Di antara hujan yang deras membasahi tanah yang sudah bercampur darah. Di sanalah Zhu Liana tengah tertunduk lemah sambil sesekali merintih menahan sakit di bagian perutnya yang sudah menjadi sarang peluru.
“Zean, kau penghianat!” teriak Liana dengan sangat murka.
Ia menatap tajam ke arah seorang pria yang kini berdiri angkuh sambil menodongkan pistol di depannya.
Pria yang bernama Zean itu terkekeh mengejek Liana yang sudah terlihat menyedihkan dengan pakaian yang basah karena hujan dan juga darah yang terus mengalir keluar dari lukanya.
“Liana … Liana, kau masih saja naif. Semua orang pasti menginginkan keuntungan yang lebih besar, tak terkecuali diriku,” ucap Zean sambil memainkan pistol di tangannya.
Tawa juga terdengar ramai di sekeliling Liana. Mereka adalah bawahan Zean.
“Kau … kau bergabung dengan para b*debah itu?!” Liana sudah tak dapat membendung amarahnya lagi. Jika ia masih memiliki tenaga, ingin sekali rasanya ia meninju wajah angkuh pria itu untuk menyadarkannya.
“Liana ... ah bukan, Jenderal Zhu Liana. Kau tidak bisa menyalahkanku. Aku hanya menjalankan perintah atasan untuk menyingkirkanmu. Dan ....” Zean menggantung kalimatnya kemudian tersenyum sinis ke arah Liana yang kini terlihat kebingungan. “Ah, baiklah. Berhubung kau akan segera mati di tanganku, aku akan memberitahumu sebuah rahasia.”
“Apa maksudmu?” Firasat Liana menjadi buruk.
“Ck, lihatlah dirimu! Kau masih saja bersikap sombong walau tahu akan mati hari ini. Benar-benar Jenderal Zhu. Tapi tak apa, aku akan membiarkanmu untuk yang terakhir kalinya. Setelah itu ....” Zean memperagakan gerakan memotong leher menggunakan tangannya kemudian tertawa keras.
“Oh ya, kau ingin tahu sebenarnya mengapa semua ini terjadi, kan?” tanya Zean kepada Liana yang hanya bungkam.
Zean kembali tersenyum melihat wanita itu terdiam kemudian ia melanjutkan ucapannya. “Semua ini karena bakatmu yang tiada tanding itu. Para pejabat tinggi WSA merasa resah, mereka takut kalau posisi mereka akan di lengserkan dari kursi kekuasaan olehmu yang hanya seorang perempuan belaka. Beruntung dulu ibumu mati sebelum kenaikkan jabatan. Karena itulah mereka membuat rencana untuk melawan dan menjebakmu. Kau pikir mengapa para sampah dari dunia bawah itu begitu berani mengusik pasukanmu yang begitu ditakuti?”
Dia sudah curiga hal ini akan terjadi. Tapi mengapa? Dia tidak berbuat salah sama sekali. Kenapa dirinya yang harus dikorbankan? Orang-orang serakah itu ....
Liana hanya terdiam memandang tanah dengan tatapan menyeramkan. Ia memegang liontin kalung berbentuk sayap yang menggantung indah di lehernya dengan erat. Liontin itu adalah pemberian sang ibu saat ulang tahunnya yang ke lima tahun. Liontin yang berbentuk sebelah sayap itu terbuat dari perak. Tidak mahal, tapi itu adalah kenangan satu-satunya dari sang ibunda.
Liana menjadi ingat ketika dirinya masih berumur delapan tahun sebelum sang ibu meninggalkan dirinya dari dunia ini untuk selamanya. Ibunya terbunuh dalam perang sebagai pahlawan.
Mengingat semua itu, hatinya kembali sakit. Ingatannya sangat jelas akan senyum terakhir ibunya sambil mengatakan sesuatu, tapi ia tak ingat sama sekali apa itu.
Dan sejak saat itu, dirinya memutuskan untuk bergabung dengan organisasi. Kini sudah delapan belas tahun sejak dirinya bergabung dengan WSA. Dia banyak menoreh prestasi yang luar biasa dalam perang.
Bahkan Liana tak pernah sekalipun berpikir bahwa tempatnya bernaung sejak kecil itu ... mereka malah menghianati dirinya.
Bahkan sekarang rekan yang dia percaya menodongkan pistol dengan angkuhnya. Hati Liana mendadak miris. Dia sudah dibuang setelah begitu banyak menguras darah dan keringat untuk organisasi, dia telah mengeruk begitu banyak tenaganya untuk tempat itu.
Tapi sekarang, inikah akhirnya?
“Ah sudahlah, kita tidak perlu membuang waktu lebih lama lagi. Kita akhiri sekarang, oke?” Perkataan Zean mampu membuat lamunan Liana buyar.
Liana memandang Zean yang tersenyum sarkas padanya. Entah kenapa gejolak kemarahan dalam dirinya semakin menjadi. Air hujan tak bisa lagi mendinginkan kepalanya.
Matanya memandang penuh kebencian pada pria itu dan juga para antek-anteknya. Niat membunuh menguar begitu saja membuat Zean bergidik sebab dirinyalah yang paling dekat dengan Liana.
Liana bangun dari duduknya, mengambil pisau yang tergeletak tak jauh dari tempatnya.
Semuanya bersiaga, namun tak ada dari mereka yang bertindak karena menunggu perintah. Itulah kebodohan mereka dan memudahkan Liana.
Zean yang melihat Liana bagaikan malaikat maut yang bersiap mencabut nyawanya mengangkat pistolnya dengan gemetar.
Dia mengenal perempuan itu begitu lama. Tapi baru kali ini dirinya melihat sisi terkejam Liana yang membuatnya meneguk ludah secara kasar
“Ap- apa ....” Bicaranya tak jelas. Zean mati-matian untuk tidak menunjukkan rasa takutnya. Dia melihat satu-persatu bawahannya tumbang tanpa disadari.
Saat Liana maju selangkah, Zean akan mundur dua langkah.
“Jika aku mati, maka aku akan membawa kalian bersamaku.” Nada bicara Liana pelan, namun itu bagaikan suara petir yang menyambar di dekat telinga Zean.
“Tidak ... tidak! Akh sial, darimana perempuan ini mendapatkan kekuatan yang begitu mengerikan seperti ini?” Zean ingin mengumpat, namun dirinya terlalu takut. Dia bahkan lupa untuk menarik pelatuk pistol yang ada di genggamannya.
Saat dirinya mengambil ancang-ancang untuk lari. Liana sudah lebih dulu berada di depannya.
Tak sempat memekik, tak sempat berteriak, dia bahkan tak sempat merasakan sakit saat sebuah pisau menancap indah tepat di bagian jantungnya.
Liana tak berhenti sampai disana, tapi terus membantai satu-persatu penghianat yang membuat rekan seperjuangannya yang setia terbunuh dan hanya menyisakan dirinya.
Tapi dirinya lengah. Suara tembakan menggema bersamaan dengan hujan yang semakin deras.
Timah panas sekali lagi melubangi tubuh Liana. Dia berbalik untuk melihat siapa yang berhasil menembaknya.
Dan disana, dirinya melihat seseorang yang paling dia kagumi di organisasi. Seseorang yang membawanya masuk ke tempat penuh darah itu, seseorang yang mengajarinya cara bertahan hidup.
“Jenderal Tian ....” Mata Liana membulat tak percaya melihat seorang pria paruh baya menatapnya dingin. “Anda juga ....”
Orang itu tak memberi penjelasan apapun membuat Liana tersenyum kecewa. “Yah, tentu saja,” lirihnya. Tenaganya mendadak terkuras begitu saja melihat kenyataan pahit, tapi Liana tetap berusaha berdiri dengan baik di depan orang itu. Rasa sakit sama sekali tak dia hiraukan.
“Jenderal Zhu Liana hari ini dinyatakan meninggal sebagai pahlawan organisasi. Melindungi rakyat dengan nyawanya. Namanya akan ditulis dalam batu kisah yang akan dikenang oleh generasi mendatang sebagai perempuan yang tangguh!” Pria paruh baya itu berteriak lantang memberi pengumuman.
Mendengar pengumuman, Liana mengangkat tangannya yang masih memegang pisau. Itu adalah sebuah perintah.
Orang-orang yang berada di dekat pria paruh baya itu bersiap untuk menembak sekali lagi namun dihentikan olehnya.
“Tahan!”
Tanpa sadar, Liana menitikkan air matanya meski tak terlihat jelas karena air hujan.
Semakin tinggi tangannya terangkat, dan ....
Pisau tertancap tepat di bagian jantungnya. Dia mengakhiri hidupnya sendiri melaksanakan perintah dari sang Jenderal Besar untuk yang terakhir kali.
Sampai akhir hanyatnya, Liana bahkan tak berhenti mengagumi pria paruh baya itu. Dia adalah seorang guru sekaligus pengganti ayah baginya.
Yaah, inilah akhirnya. Sang Jenderal Zhu Liana menghembuskan napas terakhirnya di bawah guyuran hujan. Sekarang dia telah dibebaskan.
Tak ada yang menyadari tatapan pria paruh baya itu mengandung penyesalan yang dalam. “Maaf ....”
~o0o~
**Yo! Kita jumpa lagi dengan Liana sang Jenderal Wanita.
Yap! untuk sekedar info bagi kamu yang pernah membaca judul sebelumnya yakni Reinkarnasi Gadis Polisi. Aku akan memberitahumu bahwa mungkin cerita ini akan berubah setidaknya hampir 80% dari segi alur, plot, konflik, tokoh dan penokohan juga karakter tokoh**.
Oleh karena itu jangan bingung dan membandingkannya dengan judul sebelumnya.
**Itu saja, kali ini doakan aku semoga konsisten dengan cerita ini ya.
Tengkyu bay bay**.
Ups! jangan lupa dukungan Like, Vote, Rate-5🌟, juga komen kritik or sarannya ya.
See U...
Kobaran api terus menyala membakar seluruh bangunan megah itu. Melahap segala yang ada.
Dari dalam terdengar suara tangisan takut dari seorang anak kecil. Dia memeluk lututnya dan terus menggumamkan kata ‘Ibu’.
“Ibu ... ibu dimana? Li’er takut ...” panggilnya di sela isak tangis.
Brak!
Suara balok kayu yang terbakar jatuh kembali mengagetkan anak kecil itu. Dia semakin meringkuk di pojokkan menghidari jilatan api yang seolah ingin menelannya hidup-hidup.
Napasnya sesak karena menghirup terlalu banyak asap.
Sayup-sayup dirinya mendengar seseorang memanggil namanya.
“Li’er! Li’er, dimana kau nak?!” Dari jauh, seorang wanita dewasa terlihat bersusah payah memadamkan api.
Aneh, wanita itu dapat mengeluarkan air dari telapak tangannya. Sesekali dia juga membekukan balok-balok kayu yang terbakar. Sangat ajaib!
“Ibu ....” Anak kecil itu berkata dengan suara lemah. Matanya memburam dan dia hampir pingsan.
Saat kegelapan hampir menghampirinya, sepasang tangan hangat sudah mendekapnya lebih dulu.
“Li’er, maafkan ibu. Ini semua salah ibu, maafkan ibu ....” Wanita itu ... dia menangis sambil memeluk anak kecil yang dia panggil Li’er.
Li’er hanya memejamkan matanya mendengar perkataan wanita itu. Entah kenapa dia merasa aman dan jadi mengantuk dalam pelukan wanita itu. Rasa sesaknya telah menghilang karena kedatangan wanita yang menyebut dirinya ‘Ibu’ itu.
“Ibu ....” Li’er bergumam pelan hingga akhirnya terlelap.
~o0o~
“Ugh!” Liana meringis saat dia hendak membuka mata, akan tetapi kepalanya terasa begitu berat dan pusing.
Masih dengan memejamkan matanya, Liana kembali memikirkan mimpi yang baru saja dilihatnya. Dia telah memimpikan hal itu sejak berumur lima tahun, namun beberapa tahun lalu dia tidak lagi mendapatkannya dan sekarang mimpi itu muncul kembali. “Ibu ....” Tanpa sadar Liana bergumam.
Pendengarannya lama-kelamaan semakin jelas. Dia merasakan banyak orang di sekitarnya.
“Li’er! Li’er, kau bangun?”
Liana dapat mendengar jelas suara laki-laki memanggil seseorang. Dengan perlahan dirinya membuka mata yang terasa begitu berat.
Penglihatannya kabur namun semakin lama semakin jelas. Hal pertama yang Liana dapati adalah langit-langit yang ... mmm, unik.
Itu langit-langit dari sebuah bangunan, mungkin rumah dan terbuat dari kayu kualitas tinggi.
Liana berusaha mengangkat tubuhnya, dia sangat lemas seperti tidak pernah makan selama berhari-hari.
Lalu, Liana merasakan sebuah tangan membimbing dan membantunya.
Liana menoleh pada pemilik tangan. Dia melihat seorang pria paruh baya memberinya tatapan tulus dan khawatir.
Liana juga dapat melihat di wajah pria paruh baya itu terdapat bekas air mata yang telah mengering. Apa dia telah menangis?
Di belakang pria paruh baya, terdapat juga beberapa wajah-wajah asing bagi Liana. Mereka semua nampak menggunakan pakaian tradisional negara Tiongkok, Hanfu. Hal itu membuat Liana mengerutkan keningnya bingung. Dia mengira tengah berada di sebuah klan kuno yang tersembunyi.
“Dimana ini?” Pertanyaan pertama yang Liana lontarkan setelah dia bangun.
Namun saat dirinya kembali menatap pria itu dan orang-orang yang juga berada disana, mereka semua menunjukkan mimik wajah yang sama, terkejut dan tidak percaya. Liana semakin dibuat bingung oleh mereka.
“Li’er, kau bisa bicara?” Pria paruh baya itu bertanya seolah apa yang dia dengar dari mulut Liana barusan adalah ilusi. Dia bahkan mengabaikan isi pertanyaan yang terlontar.
Liana menaikkan sebelah alisnya. “Tentu saja, aku bukan orang bisu.” Jawaban yang Liana berikan malah membuat mereka semua terbelalak semakin tak percaya.
Lalu, seorang wanita dewasa berjalan maju menghampiri tempat mereka. “Jadi, berarti selama ini kau telah membohongi kami dengan berpura-pura bisu?” Wanita itu bertanya dengan nada sinis dan sedikit mencemoh angkuh.
Apa yang wanita itu katakan? Berpura-pura bisu? Dirinya? Liana tidak pernah melakukan hal itu.
Jadi sebenarnya dia sekarang ada dimana? Wanita itu mungkin salah paham padanya.
“Maaf nyonya, tapi saya tidak mengerti apa yang anda katakan. Saya tidak pernah berpura-pura bisu atau semacamnya. Jadi lebih baik jelaskan tempat apa ini dan siapa kalian?” ucap Liana panjang lebar, dia bahkan merubah gaya bicaranya menjadi formal menandakan bahwa dirinya tidak menyukai apa yang dikatakan oleh wanita itu. Meski dirinya lemas tapi dia masih bisa berbicara dengan jelas.
Semua orang kembali terkejut mendengar perkataan Liana yang seolah tak mengenal mereka.
“Li’er, apa kau tidak mengingat kami. Ini Ayah ... Li’er.” Pria paruh baya itu memandangnya sedih.
“Aku tidak ... akh!” Perkataan Liana terpotong karena pekikannya. Dia entah kenapa tiba-tiba merasakan sakit di bagian kepalanya.
Bersamaan dengan rasa sakit yang menyerang, hal aneh juga terjadi pada dirinya. Dia melihat sebuah kejadian yang mana dirinya ada disana, namun Liana dalam kejadian itu terlihat masih muda, sekitar belasan tahun.
Liana melihat dirinya selalu disiksa oleh orang-orang yang tidak dia kenali. Dipukuli, dicambuk, disiram air panas hingga dikunci di dalam gudang dan dibiarkan kelaparan.
Liana bingung dengan apa yang dia lihat, tapi rasa sakit juga tak bisa ditahannya hingga dia berteriak berkali-kali. Rasanya, kepalanya seperti akan meledak kapan saja.
“Tabib! Panggil tabib, apa yang terjadi pada putriku ...?!” Pria paruh baya yang mengaku sebagai ayah Liana berteriak panik.
“Apa yang kalian lakukan disana? Cepat panggil tabib?!” bentaknya kepada beberapa orang yang berdiri paling belakang. Mereka sepertinya adalah pelayan karena jenis dan kualitas pakaian yang mereka kenakan lebih sederhana.
Liana juga masih berteriak kesakitan, kejadian-kejadian yang dilihatnya juga semakin beragam dan berputar semakin cepat. Karena tak tahan, akhirnya dia pingsan.
Bersamaan dengan itu, tabib datang untuk memeriksa keadaannya.
~o0o~
“Tabib, bagaimana keadaan putriku, Li’er?”
Tabib yang telah selesai memeriksa keadaan Liana itu hanya menghela napasnya pelan. “Perdana mentri, nona kedua sudah baik-baik saja. Dia telah melewati masa kritis, hanya kelelahan.”
Tabib itu memanggil pria paruh baya yang mengaku ayah Liana sebagai Perdana Mentri, dia bernama Zhu Moran, seorang yang memiliki pangkat mentri tertinggi di Kekaisaran Naga, Benua Timur.
Zhu Moran ikut menghela napas lega. Dia bersyukur bahwa putri pertamanya itu baik-baik saja. Tapi dia tetap merasakan hal aneh terjadi pada putrinya, Liana terlihat sungguh tak mengenali mereka semua.
“Tabib, sebenarnya apa yang terjadi pada putriku. Dia bertingkah seolah tak mengenali kami sebagai keluarganya? Dan ... dan dia tiba-tiba saja sudah dapat berbicara.”
Tabib itu menatap Zhu Moran lama kemudian beralih pada Liana yang masih memejamkan matanya. “Ini ....” Dia sedikit ragu untuk menjelaskan.
Jujur hal ini juga pertama kali dilihatnya. Tabib itu kembali menghela napasnya. “Perdana Mentri, sepertinya nona kedua mengalami hilang ingatan. Dan untuk dia yang sudah dapat berbicara, saya rasa itu adalah hal yang bagus. Saya tidak bisa menjelaskan bagaiamana kondisinya saat ini, tapi nona kedua memang sudah dalam keadaan baik-baik saja. Kita hanya perlu menunggu sampai dirinya bangun.” Tabib itu menjelaskan.
Zhu Moran sendiri tidak mengatakan apa-apa lagi. Jika tabib mengatakan hal itu, maka dirinya hanya bisa percaya. Semoga saja ini bukanlah hal yang buruk bagi putrinya.
~o0o~
Liana kembali membuka matanya, dan lagi-lagi yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit di ruangan yang sama.
Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada siapapun di sana. Liana memutuskan untuk bangun dari tempat tidur. Memperhatikan sekeliling, dia menemukan cermin besar tak jauh darinya.
Liana mendekati cermin dan mendapati bayangan dirinya yang terlihat muda. Dia kemudian menghela napas. Mau dipikirkan bagaimana pun, ini sungguh tidak masuk akal. Tapi ini memang benar-benar dialaminya. Perjalanan waktu. Liana sulit mempercayainya.
Karena seharusnya saat ini dirinya sudah mati, tapi disini ... dia benar-benar di tempat ini. Dia masih hidup, tidak ada luka tusukan, tidak ada bekas peluru. Semua anggota tubuhnya bersih kecuali beberapa lebam yang sepertinya sengaja disembunyikan. Entah itu ia dapat dari mana.
Liana kembali duduk di tepian tempat tidur. Memegang kepalanya yang masih terasa pening. Hingga akhirnya dia dikejutkan dengan suara decitan pintu yang dibuka.
Liana menoleh dan melihat seseorang memasuki ruangan sambil membawa nampan yang di atasnya terdapat mangkuk dan juga gelas yang terbuat dari bambu.
Seorang yang diyakini Liana sebagai pelayan wanita menghampirinya dan meletakkan mangkuk di meja kecil tak jauh dari tempat tidur.
Pelayan itu memandang Liana sekejab kemudian berkata, “Nona, ini makanan dan obat yang diresepkan Tabib. Anda harus meminumnya supaya cepat pulih.” Dia berkata dengan lembut.
“Hei kau, katakan siapa aku? Dan ... dimana ini?” tanya Liana. Dia harus memiliki informasi tentang tempat ini dan ingatan yang dilihatnya dalam mimpi. Kenapa dia bisa melihat sesuatu yang mengerikan dan itu berkaitan dengan dirinya.
“Nona ....” Pelayan itu memberikan Liana ekspresi yang rumit. “Anda benar-benar tidak ingat?”
Liana tak menjawab, hanya melihat dan menunggu pelayan itu melanjutkan bicaranya.
“Baiklah, Nona. Saya akan menceritakan semua tentang Nona. Nona bernama Zhu Liana, anak kedua serta putri pertama dari Perdana Mentri Zhu, mentri tertinggi Kekaisaran Naga. Tempat ini adalah kediaman Perdana Mentri, Manor Zhu. Tepatnya adalah kamar Anda sendiri di paviliun Teratai Bulan,” jelas pelayan itu.
Mendengar penjelasan wanita pelayan itu, Liana mengangguk pelan. Dia telah mengambil sebuah kesimpulan. Meski tidak masuk akal bagi dirinya yang mengandalkan logika nyata, tapi sepertinya dia telah masuk ke dalam tubuh seseorang yang mirip sekali dengannya. “Bahkan nama pun sama.”
Lalu Kekaisaran Naga?
“Tahun berapa sekarang?” tanya Liana kembali.
“Sekarang tahun 130 Ma, musim semi,” jawab si pelayan.
“Abad pertengahan di zaman kuno?” gumam Liana pelan dan hanya di dengar olehnya sendiri. Ucapannya menyiratkan sebuah pertanyaan.
Dia akhirnya mengerti bahwa dirinya sekarang berada di masa lalu. Tapi dia tidak tahu adanya sejarah yang menceritakan tentang Kekaisaran Naga.
“Hmm, tetapi sejarah juga pasti memiliki rahasia. Tak mungkin akan tercatat semua,” pikir Liana menyimpulkan. Ia adalah seorang yang cerdas, di saat seperti ini pun ia masih dapat menjaga ketenangannya
Dan kesimpulan selanjutnya adalah mengenai kejadian yang dilihatnya seperti memori ingatan seseorang.
Itu adalah ingatan dari pemilik tubuh yang ditempati Liana yang namanya juga sama, Zhu Liana. Gadis malang itu telah meninggal dunia karena sebelumnya ia telah tenggelam di kolam teratai dekat halaman paviliun dari salah satu selir ayahnya.
Tapi sesungguhnya bukan itu kejadian sebenarnya. Entah mereka tahu atau tidak, sebelum itu Liana sempat dipukuli dan dikurung oleh beberapa orang tak dikenal dalam sebuah ruangan yang mungkin itu adalah gudang selama satu hari penuh tanpa diberi makan. Lalu setelah itu di dibuang ke kolam. Karena tubuhnya yang sudah lemah, dia tidak bisa menyelamatkan diri hingga akhirnya tenggelam dan meninggal dunia. Tragis!
Zhu Liana sendiri adalah seorang nona muda kedua dari Klan Zhu atau keluarga Perdana Mentri di Kekaisaran Naga, salah satu dari tiga Kekaisaran besar yang ada di benua timur, atau mungkin yang diyakini Liana sebagai benua Asia. Entah dari mana dia mendapat spekulasi semacam itu?
Dari yang dilihat Liana saat pingsannya, Zhu Liana ini memang benar-benar gadis yang malang. Meskipun menjadi seorang anak dari istri sah atau yang paling berhak mendapat warisan dari keluarganya, akan tetapi ia tak mendapat perlakuan yang baik dari para selir dan beberapa saudaranya. Pelayan pun ikut andil di dalamnya.
Zhu Liana selalu mendapat perlakuan tidak adil karena dirinya hanyalah seorang gadis yang lemah tak punya bakat apapun, dia nona muda yang bodoh dan pemalu, dia juga bisu hingga tidak dapat mengadu pada sang Ayah atas perlakuan buruk yang didapatnya.
Hanya bisa diam menerima segalanya hingga akhirnya dia meninggal dengan cara yang tragis. Bahkan diberi julukan nona muda sampah dari manor Zhu.
Tapi menurut Liana, Zhu Liana ini sangat mirip dengannya. Dari segi sikap, sifat dan juga wajahnya, mereka sangat mirip, jika orang-orang yang tidak tahu, mungkin mereka akan menganggap keduanya adalah orang yang sama dengan kehidupan yang berbeda. Entahlah, bahkan Liana juga akan menganggap bahwa dirinya dengan sang nona muda Zhu ini adalah orang yang sama jika dia adalah orang lain.
Dia tahu jika Zhu Liana ini bisa saja melawan perlakuan buruk yang didapatnya, bahkan sangat mampu. Dia bukanlah gadis sampah seperti yang dibilang orang-orang. Hanya saja, gadis itu seperti menunggu sesuatu. Liana tak mengerti, gadis Zhu Liana ini benar-benar misterius baginya.
Liana hanya bisa menghela napas saat memikirkan hal itu. Dia sebenarnya juga ikut kesal atas perlakuan orang-orang pada Zhu Liana. Hanya saja, itu bukanlah urusannya. Dan dia juga tak bisa menyalahkan mereka yang menganiaya Zhu Liana. Karena gadis itu hanya menerima begitu saja.
Liana bahkan tak merasakan adanya dendam maupun kebencian pada gadis itu meski diperlakukan sedemikian buruk. Jika saja, jika sedikit saja Zhu Liana memiliki dendam pada mereka. Mungkin Liana akan sedikit membantunya membalas mereka supaya gadis itu tenang di alam sana.
“Baiklah karena aku sudah berada disini, maka sepertinya aku harus meminjam identitasmu sampai aku memecahkan misteri yang begitu rumit ini. Semoga kau mengizinkan,” ucap Liana dalam hati.
Liana kembali menatap pelayan wanita kemudian beralih pada mangkuk obat. “Bisa berikan padaku?”
“Ah, tentu Nona. Ini ....” Pelayan itu memberikan mangkuk obat pada Liana.
Liana segera meminumnya, dia merajut alisnya menahan rasa pahit dari obat. Tapi dia juga cukup tercengang karena obat itu terbuat dari tanaman-tanaman yang langka jika di dunia modern.
Luar biasa! Liana sebenarnya ingin memekik seperti itu. Hanya saja dia masih memikirkan imagenya sebagai seorang Jenderal yang terhormat.
Selain berstatus sebagai Jenderal militer WSA. Liana sebenarnya orang yang gila akan ilmu pengobatan. Dia sering bereksprerimen bahkan dengan racun.
Dan sekarang dia mendapati tubuh Zhu Liana ini memiliki hal aneh. Liana yakin itu adalah racun. Tapi kadarnya sangat sedikit hingga tak bisa di deteksi oleh tabib sekali pun.
“Hei, sekarang jam berapa?” tanya Liana kepada pelayan itu seraya memberikan kembali mangkuk obat padanya.
Pelayan itu nampak bingung mendengar perkataan Liana.
Liana tersadar dengan perkataannya yang tidak tepat untuk orang-orang zaman kuno. Belum ada kata jam disini. “Maksudku, sekarang apakah sudah siang atau malam?”
Pelayan itu mengangguk paham. “Matahari sebentar lagi terbenam, Nona.”
“Ooh, lalu ... siapa namamu?”
“Saya Ling, pelayan pribadi anda.” Pelayan itu menjawab semua pertanyaan Liana dengan sabar. Sebab dirinya tahu jika nonanya yang sekarang telah kehilangan ingatan. Itu menurut tabib.
“Hmm, Ling. Baiklah, aku ingin istirahat. Nanti jika pria ... ah maksudku ayahku datang, kabari aku?”
“Baik, Nona.”
Setelah itu, Ling keluar dari ruangan menuruti perintah Liana.
~o0o~
Yo! Jangan lupa KRITIK/SARAN nya...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!