NovelToon NovelToon

Cool And Cheerful

Wedding

Baru saja minggu lalu Mommy-nya mengatakan akan menjodohkannya, dan sekarang itu benar terjadi. Noah tidak menyangka akan secepat ini.

Untuk sekian kalinya pria itu mendesah lelah, kemudian melirikkan matanya kearah wanita di sampingnya. Wanita tersebut kini sudah menyandang status sebagai istri sahnya. Tapi yang membuat Noah kesal adalah dia tampak biasa saja, bahkan sedari tadi dia sibuk berfoto ria.

"Noah, lihat ke kamera," ujar Sierra sambil mengarahkan layar ponselnya kepada Noah. Sayangnya, pria itu justru membuang wajahnya dan terlihat tidak perduli.

"Noah, ayo kita berfoto." Kembali Sierra ingin mengajaknya untuk berswafoto, tapi dirinya tidak ingin melakukan hal tersebut.

"Berhenti bersikap kekanakan, Sierra." Ucapan tajam Noah langsung membuat Sierra terdiam. Dia lalu segera menyembunyikan ponselnya. Jujur saja, aura Noah sangat menakutkan baginya, belum lagi jika pria itu menatapnya tajam.

Tiba-tiba dua wanita paruh baya menghampiri mereka, yang tak lain dan tak bukan adalah Angel dan Vika. Kedua wanita tersebut tersenyum antusias, akhirnya keinginan mereka untuk menjodohkan anak-anak mereka terwujud.

"Kalian pasangan yang serasi. Bukankah begitu, Vika?"

"Kau benar, Angel. Noah terlihat gagah dengan tuxedonya, begitupun dengan Sierra yang begitu cantik dengan gaun putihnya."

Sierra hanya menunjukkan senyum kikuknya, matanya lalu melirik suaminya yang sedari tadi menunjukkan wajah tanpa ekpresi.

'Sepertinya kau tidak menyukai perjodohan ini.'

"Emm, Mama? Bagaimana dengan sekolahku?" tanya Sierra.

"Soal itu kau tenang saja, Sayang. Mommy sudah mendaftarkanmu ke sekolah barumu. Kau akan satu sekolahan dengan Noah, sehingga dia bisa menjaga dirimu," jawab Angel mewakili Vika.

'Aku tidak yakin jika Noah akan menjagaku,' batin Sierra meringis, mengingat Noah tidak menyukainya sedari dulu. Bagaimana bisa pria itu akan menjaganya.

Mereka kembali berbincangan mengenai masa kecil Noah dan Sierra dulu, sebelum akhirnya kedua Mama itu memutuskan untuk meninggalkan pengantin baru tersebut.

Selepas kepergian Mama dan Mommy mertuanya, Sierra menggeser tubuhnya untuk duduk lebih dekat dengan Noah. Tapi, tidak ada reaksi apapun dari suaminya itu, sehingga membuat Sierra mengira kalau Noah tidak merasa terganggu.

"Noah, kau ingat, tidak? Saat kita masih kecil, kita selalu bertengkar karena hal sepele." Sierra mengakhiri kalimatnya dengan kekehan.

Noah berdehem singkat, "Karena kau selalu berusaha menggangguku, dan aku tidak menyukai itu."

Mendadak wajah Sierra berubah menjadi cemberut. Namun sedetik kemudian, wajahnya kembali ceria.

"Oh ya, aku dengar kau sangat pintar dalam matematika. Jadi, kau bisa mengajariku nanti."

"Sayangnya, aku terlalu sibuk."

Sierra yang tidak bisa menahan kekesalannya lagi, segera memukul lengan Noah cukup keras.

"Dasar pria dingin. Tidak bisakah kau berbicara sedikit baik kepadaku?"

"Jaga bicaramu! Apa kau tidak malu semua orang menatap kita karena ucapanmu itu?" desis Noah sambil memegangi lengannya yang terasa panas akibat pukulan dari wanita tersebut.

Mendengar perkataan dari suaminya, sontak membuat Sierra lekas menatap ke sekelilingnya. Dan benar saja! Kini semua para hadirin di aula itu sedang menatapnya aneh. Tatapannya kemudian berpindah kepada Mamanya, yang dimana saat itu Vika sedang memelototinya.

Sierra meneguk ludahnya kasar. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Disaat menegangkan seperti ini, tiba-tiba otaknya mendapatkan sebuah ide, walaupun idenya tersebut akan membuatnya merasa malu nantinya.

Grepp!!!

Mata Noah membulat. Di tatapnya wanita di sampingnya itu, yang sekarang sedang memeluknya.

"Maafkan aku," bisik Sierra dengan tatapan memohon. "Aku terpaksa melakukannya."

Suara sorakan dan juga deheman terdengar. Yang semula hening, kini menjadi riuh. Tak sedikit pula mereka memuji keserasian antar kedua pengantin baru tersebut.

"Semuanya sudah kembali membaik. Bisakah kau melepaskan pelukanmu itu? Kau membuatku risih!" gumam Noah, namun pandangannya tidak tertuju kepada Sierra.

"Aku pikir kau menyukainya." Sierra menghela nafasnya, kemudian segera melepaskan pelukannya sebelum Noah marah.

Pernikahan mereka hanya di hadiri oleh keluarga dan juga kerabat terdekat. Andai saja Noah dan Sierra sudah tidak bersekolah, mungkin kedua orangtua mereka akan menggelar pesta yang sangat meriah dan mewah. Dan bisa jadi mereka akan mengundang sejumlah media.

Tapi karena pernikahan mereka adalah sebuah perjodohan, membuat Noah mengajukan syarat agar pernikahan mereka di rahasiakan. Sebenarnya tidak masalah jika pernikahan mereka di umbar, namun Noah tidak menyetujui itu. Karena dia berpikir, bahwa ikatan pernikahan mereka tidak akan berlangsung lama.

'Semua ini kulakukan untukmu, Moms. Hanya untukmu, tidak lebih.' Noah membatin dengan tatapannya yang terfokus pada Mommy-nya.

...* * * ...

"Sangat melelahkan." Sierra memijat kakinya yang pegal karena terlalu lama berdiri dengan sepatu tingginya.

Karena waktu sudah berganti malam, semua orang pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Demikian dengan Sierra itu sendiri, dirinya mulai sekarang akan satu kamar dengan Noah, suaminya.

Ingin menolak rasanya, namun paksaan dari Mamanya membuat Sierra bungkam dan merasa tidak berdaya.

"Aku merasa seperti di anak tirikan," ujar Sierra mendramatis.

Mendadak telinganya mendengar sebuah pintu yang di buka. Ternyata itu Noah yang baru saja selesai mandi. Tampak pria itu hanya mengenakan celana pendek selutut. Dan dengan santainya dia berjalan menuju lemari sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.

'Satu, dua, tiga... Semuanya ada enam,' batin Sierra yang terpukau melihat roti sobek pada perut Noah.

Menyadari jika dirinya di tatap, Noah pun melemparkan handuknya ke wajah wanita itu. Spontan saja Sierra menjadi terkejut, dan langsung mengalihkan pandangannya karena malu ketahuan.

"Cepatlah mandi!" Noah yang sudah memakai kaos bajunya, berjalan kearah kasur dan merebahkan tubuhnya disana.

"Memangnya kenapa kau menyuruhku untuk segera mandi?" tanya Sierra sambil menggigit bibirnya gugup.

"Karena kau bau. Tapi jika kau tidak mau mandi, tidak masalah. Asalkan jangan dekat-dekat denganku. Atau aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari kamarku."

Baru saja Sierra akan berfantasi liar dan berpikir bahwa Noah menginginkannya malam ini. Tapi semuanya sirna begitu saja setelah kata-kata Noah itu menghujam dadanya.

Kesalahan Sierra adalah karena terlalu berharap bahwa Noah menginginkannya. Sehingga dirinya harus mengalami rasa sakit akibat penolakan dari pria itu secara tidak langsung.

"Kau jahat, Noah." Setelah mengatakan hal tersebut, Sierra lekas mengambil handuk yang di lemparkan oleh Noah tadi. Kemudian segera masuk kedalam kamar mandi.

Mengetahui bahwa Sierra sudah berbeda ruangan dengannya, membuat Noah membuang nafasnya kasar. Kehidupannya sekarang sudah berubah. Dirinya tidak menyangka akan hal ini, semuanya terasa seperti tidak nyata.

Sierra Kristy, memang sudah dia kenal sejak kecil. Itupun karena Mommy-nya dan Mama dari wanita itu yang begitu kekeh ingin mendekatkan mereka berdua. Tapi hasilnya, mereka tidak bisa dekat seperti yang di harapkan oleh kedua wanita paruh baya tersebut.

'Sekarang kehidupanku telah berubah. Bisakah aku melewati hari-hariku bersamanya?'

Tidur Berdua

Sierra mengusap matanya. Ya, dia menangis. Menangis karena merasa begitu bodoh telah berharap bahwa Noah menyukainya. Padahal dirinya tahu, sejak mereka kecil pun, Noah tidak pernah menyukainya.

"Kenapa kau tidak menyukaiku? Apakah karena aku tidak cantik? Atau aku tidak sepintar dirimu?" Air matanya kembali berjatuhan. Sedari dulu dirinya berusaha untuk menarik perhatian Noah. Jangankan melihatnya, meliriknya pun pria itu tidak ingin.

"Huwaaa... Kenapa, Noah? Kenapa?" Suaranya kian membesar. Hingga, membuat seseorang tiba-tiba membuka pintu kamar mandi tersebut.

"Ada apa?"

Sierra langsung menghentikan tangisannya saat melihat sebuah kepala muncul di balik pintu. Sedetik kemudian dia ingat bahwa dirinya hanya terbalut dengan handuk.

"Aaaa... Kenapa kau masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu?" teriak Sierra sambil menutupi bagian dadanya menggunakan kedua tangannya.

"Maaf. Aku tadi mendengar suara tangisan, aku pikir sesuatu terjadi kepadamu." Noah berdehem pelan, sebelum akhirnya dia keluar dan menutup kembali pintu itu.

Wanita yang di tinggalkannya bergeming. Tiba-tiba Sierra tersenyum-senyum sendiri sambil memegangi kedua pipinya.

"Ahh, Noah. Ternyata kau mengkhawatirkanku."

Noah memiliki pribadi yang cuek. Jadi, jika dia memperhatikan seseorang, itu termasuk suatu hal yang langka. Tapi, mengingat ucapan sarkasme Noah yang sering di berikan kepadanya, membuatnya mendadak menjadi lesu.

Sierra lalu memejamkan matanya dan menarik nafasnya dalam-dalam. Bagaimanapun juga, dia adalah istrinya mulai sekarang. Dan sebagai seorang istri, Sierra bertekad akan mengubah pria dingin tersebut.

"Aku akan melelehkan es yang membeku pada dirimu, Noah." Sierra mengepalkan tangannya dan berucap sungguh-sungguh.

Mengingat bahwa dirinya sudah lama berada di kamar mandi, Sierra pun memutuskan untuk keluar. Dilihatnya bahwa Noah sudah berbaring terlentang sambil memainkan ponselnya.

"Aku pikir, kau tidak akan keluar lagi dari kamar mandi," ujar Noah tanpa mengalihkan pandangannya dari benda pipih di tangannya.

Sierra mendengus dan memilih untuk mengabaikannya. Sebelum dirinya keluar tadi, Sierra mengenakan bathrobe lebih dulu untuk menutupi sebagian tubuhnya. Dahinya tiba-tiba mengkerut saat tidak mendapati koper miliknya di ruangan itu. Noah yang menyadari kebingungannya, jadi memutar bolanya malas.

"Pakaianmu sudah berada di lemariku."

"Benarkah?"

"Hmm,"

Segera Sierra berjalan kearah lemari kayu yang sangat besar. Jika di ukur, lemari tersebut setara dengan empat lemari miliknya di rumah kedua orangtuanya. Lemari itu di geser oleh Sierra, dan langsung menampilkan pakaian-pakaiannya yang sudah tergantung dengan rapih, adapula yang sudah terlipat.

"Luar biasa..." Wanita itu berdecak kagum. Tapi bukan hanya ada pakaiannya disana, pakaian Noah pun ikut tergantung di sisi pakaiannya.

"Apa kau baru pertama kali melihat lemari sebesar itu? Reaksimu berlebihan sekali." Noah berdecak heran. Mengapa ada spesies manusia seperti Sierra di muka bumi ini.

Sierra menghembuskan nafasnya jengah. Dirinya sudah sering mendapatkan ejekan dan ucapan sarkasme dari pria itu. Jadi, dirinya tidak ingin terlalu menanggapinya.

Kembali Sierra menatap dress-dress di hadapannya. Lalu, di ambilnya satu. Dress itu tampak asing baginya, ini bukanlah miliknya. Apalagi masih ada merknya yang belum terlepas.

'Apa ini milik Naura?' pikirnya.

"Noah?" panggil Sierra sambil menatap suaminya.

"Ada apa?"

"Apakah beberapa pakaian disini milik Naura?"

"Tidak ada satupun barang Naura di kamarku."

"Lalu, dress-dress baru ini milik siapa?"

"Siapalagi jika bukan milikmu?"

"Tapi, Noah..."

"Sudahlah. Tinggal kau pakai saja apa susahnya." Mendadak Noah menjadi kesal karena di tanya terus-menerus. Pria itupun meletakkan ponselnya di atas nakas, kemudian membalikkan tubuhnya untuk membelakang wanita tersebut.

Sierra menekuk wajahnya. Dia lalu segera mengenakan dress yang di ambilnya. Biarlah, jika ini memang milik Naura, dia bisa melepaskannya nanti. Karena Noah yang membelakanginya, Sierra pun memutuskan untuk mengenakan pakaiannya di kamar itu.

Agak aneh memang. Padahal dirinya ingin tidur, tapi mengapa justru mengenakan dress.

"Noah?" panggil Sierra untuk kesekian kalinya.

"Apa lagi?" jawab pria itu tanpa membalikkan tubuhnya.

"Aku tidur dimana?"

"Terserah. Kau bisa tidur dimana pun kau mau. Entah itu di sofa ataupun di lantai."

Sierra menggigit bibir bawahnya ragu, "Bolehkah aku tidur di kasur bersamamu?"

Sedetik, dua detik, hingga detik ke lima tidak ada jawaban. Sierra mengangguk pelan, dirinya paham jika Noah tidak mengizinkannya untuk menaiki kasurnya. Di saat dia ingin melangkah ke sofa, tiba-tiba sebuah suara menghentikan pergerakkannya itu.

"Kau boleh tidur di kasurku. Tapi jangan dekat-dekat."

Sebuah senyuman muncul di bibir Sierra. Bergegas dia menaiki kasur itu sebelum Noah berubah pikirannya.

"Aku akan memberi pembatas di antara kita. Jadi kau tenang saja, aku tidak akan dekat-dekat denganmu," ujar wanita tersebut sambil meletakkan guling di tengah-tengah mereka.

Sierra menghela nafasnya panjang sambil menatap langit-langit kamar Noah. Hingga, matanya mulai meredup dan wanita itupun menyelami mimpinya.

...* * * ...

Pagi menjelang. Sebuah suara ketukan dan teriakkan terdengar dari balik pintu. Noah membuka matanya lebih dulu, pria itu menguap lebar pertanda rasa kantuk masih menyerangnya.

"Tunggu sebentar, Moms." Noah ingin bangun, namun dia merasakan ada sesuatu di perutnya.

Perlahan, Noah melihat kearah perutnya dan mendapati sepasang kaki yang dengan santainya menjadikan perutnya sebagai bantal penyangga. Wajahnya sudah berubah menjadi kesal, lalu di liriknya wanita yang masih tertidur sangat pulas.

"Kau bilang tidak akan dekat-dekat denganku, tapi ini apa?"

Dengan kasar Noah menyingkirkan kaki itu. Kemudian dia segera bangkit dan bangun dari berbaringnya. Kakinya lalu melangkah menuju pintu yang sedari tadi di ketuk.

Clekk~

Angel tampak berkacak pinggang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sudah pukul berapa ini? Mengapa kalian bangun sangat telat? Ohh, atau jangan-jangan kalian sudah melakukannya?"

Noah menatap Mommy-nya malas, "Tidak ada apapun yang terjadi di antara kami semalam."

"Benarkah?" Angel menggoda putranya, matanya lalu melirik kearah dalam, yang memperlihatkan Sierra yang masih tertidur dengan pulas.

"Sepertinya, dia benar-benar kelelahan."

"Hmm," gumam Noah malas. "Mommy sebaiknya lebih dulu ke ruang makan. Aku akan membangunkannya."

Angel mengangguk singkat, "Cepatlah, oke?"

"Baiklah." Angel pun berlalu dari hadapannya. Noah menutup pintu itu kembali, kemudian segera berbalik.

Sierra, wanita itu masih tertidur pulas, walaupun matahari sudah mulai naik dan menerangi kamarnya. Dengan langkah pelan, Noah menghampiri Sierra dan mencoba membangunkannya.

"Bangunlah! Semua keluarga sudah menunggu kita."

"Lima menit lagi, Mama." Sepertinya wanita itu lupa bahwa dirinya sudah tidak berada lagi di rumah orangtuanya.

"Mama? Kau pikir aku Mamamu, heh?" Kesal dengan istrinya yang tidak mau bangun, Noah pun mendaratkan pukulan bantal di tubuh Sierra.

Tak butuh waktu lama, Sierra membuka matanya di iringi dengan dengusan kecil.

"Menyebalkan."

"Bangun, sekarang!" Noah menekan setiap kata yang di lontarkannya. Tanpa menunggu jawaban dari wanita tersebut, dia memilih untuk pergi ke kamar mandi.

...* * * ...

Kedua pengantin baru tersebut sudah datang ke ruang makan. Semua mata tertuju kepada mereka, dan tak henti-hentinya Vika dan Angel menggoda keduanya.

"Sepertinya sebentar lagi kita akan mendapatkan seorang cucu."

"Kau benar. Aku sudah tidak sabar untuk menantinya."

Damian membuang nafasnya kasar, "Mereka masih terlalu muda untuk memiliki anak. Bahkan mereka belum menyelesaikan pendidikannya."

"Memangnya kenapa? Bukankah keduanya bisa melakukan Home Schooling?" timpal istrinya.

Di pagi yang cerah ini, Damian tidak ingin mengawali harinya dengan berdebat dengan istrinya. Oleh sebab itu, dia memilih untuk diam.

"Moms, Daddy benar. Kami terlalu muda untuk memiliki seorang anak." Sierra tersenyum kikuk, kemudian melirik suaminya yang hanya diam tanpa ekpresi.

"Baiklah. Jika itu mau kalian, kami tidak bisa memaksa." Dan pada akhirnya, kedua Mama itu mengalah juga.

Mulai besok, Sierra dan Noah akan mulai kembali masuk ke sekolah mereka. Untuk hari ini, biarlah mereka berdua absen, sebab keluarga dari Sierra akan pulang ke New York pada siang ini.

Mr. Cool Arogant

Sierra melepas kepergian orangtua dan adiknya dengan air mata. Bahkan keluarganya tersebut sudah pergi sejak beberapa menit yang lalu, tapi wanita itu tidak kunjung berhenti menangis.

Angel yang melihatnya, segera menghampiri menantu cantiknya tersebut.

"Sayang, berhentilah menangis, oke? Sierra tidak perlu sedih, disini ada Mommy, Daddy, Naura dan juga Noah yang akan bersamamu."

Sierra mengangguk pelan, sembari sesegukan. Tidak bisa di pungkiri olehnya, bahwa dirinya harus berpisah dengan keluarganya secepat ini.

"Noah, bawa istrimu ke kamar. Biarkan dia beristirahat dulu." Ucapan Mommy-nya bagaikan sebuah titah untuk Noah. Pria itu lalu menarik tangan Sierra untuk membawanya ke kamar.

Setelah tiba di kamar, Noah berubah seketika. Dia langsung menghempaskan tangan Sierra begitu saja.

"Kenapa kau menyetujui perjodohan ini?"

"Kau pikir aku menginginkannya? Tidak, Noah! Aku berusaha untuk menolaknya, tapi Mamaku memaksa. Lalu aku harus bagaimana, melarikan diri?" Sierra menjawab dengan nada frustasi. Bagaimana tidak? Seolah dirinyalah yang memaksa Mamanya untuk menikahkannya dengan Noah.

"Jika kau bisa melakukannya, mengapa tidak?"

Sierra tersenyum sinis, "Mengapa tidak kau saja yang melakukannya?"

Noah bergeming. Namun tatapannya terfokus pada wanita di hadapannya ini.

"Sedari dulu aku berusaha membuat kita menjadi dekat. Tapi kau justru semakin membuat jarak di antara kita. Aku bertanya-tanya, kenapa kau melakukan semua itu?"

Sejenak Noah terdiam, di detik berikutnya dia merapatkan tubuhnya ke Sierra dan membisikkan sesuatu di telinga wanita tersebut.

"Karena aku tidak menyukaimu. Bagiku, kau tidak lebih daripada sebuah parasit."

Sierra memang sudah sering mendengar kata sarkasme dari Noah. Tapi kali ini, ucapan pria itu benar-benar menyakitkan. Melihat keterdiaman dari istrinya, Noah pun memutuskan untuk berlalu dari sana.

Air mata yang tadinya sudah mengering, kini kembali berjatuhan. Kata-kata yang baru saja Noah sampaikan, terngiang-ngiang di kepalanya.

Sierra lalu menyembunyikan wajahnya di kedua tangan, kemudian terisak sejadinya.

"Aku membencimu...hiksss.."

"Kau kejam, Noah. Kau jahat.."

Cukup lama wanita itu menangis, hingga merasa lelah sendiri. Mendadak dia terdiam dengan wajah tanpa ekpresi. Tangannya lalu dia gunakan untuk mengusap sisa air matanya yang berada di pipi.

"Tidak! Aku tidak boleh terihat lemah. Jika itu memang mau-mu, baiklah. Sierra sudah cukup lelah menerima perlakuan kasarmu. Jangan salahkan aku, jika aku akan mulai melawan."

Sudah cukup dirinya diam dan menerima perlakuan dari Noah. Lihat saja, Sierra akan membalasnya. Wanita itu tersenyum sinis, sebelum akhirnya dia menutup pintu kamar tersebut.

...* * * ...

Noah menggeram kesal. Sudah sejak tadi dia memanggil Sierra dari anak tangga yang berada di depan kamarnya, berharap wanita itu akan keluar dari kamar. Sayangnya, tiada tanda-tanda akan keluarnya Sierra.

Dengan kekesalannya yang memuncak, Noah membuka kasar pintu kamarnya.

"Apa kau tuli, hah?"

Sierra yang tahu bila suaminya datang, langsung menyunggingkan senyumnya.

"Hai," sapanya.

"Apa-apaan ini?" Noah menatap tidak percaya pada wanita yang sedang memotong kuku di kasur kesayangannya.

"Apa yang kau lakukan? Kau sengaja ingin mengotori kasurku?"

Wanita itu mengusap telinganya, kemudian membuang nafasnya tenang.

"Bisakah jika kau tidak berteriak? Aku tidak bermaksud untuk mengotori kasurmu, hanya saja, aku sudah terbiasa memotong kuku-ku di atas kasur."

"Ini berbeda, Sierra. Kasur ini adalah milikku. Kau---"

"Bukankah kamar ini sekarang juga milikku? Jadi... Apa yang ada di dalamnya, akan menjadi milikku juga. Bukankah begitu?" potong Sierra sambil tersenyum manis.

"Kau..." Noah maju mendekatinya, kemudian mencengkeram kuat lengan wanita itu. Sehingga membuat si empunya meringis kesakitan.

"Jangan membuatku marah!! Kau sendiri tahu bagaimana jadinya jika aku sudah marah."

"Noah, lepas!!" Sierra berusaha melepaskan cengkeraman Noah di lengannya. Namun bukannya melepaskannya, pria tersebut justru tersenyum miring.

"Lihat!! Aku baru melakukannya sedikit denganmu, tapi kau sudah meringis kesakitan. Bagaimana jika aku melakukan hal lebih dari ini? Bisa jadi, kau akan mati seketika."

Sierra menatap Noah tajam. Untuk pertama kalinya dia melakukan ini.

"Apa kau sedang berusaha mengancamku?"

Disaat Noah akan menjawabnya, tiba-tiba seseorang muncul di kamar itu.

"Sampai kapan kalian berdua akan berada di kamar ini? Mommy dan Daddy sudah menunggu sedari tadi."

Mengerti akan situasinya, Noah pun melepaskan cengkeramannya. Dia kemudian membalikkan badannya dan melangkah keluar meninggalkan kedua wanita tersebut tanpa kata.

Sierra mengulum senyumnya. Ternyata begini rasanya melawan seseorang yang selalu menyakiti kita. Ada perasaan lega di hatinya, namun tak dapat di pungkiri bahwa dirinya juga merasa takut akan ancaman Noah tadi.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi di antara kalian?" tanya Naura, Sierra menggeleng singkat.

Wanita itu segera bangkit, lalu menarik tangan Naura untuk menuju ke ruang makan.

"Ayo.."

...* * * ...

"Kau sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Dan sekarang, rumah ini adalah rumahmu juga. Jangan sungkan jika kau menginginkan sesuatu."

Sierra menampilkan senyum manisya, "Baik, Dad."

Tatapan Damian lalu berpindah pada putranya.

"Mulai saat ini, Sierra adalah tanggung jawabmu. Sebisa mungkin kau harus menjaganya dan selalu membuatnya merasa aman."

"Baik, Dad." Noah menjawab sambil mengaduk makanannya tanpa minat. Sierra yang mendengarnya, langsung tersenyum sumringah. Akan semakin mudah baginya untuk memberi perlawanan pada pria itu.

"Besok kalian sudah mulai kembali ke sekolah. Dan Sierra, Mommy sudah memasukkannya ke sekolah yang sama dengan Noah. Jadi, kalian bisa berangkat dan pulang bersama."

"Haruskah kami selalu berangkat dan pulang bersama?" tanya Noah cepat.

"Tentu saja. Sebagai pasangan, kalian harus saling bersama. Mengerti?"

Noah mengangguk lesu, sedangkan Sierra justru kebalikkannya. Melihat wanita di sampingnya yang begitu semangat, Noah jadi berdecih sebal.

"Mengapa dia tidak pergi bersama Naura saja?" usul Noah mencari alasan agar dirinya tidak selalu berdekatan dengan Sierra.

"Kenapa Sierra harus denganku? Kau 'kan suaminya. Lagipula sekolah kalian sama, akan sangat membuang waktu jika aku mengantarkan Sierra ke sekolahnya lebih dulu."

"Kau benar, Naura." Sierra menyetujui ucapan saudari iparnya. Dia lalu beralih menatap pria di sampingnya.

"Sekolah kita dengan Naura 'kan tidak sama. Jika aku bisa pergi denganmu, mengapa kita harus menyusahkan Naura?"

"Sangat benar. Aku juga tidak mau di susahkan," timpal Naura sambil berusaha memasukkan suapan terakhirnya.

"Baiklah. Mommy tidak ingin mendengar ucapan kalian lagi. Noah, kau akan berangkat dan pulang bersama istrimu." Noah menatap Mommy-nya dengan memelas.

"Ini perintah," tambah Angel sambil memelototi putranya tersebut.

'Yess...' Sierra memekik dalam hati. Melihat wajah kesengsaraan Noah, membuat dirinya tersenyum puas.

...* * * ...

Noah berbaring membelakangi Sierra, namun matanya tidak kunjung mau terpejam. Sierra menyadari itu, apalagi nafas Noah yang tidak beraturan, menambah keyakinannya bahwa suaminya tersebut belum terlelap.

"Apa kau memiliki kekasih?" Sierra meringis saat mulutnya ini spontan bertanya tentang hal itu.

"Tidak."

"Kenapa? Apakah tidak ada wanita yang menyukaimu?"

"Kau bercanda? Semua wanita yang sudah menatapku, tidak akan mau lagi untuk melepaskan pandangannya."

Sierra menatap punggungnya sinis. Selain dingin, ternyata Noah juga memiliki sifat arogan.

"Lalu, apa alasanmu yang sampai detik ini masih melajang?"

"Kau sudah pikun, heh? Masih pantaskah aku di sebut dengan lajang sekarang ini?"

"Kau benar," gumam Sierra dengan wajah linglung. Bagaimana bisa dia melupakan satu fakta, bahwa mereka telah menikah. Kata lajang, tidak pantas lagi untuk mereka berdua.

"Ternyata, kau bukan hanya pengganggu, tapi kau juga bodoh." Noah tersenyum sinis, tapi sayangnya Sierra tidak dapat melihatnya.

"Apa kau begitu pintarnya sehingga mengatai orang lain bodoh? Sebelum berbicara, akan lebih baiknya jika kau berkaca lebih dulu Mr. Cool Arogant." Sierra kemudian berbalik dan membelakangi suami sombongnya tersebut.

Noah menolehkan kepalanya sejenak untuk melirik wanita itu. Dia tersenyum tipis, kemudian kembali ke posisi awalnya. Lama-kelamaan, akhirnya kedua pasangan itu terlelap dengan posisi yang saling membelakangi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!