"Gue masih di Bali, nanti jemput gue di Soetta oke" panggilan telpon langsung ditutup begitu saja oleh sebelah pihak.
"Rempong banget sih tuh orang, nanti gue juga bakal sampai di Jakarta" lontaran kekesalan kembali terucap dari bibir manis Prisia Narendra. Matanya memandang ke sekeliling bandara Ngurah Rai Bali, sambil memegang koper ditangan kanannya. Netra matanya menajam di kala melihat seorang pemuda yang berlari kearahnya. Bukanya mendekat atau menunggu pemuda itu menghampiri dirinya Prisia justru berlari menjauh seakan tidak ingin bertemu pemuda itu.
Larinya begitu cepat tanpa melihat depan, karena ia terus memperhatikan belakangnya takut jika ia akan tertangkap sehingga menghiraukan jalan didepan.
Brakkk
Sudah bisa dipastikan jelas ia menabrak seseorang yang berjalan didepannya
"Yakk, Kau buta ya" teriak seorang pria berkemeja biru laut menunduk memperhatikan kemejanya yang kotor akibat tumpahan kopi dingin miliknya.
Sementara Prisia yang memiliki tubuh kecil jelas terpental jatuh ke lantai karena menabrak pria tinggi tegap itu dan kopernya juga terlempar ke sisi pria yang ia tabrak.
"Maaf, maaf tuan" Prisia mencoba bangkit dari jatuhnya dan langsung mengambil salah satu koper disisi pria itu.
"Apa maaf mu bisa membuat kemeja ku bersih" Tanya pria itu sakartis.
"Sekali lagi saya minta maaf tuan, dan maaf saya harus segera pergi" Prisia langsung berlari pergi tanpa menghiraukan teriakan dua pria yang kini meneriaki dirinya.
"Kau, ya kau wanita sialan. Kau pergi kemana tanpa mau tanggung jawab" Teriak Pria berkemeja biru laut.
"Prisia, Prisia tunggu.. " Teriak pria satu lagi yang baru datang.
"Bryan Teeradon, kau membuatku susah saja" teriak seorang perempuan yang baru saja datang.
"Kenapa kau kesini? Dimana Raka? " Tanya Bryan sambil meraih koper disampingnya. Sementara Lena memperhatikan Bryan dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan seksama.
"Why? Apa yang membuatmu memperhatikan ku seperti itu? aku tahu, aku tampan" Lena menoyor kepala Bryan seenaknya.
"Kau, " geram sudah Bryan
"Lihat dirimu sekarang, berantakan begini" Lena menggerakkan telunjuknya dari atas kebawah didepan wajah Bryan.
"Jangan bahas tampilan ku, ayo pergi. " Bryan berjalan pergi mendahului Lena yang masih geleng kepala tak percaya ia bisa menyukai seorang Bryan Teeradon.
"tadi kau tanya Raka kan? dia sudah ada di hotel mu. " kata Lena sesaat dia telah menyamai langkah
"Apa" tak percaya sudah satu jam ia menunggu di Bandara ternyata orang yang ia tunggu sudah istirahat dengan tenang di hotel. Memang harus diberi pelajaran itu sepupu sialan.
"cepatlah, kau lambat sekali Lena" sudah terlanjur emosi memuncak menguasai dirinya. Sehingga membuat Bryan tak sadar bahwa Lena sudah mendahuluinya didepan.
........
Setelah menempuh perjalanan udara Bali-Jakarta. Kini Prisia sudah sampai di bandara Soekarno-hatta, tangannya menggerakkan jari-jari manisnya membuka ponsel yang tadi sempat ia matikan selama penerbangan. Begitu banyak pesan masuk ke dalam ponsel miliknya sampai-sampai ia bingung harus membalas yang mana dulu, ketika ia menscrooll di kontak masuk jarinya berhenti dan matanya melihat sebuah pesan dari seorang yang tak bernama namun bersimbol hati. Tanpa berniat untuk membukanya Prisia langsung menghapus pesan itu dan kembali mematikan ponselnya dan membuangnya begitu saja ke tong sampah yang berada di luar bandara.
"Haii, " seru seorang dari arah parkiran Bandara.
Prisia tersenyum ketika melihatnya, ia berjalan mendekat menghampiri pemuda itu yang dirasa lebih muda dari Prisia.
"Lama ya nunggu gue" Tanya Prisia sambil mengelus rambut pemuda itu.
"Apaan sih, gue bukan anak kecil" tepis pemuda itu mengambil alih koper dari pegangan Prisia.
"Iya-iya tau-tau. kamu bukan anak kecil lagi" Prisia langsung masuk kedalam mobil
"ehmm" deheman keluar dari mulut Rasya untuk memecah kesunyian didalam mobil saat ini.
"Tanya saja, kalau mau tanya" seakan Prisia mengerti tentang apa yang dipikirkan adiknya.
"Kau, patah hati kan?" Tanya Rasya terus terang
"hemm"
"kita pulang saja ke rumah Mama, oke" seakan Rasya mengerti apa yang dibutuhkan kakaknya saat ini. Pilihan paling tepat memang ke rumah mamanya walaupun ada Ayah tirinya ketimbang ke rumah papanya yang ada Ibu tirinya.
"Gak, gue mau pulang ke rumah gue sendiri"
"memang kau punya rumah"
"Punya, masih kontrak. hhee" jawab Prisia sambil menunjukan giginya
"aku tidak menuntut penjelasan darimu sekarang, karena aku adikmu. aku tunggu kau cerita sendiri padaku" ucapan penuh kedewasaan yang tidak dikira akan keluar dari mulut seorang Rasya Narendra
"gimana kabar semuanya? selama aku tidak di rumah"
"Baik-baik saja"
"Kuliahmu bagaiman, awas kalau kau jarang masuk kampus" Prisia memperhatikan adiknya yang fokus menyetir. sepertinya adik kecilnya dulu kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang dewasa. Walaupun usia mereka terpaut 4 tahun tapi Rasya memiliki sifat yang lebih dewasa darinya buktinya saat ini sudah tidak bertemu kurang lebih satu tahun membuat pemikiran Rasya lebih dewasa.
"Baik, lebih baik darimu" kata Rasya
"Sombong, " Prisia mencubit lengan adiknya pelan
"Kau tinggal dengan siapa sekarang" tanya Prisia penasaran dengan kehidupan adiknya saat ini
"Aku tinggal dengan siapa-siapa, kadang aku tinggal di rumah mama kadang aku tinggal di rumah Papa. sesuka ku aku nyaman dimana"
"Enak jadi dirimu, gak pusing"
"enaklah, ketimbang you. Terlalu bucin, makanya jangan bucin-bucin"
"anak kecil, jangan sok tau diem" sebenarnya benar apa kata Rasya barusan ia benar-benar telah bucin terlalu jadi budak cinta sehingga sekarang harus menerima akibatnya sendiri. Prisia-Prisia
"eh, malah ngelamun" kata Rasya melihat kakaknya yang hanya diam menatap ke depan dengan kosong.
"Mau jalan-jalan dulu gak nih kak" tawar Rasya siapa tahu kakaknya itu mau pergi kemana gitu
"gak ah, langsung aja anterin gue ke alamat yang udah gue kasih tau tadi" Prisia menyandarkan kepalanya ke kursi mobil sambil memejamkan matanya rapat-rapat. Sungguh melelahkan pikiran dan badannya.
"Kok, kakak gue ini makin aneh. kadang-kadang pakek gue lo, kadang-kadang aku kamu.dasar-dasar korban bucin" batin Rasya sambil sesekali memperhatikan kakaknya yang sudah memejamkan mata.
Mobil melaju dengan sedang membelah jalanan Jakarta yang penuh dengan keramaian khas ibu kota. Waktu sudah menunjukan sore hari menjelang magrib sehingga semakin padatnya jalanan ibu kota yang penuh keramaian. Hingga mobil berhenti disebuah Gang yang tidak memungkinkan mobil untuk masuk, Rasya bingung dengan lingkungan sekitar benarkah ini akan menjadi tempat tinggal kakaknya . Kakaknya akan tinggal di tempat seperti ini?mana mungkin seorang Prisia Narendra.
"Kak, Kak Sia" menggoyang-goyang tubuh kakaknya yang terlelap tidur
"Apa?" masih memejamkan matanya
"Bangun dulu, Lo serius tinggal disini" kata Rasya memperhatikan Gang didepannya
"Iya"
"Gue bilang mama sama papa nih, kalau lo tinggal disini"
" Udah diem, bawain koper gue"
"Kak"
"Apa.?udah gak usah khawatir. gue disini gak lama kok gue butuh untuk nenangin diri dulu dan jangan bilang mama papa. gue disini juga buat belajar mandiri" Prisia tidak menghiraukan adiknya yang masih ragu-ragu untuk berjalan masuk ke gang menuju rumah persembunyiannya
"Lo beneran kak" ujar Rasya saat sampai didepan rumah yang terlihat lumayan dari yang lainnya.
"Serius Lah, udah tenang aja. Gue disini sementara kok..gue juga udah dapet kerjaan disini jadi gak usah khawatir oke"
"terserah lo ajalah" Rasya langsung masuk kedalam rumah saat rumah itu sudah dibuka oleh Prisia.
T.B.C
Rumah Yang tidak terlalu besar namun cukup nyaman untuk dihuni, sebuah keputusan yang telah dipilih. Keinginan selama setahun yang lalu telah di pendam Prisia akhirnya terwujud, keinginan yang terealisasikan sepulangnya dari Bali hari ini.
"Rasya, ambilkan koper kakak di mobilmu" Prisia menyuruh adiknya yang masih saja memperhatikan kondisi dalam rumah.
"Kakak, gak lihat apa kopernya sudah didepan kamar kakak" Rasya menunjuk koper yang tepat berada didepan Salah satu kamar
"Bodoh itu bukan kamarku, itu kamar tamu" Prisia berjalan kearah koper miliknya dan seketika saat ia berjalan menempeleng kepala adiknya begitu saja.
"Mana aku tau" Kesal Rasya, mengusap-usap kepalanya
"Makanya Tanya? kalau gak Tanya mana tau" kata Prisia sambil menarik koper Yang sudah ia ambil ke arah kamarnya yang berada di depan kamar tamu.
"Aku lapar, buatin makanan" Rasya memegang perutnya seolah-olah ia benar-benar lapar.
Bukannya menanggapi adiknya Prisia justru masuk kedalam kamarnya membawa koper dan membantingnya pelan ke kasur, perlahan ia membuka koper itu berniat membereskan pakaian-pakaian yang berada di dalam koper. Tapi, kenapa ada yang aneh dengan koper miliknya batin Prisia. Anehnya perasaan tadi sebelum penerbangan ia telah mem password kopernya, kenapa kali ini kopernya tidak di password. Dan kenapa ia baru sadar jika kopernya sedikit berbeda
"apa benar ini koperku" batinnya sekali lagi meyakinkan
Dengan ragu perlahan Demi perlahan Prisia membuka koper miliknya dan matanya langsung melotot tak percaya dengan isi kopernya. Bagaimana tidak melotot kan mata jika didalam koper isinya berhubungan dengan pria semu, tahu sendirilah apa saja yang berhubungan dengan pria, ada boxer-boxer dan lain-lain
"Koper siapa ini, kenapa bisa barang-barang ini disini" batinnya berteriak
"Rasya, Rasya... " teriak Prisia dari dalam kamar.
"Apa sih, Apa. Nggak usah teriak-teriak juga aku denger kok"
"Koper siapa ini Yang kau bawa masuk ke rumah" tunjuk Prisia pada koper
"Ya koper kakak lah, Aneh" jawab Rasya enteng sambil bersedekap tangan
" bukan, itu bukan koperku.. " kata Prisia keras
"Koper siapa kalau bukan koper mu, koper hantu" Rasya menatap kakaknya jengah
"............" Prisia hanya diam seakan menerawang seraya berfikir. mengingat-ingat bagaimana koper Yang ia bawa sedari tadi ternyata bukan koper miliknya
Bagaimana bisa kopernya tertukar dengan orang lain perasaan sedari di Bandara tadi ia tidak bersandingan dengan orang lain kecuali adiknya. Jadi bagaimana mungkin kopernya bisa tertukar.
Prisia benar-benar tidak tau bagaimana kopernya bisa tertukar, sepersekian detik ingatannya kembali pada kejadian di Bandara Ngurah Rai beberapa jam Yang lalu. Ketika ia berlari dari kejaran pria brengsek bernama Yoga disitu ia tidak sengaja menabrak pria berkulit putih, tinggi tegap, dan hidung mancung disitu juga bukan dirinya Yang terpental tetapi koper Yang ia bawa juga. Apa mungkin kopernya tertukar dengan koper pria tadi. Prisia memukul kepalanya sendiri dengan pelan.
"Bodoh" desis Prisia
"Memang baru sadar" Celetuk Rasya sambil geleng-geleng kepala
"Gara-gara pria brengsek itu, " geram Prisia kesal sambil mengacak-acak rambutnya tak karuan. Benar-benar mengesalkan, sangking ingin kabur dari Yoga ia bertindak ceroboh.
......***......
"Buang koper ini ketempat sampah" seru Bryan sambil menendang koper disebelahnya. Bryan berkali-kali menendang koper itu penuh kekesalan. Raka dan Lena Yang ada disitu hanya geleng-geleng kepala melihat kekesalan yang tidak ada habisnya di luapkan Bryan.
"Akhh Sial,. " umpat Bryan menyalurkan emosi
"Sudahlah, apa dengan kau seperti ini koper mu bisa kembali" Raka mencoba meredam emosi sepupunya itu dengan merangkul kan kedua tangannya di bahu Bryan
"Ini semua gara-gara kamu, kalau kau mengabari ku lebih awal gak akan aku nunggu kamu" Bryan menghempaskan tangan Raka dari bahunya.
"kenapa jadi aku Yang kau salahkan.. salahmu sendiri jalan gak pake mata" balas Raka tidak terima
"shitt diam" lerai Lena Yang melihat pertentangan didepan nya sebentar lagi akan memanas. Kedua pemuda itu saling diam dan memperhatikan
"Gara-gara perempuan ceroboh itu, awas kalau ketemu lagi" gumam Bryan penuh penekanan
"Perempuan? Siapa? " tanya Lena serius, saat mendengarnya
"Kau aneh ya Len, ya jelas perempuan pemilik koper ini lah" Raka berkata
"Kalian berdua keluarlah, aku mau istirahat" secara langsung tanpa basa-basi Bryan mengusir kedua orang itu untuk keluar dari kamarnya. Malas jika harus menanggapi kedua orang itu yang terus saja bertanya,
dan ia tidak mood untuk berbicara sekarang moodnya telah hilang dari beberapa jam yang lalu. Niatnya pergi ke Bali untuk me refresh diri dari penatnya pekerjaan, dan mengumpulkan mood sebanyak-banyaknya.. bukannya terkumpul malah terkuras gara-gara perempuan ceroboh yang ia temui tadi di bandara.
Hilang sudah moodnya, sungguh mengesalkan sekali dan tambah mengesalkan lagi kenapa juga mereka berdua harus ikut ke Bali. Semua yang telah ia rancang dan rencanakan di Bali tentang apa saja Yang akan ia lakukan selama disini buyar sudah saat Lena datang menyodorkan proposal Yang harus ia tandatangani. Harapannya untuk berlibur terkikis sudah. Bryan membanting proposal itu di meja kerjanya yang kebetulan tersedia di kamar penginapan yang telah ia sewa untuk beberapa hari ke depan.
Bryan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan mencoba memejamkan matanya. Tapi tak dapat terpejam juga padahal badannya dan jiwanya begitu lelah. Matanya memandang langit-langit kamar yang indah. Bayangan kejadian tadi di bandara seakan terputar lagi di kepala. Kekesalan kembali hinggap dipikiran tak kala ingatan tadi muncul kembali, bagaimana tidak kesal di dalam koper miliknya terdapat aset-asetnya sebagai seorang pria dan itu dilihat oleh orang lain apalagi wanita begitu memalukan.
"Akhhh... " Bryan berteriak frustasi mengacak-acak rambutnya sendiri menyalurkan kekesalan tiada tara. itu sungguh-sungguh memalukan bagaimana jika tanpa sengaja entah kapan dan dimana ia akan bertemu perempuan itu. Semoga saja ia tidak bertemu perempuan itu lagi. Tapi siapa tahu takdir akan mempertemukan mereka entah itu secara sengaja ataupun tidak sengaja siapa yang tahu.
Belum juga terpejam, membuat Bryan kesal ia kembali bangun dari rebahan nya memandang koper yang masih tergeletak di depan sofa kamar, mengambil dan menyeretnya keluar ruangan serta melemparnya begitu saja keluar
"benar-benar mengesalkan hari ini, ayo tidur Bryan, tidur ayo tidur. Itu bukan hal memalukan tidak apa-apa tidak usah dipikirkan" kata Bryan menenangkan diri sendiri. Ia kembali menuju ranjang setelah melempar koper itu keluar kembali menerawang langit-langit kamar Rasa letih yang dirasakan dan Yang membebani benaknya akhirnya memaksa kelopak matanya menutup untuk sejenak terlelap dalam tidur membawanya ke dunia mimpi. Tidur adalah Salah satu pilihan untuk mengembalikan mood serta mampu memberikan kesegaran Yang telah terkuras dalam beraktivitas. Tidak ada yang lebih nikmat selain tidur.
T.B.C
Untuk pertama kalinya Prisia memulai hari-harinya di Jakarta setelah beberapa tahun ia pergi meninggalkan kota itu. Sedari SMA hingga ia berusia 23 tahun Prisia tidak pernah menginjakan kakinya di Ibu kota lebih tepatnya semenjak perceraian kedua orang tuanya ia memutuskan untuk pergi Keluar Negeri dan Setahun terakhir ia lebih memilih untuk tinggal di Bali. Mencoba menyendiri dan mengikuti sang kekasih yang dulu sangat ia cintai. Tapi apa, lelaki yang begitu ia cintai justru menduakan cintanya. Yoga memang laki-laki brengsek tidak patut ia cintai.
Prisia tidak ingin membuang-buang waktu dalam kegalauan, lebih baik ia menyibukkan dirinya ke pekerjaan dari pada harus ber galau-galau ria. Buktinya baru dua hari ini di Jakarta Prisia sudah merencanakan dimana ia akan bekerja dan hari ini adalah hari pertamanya untuk bekerja. Bergegas untuk bangun ini hari pertamanya jadi jangan sampai ia telat bekerja, jika ia telat bagaimana reputasi dirinya selanjutnya pegawai baru sudah telat bekerja. Apalagi jabatannya Sekertaris, sebuah jabatan yang penuh tanggung jawab dan langsung berhadapan pada CEO perusahaan.
Setelah siap dengan setelan kantornya, Prisia berlari keluar gang rumahnya menuju Halte bus yang tidak jauh dari rumahnya berniat untuk menaiki bus sebagai kendaraanya ke kantor. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat, peluh keringat mulai membasahi pelipis. sebuah keberuntungan baginya di saat ia sudah sampai di Halte Bus, Bus yang akan ia naiki sudah datang dan sebentar lagi berangkat. Namun, ia tidak selalu beruntung bagaimana bisa ia tidak memperhitungkan akan terkena macet. Bagaimana bisa ia lupa bahwa Ibu kota terkenal dengan kemacetan, suara klakson dimana mana membuat gaduh suasana dan begitu memekakkan telinga.
Bagaimana bisa ia tidak memperhitungkan ini, hari pertama bekerja seharusnya lebih memperhitungkan kedisiplinannya lagi dengan tidak menaiki angkutan umum, tapi apa sekarang pusing dengan pergulatan pikirannya Prisia geleng sendiri. Begitu bodohnya ia, kenapa tidak minta Rasya untuk mengantarkannya atau meminjam mobil Papanya sungguh bodoh kau Prisia runtuk dirinya dalam hati.
......***......
Terlihat sebuah gedung besar Bertuliskan NBR Group perusahaan yang bergerak di bidang Property. Perusahaan terbesar di Indonesia dalam urusan properti memiliki cabang dimana-mana dan proyek-proyek besar telah di tangani oleh perusahaan ini
NBR group perusahaan milik pengusaha sukses di jamannya Hardi Teeradon. Membuat perusahaan ini dari nol dan memberikan nama NBR untuk perusahan yang ia dirikan. NBR merupakan singkatan nama-nama cucunya.
karena ia sudah tiada maka perusahaan ini ia berikan untuk anak-anaknya. Tapi, sayang anak-anaknya tidak ada yang ingin meneruskan perusahan karena mereka lebih memilih untuk mendirikan perusahaan sendiri. Akhirnya karena kedua anak laki-lakinya tidak ingin memimpin perusahaan, NBR group ia percayakan pada Cucu keduanya Bryan Teeradon.
"Kau bilang sudah menemukan sekertaris ku yang baru? mana dia? " sentak Bryan pada Raka Yang asik bermain game di ruangannya
"I Don't know " Jawab Raka enteng
Bryan keluar ruangan membanting pintu kesal, bagaimana tidak kesal hari ini tugasnya begitu banyak. Sedangkan Raka tidak mau membantunya padahal ia masih sekertaris dirinya, alasannya kontraknya selama seminggu sudah habis dan kini ia kembali menjadi sepupu. Raka memang Sepupu Bryan anak dari om Bryan adik dari ayahnya.
Tok Tok
Prisia menyembulkan kepalanya di sebuah ruangan. Memandang seisi ruangan itu.
"kemari-kemari," Raka yang sedang asik bermain game teralihkan oleh seorang yang menyembulkan kepalanya seorang gadis berperawakan tidak terlalu tinggi. Menyuruh gadis itu untuk masuk ke dalam ruangan.
"kau pasti sekertaris baru ya? " Tanyanya sambil memperhatikan penampilan Prisia dari atas kebawah.
"Iya, " jawab Prisia sambil tersenyum tipis.
"Silahkan duduk, silahkan duduk. Santai saja, mau main game denganku" Senyum Raka sedikit menggoda
"Apa? " Prisia merasa terkejut
"Siapa itu pacar barumu? " kata seseorang yang baru saja masuk kedalam ruangan.
"Iya,. " Jawab Raka langsung merangkul bahu Prisia.
"hah, " semakin mlongo Prisia karena ulah laki-laki ini entah dia bos nya atau bukan.
"hahahaha, hanya bercanda gadis manis" Raka melepaskan rangkulannya pada Prisia.
"Itu bos mu, yang sabar-sabar aja ya menghadapi dia nantinya" kata Raka sekali lagi sambil menunjuk Bryan yang berdiri didepannya.
"Kemari duduk disitu" kata Bryan setelah ia duduk di mejanya.
"Kamu niat tidak bekerja di perusahaan ini. Jika tidak berniat bekerja disini cepat keluar sekarang juga dari ruangan saya. Kamu ini sekertaris CEO dari perusahaan besar tapi di hari pertamamu saja kau sudah bersikap tidak professional" dingin, suara itu begitu dingin di telinga.
"sabar bro, tenang dulu" kata Raka menengahi
Bryan menatap tajam Raka yang berdiri di belakang Prisia.
"kenapa jadi tegang begini" gumam Prisia sambil menarik ujung roknya gelisah seumur-umur ia tidak pernah merasa gelisah seperti ini tapi kenapa kali ini ia merasakannya.
"Sebelumnya saya minta maaf, apabila saya sudah telat dan tidak professional. Saya serius bekerja di perusahaan bapak, maaf apabila saya Salah" sedikit ragu Prisia membuka suara mencairkan suasana diantara mereka bertiga.
Bryan berhenti menatap Raka dan mengalihkan tatapannya ke Prisia
"Aku tidak butuh maaf mu, aku butuh bukti dari kinerja mu. Sekarang kau boleh keluar, nanti saya panggil. jika saya membutuhkan bantuan"
Mendengar pernyataan itu Prisia langsung keluar, sebenarnya ia tidak terima di perlakukan seperti itu oleh CEO songong. Tapi, bagaimana lagi ini hari pertamanya bekerja jadinya tidak mungkin ia akan membuat masalah cukup biarkan saja untuk saat ini lagian juga dia bosnya.
Tunggu, sepertinya ia familiar dengan wajah itu seperti pernah melihatnya tapi dimana. Prisia Yang sudah duduk di mejanya terus berfikir dimana dan kapan ia pernah bertemu CEO itu, bukannya ini pertama kalinya mereka bertemu tapi wajah itu begitu familiar diingatan nya.
Tuk tuk
Ketukan di meja membuyarkan lamunan Prisia. Sontak Prisia langsung menoleh dan mendapati Bryan yang sudah berdiri didepannya.
"Oh my god, sekarang aku ingat pernah bertemu orang ini dimana" batin Prisia dalam hati
"I I iya pak" gugup sudah saat melihat laki-laki di depannya ini. Gimana nasibnya nanti.
Sama sekali tidak menyangka mereka akan bertemu lagi, kenapa dunia begitu sempitnya bener kata pepatah dunia se sempit daun kelor.
Merasa di tatap terus Bryan menjitak kepala Prisia agar berhenti menatapnya.
akkkhh
Ringisan kesakitan keluar dari mulut Prisia
"Saya tahu, saya tampan" kata Bryan dingin
"Kamu ambil laporan di ruangan saya dan temui saya di cafe bawah kantor ini" Bryan langsung melangkah pergi namun langkahnya berhenti
"tunggu sepertinya saya pernah melihat kamu tapi dimana? kau pernah bertemu saya"
"Mampus deh mampus kau Prisia. Dia pasti ingat, kamu sih waktu itu ceroboh bener gara-gara bucin" maki Sia pada dirinya sendiri
"Gak usah dipikir, cepat ambil Laporan dimeja saya" perintah Bryan dan kembali berjalan pergi meninggalkan Sia yang menghembuskan nafas lega.
T.B.C
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!