalunya. Nadia terkejut karena dikagetkan kehadiran Kimmy yang tiba-tiba menyapanya.

"Halo ...!" celetuk Kimmy yang tiba-tiba menyapanya.

"Astaga ... ngagetin aja, Kim!"

.

"Oh iya kah ... maaf-maaf hehehe ..."

Kimmy adalah rekan kerja dari Berlin yang sangat akrab dengan Nadia. Kimmy juga menjadi orang yang dipercayakan Berlin untuk memegang kendali kelompoknya dalam kurun waktu sementara, sampai Berlin sendiri kembali dari kepergiannya.

"Kamu sehat ...?" tanya Kimmy yang lalu duduk di samping Nadia. Karena pada saat berjalan menyusuri taman, dari kejauhan dirinya melihat Nadia yang sedang melamun seperti memikirkan sesuatu.

.

"Sehat kok, Kim. Baru aja selesai bertugas ..."

"Terus ... lagi melamunin apa ...?" sahutnya.

.

"Yah ... cuma masalah pekerjaan, biasa lah ..."

"Berlin memberi kabar ke kamu nggak ... melalui surel gitu ...?" tanya Kimmy kembali.

.

"Aku udah mengirim surel padanya, tapi belum ada balasan sama sekali ...," Nadia mengucapkan itu sambil sedikit tertunduk.

.

"Mungkin lagi banyak tugas di sana, dan ... belum sempat baca-baca atau balas-balas pesan," sahutnya sambil menepuk pundak milik Nadia.

.

"Iya ... ku harap begitu ..." gumam Nadia dengan nada yang sungguh lemas seperti kehilangan harapan.

...

Nadia merasa kalau Berlin seperti meninggalkannya begitu saja, tanpa memberinya kabar kelanjutan tentangnya. Padahal sebelum pergi meninggalkannya, Berlin sudah berjanji untuk selalu memberinya kabar soal dirinya.

Rasa takut kalau Berlin akan melupakannya begitu saja, selalu membayanginya di setiap malam. Namun Nadia berusaha untuk tidak memikirkan hal itu, dan selalu menunggu Berlin untuk kembali.

...

"Tuh kan, melamun lagi ... mikirin apa sih ...?" celetuk Kimmy kembali dengan memperhatikan Nadia yang terlihat sering melamun.

.

"Kalau soal Berlin, tenang saja ... aku yakin dia nggak bakal macam-macam kok, yang penting kalian saling percaya dan mendukung saja ...," lanjutnya.

Nadia hanya mengangguk setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Kimmy. Berlin juga pernah mengajarkan kepada dirinya tentang kepercayaan. Apalagi dalam menjalani hubungan jarak jauh yang menurutnya cukup berat untuk dijalani.

...

Selama Nadia menghabiskan waktunya di taman itu, Kimmy menemaninya pada malam itu. Setidaknya dirinya tidak merasa kesepian, karena ada temannya yaitu Kimmy yang menemaninya.

Berhubung dirinya sedang bersama Kimmy, ia mencoba untuk menceritakan semua apa yang ia dengar pada saat di Kantor Polisi. Nadia menceritakan dan mendeskripsikan semua apa yang ia lihat secara rinci dan jelas.

Kimmy yang mendengar dengan jelas tentang apa yang diceritakan oleh Nadia pun merasa curiga. ia mencurigai kalau terjadi "sesuatu" dalam kepolisan, yang tidak banyak orang ketahui.

Namun Kimmy bertanya-tanya tentang keberadaan Prawira yang seharusnya tidak tinggal diam soal itu semua.

"Prawira kemana ...?"

Karena hanya Prawira yang bisa menindak itu semua, dan Kimmy berharap Prawira tidak ada sangkut pautnya dengan "mereka".

"Kabar terakhirnya ... dia sedang ada tugas pribadi di luar negeri, dan tidak tahu sampai kapan. Lalu dia mempercayakan semuanya kepada ... dua orang yang menduduki posisi jabatan kedua dan ketiga, yaitu Kibo dan Bagas." Ujar Nadia yang mencoba sedikit menjelaskan dan memberitahukannya kepada Kimmy.

Prawira berperan sebagai Kepala Departemen Kepolisian Metro, dan perannya sangat penting. Namun pada saat ini Prawira sedang tidak berada di Kota, dan sangat sulit untuk menghubunginya.

Kimmy pun mengantongi beberapa informasi penting, dari semua apa yang dikatakan oleh Nadia.

...

Setelah melewati hari yang cukup panjang dan melelahkan baginya, Nadia pun berpisah dengan Kimmy karena dirinya juga harus pulang dan istirahat.

Menurutnya hari ini adalah hari yang berat baginya, sangat sulit untuk menerima semuanya dalam keadaan sendirian. Namun kesendirian atau kesepian sudah sangat sering menemaninya, dan mewarnai hidupnya sedari kecil.

Walau kesepian atau kesendirian itu sangat membosankan, menyedihkan, dan cukup menyakitkan. Namun Nadia sudah cukup terbiasa dengan semua itu. Hanya saja dirinya akan tetap membutuhkan seseorang untuk menemaninya dalam hidupnya. Seseorang yang benar-benar dapat mengerti serta memahaminya.

...

Nadia pun berjalan menuju mobil miliknya yang terparkir, untuk segera pulang dan beristirahat setelah semua yang terjadi sepanjang hari. Kegelapan dan kesunyian malam ikut serta menemani dirinya selama perjalanan pulang.

Terkadang di saat ia merasa kesepian atau kesendirian. Dirinya selalu terbayang-bayang apapun itu tentang Berlin, yang selalu mendukungnya dan memberinya semangat serta motivasi.

.

~

.

"Kalian bertiga, cukup ikuti dia ..."

"Siap, Bos!"

Bersambung.

Kejam #2

Di keesokkan harinya, Nadia mengawali harinya dengan bertugas seperti biasa selayaknya sebagai seorang anggota polisi.

Namun ditengah dirinya melakukan patroli sendirian, Bagas tiba-tiba memanggil dirinya dengan maksud dan tujuan untuk menghadap kepadanya.

"Nadia Nayanika, saya tunggu dalam lima menit untuk menghadap ke saya, di halaman belakang Kantor Polisi Pusat!"

Nadia terkejut saat mendengarnya, karena sangat jarang mendengar atasan memanggil salah satu dari anggotanya dengan menyebutkan nama lengkapnya langsung.

Suara Bagas terdengar sangat berat dan tegas di radio, itu membuat Nadia sedikit takut untuk menghadap kepadanya. Dirinya juga tidak tahu, bahkan tidak merasa melakukan kesalahan selama dirinya bertugas. Tetapi karena itu perintah dan dengan sedikit terpaksa, ia harus segera menghadap ke atasannya itu.

"Si-siap, Pak ...!" jawabnya dengan nada yang terdengar sedikit gemetaran.

Semua rekan-rekan anggotanya menaruh rasa curiga kepada Nadia. Karena jika atasan telah memanggil dengan menggunakan nama lengkap, itu artinya ada sesuatu yang tidak benar.

...

Nadia segera pergi kembali menuju ke Kantor Pusat, untuk menghadap kepada atasannya yaitu Bagas. Walau dirinya sama sekali belum siap untuk menghadap kepada Bagas.

Sesampainya di Kantor Pusat, Nadia segera menuju ke halaman belakang yang sudah ditunggu oleh Bagas, dan satu anggota polisi dengan mengenakan topeng untuk menutup identitasnya.

"Nadia, sini kamu!" cetus Bagas kepadanya.

Nadia benar-benar tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, dirinya hanya berjalan perlahan sambil tertunduk sedikit ketakutan menghampiri atasannya yang sudah menunggu itu. Dirinya pun berdiri tepat didepan Bagas serta memberikan hormat, dan dengan menanyakan, "Siap, ada ... apa, Pak ..?"

Bagas tidak banyak bicara, dia melangkah perlahan mendekati Nadia dan langsung bertanya kepadanya.

"Jujur saja, kamu mempunyai hubungan dekat dengan Berlin, 'kan?!" bentaknya.

Mendengar pertanyaan itu, Nadia bingung untuk menjawabnya. Dirinya hanya terdiam membisu dan tertunduk setelah mendengar pertanyaan itu.

"Ma-maksud---"

.

"Jawab dan beritahukan semua tentangnya ...!" bentaknya yang menyela perkataan Nadia.

Nadia terdiam setelah atasannya membentaknya seperti itu. Bagas yang kesal karena Nadia hanya diam tidak memberikan jawabannya, alhasil amarahnya memuncak. Dengan sengaja dirinya menampar dan mendorong Nadia secara kasar hingga terbentur dinding dengan keras.

Punggung dan kepalanya menerima benturan dengan sangat keras, dan dengan seketika dirinya langsung jatuh tersungkur ke tanah.

"Berdiri kamu, cepat jawab ...!" Bagas kembali melangkah mendekati Nadia serta menarik bajunya dan membangunkannya. Nadia terlihat berusaha membendung air mata miliknya, walau sudah terlanjur menetes.

Bagas berkali-kali mengancam atau mengintimidasinya dengan berbagai cara, agar Nadia mau menjawab serta memberikan informasi tentang Berlin. Namun Nadia tidak berani dan tidak mau mengatakan apapun itu tentang Berlin kepadanya.

"Jadi ... ternyata memang benar ya ...!" gumam Bagas dengan mengambil sebuah pistol dari sakunya, dan mendekatkan pelatuk tersebut tepat di samping pelipis kepala milik Nadia.

Nadia hanya diam dan pasrah dengan menahan isak tangis yang mulai tidak dapat terbendung. Bagas pun memberinya pertanyaan untuk yang terakhir kalinya, dan sekaligus memberikannya kesempatan terakhir.

"Kesempatan terakhir ... kamu tinggal mau menjawabnya atau tidak, sayang ...?!" tanya Bagas kembali dengan ekspresi yang sangat dingin, serta mengancamnya dengan pelatuk pistol yang siap untuk ditarik.

Nadia hanya bisa menahan Isak tangisnya, lututnya terasa lemas dan kepalanya mulai terasa pusing. Dirinya sudah tahu dengan semua resiko jika ia memilih untuk tidak menjawab, atau tidak memberitahukan semua tentang Berlin.

Bagas tiba-tiba langsung menarik pelatuknya tanpa aba-aba. Namun ia mengarahkan tembakkan itu ke arah langit, dengan spontan Nadia berteriak dan menutup telinganya dengan menunduk.

Anggota polisi lain yang juga mendengar suara tembakkan itu pun menanyakannya melalui radio.

"Suara tembakkan di Kantor Polisi Pusat ..!"

"Saya juga dengar, Pak."

"Anggota yang sedang berada di dekat kantor, silahkan langsung merapat ...!"

Bagas pun menyela radio yang terdengar sangat ribut itu, dengan mengatakan, "Itu cuma pengujian senjata, jadi ... semua aman terkendali."

.

"Ten-Four, kalau gitu silahkan untuk melanjutkan tugas masing-masing ...!"

Bagas kembali melanjutkan urusannya dengan Nadia, dirinya menyuruh Nadia untuk berbalik badan menuju dinding dan berlutut. Nadia yang pasrah hanya bisa mengikuti perintah atasannya itu.

Pada saat ia berbalik badan, satu anggota polisi lain yang bersama Bagas sedari tadi. Dengan secara tiba-tiba menembak kaki kanan dari Nadia, dengan pistol yang dia bawa.

Nadia langsung kembali terjatuh dan merintih kesakitan sesaat setelah menerima tembakan tersebut. Bagas dan satu anggota polisi yang yang mengenakan topeng itu pun pergi, meninggalkan Nadia yang tersungkur lemas di atas tanah.

Sebelum Bagas meninggalkan Nadia yang tergeletak tidak berdaya, dirinya kembali mendekatinya dan langsung melepas lencana serta pangkat yang berada di pundak dari Nadia.

"Setelah ini ... cepat lepas seragam dan ganti bajumu, lalu silahkan angkat kaki dari Kantor Polisi ...!" cetus Bagas yang lalu meninggalkannya.

...

Nadia hanya menangis dan berkali-kali memukuli tanah, dan membuat tangannya sedikit terluka. Tidak lama kemudian, dirinya pun bangkit serta melihat kondisi kaki kanan miliknya yang terkena tembakan.

Beruntungnya tembakan tersebut tidak menggunakan timah panas, melainkan hanya sebuah peluru karet. Namun peluru karet yang cukup panas itu tetap masih bisa melukai kaki kanannya, serta membuat kakinya bengkak dan berdarah.

Dengan sangat tertatih-tatih, Nadia berjalan menuju loker miliknya untuk mengganti serta melepas seragam yang ia pakai. Lalu berjalan perlahan menuju mobil miliknya yang terparkir di depan kantor.

"Kakimu terluka, nggak kau aku bantu ..?" cetus salah satu anggota laki-laki yang berpapasan dengannya.

.

"Kau mau bantuin penghianat seperti dia ..?" sahut salah satu polisi wanita kepada anggota tersebut.

Dengan langkah yang terpincang-pincang, rekan-rekan yang melihatnya sempat membicarakannya, dan beberapa menanyakan keadaannya. Namun Nadia tidak menghiraukan semua perkataan dan pertanyaan mereka semua.

Seketika dirinya merasa kalau semua orang disekitarnya seperti memusuhi serta membencinya. Hampir semua rekan-rekannya pun menganggap dirinya sebagai penghianat.

...

Sesampainya ia di dalam mobil miliknya yang terparkir, semua rekan-rekannya terus saja melihatnya dengan lirikkan dan tatapan sinis. Dirinya pun segera bergegas pergi meninggalkan kantor polisi tercintanya itu.

Nadia tidak tahu harus kemana sekarang, dirinya seakan tidak memiliki arah dan tujuan. Air matanya terus membanjiri pipi dan membuat matanya terlihat lebam me-merah karena terus menangis.

Di tengah perjalanan, Nadia tiba-tiba menepikan mobil yang ia kendarai. Ia merasakan sakit dan perih yang luar biasa pada luka tembak pada kaki kanannya itu. Dirinya pun langsung mengambil kotak pertolongan pertama dari dalam dashboard mobil, dan segera mengobati serta membalut luka tersebut menggunakan perban.

Nadia melakukannya dengan sangat menahan rasa sakit yang cukup perih. Berkali-kali juga air mata miliknya menetes pada perban yang ia genggam. Dengan perlahan ia membalut luka miliknya menggunakan perban, sambil terus meneteskan air matanya.

...

Setelah setidaknya luka miliknya terobati, ia pun mengemas kotak medis miliknya dan kembali menyimpannya. Namun dirinya merasa kalau masih ada satu luka yang belum terobati, dan luka itu baru saja terbuat.

Nadia pun kembali menyetir dan melanjutkan perjalanannya. Ia tidak tahu harus kemana, dan satu-satunya tempat yang dirinya dapat kunjungi sekarang adalah Rumah.

"Kenapa semua ini terjadi di awal hari ku ...?" gumamnya sendirian dengan bercampur dengan isak tangisnya.

Nadia tidak bisa menyalahkan siapapun dalam hal ini, apa yang ia lakukan adalah pilihan dan jalan yang diambilnya sendiri. Dirinya sudah tahu kalau memang semua ini adalah resiko yang akan ia dapat. Namun cukup sulit untuk menerima semuanya dalam waktu yang sangat singkat, dan tanpa seseorang pun di sisinya.

.

~

.

"Kau serius untuk mengeluarkan dia begitu saja ...?" cetus Kibo yang bertanya kepada Bagas perihal Nadia.

"Iya, itu juga sesuai permintaan kawan kita."

.

"Berhubung tidak ada Prawira, kapan lagi aku bisa melihatnya tersiksa seperti tadi," lanjut Bagas yang kemudian berkelakar.

Di saat Bagas bergurau serta berbincang-bincang di ruangan miliknya bersama Kibo. Seseorang memasuki ruangan miliknya secara tiba-tiba dan mengejutkan mereka berdua.

Seseorang tersebut ternyata adalah kawan mereka sendiri, yang datang dengan tujuan untuk memberi informasi serta meminta permintaan.

"Aku mendapatkan lokasi dari markas mereka, Ashgard," celetuknya yang berjalan tergesa-gesa memasuki ruangan.

"Wow ... santai, ada apa ini ...?" sahut Bagas.

.

"Aku mendapatkan lokasi markas dari kelompok yang diketuai oleh Berlin, dan ... aku minta untuk polisi segera mengacaukan tempat mereka ..!"

Mendengar hal tersebut, Bagas pun bertanya-tanya lebih dalam kepada kawannya itu. Tidak hanya itu, dirinya juga mencatat beberapa hal penting untuk membuatnya sebagai kasus dengan tujuan agar kasus tersebut dapat dijalankan.

"Tenang saja, semuanya bisa dilakukan demi ... kelanjutan kelompokmu nanti," ujar Bagas kepada kawan baiknya itu.

"Terima kasih banyak, Pak. Untuk soal Nadia ... biar saya saja, karena itu masalah personal. Namun untuk Berlin ... saya tidak yakin akan bisa mengurusnya sendirian."

.

"Tenang saja, kita kan berasal dari keluarga yang sama ..." sahut Bagas.

"Mungkin ... kalau bisa ... bubarkan kelompok mereka ..., berhubung Berlin sedang berada di luar negeri ...," lanjut seseorang tersebut yang terlihat sangat dekat dengan Bagas.

Bersambung.

Hari yang Berat #3

Di siang hari ini adalah hari yang cukup berat bagi Kimmy, karena dirinya yang akan memegang kendali atas kawan-kawannya. Ini adalah pertama kali baginya untuk menduduki posisi ketua, dalam kelompoknya.

Kimmy sendiri tidak tahu kenapa Berlin memberikannya kepercayaan ini kepada dirinya. Akan tetapi ia harus melakukannya yang terbaik. Walau sebenarnya dirinya tidak memiliki pengalaman apapun tentang menjadi pemimpin atau ketua dalam sebuah kelompok.

Di hari ini akan ada transaksi barang ilegal dengan satu kelompok lain dan di suatu tempat yang cukup terpencil. Kimmy berencana untuk menjual beberapa paket barang, kepada kelompok tersebut. Kelompok yang dimaksud memang sering menerima atau membeli banyak "barang" seperti itu.

Kimmy juga tetap waspada terhadap pihak pembeli yang akan melakukan transaksi dengan pihaknya. Karena kelompok yang akan membeli ini terkenal dengan personilnya yang cukup banyak, dan dengan pakaian mereka yang identik menggunakan warna serba putih. Tidak hanya itu, permainan mereka juga terkenal sangat licik nan cerdik. Serta wilayah kekuasaan mereka yang tidak dapat terlihat dengan mudah, dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengetahuinya.

...

Kimmy pun berkumpul dengan teman-temannya di sebuah tempat yang mereka sebut sebagai Gudang. Walau tempat tersebut tidak terlihat seperti gudang pada umumnya. Namun tempat itu dijadikan tempat untuk berkumpul dan menyimpan barang-barang, seperti persenjataan dan beberapa paket barang lainnya.

"Gimana, mau transaksi di mana ...?" tanya Kimmy kepada Adam.

.

"Mereka mengabari ku sih ... sedang menunggu di sebuah rumah, sebelah barat dari Danau Shandy Shell."

"Ini dipindahkan semua kah ...?" cetus Asep yang bolak-balik terlihat sibuk untuk memindahkan semua barang dari brankas menuju mobil.

.

"Iya ... 500 paket pindahin ke Raptor merah di depan ...!" sahut Salva.

Beberapa dari mereka sedang sibuk memindahkan beberapa paket barang menuju mobil yang sudah siap di depan gudang. Sedangkan beberapa dari yang lain terlihat sedang berjaga di depan pintu masuk dari gudang.

"Aryo, kau mending ikut bantuin dah ...!" teriak Bobi yang menghampiri Aryo yang tengah sibuk berdiam diri di depan pintu masuk.

.

"Kan aku jaga di sini, mendingan kau cepat dah ... pindahin barangnya ...."

"Bob, kerja hey ....!"

"Bobi, tugasnya sudah terbagi ... kau cepat sini .. bantuin, buru!"

Teman-temannya meneriaki Bobi dengan nada sedikit bergurau namun juga mengingatkan.

...

Semua rekan-rekannya sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Adam tiba-tiba menghampiri Kimmy yang sedang mendata kembali semua isi brankas. Di saat dirinya menghampiri Kimmy, tiba-tiba temannya itu mengatakan, "Dam, kau yang ambil alih untuk memimpin, ya ...?" celetuknya dengan nada yang tidak yakin.

Adam bisa saja menerima apa yang diminta oleh Kimmy, namun dirinya tidak bisa melakukan itu. Karena Berlin telah mempercayakan Kimmy untuk memimpin dalam kurun waktu sementara, dan Adam tidak bisa dengan semena-mena mengambil alih itu semua.

"Nggak bisa dong ..., Berlin telah mempercayakan itu padamu, tapi ... mungkin aku bisa menjadi pemikir kedua untukmu." Dengan menepuk bahu milik Kimmy, Adam menjawab apa yang dia katakan.

Kimmy hanya mengangguk saat Adam mengatakannya, dirinya tidak tahu kenapa Berlin sampai begitu mempercayainya. Tetapi ia tidak mungkin akan melepas tanggung jawab ini begitu saja.

...

Setelah dua mobil Raptor 6x6 berwarna merah dan kuning terisi penuh dengan banyak paket barang. Adam pun menyuruh untuk mobil pertama yaitu berwarna merah, yang akan dikendarai oleh Bobi dan Kina. Untuk melaju terlebih dahulu dengan diikuti oleh beberapa rekannya yang akan menjaga menggunakan motor.

"Raptor satu, berangkat ...!" pekik Bobi di radio.

.

"Gas ... aku kawal kau, Bob ...!" sahut Aryo.

Mereka pun berangkat meninggalkan markas, untuk menuju ke sebuah rumah yang terletak di sebelah barat dari Danau Shandy Shell.

Setelah regu pertama berangkat, regu kedua pun ikut menyusul mereka dengan menggunakan Raptor 6x6 berwarna kuning. Raptor kedua akan dikendarai oleh Kimmy dan Adam sendiri, dan diikuti oleh rekan-rekan sisanya untuk mengawal dengan menggunakan motor.

Mereka semua pun berangkat meninggalkan markas, dengan secara tidak langsung mengosongkan markas mereka. Karena semua personil telah berangkat untuk menjaga transaksi yang akan berlangsung.

~

Pada siang hari ini cuacanya sangat cerah, dan sangat cocok untuk semua orang melakukan aktivitas mereka masing-masing. Suasana Danau Shandy Shell juga sangat ramai akan perahu para pemancing yang sedang . Tidak hanya itu, terlihat juga beberapa anak kecil yang tengah bermain air serta mencari kerang di area pinggiran Danau.

Tepat di sebelah barat dari Danau, terdapat sebuah rumah yang terlihat sudah sangat rusak dan tidak terpakai. Rumah tersebut terletak di lereng perbukitan, dan pemandangan langsung menuju Danau Shandy Shell yang terlihat sangat indah.

Di sana sudah ada beberapa orang yang menunggu dan siap menyambut kedatangan Kimmy dan kawan-kawannya. Orang-orang itu menggunakan pakaian penuh putih, baik dari topi sampai sepatu yang mereka kenakan.

Mobil yang digunakan Adam dan Kimmy pun masuk ke area itu terlebih dahulu, diikuti oleh semua kawan-kawannya. Tidak lupa juga Kimmy dan seluruh rekannya, untuk tetap menjaga identitas mereka dengan menggunakan topeng atau masker.

Saat mulai memasuki area tersebut, beberapa orang dari pihak mereka menyambut dengan ramah kedatangan Kimmy dan rekan-rekannya.

"Selamat siang ... apa kabar kalian, Kamerad ...?" sapa salah satu dari mereka dengan membawa sejumlah uang di dalam koper yang dia bawa.

Kimmy sedikit bingung dengan panggilan yang orang tersebut pakai, yaitu "Kamerad". Maka dari itu Adam lah yang menjawab dan membuka pembicaraan kepada mereka terlebih dahulu.

"Tentu ... kabar kami sangat baik," sahut Adam yang bersalaman dengan orang tersebut.

"Kamerad" adalah s

"Sesuai pesanan ... 500 paket sudah ada di dua mobil merah dan kuning," lanjut Adam.

"Oh ... kami mohon maaf kalau sudah merepotkan kalian, tetapi untuk bayaran ... tentu sudah siap sesuai dengan perjanjian."

"Tentu itu tidak merepotkan ... selama ada bayaran, untuk barang ... bisa dilihat terlebih dahulu itu di bagasi belakang mobil."

Orang tersebut pun menyuruh beberapa anak buahnya untuk melakukan pengecekkan terhadap barang pesanan mereka.

"Kami mohon maaf jika sudah membuat kalian menunggu," cetus Adam kepada salah satu orang tersebut.

"Tenang saja, Kamerad. Selama barang sesuai dengan pesanan ... tidak perlu meminta maaf."

"Bos, barangnya sudah kami cek, dan ... semua lengkap serta sesuai dengan pesanan kita!"

Teriak salah satu dari mereka yang melihat serta menghitung barang pesanan yang sudah sesuai dengan permintaan.

"Langsung pindahkan ke Raptor putih ...!" teriak salah satu dari mereka yang terlihat seperti ketua dalam kelompok tersebut.

Dua mobil Raptor 6x6 berwarna putih dan dengan nomor plat "Clone" pun memasuki area transaksi. Kimmy cukup kagum dengan pergerakkan mereka yang sangat terkoordinasi dengan baik. Karena tidak hanya itu, ada beberapa dari mereka juga yang memantau dari atas perbukitan.

Beberapa orang dari mereka pun mulai memindahkan barang-barang tersebut, dari mobil satu ke mobil lainnya. Kimmy dan Adam pun mendapatkan bayaran sesuai dengan perjanjian, dalam bentuk sejumlah uang yang tersimpan di dalam koper berwarna hitam.

"Terima kasih banyak atas kerjasamanya, Komerad ..." cetus orang tersebut dengan bersalaman dengan Adam dan juga Kimmy.

.

"Sama-sama, sudah seharusnya kita saling menguntungkan seperti ini ...," sahut Adam.

...

Kelompok yang melakukan transaksi dengan Kimmy dan kawan-kawan, adalah kelompok yang cukup besar dan menakutkan. Mereka juga sering melakukan tindakan kriminal dalam bentuk apapun itu, selama tindakan tersebut menurut mereka dapat membuat onar atau kerusuhan.

Kelompok yang identik dengan seragam atau atribut mereka dengan penuh warna putih, juga memiliki wilayah kekuasaan mereka. Namun wilayah mereka sulit untuk ditemukan oleh orang-orang biasa, dan tidak sembarang orang bisa memasuki wilayah tersebut.

Wilayah yang mereka kuasai juga kaya akan sumber daya alam, bahkan lebih berlimpah dari pada sumber daya yang dimiliki oleh ketiga wilayah lainnya seperti Kota Metro, Shandy Shell, dan Paletown. Letaknya juga sangat jauh dari ketiga kawasan tersebut, dan diwajibkan menggunakan akses air atau udara untuk dapat mengunjunginya.

Tidak hanya itu, wilayah yang mereka kuasai juga menyimpan banyak rahasia yang seharusnya milik pemerintah. Namun entah bagaimana caranya, itu semua berada di tangan mereka.

.

~

.

Transaksi tersebut akhirnya telah selesai, dan Kimmy dan kawan-kawan pun berniat untuk kembali menuju gudang atau markas mereka.

Selama perjalanan menuju kota, mereka semua sempat bergurau dan berbincang mengenai pembagian uang dari hasil penjualan barang tersebut.

Namun pada saat dirinya dan semua kawannya mulai mendekati markas mereka. Tiba-tiba Faris berteriak, "Kok ada polisi ...?!" disusul dengan banyaknya suara sirine yang terdengar.

Sontak semuanya pun panik serta mengurungkan niat mereka untuk kembali ke markas. Masing-masing dari rekannya berpencar ke segala arah, Kimmy pun juga ikut pusing karena dirinya yang memegang penuh perintah.

"Kim, kita harus gimana ..?"

"Kok tiba-tiba banyak polisi sih ...?!"

"Kimmy, perintah mu apa ...?!"

"Gimana, Kim ...?!"

"Jangan terlalu lama, Kim!

Beberapa polisi juga mulai menyadari kehadiran Kimmy dan kawan-kawan, dan mulai mengejar serta mencoba untuk menangkap mereka.

Kawan-kawannya pun mulai kabur menyebar serta kocar-kacir ke segala arah karena dikejar oleh banyak anggota polisi. Adam yang menyadari kalau dirinya mulai dikejar oleh banyak polisi, dirinya pun segera memacu kecepatan mobilnya.

Kimmy bingung harus memberi perintah bagaimana, tangannya gemetaran dan keringat dingin pun membasahi kepalanya.

"Kim, beri perintah mu, kalau tidak teman kita akan tertangkap ...!" cetus Adam dengan terus fokus menyetir.

"Kimmy, ada rencana ..?" tanya Bobi yang juga terlibat dalam pengejaran.

Kimmy terdiam sejenak, otaknya berusaha untuk berpikir memikirkan rencana agar dirinya dan kawan-kawan bisa lolos dari pengejaran.

"Yang menggunakan motor ... suruh untuk menyebar serta mengacaukan fokus polisi yang sedang mengejar, bagaimana ...?" celetuk Adam yang memberi saran kepada Kimmy.

Terlihat juga beberapa mobil polisi yang fokus untuk mengejar dan berusaha untuk menghentikan kedua mobil yang dikendarai oleh Adam dan Bobi.

"Maksudnya gimana ..?" cetus Kimmy.

.

"Polisi mengejar kita yang menggunakan mobil, karena ... mobil berukuran cukup besar dan sangat mudah terlihat. Maka dari itu ... kita bisa mengacaukan fokus mereka," jelas Adam sambil terus fokus ke jalan, serta mencoba untuk terus memacu lebih cepat mobil yang ia kendarai.

"Okay ..."

Kimmy pun mulai memberikan perintah dan arahannya kepada rekan-rekannya, serta bersiap dengan sebuah pistol di genggamannya.

Beberapa temannya yang mengendarai motor pun segera kembali merapat ke formasi, serta mulai mengacaukan konsentrasi para petugas yang mengejar.

...

Pengejaran itu mulai memasuki jalan tol dan terus berlanjut terus tiada henti. Terlihat helikopter milik polisi juga mulai ikut serta dalam pengejaran, untuk membantu pemantauan melalui udara.

"Kim, peta!" teriak Adam kepada Kimmy.

Kimmy pun mulai membuka semua peta pada layar monitor mobilnya, Adam melihat sebuah terowongan yang akan dilalui jika pengejaran ini terus berlanjut di jalur tersebut.

Satu mobil polisi pun juga mulai mendekati serta mencoba untuk melakukan sebuah manuver PIT terhadap mobil yang dikendarai oleh Adam. Adam yang mengetahui hal tersebut, langsung berteriak kepada Bobi dan menyuruh Kimmy untuk membuka tembakan.

"Bobi, tukar jalur!" teriak Adam di radio yang ditujukan kepada Bobi.

Bobi mendengar perintah tersebut, dan mulai bertukar jalur dengan mobil yang dikendarai oleh Adam. Kimmy juga mulai melakukan penembakan terhadap badan dari mobil polisi yang mengejarnya. Satu mobil polisi tersebut langsung mengurangi kecepatannya serta berjaga jarak lebih, karena satu ban bagian depan pecah terkena tembakkan yang diberikan Kimmy.

"Sudah dibuka tembakkan kah ..?" tanya Kina karena mendengar suara tembakkan.

"Itu aku yang menembak," sahut Kimmy.

"Kalau gitu, kami regu motor ... juga ikut menembak gimana ...?" tanya Asep yang terus mengikuti kedua mobil yang dikendarai oleh rekan-rekannya.

"Gini, kita pertahankan jalur ... sampai masuk ke dalam terowongan di depan, kalau sudah ... kita habisi semua polisi yang masuk dan bertahan sebentar di sana." Adam menyela pembicaraan mereka di radio, dan mengutarakkan rencana yang terlintas begitu saja.

"Kau yakin ...?" cetus Salva.

"Kita bisa mati kalau ke dalam terowongan itu, sih ..." ujar Aryo.

Beberapa dari teman-temannya tidak setuju dengan rencana yang dibuat oleh Adam. Namun karena mereka terus dikejar dan didesak dengan semakin banyaknya polisi yang terus bertambah. Kedua mobil yang dikendarai oleh Adam dan Bobi pun terpaksa harus masuk ke dalam terowongan tersebut.

Asep, Salva, dan beberapa dari pengendara motor yang bersamanya mengurungkan niat mereka untuk ikut masuk ke dalam terowongan. Mereka berpencar ke segala arah serta mengelilingi terowongan tersebut dari atas bukit yang menguburnya. bersamanya

"Wah, gila ..." gumam Salva.

"Aku nggak bisa masuk ke sana, Dam ...!" cetus Asep yang berputar serta mulai keluar dari jalan untuk naik ke atas bukit di sebelah terowongan tersebut.

Tetapi ada beberapa juga dari pengendara motor yang mengikuti Adam dan Bobi untuk masuk ke dalam terowongan. Dirinya pun langsung memblokade jalan menggunakan mobil yang ia kendarai, serta mengusir banyak orang-orang yang berada di dalam terowongan tersebut.

"Bobi ...!" teriak Adam yang lalu melemparkan pistol kepadanya.

"Tembak ajalah ...!" teriak Kina yang lalu mengambil posisi serta melakukan tembakkan ke arah para polisi yang memblokade mulut terowongan.

Para petugas yang mengejarnya tidak bisa masuk ke dalam terowongan, karena banyak warga tidak bersalah yang dekat dengan tersangka. Orang-orang itu berlarian meninggalkan kendaraan mereka, untuk menyelamatkan diri dari baku tembak yang terjadi. Beberapa dari mereka juga sempat melarikan diri keluar dari terowongan dengan memacu kecepatan mobil yang mereka kendarai.

Terdengar juga suara helikopter yang berada mengitari terowongan melalui udara. Serta berkali-kali juga terdengar suara sirine yang memekakkan telinga.

...

"Halo, kalian aman di dalam sana...?" tanya Aryo melalui radio.

"Cukup sulit, dua pintu masuk banyak polisi ...," jawab Adam.

"Kita bakal tertangkap dengan mudah di dalam sini ...!" cetus Rony yang mengikuti Adam masuk ke dalam terowongan dengan mengendarai motor.

"Terus sekarang harus bagaimana ...?!" teriak Bobi.

.

"Kimmy juga tidak melakukan apa-apa ...!" lanjut Bobi dengan maksud memarahi Kimmy.

Kimmy hanya tertunduk diam, dirinya merasa tidak becus untuk mengambil rantai komando dari kelompoknya. Perdebatan pun terjadi, Rony dan Bobi menyalahkan Kimmy karena tidak memberinya perintah atau arahan.

"Kim, kau bisa ngomong nggak sih ...?!" bentak Rony.

"Rony, bukan begitu caramu berbicara kepada wanita !" sahut Adam.

"Terus kenapa, kau nggak terima ..?!" Rony tiba-tiba mengangkat pistol miliknya serta menodongkannya tepat di kepala milik Adam.

"Persetan dengan kalian semua, lah ..." gumam Bobi dengan sedikit melangkah menjauhi teman-temannya.

Melihat teman-temannya berdebat, Kimmy hanya diam tertunduk dan sedikit meneteskan air matanya. Kina melangkah mendekati Kimmy dengan maksud untuk mencoba menenangkannya sejenak.

"Kau hanya perlu mencoba, Kim ...," celetuk Kina dengan sedikit berbisik kepada Kimmy.

.

"Kami percaya denganmu, cukup lakukan peranmu dengan baik ...," lanjutnya dengan menepuk bahu milik Kimmy, serta sedikit merangkul temannya itu.

"Tapi ... jika gagal---" gumam Kimmy yang tiba-tiba terpatahkan dengan nasihat yang diberikan oleh teman baiknya itu.

.

"Jangan pernah takut gagal, bahkan kamu sendiri belum mencobanya ... bagaimana caranya kamu bisa tahu kalau kegagalan itu akan terjadi ...?"

Di tengah perbincangan antara mereka berdua, perdebatan yang terjadi kepada ketiga temannya itu tiba-tiba berubah menjadi pertengkaran.

"Sudah kuduga dari awal ... kalau rencanamu tidak akan pernah berhasil, Dam !" bentak Rony dengan menodongkan pistol dan siap menarik pelatuknya.

"Memang lebih baik Berlin dari pada kau, Adam," lanjut Bobi yang ikut mendesak rekannya itu.

"Oke, jadi kalian beraninya dua lawan satu ...?!" sahut Adam yang juga mulai mengeluarkan pistol miliknya dari saku hoodie yang ia kenakan.

Bobi tiba-tiba menendang tangan milik Adam yang menggenggam sebuah pistol dengan keras, yang membuat pelatuk pistol tersebut secara tidak sengaja tertarik dan timah panas pun keluar.

Sesaat setelah itu, Rony ikut membantu Bobi dengan memukul serta mendorong Adam hingga terbentur aspal dengan keras. Akibat benturan itu, kepala milik Adam sedikit terluka dan berdarah.

Menyadari temannya yang sedang terpuruk di aspal, Rony melangkah lebih dekat serta kembali menodongkan pistol miliknya kepada Adam.

"B**gs*t !" celetuk Adam.

Situasi semakin memanas, perdebatan yang berubah menjadi pertengkaran itu semakin kacau. Kina pun berjalan mendekati ketiga temannya yang sedang bertengkar dengan berteriak, "lemah kalian bertiga ...!"

Kimmy kaget pada saat Kina berjalan serta berteriak seperti itu.

"Maksudmu apa ?!" sahut Rony dengan nada yang penuh amarah.

"Kamu membela dia 'kah, Kina ..?" cetus Bobi kepada Kina dengan menunjuk Adam yang terbaring terluka.

Kimmy tiba-tiba melangkah berjalan dan berhenti tepat di tengah-tengah antara mereka berempat.

"Berlin sangat membenci pertengkaran ini, dan tanpa kalian sadari ... polisi-polisi di luar sana ... sudah untuk memaksa masuk. Tolong ... ku mohon ... kerjasamanya ...!"

~

Asep, Salva, dan beberapa rekan lainnya yang sudah siap di posisi sesuai dengan perintah yang diberikan Kimmy melalui radio. Mereka bersiap dari kejauhan, dan dengan sangat jelas dapat mendapatkan pengelihatan ke arah polisi-polisi yang tengah bersiap di mulut terowongan.

"Kami sudah siap di posisi !"

"Tunggu aba-aba dari aku !" sahut Kimmy.

"Sasha, kamu siap untuk memberikan tembakkan kepada helikopter itu !" cetus Asep kepada temannya.

.

"Siap, cukup mudah itu ..."

"Aku akan membantu mu ..." sela Faris yang berjalan menghampiri Sasha.

...

Tidak lama kemudian, Kimmy dan beberapa temannya yang terjebak di dalam terowongan sudah siap. Ia pun mulai memberikan aba-aba kepada rekan-rekannya yang sudah siap membantu dari luar.

"Lakukan !" teriak Kimmy di radio.

Dirinya berada di satu mobil dengan Adam siap dengan sebuah pistol di genggamannya. Bobi dan Kina juga siap di mobil kedua yang akan berada di depan untuk membuka jalan, serta Rony berada di formasi yang akan menjadi orang terakhir yang akan keluar.

"Tunjukkan yang terbaik," cetus Salva yang menepuk pundak milik Vhalen.

Regu pemotor yang sudah siap, mulai melakukan tembakkan secara beruntun kepada para polisi yang memblokade jalan. Tidak hanya itu, pilot dari satu helikopter polisi terkena tembakkan dan membuat helikopter tersebut jatuh.

Bobi yang mengendarai mobil di barisan terdepan pun memacu kecepatannya, dan menabrak semua kendaraan sampai anggota yang menghalangi jalannya. Diikuti oleh mobil kedua yang dikendarai oleh Adam, dan Rony yang mengikuti di barisan belakang.

"Minggir kalian semua, A*j*ng !" teriak Bobi yang terus menabrak semua yang menghalanginya jalannya.

"Gas terus, Bob !" cetus Kina yang terus menembaki semua polisi yang berada di sekitarnya.

Baku tembak pun kembali terjadi, dan mendesak pihak polisi yang berada di lokasi. Karena juga mendapatkan serangan dari arah perbukitan, yaitu berasal dari regu pemotor.

"Cepat, kami akan terus beri tembakkan perlindungan !" teriak Aryo.

Semua anggota di regu pemotor yang berada di posisi perbukitan, terus melakukan tembakkan tiada hentinya. Peluru-peluru itu terus menghujani semua anggota polisi yang terlihat berlindung kebingungan di balik mobil-mobil mereka.

Semua anggota polisi di sana tidak memiliki kesempatan untuk terus mengejar Kimmy dan yang lainnya. Karena mata pertama mereka yaitu helikopter polisi yang berhasil dilumpuhkan.

"Sudah cukup, kita harus segera pergi !" cetus Asep kepada rekan-rekannya yang ikut bersama regu pemotor.

...

Tidak lama kemudian, mereka akhirnya berhasil lolos dari pengejaran yang cukup melibatkan banyak polisi. Kimmy merasa sangat lega setelah semua yang telah terjadi, dirinya tidak pernah percaya dengan semua masalah yang akan ia hadapi.

"Baik ... kita kumpul di titik kumpul kedua, jika teman kalian tidak tahu tempatnya, silahkan kasih tahu aja !" Kimmy pun menyuruh seluruh teman-temannya untuk kembali kumpul di suatu tempat.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!