Alisya Putri, itulah namaku. Aku sering dipanggil Lisya, Ayahlah yang memberikan nama itu untukku. Tapi...!! Aku tidak bisa lagi bertemu dengan ayah untuk selamanya, ayah sudah pergi dari hidupku dan dari dunia ini, ayah sekarang berada didunia lain. Sedang beristirahat di alamnya 😢
Kami berada di Alam yang berbeda sekarang...!!
Ya. Kalian benar sekali. Ayahku, sudah lama meninggal sejak aku berusia 7 tahun. Di saat Idul Adha (Lebaran Haji) kata ibu, ayah sempat sholat di masjid, dan kami masih sempat bersenda gurau di malam sebelum ayah wafat.
Walaupun ayah sudah pergi untuk selamanya dan tidak akan pernah kembali lagi. Tapi ayah, akan selalu ada di lubuk hatiku yang paling dalam dan berada disetiap hembusan nafasku. Aku sering menangis di malam hari ketika mengingat masa dimana ayah yang selalu berada disampingku. Matanya yang begitu indah, senyum yang begitu tulus yang terpancar dari raut wajahnya. Ayah memiliki sifat yang jujur, penyabar, penyayang, dan bekerja keras. Kata ibu, mataku persis seperti ayah yang berwarna hitam pekat.
Setelah ayah wafat, ibulah yang mencari nafkah untuk kami. Beliau adalah seorang Pengusaha pemilik cafe ternama di pusat kota. Sampai sekarangpun, ibu sangat bekerja keras padahal usianya sudah memasuki 49 tahun. Walaupun demikian, ibu masih kelihatan sangat cantik dan sehat bugar. Ibu memiliki mata berwarna hijau yang sebening berlian, dan memiliki tinggi sekitar 160 cm. Sedangkan berat badannya sekitar 60 kg. Semua temanku mengatakan kalau ibu lebih cocok dipanggil kakak, dari pada dipanggil ibu. Karena memiliki postur tubuh yang ideal sama seperti aku. Ibu memiliki sifat yang lemah lembut, selembut sutra.
Aku anak bungsu dari 2 bersaudara, aku memiliki abang yang bernama Rasyid Al Siddiq. Yang berusia sudah memasuki 24 tahun, beliau bekerja di Perusahaan ternama dipusat Kota, abang Rasyid menurunkan sifat ayah. Yang jujur, penyabar, penyayang, dan bekerja keras. Aku sangat bahagia karena memiliki abang yang sangat menyayangiku, aku tidak kekurangan sedikitpun kasih sayang seorang ayah, Karena abang Rasyid adalah abang, sekaligus ayahku.
Tanpa terasa sekarang telah sampai usiaku dalam kedewasaan, sekarang usiaku sudah 20 tahun. Aku kuliah di salah satu Universitas Favorit di pusat kota, dan mengambil jurusan Sastra Indonesia. Aku sangat suka menulis dan membaca komik, yang paling kusukai adalah komik yang berjudul zombie...!! Itu sangat seram dan menarik untuk dibaca.
Tidak semua orang menyukai komik yang berjudul tentang zombie termasuk ibuku. Ibuku tidak menyukai apapun itu yang berkaitan dengan zombie, mau itu komik, film ataupun gambar...!!
Terdengar suara jarum jam yang berdentang setiap detiknya. Suasana yang senyap, dan sejuk, karena AC yang telah dihidupkan. Membuat aku semakin konsentrasi membaca komik yang bercerita mengenai zombie. Tubuhku terbaring diatas kasur yang empuk, sedangkan kedua tangganku menganggam komik dengan sangat erat. Mataku bergerak kekanan, dan kekiri. Untuk menghayati semua kata demi kata yang tertulis, seakan-akan aku berada di dalam komik tersebut. Seketika lamunanku buyar dan kembali ke dunia nyata.
"Gawat...!! Aku sudah terlalu lama membaca komik yang berjudul kiamat zombie. Aku harus menyelesaikan tugas kuliah sekarang juga!!" Aku menutup komik, dan meletakkannya di atas kasur yang empuk. Dengan tergesa-gesa, aku langsung berlari menuju meja belajar yang dipenuhi oleh peralatan belajar, laptop, dan ponsel. Pak Harto, mengirimkan tugas melalui email. Pak Harto, adalah Dosen kesukaanku karena beliau mengajar mata pelajaran sastra Indonesia.
Aku menarik kursi yang berada di hadapan meja dan duduk diatasnya, tangganku membuka laptop yang berada diatas meja. Mataku hanya fokus melihat cahaya yang terpancar dari layar laptop, jari yang sangat lihai mengetik keyboard, seperti musisi yang memainkan pianonya, pikiranku hanya tertuju disatu titik. Aku tidak mendengar suara apapun melainkan keyboard. Klik...!! Klik...!! Klik...!! Klik....!!
Aku harus menyelesaikannya malam ini juga!! karena kalau sudah sampai besok, tugasku nggak akan di terima, pak Harto. Batinku.
"AYO, SEMANGAT ALISYA...!!" dengan penuh semangat aku terus mengetik dan tidak menoleh sedikitpun kearah jam yang berada di diding tepat dibelakangku.
* * *
Waktupun terus saja berjalan, tidak terasa sudah berjam-jam aku dihadapan laptop. Akhirnya selesai juga!! Aku akan mengirim tugas kuliah ke email, Pak Harto. Tinggal selangkah lagi semua akan selesai. Tubuhku mulai berbalik ke jam yang berada di belakangku, ternyata ini sudah tengah malam. Aku kembali melihat ke arah laptop, sebelum jemariku menyentuh keyboard untuk mengirimkan tugas melalui email, aku mendengar suara ponsel yang dari tadi terus saja menggetar.
Zee...!! Zee...!! Zee...!! Zee...!!
"Ada apa ini? konsentrasiku jadi terganggu," melirik ke arah ponsel dengan menarik nafas yang kuat. "Aku sampai gak sadar kalau ponselku sudah di ujung meja belajar!!" Aku yang masih tidak menghiraukan ponsel yang terus saja berdering itu dan sekarang mulai mendekati ujung meja hingga terjatuh ke lantai. Tanganku dengan sigap meraih ponsel yang tinggal 5 inci lagi mengenai lantai dengan badan yang menunduk.
Aku duduk kembali setelah meraih ponsel yang hampir saja terjatuh, "hampir saja...!!" aku menarik nafas dengan lega sambil melihat layar ponsel. "Chat dari siapa ini? Amel...!! Mengapa dia mengirim chat begitu banyak??" Aku yang masih menggenggam ponsel dan kembali melihat ke layar laptop sambil mulai mengirim tugas ke, Pak Harto.
Amelia adalah sahabatku. Kami sudah lama berteman sejak masih di bangku SMA. Sekarang kami juga berada di kampus dan jurusan yang sama. Amel memiliki sifat yang baik hati, dewasa, dan ceria. Aku sering curhat dengannya apa pun itu termasuk soal cinta... he he he.
Hmmm...!! Mengapa sih harus loading? Aku sangat kesal sekali, bagusan aku membuka chat dari Amel. Batinku.
《Chat Dari Amelia》
Amelia : Hay, Lisya....
Amelia : Kau lagi apa??
Amelia : Kau sudah dapat pesan dari, Pak Harto...?
Amelia : Lisya, balas chat dariku.... 😈
Amelia : Ada hal penting yang mau aku kasih tau kepadamu...
Pasti kau akan kaget mendengarnya....
Amelia : Apa kau gak mau mendengar cerita dari ku, Lisya...??😕
Alisya : Maaf Mel, aku baru lihat chat darimu. Aku lagi mengerjakan tugas dari, Pak Harto. 😑😯
Amelia : Apa!! Kau baru mengerjakan tugas!?
Alisya : Tinggal selangkah lagi semua akan selesai, Mel.
Amelia : Kemana saja kau dari tadi, Alisya? padahal tugas itu dikirim setelah kita pulang dari kampus...!! 😒
Jangan bilang dari tadi kau malah asyik membaca komik yang berjudul tentang zombie!!
Alisya : he he he... gimana kau bisa tahu, Mel.😜
Amelia : Alisya... Alisya... kita itu uda kenal sejak lama. Bukan sehari atau dua hari kita saling mengenal.
Aku sudah hafal sifatmu, dan tahu apa yang kau suka dan tidak suka, Lisya.😂
Alisya : 😘 Kau memang sobatku yang pengertian....
Oya kau tahu gak? Komik yang aku baca ini adalah komik baru yang telah dibeli ketika aku pulang dari kampus.
ZOMBIENYA itu loh, Mel... seram banget... macam nyata... !!
Amelia : Jangan ceritakan komik itu ke aku, Alisya.😡
Kalau kau mau menceritakan komik yang seru, itu pun harus komik yang berkaitan tentang Korea kesukaanku. Kalau itu aku mau mendengarkannya satu harian penuh, aku nggak akan bosan.😍
Alisya : Wk... Wk... Wk.... 😂😂
Amelia : Wk... Wk... Wk.... 😂😂
Alisya : Oya, ada berita penting apa yg ingin kau sampaikan ke aku, Mel?
Amelia : Tadi sore aku bertemu dengan mantanmu...
dan dia kirim salam. 😄
Alisya : Aku nggak caya. 😕
Amelia : Aku serius, Lisya.
Apakah kau gak percaya sama aku? 😕
Alisya : Apakah kau serius, Melek. 😲
Kau bertemu dengannya?
Amelia : Aku serius, Lisya. 😆
Alisya : Apa katanya?
Amelia : Dia tanya kabar dan kirim salam kepadamu... 😍
Alisya : Terus apalagi??
Amelia : Apakah Alisya, uda punya pacar?
Alisya : Terus apa lagi??💕
Amelia : Apakah Alisya. Masih waras apa uda gila?😜😂
Alisya : Melek...!! Jangan menggodaku.😬
Aku serius... apalagi kata dia?💘
Amelia : Kau ini...!! Kenapa dari tadi nanya terus... Aku jadi bosan.
Bagusan kau chat dia, dan tanya langsung apa kabarnya?
Jangan sok nggak peduli dan sombong sama dia.
Dulu ketika dia ada di hadapanmu, kau nggak peduli. Tapi ketika dia pergi, kau kepo (mau tahu banget😒). Dan masih berharap kepadanya....
Beranikan dirimu, Alisya...!!😇
Alisya : Apakah, aku harus bertanya kabarnya??😟
Amelia : Iya, Lisya....
Alisya : Haruskah aku chat dia, Mel. 😯
Amelia : Iya... semangat. 💪
Alisya : Bay.... 😍
Apakah Fadli akan membalas chat dariku, setelah apa yang telah aku perbuat padanya dulu? Aku percaya kepada Amel, tapi!! Apakah Fadli tulus mengatakan itu semua kepadaku?. Batinku ragu.
Tubuhku mulai bangkit berjalan meninggalkan kursi dan melangkah mendekati lemari pakaian yang terbuat dari kayu jati berada di sebelah pintu kamar, jemariku mulai meraih gagang pintu lemari pakaian dan membukanya secara perlahan, mataku hanya tertuju kearah laci yang berada di hadapanku tepatnya di dalam lemari bagian tengah.
Apakah aku harus membuka laci itu kembali, setelah sudah sekian lama terkunci? Batinku.
Aku menghela nafas dan mulai mengumpulkan keberanian untuk membuka kembali laci tersebut. Tangan yang bergerak tanpa disadari menggenggam kunci di balik piyama yang melekat di tubuhku, aku telah menggantungkan kunci tersebut di leher dan selalu membawanya kemanapun aku pergi. Tangan yang bergerak sendiri tanpa kusadari seakan-akan dia tahu apa yang harus dilakukan, dan. CEKLEK ....!! Akhirnya laci itupun terbuka kembali sejak sekian lama terkunci.
Terlihat beberapa surat yang terlipat rapi di setiap sudut laci dan album foto berwarna merah hati bermotif daun kecil. Aku yang masih menyimpan barang-barang pemberian darinya termasuk mahkota bunga yang dibuatnya dengan bunga plastik, lampu hias, dan patung orang yang terbuat dari kayu. Barang-barang tersebut masih kusimpan rapi di setiap sudut ruang kamarku. Di kamar ini tidak ada satupun boneka, karena aku tidak menyukainya. Aku lebih suka bunga mawar dan coklat dibandingkan boneka.
Aku masih saja berdiri dan terus memandangi kearah laci, mata yang hanya fokus melihat album, dan pikiranku mulai mengingat masa di mana bersama Fadli dulu. Album yang masih tergeletak didalam laci mulai kusentuh dengan sangat lembut dan bibirku mulai tersenyum lebar sambil melirik kearah surat yang pertama kali Fadli berikan kepadaku. Jemariku tiba-tiba saja bergetar ketika menyentuh ujung kartu yang berwarnya merah hati tersebut.
Fadli, apakah kau masih mengingat dimana saat kau mengutarakan perasaanmu kepadaku dulu?. Batinku.
Dengan perlahan aku meraih kartu tersebut dan mulai membacanya. Yang tertulis.
《Kartu Pertama Dari Fadli》
Hay, Alisya. Apakah kau menyukainya? Aku sengaja menanam bunga mawar ini hanya untukmu, aku harap kau menyukainya. Ada Hal yang inginku bicarakan kepadamu, apakah sepulang sekolah kau punya waktu untukku? Aku menunggumu di taman bunga di dekat danau. Aku akan selalu menunggumu, Alisya.
Kata-kata itu, mampu membuatku mengingat kejadian disaat Fadli mengutarakan cintanya kepadaku di atas perahu bebek yang berada di tengah danau. Aku mulai mengambil album didalam laci sedangkan surat tersebut masih ku genggam sangat erat. Kupandangi setiap foto yang berada didalam album, terlihat wajah kami yang memancarkan raut kebahagiaan.
"Aku sangat merindukanmu,Fadli. Dan aku sudah tidak sabar mengirimkan chat kepadamu," Aku terus tersenyum memandangi foto dan mulai mengambil semua surat yang berada didalam laci sambil mulai membacanya satu persatu. Yang tertulis.
《Surat Ketika Aku Berulang Tahun Yang Ke 17 Tahun》
Happy birthday pesek, selamat ulang tahun semoga sehat selalu dan panjang umur, jadilah anak yang bisa dibanggakan orang tua dan semoga apa-apa yang diinginkan terkabulkan, aamiin. Oya pesek, jangan lupa doakan hubungan kita semoga langgeng sampai ke pelaminan ya, he... he... canda abang dek. Dan ingat, jangan terlalu banyak makan coklat nanti bisa endut loh....
《Surat Ketika Fadli Memberikan Mahkota Yang Kedua》
Jangan senyum-senyum sendiri!! Nanti dikira orang gila loh... tapi jangan marah juga dong!! Kan jadi takut akunya pesek. Aura keganasanmu sudah sampai ke rumahku, bahkan disini sudah mau badai wkwk..., iya maaf. Oya gantungkan mahkota ini di sebelah mahkota yang sudah dibuat tempo hari. Karena mahkota ini cerminan dari diriku yang akan selalu bersamamu sampai kapan pun juga. Aku tidak akan melepaskanmu walau badai sekalipun, hanya maut yang mampu memisahkan kita, Alisya.
《Surat Ketika Hubungan Kami Memasuki Tahun ke 3》
Tidak terasa ya pesek, hubungan kita hampir memasuki tahun ke 3!! Sebentar lagi kita akan menjadi mahasiswa. Dan kau tahukan, Alisya. Kalau Papa ingin aku meneruskan bisnis dan berkuliah di tempat yang sudah beliau tetapkan. Tapi walaupun begitu, akan kuusahakan kita berada di universitas yang sama!! Kalau memang itu tidak mungkin. Aku berjanji, akan selalu menjemput dan mengantarmu pulang setiap harinya. Dan ingat, kamu jangan selingkuh dari aku ya, aku tidak bisa kehilanganmu, Alisya. Kamu taukan seberapa besar dan dalam cintaku kepadamu. Tapi aku pun tidak bisa menolak permintaan orang tuaku untuk berkuliah yang sudah mereka tetapkan. Aku harus meneruskan perusahaan Papa karena aku anak satu-satunya. Mungkin nanti kita akan jarang ketemu, karena selain kuliah aku juga harus mengurus cabang perusahaan Papa. Patung kayu ini akan selalu menemanimu ketika aku tidak berasa disisimu.
Sebelum melanjutkan surat berikutnya, mataku sudah tidak sanggup menahan beratnya air mata. Ia mengalir begitu saja tanpa aku sadari, kaki yang sudah tidak bisa berdiri tegak akhirnya ia terduduk lemas di atas lantai, sedangkan tubuhku menyender di lemari pakaian yang masih terbuka. Nafas yang semakin sesak, air mata yang masih mengalir terus-menerus hingga akhirnya aku tidak sanggup lagi untuk melihat semua foto dan membaca beberapa surat lainnya.
Aku sangat mencintaimu, Fadli. Andai aku bisa mengulang kembali waktu dan menjelaskan semua kepadamu, mengapa aku menginginkan kita putus. Tapi tidak, aku malah menghindar dan tidak pernah memberi alasan apapun kepadamu. Dan akhirnya kita sudah tak saling bertemu hingga sekarang. Batinku.
Aku berlari menuju kasur dan membiarkan barang-barang itu tergeletak diatas lantai di dekat lemari pakaian yang masih terbuka. Aku menjatuhkan tubuh ini di atas kasur sambil memeluk bantal guling.
"Memang benar, aku yang salah!! Semenjak tamat SMA aku selalu menghindar darimu bahkan aku mengganti nomor telpon dan memblokir di setiap Mensos yang ada. Apakah semua tindakanku itu salah? Tapi mau gimana lagi, ini adalah satu-satunya cara akar aku gak mengingatmu kembali, Fadli," Aku menangis terisak-isak yang masih memeluk bantal guling, "sebenarnya ibu juga sangat kaget ketika mendengar kalau aku mengambil keputusan untuk meningalkanmu di saat itu, apalagi ibu tidak pernah melarang aku untuk pacaran karena ibu yakin kalau keduan anaknya tidak akan berbuat hal yang akan mencemarkan nama baik keluarga. Tapi... aku juga sudah berjanji kepada diri ini. Apalah daya, hati dan pikiranku berlawanan. Toh sekarang nasi sudah menjadi bubur, aku nggak bisa merubah apapun. Dan mengapa Kau tidak berusaha datang ke rumahku!! Kau tahu sendirikan, bagaimana sifatku, Fadli?"
Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus diam seperti ini terus menerus, atau mulai mengirimkan chat kepadanya terlebih dahulu?. Batinku ragu.
Aku terus berpikir langkah apa yang harus diambil, "tidak, aku harus mengikuti saran dari Amel. Ya!! Aku harus mengirim pesan ke, Fadli." Aku mulai bangkit dari kasur sambil menghapus air mata yang telah membasahi pipiku, "tapi..., aku tak biasa chat Fadli terlebih dahulu, apa sebaiknya... aku menelpon dan langsung mematikannya dan menunggu chat pertama darinya...? Tidak!! Aku tidak boleh bertingkah kekanak-kanakan lagi. Sudah cukup, aku harus bersikap dewasa."
Aku mulai melangkah dengan sangat percaya diri menuju meja belajar dan meraih ponsel yang berada diatasnya.
[Dewasa] kata itu masih terngiang-ngiang didalam pikiranku.
"Baiklah aku akan mencoba mengirimkan chat terlebih dahulu!!" jariku mulai mengetik nama Fadli di pencarian kontak, kuklik nomornya yang masih tersimpan sejak dulu untungnya, Fadli. Masih memakai nomor lamanya, aku sangat senang dan memberanikan diri untuk mengirimkan pesan terlebih dahulu. Aku yang sedang duduk diatas kursi dengan menarik nafas dalam-dalam dan mulai membuka WhatsApp.
Alisya : Hay..., Fadli. apa kabar?
Ini, Alisya. Apakah kau masih mengingatku...?.
Jantungku berdetak tidak karuan serasa akan copot, ketika melihat cek list bertanda dua!! Sambil memeluk ponsel dan memejamkan mata, berharap Fadli membalas chat dariku. Aku mulai menunggu dan terus menunggunya. Hingga akhirnya aku membuka mata dengan perlahan dan melihat ke layar ponsel.
"Mengapa, Fadli. Nggak membalas chat dari ku, apakah dia sudah melupakanku?" Aku yang masih memandangi layar ponsel dan berharap mendapatkan balasan dari, Fadli.
Apakah Amel berbohong kepadaku?. Batinku kecewa.
Aku melirik ke pojok paling atas barisan kanan ponsel, "hamm... pantesan saja. Fadli, gak membalas chat dariku. Ternyata sekarang sudah larut malam," wifi rumah akan mati otomatis ketika larut malam tiba, "akan ku hidupkan dari data pribadi dan melihat apakah, Fadli. Sudah membalas chat dariku."
Ketika jariku mulai mengklik data pribadi, aku tidak memperhatikan kalau ponselku sudah lowbet.
Ya Tuhan mengapa ponsel ini harus mati disaat waktu yang tidak tepat. Batinku.
Aku bangkit dari kursi belajar dengan menghela nafas sangat dalam mencoba mencari charger dan mengecas ponselku di dekat laptop.
Aku keluar dari kamar dan menuju dapur untuk mengambil segelas es lemon. Kamarku berada dilantai atas bersamaan dengan kamar ibu dan abang Rasyid, aku berjalan menuruni anak tangga dengan sangat perlahan mata yang tertuju melihat lampu dapur, lampu tengah, dan tv yang masih menyala.
Mengapa semua masih menyalah, ini tidak seperti biasanya. Batinku heran.
Aku mulai berjalan ke ruang tengah menuju tv, tepatnya di depan sofa. Jemariku meraih remot tv yang terletak di atas meja selain remot tv aku juga melihat ada segelas air putih, tas, dan selimut tebal. Seketika langkahku terhenti ketika melihat seseorang yang sangat aku cintai sedang tertidur lelap diatas sofa dengan masih memakai pakaian rapi dan sepatu hak tinggi 5 inci yang masih melekat di kakiny, hati ini tidak sanggup membangunkannya hingga akhirnya selimut aku ambil dari meja dan menyelimuti tubunya dengan sanggat perlahan sambil berjongkok di antara sofa dan meja tersebut.
Sepertinya ibu baru pulang dari cafe. Batinku.
"Sayang, Kamu belum tidur?" sahut ibu yang tiba-tiba saja terbangun ketika aku sedang menyelimutinya.
"Belum bu. Alisya, mau minum segelas es lemon," ucapku sambil tersenyum menatap mata Ibu yang terlihat sangat kelelahan.
"Ya sudah..., setelah itu kamu harus langsung tidur ya, ini sudah larut malam," jelas ibu kepadaku sambil mengelus rambutku dengan jari-jarinya yang lembut.
"Ibu mau, Lisya buatkan segelas es lemon?" balasku sambil tersenyum dan berdiri.
"Nggak usah sayang, ibu mau tidur saja," jawab ibu sambil melipat selimut yang berada di tubuhnya.
Ibu bangkit dari sofa dan bergegas pergi ke kamar. Sedangkan aku, melanjutkan pergi ke dapur untuk mengambil es lemon didalam kulkas. Setelah itu aku langsung mematikan lampu tengah, lampu dapur, dan tv. Setelah semua sudah dimatikan aku pun pergi ke kamar dan tidur.
Ibu Alisya (Sarah)
* * *
Keesokan Harinya....
Aku terbangun mendengar suara alarm yang sangat berisik, dan berusaha untuk mematikannya.
Garing...!!!! Griling....!!!!
Tanganku meraba meja kecil yang berada di samping tempat tidur dan mematikan alarm tersebut. aku yang masih setengah sadar mencoba untuk duduk di atas kasur, kedua mataku masih merapat sedangkan mulutku sedang menguap.
"Ahhh...," sambil menutup mulut dengan tangan dan masih duduk di kasur untuk mengumpulkan nyawa (berusaha sadar😩), setelah nyawaku sudah pasti terkumpul aku langsung pergi ke kamar mandi yang berada di luar kamar tidurku.
Aku berjalan menuju kamar mandi yang posisinya berada ditengah antara kamarku dan kamar ibu, dengan setengah sadar tanganku mulai memegang gagang pintu kamar mandi sambil memutarnya secara perlahan dan tiba-tiba saja ada suara teriakan dari kejauhan.
"Ee...!! Jangan masuk, kalau mau masuk diketok dulu dong pintunya!!" terdengar abang Rasyid sedang melarang ku dengan suara yang berbisik-bisik.
Dengan kondisi setengah sadar yang masih menggenggam gagang pintu aku pun berkata dengan suara khas bangun tidur, "ya maaf...!! Tok, tok, tok...!! Siapa didalam?"
"Abang Rasyid!!" Sahutnya, terdengar suara yang semakin mendekatiku.
Kok aneh ya mengapa suaranya terdengar seperti ada di belakangku, terus yang didalam sini siapa? Yasuda lah, itu gak pentin. Batinku.
"Oo... Abang Rasyid, abang lagi ngapain??" tanyaku sambil mengucek-ngucek mata.
"Lagi makan...!!" jawab abang Rasyid yang semakin mendekatiku.
Dengan sangat terheran aku bertanya lagi dengan polosnya "Kok makan di kamar mandi, bang??"
Terdengar suara tertawa kecil sambil berkata, "sudah tahu mandi kok ditanya lagi sih? Sana pergi, Lisya mandinya dikamar mandi bawah aja."
Dengan kondisi setengah sadar aku membalikan badan sambil menundukkan kepala dan terlihat ada sepasang kaki yang berada di hadapanku dengan pandangan yang masih kabur, sebelum aku melihat kaki siapa itu tiba-tiba saja ada yang mengetuk pelan kepalaku.
"Aduh, sakit tahu...!!" ucapku sambil mengelus-elus kening sambil melihat kearah depan dari bawah hingga atas, dan terlihat wajah yang sedang tertawa terbahak-bahak melihat kearah ku wkwkwkw...!!
Abang Rasyid, dia bukanya di kamar mandi? Berarti dia sedang menjahili ku...!! Batinku kesal.
Aku melihatnya dengan tatapan sinis sambil berkata dengan sangat kesal, "abang Rasyid...!! Memang anak ini, ya...!!"
Aku meraih tangannya tapi dengan sigap abang Rasyid mengelak dari diriku aku semakin kesal melihat wajahnya yang terus-menerus mengejekku, dan aku mencoba lagi menarik bajunya tapi sialnya dia berhasil menghindar dariku lagi. Dengan sangat kesal aku berjalan dan mencoba mencubitnya tapi semakin aku dekat dia semakin menjauh, aku lari dia malah berlari lebih cepat, hingga akhirnya kami lari-larian sampai menuruni anak tangga dan menuju dapur.
Sesampainya di dapur aku melihat ibu sedang berjalan menuju meja makan sambil memegang satu wadah kaca yang berisi bermacam buah-buahan segar dan abang Rasyid berlari kearah ibu, aku mengikutinya dan terus mengejar dari belakangan kami berdua terus berlari mengelilingi ibu.
Ibu tersenyum melihat kami sambil berkata, "kok pada lari-larian sih, ada apa ini anak-anak?"
Abang Rasyid berhenti berlari dan berdiri tepat dibelakang ibu sambil berkata, "ini sih, Alisya. Masih pagi sudah membuat keributan. Suka kali dia menganggu abang, bu." Abang Rasyid melihat kearah ku dari arah belakang ibu dan terus mengejekku dengan mimik wajah yang sangat menjengkelkan.
Aku melihat kearah abang Rasyid dengan tatapan tajam sambil berkata, "enggak...!! Abang Rasyid yang membuat keributan terlebih dahulu, bu."
Ibu membalikan badan dan menjewer telinga abang Rasyid sambil berkata, "abang...!! Kok suka kali ya mengganggu anak ibu yang manis ini." Ibu melepaskan jewera nya dan memelukku, aku mengejek dan menatap tajam kearah abang Rasyid yang berada dibelakang ibu, terlihat abang Rasyid sedang memberi kode menaik turunkan alis matanya seakan-akan dia sedang menantang ku.
Baiklah aku akan menantangmu, permainan baru saja dimulai jadi bersiaplah untuk menerima kejutan dari adikmu ini. Batinku.
Setelah ibu melepaskan pelukannya aku langsung berjalan kearah abang Rasyid dan memukuli sambil mencubitnya, abang Rasyid mencoba mengelak dari serangan ku sambil berkata, "ampun, dek... Sakit tahu." Karena mendengar perkataannya aku jadi sangat senang dan semakin tertawa bersama ibu dan abang Rasyid, tanganku mencubit kuat di perutnya dan memukul kuat di bahunya tapi yang terasa hanya otot-otot kekarnya.
Percuma saja aku memukulinya dengan sekuat tenaga toh dia gak merasakan apa-apa, tapi malah tanganku yang merasa sakit karena berusaha memukuli tubuh yang kekar itu. Batinku kesal.
"Sudah sayang, cepatlah bersiap dan jangan lupa sholat!! Setelah itu langsung mandi jangan melihat ponsel lagi, oke!!" jelas ibu sembil mengelus rambutku dengan jemarinya yang lembut.
"Baik bos," aku tersenyum kearah ibu tapi tidak dengan abang Rasyid, aku malah menatapnya dengan tatapan tajam sembil berkata, "tunggu sebentar lagi ya, Lisya akan membalasnya oke."
Abang Rasyid tersenyum manis kearah ku dan menarik tubuhku kedalam pelukannya sambil berbisik, "oke, siapa takut. Abang akan menunggu kejutan dari, adik. Dan kali ini buatlah yang sangat menantang."
Aku yang masih didalam pelukan Abang Rasyid terus melihat sekitar meja makan dan berbisik, "baiklah, kali ini benar-benar sangat menantang," setelah kami melepaskan pelukan, aku melihat kearahnya dengan senyuman sadis dan Abang Rasyid membalas senyumanku dengan sok keren.
Baiklah aku akan menjahilimu dengan apa yang tidak engkau sukai. Batinku.
Aku bergegas pergi ke lantai atas untuk bersiap-siap. Sedangkan ibu dan abang Rasyid sudah memakai pakaian yang sangat rapi sejak tadi, yang membuat mereka terlihat sangat cantik dan gagah.
* * *
Aku memakai baju kemeja bermotif bunga kecil, yang dimasukan ke rok plisket, dan mungunakan jilbab pashmina. Hijab pashmina dan rok berwarna biru dongker, sedangkan baju kemeja berwarna coklat. Tidak lupa aku memakai sepatu sneakers warna putih, dan tas ransel yang bertali panjang.
Aku berjalan menuju meja makan. Di sana aku melihat ibu dan abang Rasyid, sedang memakan nasi goreng dan meminum susu putih yang suda ibu siapkan untuk kami. Aku menarik kursi yang berada di dekat meja makan dan duduk diatasnya. Terlihat Air putih, susu putih, roti tawar dan beraneka selai, kecap, bumbu cabai yang sangat pedas, dan beberapa buah yang sudah dicuci bersih diletakan diwadah kaca. Semua sudah tersusun rapi diatas meja makan.
Di hadapanku sudah tersedia susu putih, nasi goreng yang tidak terlalu pedas, dan dihiyasi oleh telur mata sapi setengah mateng, sayur selada, potongan tomat dan timun. Ibu sengaja membuatkan nasi goreng tidak terlalu pedas karena abang Rasyid tidak seperti aku dan ibu, yang sangat menyukai pedas. Apalagi kalau sedang makan bakso kuah, aku dan ibu tidak akan berhenti menuangkan cabai kedalam mangkok hingga ingus kami pun meleleh dan mata mulai berkaca-kaca.
Kami sedang berbincang-bincang mengenai apa yang akan dilakukan hari ini, sambil memakan makanan yang sudah Ibu sajikan.
"Hmmm... enaknya masakan Ibu tercinta," sahutku dengan memasang wajah manis.
"Terimakasih, sayang," ucap ibu sambil mengelus lembut kepalaku.
"Memanglah sih uwak ni...!! Bilang saja mau minta tambahan uang jajan, gak usah gombal," jelas abang Rasyid sambil memanyunkan bibirnya.
"Enggak kok. Masakan Ibu memang enak!!" Aku melirik tajam ke arah abang Rasyid.
"Wkwkkw...." ibu dan abang Rasyid tertawa bersamaan sambil melihat ke arahku.
Inilah aktivitas sehari-hari kami, walaupun aku dan abang Rasyid suka sekali menjahili satu sama lain tapi aku sangat senang dan bersyukur memiliki keluarga yang sangat kompak. Abang Rasyid, berdiri dari kursi yang di dudukinya dan berjalan menuju ruang tengah untuk mengambil kunci mobil dan ponselnya.
Saat ini waktu yang sangat tepat untuk menjahilinya. Batinku.
Aku tuangkan beberapa sendok bubuk cabai yang sangat pedas kedalam nasi gorengnya, dan mengaduk-aduk kembali agar dia tidak curiga, kalau aku sedang menjahilinya. Sesaat kemudian, abang Rasyid datang dan duduk di kursi yang sama.
Dering...!! Dering...!! Dering...!!
ponsel berdering. Ada pesan masuk di ponsel abang Rasyid, dia membaca chat tersebut dan tiba-tiba raut wajahnya beruba seketika.
Chat dari siapa itu, mengapa raut wajahnya berubah dan melihat tajam kearah ponsel?. Batinku.
"Ada apa, abang... ??" sahutku menatapnya dengan heran.
"Chat dari siapa itu, Syid??" tanya ibu yang menatapnya heran.
"Ada berita yang aneh, bu. Dan sekarang teman-teman di grup whatsapp abang sedang membicarakannya..." jawabnya yang masih fokus melihat layar ponsel.
"Berita apa, abang??" tanyaku penasaran.
"Di pusat kota ada orang gila yang sedang mengamuk. Dan dia menggigit orang yang berada didekatnya, Para Medis datang dan membawa korban ke rumah sakit terdekat. Sedangkan orang gila tersebut, lagi ditangani oleh pihak Kepolisian," jawab abang Rasyid yang masih mengamati ponselnya dengan seksama sambil mengetik layar ponsel dengan sangat cepat.
"Abang, kirimkan videonya ke WhatsApp Lisya ya." Balasku yang masih memperhatikan abang Rasyid.
"Ya nanti abang kirimkan ke, ibu dan Lisya," jawab abang Rasyid sambil meletakan ponsel disaku celananya. Dan mulai memakan nasi goreng yang telah dicampur oleh bumbu cabai yang sangat pedas.
Ussha...!! Ussha...!! Ussha...!!
"Pedas...!! Pedas...!!" abang Rasyid mengambil air di meja dengan sangat gegabah, meja makan jadi basa kena air yang tumpah karenanya.
Aku dan ibu tertawa bersamaan. Dan kami sangat senang melihat abang Rasyid yang sedang kepedasan, sebenarnya aku sempat lupa kalau tadi sedang menjahilinya. Gara-gara berita yang disampaikan abang Rasyid kepada kami.
Matanya yang mulai berkaca-kaca dan bibir yang sudah merah padam. Membuatku semakin ketawa terbahak-bahak, wk wk wk....!! Walaupun sudahku jahili dia tetap tersenyum dan barkata.
"Tunggu pembalasan dari abang ya, Alisya," ucapnya sambil mencubit pelan hidungku dengan memasang senyuman yang sangat manis, terlihat wajahnya yang masih merah padam.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 07:00.
Kami menghentikan candaan dan bersiap-siap pergi untuk melakukan aktivitas yang selalu kami jalankan setiap harinya, aku berpamitan dengan ibu dan abang Rasyid.
"Assalamu'alaikum," ucapku sambil berdiri dan menghampiri mereka dan mencium tangan, ibu dan abang Rasyid.
"Wa'alaimssalam," jawab ibu dan abang Rasyid bersamaan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!