Tidak ada pilihan lain saat ini, kebaya pengantin berwarna putih lengkap dengan swarovski yang gemerlap itu, yang saat ini masuh tergantung di tempatnya akan dikenakan oleh Ganis. Iya, gadis bermata indah dengan bulu mata lentik itu, gadis yang setahun lalu ditinggalkan oleh Ibunya untuk selama-lamanya. Pada saat itu dia ditolong oleh seseorang yang selalu dia sebut Nona. Nona Anaya yang seolah menjadi malaikatnya, Nona Anaya yang dengan tangan terbuka membantu meminjamkan uang untuk biaya pengobatan Ibunya. Setelahnya, Ganis bekerja di kantor Anaya sebagai sekertarisnya.
Hingga pada suatu ketika Ganis dihadapkan pada sebuah hal sulit, iya…hal yang sedang dia alami sekarang ini, tidak ada pilihan lagi. Menikah atau dia harus membayar hutangnya dalam tempo seminggu. Ini adalah hal yang mustahil bagi Ganis, hutang yang mencapai ratusan juta harus dibayar selama 1 minggu. Mau tidak mau Ganis menerima pernikahan ini.
Selama bekerja dengan Anaya, Ganis selalu tahu apa yang dilakukan Anaya. Tidak ada yang salah dengan Anaya, dengan kebaikannya, dengan kegiatannya sebagai wanita karir yang super sibuk, akan tetapi Anaya juga selalu perhatian dengan pacarnya, yaitu Tuan Muda Saga. Anaya yang selalu bersikap manja kepada Tuan Saga itu tanpa sebab yang jelas meminta Ganis menikah dengan Saga.
Bagi Ganis, Saga memang lelaki sempurna. Tapi bukan untuknya, melainkan untuk Anaya yang sama-sama sempurna. Jika Anaya sangat cantik, menawan, pintar, kaya, sukses, baik, dan memiliki semuanya, begitu pula dengan Saga. Tampan, kaya, cerdas, keren. Bagi Ganis, Saga dan Anaya adalah pasangan yang benar-benar sempurna.
Kini Ganis telah memakai kebaya warna putih dengan tudung di kepalanya, seseorang telah memanggilnya untuk segera turun ke lantai bawah untuk melakukan ijab Kabul dengan Saga. Beberapa kali Ganis menarik nafas untuk menenangkan diri, setidaknya untuk menyadarkan pada dirinya sendiri bahwa ini bukanlah mimpi buruk, dan dia tidak bisa terbangun.
Dihadiri oleh beberapa kerabat dekat dari Saga, hanya sekali tarikan nafas, pernikahan itu telah sah. Ganis berasa ini adalah mimpi buruk yang benar-benar nyata. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, tak ada satupun saudara yang mendampinginya, karena memang dia hanya sebatang kara di dunia ini setelah kepergian Ibunya setahun yang lalu. Meskipun tergolong pernikahan yang sederhana, bagi Ganis pernikahan ini sangatlah mewah. Tapi ini bukanlah pernikahan impiannya. dengan umurnya yang masih 21 tahun, Ganis belum sekalipun terbersit untuk menikah.
Sang potografer mengarahkan agar Ganis mencium punggung tangan Saga yang kini sah menjadi suaminya. Ada rasa canggung antara keduanya. Tapi Ganis mencoba untuk untuk mengikuti arahan dari sang photografer. dari jarak beberapa meter, Papa dan Mama Saga nampak tersenyum menyaksikan pernikahan sang anak tunggal. Terutama Tuan Candra, Papa Saga yang akhir-akhir ini menurun kesehatannya.
Setelah berfoto dengan Saga yang kini menjadi suami sah-nya, kini bergiliran keluarga Saga bergantian berfoto dengan mempelai. Lalu mereka menikmati hidangan yang tersedia di ruang terbuka. dengan sedikit canggung, Ganis mencoba membaur dengan anggota keluarga lain yang tidak tahu menahu jika sebenarnya bukan dia yang harusnya menjadi istri Saga saat ini.
Hati Ganis tak karuan, Kini dia sah menjadi nyonya Saga. Hari-harinya mendadak menjadi suram, entah apa yang akan terjadi ke depannya.
Ok, itu pengantar awalnya dulu ya....^^
Mata Ganis masih terlihat sembab meskipun sudah 7 hari berlalu kepergian Ibunya menghadap Ilahi, kini dia sendiri di rumah kontrakan sederhana itu. Tangannya dengan lamban mengeluarkan baju-bajunya yang ada di lemari kayu yang usang di pojok kamarnya, dan memindahkan ke dalam tas yang sudah dia siapkan. Anaya, sang cewek yang dia anggap malaikat itu tengah menawarinya untuk di bawa ke kota dan ditawari pekerjaan. Berat bagi Ganis meninggalkan tempat kelahirannya, akan tetapi tawaran ini mungkin akan membawa nasibnya jauh lebih baik lagi.
Ganis merasa tidak enak hati menolak keinginan tulus Anaya untuk bekerja bersamanya, dia sudah terlalu baik. Rengganis Fitria, ya... itu nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Gadis berparas cantik itu telah selesai mengepak bajunya ke dalam tas, lalu dia menutup lemari kembali, matanya menyapu sekeliling ruang kamarnya yang sempit, dia akan meninggalkan tempat ini, mungkin untuk selamanya. Kenangan-kenangan indah bersamanya Ibunya tak lekas hilang begitu saja. Sejenak dia mengambil nafas panjang, lalu melepaskan, melepas beban yang dia rasa sekarang.
"Bagaimana? kamu sudah siap?" tanya Anaya sesaat melihat Ganis keluar kamarnya sambil menenteng tas yang berisi baju-bajunya. Ganis mengangguk. Anaya kembali tersenyum.
"Pak...Pak Sabar!" Ucapnya setengah berteriak memanggil seseorang yang nampaknya adalah sopirnya.
"Iya Nona," jawab seseorang dengan rambut yang hampir memutih itu sambil membungkuk.
"Bawa tasnya Ganis, dan kita bersiap kembali"
"Baik Nona" Pak Sabar menuruti perintah Anaya, lelaki itu mengambil alih tas yang dibawa oleh Ganis, lalu membawanya menuju mobil yang terparkir di depan kontrakan Ganis.
"Yuk!" ajak Anaya. Ganis mengikuti langkah Anaya menuju mobil hitam tersebut.
***
"Kamu jangan merasa nggak enak, nanti kalau kamu mau kamu bisa tinggal sama aku" ucap Anaya. Ganis masih saja terheran dengan apa yang dilakukan oleh gadis di sebelahnya, siapa sebenarnya dia? mengapa dia baik sekali?
"Atau kamu ingin tinggal di rumahnya satunya juga nggak apa-apa, di sana sudah ada pembantu, satpam, nanti kalau perlu aku carikan sopir" Anaya menambahkan kembali.
"Tidak...tidak Nona...saya sudah terlalu banyak merepotkan Nona" tolak Ganis, dia benar-benar merasa telah merepotkan Anaya.
Anaya melepaskan kacamata hitamnya dan menyimpannya ke dalam tas mahalnya, "Enggak Ganis, terserah kamu pilih"
"Saya tinggal sama Nona saja, biar aku di kamar belakang"
Anaya menarik nafas perlahan, merasa heran dengan kepolosan gadis yang ada di sebelahnya itu.
"Kamu bisa kerja ketika suasana hatimu sudah membaik, kalau belum kamu bisa tetap berada di rumah, santai saja"
"Baik Nona...tapi saya merasa saya sudah baik-baik saja, saya siap bekerja besok untuk Nona, tolong ajari saya Nona, hal-hal apa saja yang bisa saya lakukan untuk Nona" Ganis mencoba mengeluarkan senyuman di bibirnya.
"Jangan terlalu formal, kamu sudah aku anggap adik sendiri, aku kamu saja"
"Tidak enak Nona"
"Nggak apa-apa Ganis..."
"Baik" Ganis mengangguk.
Anaya, gadis dengan umur 25 tahun yang sangat cantik, tinggi, wanita sukses dan mandiri, dia benar-benar malaikat bagi Ganis. Bagaimana tidak, gadis itu datang tiba-tiba ketika Ganis tidak punya siapa-siapa, ketika Ganis tengah berjuang untuk kesembuhan Ibunya, Anaya memberikan bantuan dan sekarang mengajaknya tinggal bersama dan memberinya pekerjaan.
Tidak ada kata lain yang bisa dia ucapkan kecuali terima kasih untuk Anaya, dia berjanji akan melakukan apapun yang diminta Anaya sebagai balas budi.
Mereka telah sampai, mobil berwarna hitam yang dikemudikan oleh Pak Sabar telah memasuki halaman yang sangat luas, mobil itu berhenti tepat di garasi yang juga sangat luas. Pak Sabar membukakan pintu untuk Anaya, sedangkan Ganis turun sendiri. Pak Sabar membuka bagasi dan mengeluarkan tas yang berisi baju-baju dari Ganis. Tak berapa lama, Ada wanita yang dengan sigap mengambil tas yang baru saja diturunkan oleh Pak Sabar, wanita itu bersiap membawanya ke dalam.
"Bawa ke kamar lantai 2 ya Mbok" Perintah Anaya.
"Baik Nona" wanita itu segera masuk ke dalam melaksanakan perintah Anaya.
Anaya berjalan perlahan masuk rumahnya, Ganis mengekor di belakang, sambil sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri, memperhatikan rumah Anaya yang super besar dan mewah.
"Kamu pasti capek, kamu istirahat saja dulu, nanti kita ketemu makan malam" perintah Anaya.
"Baik Nona"
"Kamu langsung saja munuju kamar kamu di lantai 2, naik tangga, nah di situ nanti ada pintu yang ada tulisannya sweet room, itu kamar kamu"
"Iya Nona, terima kasih"
Anaya segera berlalu, belum jauh dari tempatnya dia mengobrol tadi. Ponselnya berdering.
"Hallo sayang....iya ini aku baru sampai" Anaya menjawab telpon sambil berjalan menuju kamarnya.
"Asisten baru? oh sudah, ini baru saja sampai. Ah kamu terlalu banyak memujiku" Anaya melemparkan tasnya ke atas ranjang mewahnya, lalu dia duduk di pinggir ranjang sambil menyibakkan rambutnya.
"Iya, aku istirahat dulu ya, capek. Bye....Love you too sayang..."
Anaya menutup pembicaraan dan meletakkan ponselnya di sembarang tempat dan bersiap mandi.
***
Hari ini pertama kalinya Ganis bekerja untuk Anaya, dia menjadi asisten pribadi Anaya yang merangkap menjadi sekertaris pribadi yang akan menemani kemana saja Anaya pergi. Asisten sebelumnya mengndurkan diri karena mengikuti keluarga pindah ke luar kota.
"Baik Ganis, kerjaan kamu adalah mengecek jadwalku, tenang saja, jadwal sudah disusun oleh Radian, Anaya menunjuk cowok yang sedang duduk di hadapan komputer, cowok berkacamata itu nampak tidak mengetahui jika sedang menjadi pembahasan. Ganis melihat cowok tersebut lalu kembali mendengarkan arahan Anaya.
"Aku tida suka makan makanan yang ada di kantor ini, jadi nanti kamu bisa menyusun menu makananku dan memesankannya untukku, kalau aku ada kegiatan luar kantor, kamu wajib ikut dengan semua berkas yang aku butuhkan"
"Baik Nona"
"Ruang kerja kamu ada di ruangan yang sama denganku, santai saja"
Anaya membuka pintu ruang kerjanya yang sangat luas, Ganis mengikuti Anaya dan memperhatikan betapa mewahnya ruang kerja Anaya. Anaya menunjuk sebuah kursi dan meja yang tida jauh dari tempatnya.
"Itu tempat kamu, tapi kalau kamu bosan, kamu bisa keluar ruangan ini, banyak ruang yang bisa kamu tempati"
"Cekleeeek"
Pintu ruangan terbuka, Anaya tersenyum menyambut siapa yang datang, tak lupa dia mengecup kedua pipi laki-laki itu, Ganis menunduk memundurkan langkahnya.
"Ini saya, asisten baruku" Anaya menatap Ganis, lalu kembali lagi menatap laki-laki itu. Laki-laki tampan dengan setelan jas warna hitam itu tak bergeming, tak sedikitpun dia menoleh ke arah Ganis, baginya, hanya Anaya yang ingin dia lihat, bukan siapa-siapa.
Ganis menundukkan badannya lalu permisi keluar ruangan untuk menghirup udara bebas, nafasnya sudah merasa sesak dengan melihat laki-laki yang mungkin saja pacar Anaya yang menurutnya sombong itu.
Happy Reading....^^
Baru awal, Siapa sih sebenarnya Anaya? kok baik banget sama Ganis si gadis polos? ikuti terus...
Tangan Saga dengan cekatan mengoleskan selai kacang kesukaannya di lembaran roti yang dia pegang, seperti halnya hari-hari biasanya, dia selalu menyempatkan diriuntuk sarapan sebelum pergi ke kantor. Seorang wanita datang mendekatinya dan mengelus pundaknya, Saga menoleh. Wanita lemah lembut yang sangat dia sayangi.
“Pagi Ma!” Saga menyapa, wanita itu tak lain adalah Mamanya, Nyonya Rima. Nyonya Rima menarik kursi yang ada di ujung meja makan, agak jauh dari tempat di mana Saga duduk menikmati rotinya.
“Papa mana Ma?”
Nyonya Rima menatap Saga sambil menghela nafas.
“Papamu sedang tidak enak badan, baru saja Mama membawakannya sarapan untuk Papa”
Mata Saga membulat, setelah tadi malam melakukan obrolan dengannya, tiba-tiba Tuan
Candra tidak enak badan.
“Papa sakit Ma?”
“Kan kamu tahu sendiri kalau kesehatan Papamu sedang menurun akhir-akhir ini, Saga…jangan menunda apa yang menjadi keinginan Papamu, perkenalkan kekasihmu ke Papa dan Mama”
Saga meletakkan pisau di atas piring lalu meraih segelas susu dan meneguknya, tangannya dengan cekatan mengambil tisu dan membersihkan area bibirnya. Sejenak dia terdiam mendengar kembali kalimat itu, dari tadi malam Tuan Candra juga membicarakan hal ini.
“Kamu sudah 27 tahun Saga, Mama rasa kamu sudah cukup untuk menikah, seandainya keadaan Papa tidak seperti ini, Mama juga tidak akan pernah memaksa kamu untuk menikah dengan segera”
“Saga mengerti Ma, biarkan Saga memikirkannya lagi Ma”
“Kamu sudah punya kekasih kan?” tanya Nyonya Rima dengan senyum menyungging, dilihatnya putra satu-satunya yang Nampak gagah, tampan dan dia sangat yakin dia menjadi idaman kaum hawa. Saga hanya tersenyum simpul, selama ini dia tidak pernah menceritakan siapa perempuan yang sedang dekat dengannya.
“Mama percaya, kamu mengerti dengan keadaan ini” harap Nyonya Rima. Saga menghela nafas, menatap Mamanya lekat, mencoba mengerti keadaan ini. Nyonya Rima bangkit dari kursinya dan mendekati putranya, membenahi dasi warna senada dengan setalan jas warna hitam yang dipakai putranya untuk pergi ke kantor hari ini.
“Kamu memang putra Mama yang paling tampan” Nyonya Rima menepuk pipi Saga gemas. Saga tersenyum mendapat perlakuan dari Mamanya, Mama yang selalu perhatian dan hangat kepadanya, tidak peduli dia sekarang sudah dewasa. Nyonya Rima tetap seperti malaikat yang selalu penuh perhatian padanya.
“Papa baik-baik saja kan Ma?”
“Pergilah, Papa kamu baik-baik saja, nanti kamu terlambat sampai kantor, belum juga macetnya”
***
Sepanjang perjalanan ke kantor, Saga kembali terngiang dengan permintaan kedua orang tuanya untuk segera menikah. Tidak ada impian dia sebelumnya menikah di usia 27 tahun, tidak ada yang kurang dari dirinya, seorang laki-laki mapan, hanya saja dia belum ingin terikat meskipun dia sebenarnya sudah sangat jatuh cinta dengan kekasihnya saat ini.
Baru kali ini Saga merasakan hubungan yang bertahan lama dengan seorang gadis, sebelumnya dia hanya main-main saja dengan beberapa perempuan yang dekat dengannya. Dengan Anaya, dia merasa tertambat, seolah ada magnet yang dia rasakan ketika bersama dengan Anaya, gadis cantik yang mandiri, membuatnya terkesima dan mengaguminya.
Saga membelokkan arah mobilnya menuju kantor Anaya, tak perlu waktu lama mobil yang dia kendarai sudah sampai di area parkir kantor Anaya.
Saat Saga memasuki area kantor, hampir semua karyawan membungkukkan badannya memberi hormat padanya, siapa yang tidak tahu Saga? Semua tahu siapa dia, pewaris tunggal Arjuna Group, di mana bisnisnya menggurita di mana-mana. Saga melepaskan kacamata hitamnya dan menuju ruang Anaya dengan menggunakan lift VIP. Hanya beberapa detik dia sudah sampai di depan ruangan Anaya.
Tangannya memegang gagang pintu ruang kerja Anaya, tanpa mengeluarkan sepatah katapun, pandangannya menyapu seisi ruangan yang sangat luas itu, tidak ada orang yang dicari. Dia melangkahkan kakinya, terlihat sorang perempuan yang duduk dengan keadaan membelakangi. Hanya rambutnya yang kelihatan di balik kursi yang agak tinggi. Senyum mengembang di bibir Saga, perlahan dia mengendap agar suara sepatunya tidak terdengar oleh Anaya, kemudian dia mengusap perlahan kepala gadis itu.
“Pagi sayang” sapanya.
Gadis itu tergagap, lalu memutar kursi yang dia duduki. Wajahnya kaget, lalu dia berdiri dan membungkuk memberikan hormat. Tak kalah kaget dengan gadis itu, Saga terhenyak dengan apa yang dia lihat.
“Maaf Pak, Nona Anaya sedang ada pertemuan dengan klien mendadak di bawah” ujar gadis itu yang tidak lain adalah Ganis. Saga menatap Ganis dengan tajam, Ganis meneguk ludahnya, tatapan mata Saga kembali menyayat hatinya, laki-laki yang sebenarnya tampan itu Nampak kejam dan dingin.
“Mimpi apa aku semalam ketemu Pak Saga, mana kepalaku dielus pula”ujar Ganis dalam hati.
Saga mengusap hidungnya, dia salah tingkah, melakukan hal konyol yang seharusnya tidak dia lakukan, bisa-bisanya dia mengusap kepala gadis itu, tangannya terasa kotor menyentuh orang sembarangan.
“Maaf pak, saya permisi dulu” Ganis mengundurkan dirinya, belum sempat dia keluar ruangan, Anaya sudah membuka pintu ruangannya, melihat keadaan hening, Anaya tersenyum.
“Ada apa ini?” tanya Anaya sambil memberikan buku agendanya ke Ganis, Ganis dengan sigap menerimanya. Dia tidak jadi keluar ruangan, kini dia berada di belakang Anaya.
Saga yang sudah bisa menguasai rasa malunya, sudah kembali normal dengan gaya cool-nya. Anaya mendekati Saga lalu memegang pipi Saga. Ganis menunduk, pemandangan pagi yang seharusnya tidak dia lihat.
“Kamu pagi sekali kesini?”
“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu”
“Kenapa tidak telfon saja, aku tahu kamu laki-laki yang sibuk” balas Anaya.
“Ganis, bisa tinggalkan kita sebentar?” pinta Anaya.
“Baik Nona” tanpa menunggu lama, Ganis meletakkan buku agenda Anaya kemudian bergegas keluar ruangan, hatinya tenang, setidaknya tidak melihat pacar Nona Anaya yang kejam itu.
Anaya duduk di kursinya, sementara Saga mendekat, duduk di depan Anaya, di atas meja. Mereka berhadapan sekarang.
“Ada apa Sayang? Pagi-pagi sudah berduaan dengan Ganis, dia cantik kan?” goda Anaya sambil tersenyum, Saga tidak merespon, dia menghembuskan nafas, ingatannya kembali ke adegan salah elus rambut. Buru-buru dia menggelengkan kepalanya menepis ingatan itu.
“Aku ingin memperkenalkan kamu ke kedua orang tuaku” ucap Saga.
Anaya yang sedari tadi tersenyum, mendadak surut senyumnya. Dia kaget dengan permintaan Saga, permintaan yang sebenarnya wajar namun terasa berat olehnya. Sejenak dia terdiam, memikirkan jawaban apa yang harus dia berikan.
“Kesehatan Papa akhir-akhir ini terus menurun, dia ingin bertemu dengan kamu, dan…”
“Ok, kapan?” jawab Anaya seketika, dia mneguatkan hatinya untuk menjawab “iya”. Sudah beberapa kali Saga meminta hal ini, namun dengan alasan belum siap, Anaya selalu menolak permintaan Saga tersebut.
“Besok malam gimana?” tanya Saga.
“Baik” ujar Anaya lagi. “Ada lagi yang ingin kamu sampaikan sayang? Aku ada rapat di luar setelah ini”
“Cukup, hanya ini, selebihkan kita akan membahasnya nanti setelah pertemuan dengan kedua orang tuaku” ujar Saga.
Ada kemajuan, bahwa Anaya sudah mau bertemu dengan kedua orang tuanya, setelah sebelumnya dia tidak pernah berhasil mengajak Anaya bertemu kedua orang tuanya. Senyum mengembang di bibirnya. Tangan
Saga memegang handle pintu dan membukanya, dia keluar ruangan Anaya. Radian dan Ganis menatap Saga bersamaan. Ganis dan Radian memberikan hormat dengan membungkukkan badannya sampai Saga memasuki lift.
Tidak apa baginya, tidak ada hal yang lebih penting selain membahagiakan kedua orang tuanya. Saga tersenyum, setidaknya sebentar lagi dia akan menikah, meskipun sebenarnya dia belum ingin menikah.
Sebenarnya ingin update sering-sering, tapi nanti aja kalau sudah ada yang kecanduan
dengan cerita ini maka aku akan update rutin. Hihihi
Ini baru awal ya, masih kenalan dulu sama tokoh-tokohnya…yuk jangan lupa kasih
komentar ^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!