NovelToon NovelToon

Obsession

Prolog

"Gibran kapan kamu menikah?"

Salah satu hal yang paling tidak disukai Gibran Aditya Wijaya adalah karena dia selalu diajukan pertanyaan yang sama oleh orang tuanya. Menikah, tentu saja Gibran juga mau hanya saja dia belum menemukan seseorang dan lagi dia masih ingin bersenang-senang dengan teman-temannya.

Rasanya hidup dengan sebuah ikatan pernikahan belum bisa dia lakukan karena Gibran tidak suka diatur dan dia bebas apalagi pekerjaannya sebagai fotografer membuat dia memiliki banyak teman wanita. Para model yang pernah melakukan pemotretan dengannya mereka semua pernah dekat dengan Gibran dan beberapa diantaranya juga pernah menjalin kasih dengannya.

Usianya memang sudah memasuki dua puluh tujuh tahun bahkan Sahara saja sekarang sudah memiliki dua anak, tapi Gibran menikah saja belum. Jangankan menikah untuk serius dengan satu wanita saja rasanya sangat sulit untuk Gibran mungkin itu sebabnya orang tua Gibran selalu menggerutu.

Bukan sekali dua kali juga dia dijodohkan dan selalu berakhir dengan penolakan karena Gibran memang belum ingin menikah. Dia akan menikah, tapi nanti ketika seseorang yang tepat datang ke hidupnya.

"Gibran! Kamu tuh kalau Mama tanya selalu gak jawab." Kata Dara kesal

Menghela nafasnya pelan Gibran memeluk Dara sebentar dan mencium kedua pipi wanita paruh baya itu bergantian.

"Kenapa Mama cantik? Nanti Gibran menikah kalau udah nemu calon ya?" Kata Gibran

"Kamu sudah mengatakan hal yang sama selama dua tahun! Tapi, mana tidak ada calon yang kamu kenalkan ke Mama?!" Kata Dara

"Ya ampun Maa sabar dong dikira nyari cewek kayak nyari baju di lemari kali ya?" Kata Gibran membuat Dara berdecak kesal dan memukul lengannya kuat

Besar sekali tenaga Dara bahkan Gibran sampai meringis kesakitan.

"Kamu kapan sih kasih Mama cucu? Masa Om Daffa saja sudah punya dua, tapi Mama menantu aja gak ada." Kata Dara

"Mama mau cucu? Nanti aku buatin, mau berapa dua tiga? Cewek apa cowok?" Tanya Gibran

"Gibran! Kalau diomongin orang tua jangan bercanda! Awas kamu berani-berani hamilin anak orang Mama coret kamu dari kartu keluarga!" Omel Dara membuat Gibran tertawa dan membawa wanita paruh baya itu ke dalam pelukannya

"Iya Mama cantik maaf ya? Gibran juga masih waras kok gak bakal hamilin anak orang." Kata Gibran

Menghela nafasnya pelan Dara melepaskan pelukan anaknya lalu merapihkan rambut Gibran dengan sedikit jinjit karena Gibran memang sangat tinggi seperti suaminya. Dalam diam Gibran tersenyum dan memperhatikan Mama nya yang tengah merapikan rambutnya.

Meski sering mengomel dan memarahinya, tapi Dara sangat perhatian dan selalu memperhatikan Gibran.

"Cepetan cari istri! Mama gak mau tau kamu harus menikah tahun ini kalau enggak Mama akan jodohin kamu lagi!" Kata Dara

"Iya Mama sayangg"

Sebelum berangkat ke butik Gibran mencium kedua pipi juga kening Mamanya dan tidak lupa mencium punggung tangannya juga.

"Hati-hati di jalan jangan kebut-kebut." Kata Dara

Gibran tersenyum dan mengacungkan jempolnya lalu berjalan keluar rumah sambil tersenyum.

Terkadang Gibran kesal, tapi dia juga tidak bisa memungkiri kalau diperhatikan seperti itu membuatnya bahagia. Melirik jam yang sekarang sudah menunjukkan pukul sepuluh Gibran bergegas memasuki mobil dan pergi ke butik Sahara karena sebentar lagi ada pemotretan.

Selama perjalanan Gibran memutar musik dan menikmati perjalanannya sambil sesekali bernyanyi. Jarak butik dan rumahnya cukup jauh dan memakan waktu hingga lebih dari setengah jam.

Saat sampai Gibran segera mengambil tas berisikan kamera kesayangannya dan berjalan masuk lalu dia berpapasan dengan wanita yang sangat dia kenal. Asisten kesayangan Sahara yang bernama Diandra mereka sering mengobrol apalagi sekarang dia sering mengantar Diandra ke berbagai tempat sesuai permintaan Sahara.

"Hai Diandra"

"Ehh Kak Gibran baru datang juga ya?" Sapa Diandra dengan penuh keceriaan

Gibran mengangguk sebagai jawaban laku melirik berkas-berkas yang wanita itu bawa.

"Laporan?" Tanya Gibran

"Heem laporan penjualan." Kata Diandra

Mengangguk faham keduanya saling bertukar senyum dan bersama-sama masuk ke dalam butik. Sesekali Gibran melirik Diandra yang terlihat sangat cantik meski hanya memakai jeans dan kemeja panjang serta sepatu sneakers.

Rambutnya dikuncit dan wajahnya polos tanpa polesan apapun, tapi dia masih terlihat sangat cantik.

Satu fakta yang perlu kalian ketahui Gibran mulai tertarik dengan Diandra sejak kemarin ketika mereka berciuman.

Shit membayangkannya saja Gibran jadi ingin melakukan lagi!

Mencium bibir manis Diandra.

Otaknya benar-benar tidak beres!

¤¤¤

Heyy heyy aku punya cerita baru nih mohon dukungannya hyunggg😚

Menginap

Tawa lepas seorang Diandra Agnesia telah berhasil menyihir seorang Gibran Aditya Wijaya yang sejak tadi tidak mampu mengalihkan pandangannya barang satu detik pun dari sosok seorang wanita dengan dress biru muda. Wajah lugunya dengan senyuman yang begitu polos membuat Gibran terpesona, dia ingin sekali mencium bibir mungil yang tak hentinya tersenyum ke banyak pria yang menyapanya.

Jelas saja Gibran yang mantan seorang playboy ini tau bahwa ada banyak pria yang juga menatap kagum ke arah Diandra sama sepertinya dan hal itu sedikit mengganggunya. Mendadak dia ingin memiliki Diandra untuk dirinya sendiri dan tidak ingin membiarkan seorang pun mendekati atau hanya sekedar menatap wanitanya.

Sekarang mereka sedang berada di salah satu acara yang mana Sahara seharusnya hadir, tapi meminta Diandra untuk menggantikannya. Acara ulang tahun wedding organizer milik Wenda dan tentu saja Diandra yang selalu mengikuti Sahara untuk bertemu client mengenal beberapa orang disana.

Semakin larut ada semakin banyak pria yang mencoba untuk mengajak Diandra bicara dan hal itu semakin membuatnya tidak suka. Menghabiskan minumannya dengan sekali tenggak Gibran menghampiri Diandra dan tanpa permisi melingkarkan tangannya dipinggang ramping itu sambil menjawab pertanyaan yang tanpa sengaja dia dengar.

"Kamu sendirian?"

"No she's with me." Kata Gibran sambil menatapnya dengan tidak suka

Diandra tersenyum canggung dan menundukkan kepalanya pelan lalu menatap Gibran dengan lugu. Tatapan yang selalu membuat Gibran ingin cepat-cepat mengajaknya berumah tangga.

Pria itu mengangguk singkat dan berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kak"

Gibran tak menjawab hanya menoleh dan menatapnya dengan alis bertaut.

"Tangannya lepasin." Kata Diandra sambil meraih tangan Gibran di pinggangnya

Bukan melepaskan Gibran justru semakin menariknya mendekat dan membuat mata Diandra membulat karena terkejut.

"Kak!"

Melihat ekspresi wajah itu Gibran justru tertawa dan sedikit mengusap pinggangnya.

"Biarkan saja Diandra ada banyak pria yang ganjen sama kamu." Kata Gibran

Diandra menatap pria itu dengan tidak mengerti, kenapa Gibran tiba-tiba peduli.

"Jangan ngeliatin gitu muka kamu lucu jadi mau aku cium." Kata Gibran tanpa malu

Baru akan bicara suara seorang wanita membuat Diandra mengurungkan niatnya, dia tau itu siapa. Namanya Anetta seorang model yang sempat dekat dengan Gibran beberapa waktu lalu.

Tentu saja Diandra tau mereka sering telponan ketika di studio dan beberapa kali juga jalan bersama.

Memikirkan itu mendadak Diandra merasa sebal.

Saat gadis itu mendekat Gibran melepaskan tangannya lalu memeluk Anetta dan mencium kedua pipinya bergantian. Di tempatnya Diandra hanya menatap dalam diam entah kenapa dia merasa tidak suka dan sedikit sakit hati.

"Hai Ta"

Wanita bernama Anetta itu tersenyum lebar dan melirik Diandra sebentar lalu kembali menatap Gibran. Jujur Diandra juga memuji kecantikan wanita itu karena Anetta memang benar-benar cantik bahkan meskipun dengan polesan make up tipis seperti sekarang.

"Kesini sama siapa Ta?" Tanya Gibran

"Alone"

Gibran tertawa mendengar jawaban itu.

"Masa? Gak sama pacarnya?" Tanta Gibran lagi

"Mau meledek? Aku kan gak punya pacar." Kata Anetta membuat Gibran tertawa kecil

"Diandra!"

Suara Wenda membuat ketiganya menoleh dan Diandra yang tersenyum lalu menghampiri Wenda tanpa mengatakan apapun pada Gibran. Tentu saja Diandra tidak mau menjadi obat nyamuk disana karena Gibran selalu melupakannya kalau sedang bersama wanita itu.

"Dia siapa?" Tanya Anetta pada Gibran

"Kamu lupa? Dia asisten Sahara." Kata Gibran

"Ahh iya tapi, kenapa dia bisa disini sama kamu?" Tanya Anetta penasaran

Gibran tersenyum, dia yang meminta Sahara untuk melakukan ini semua agar dia bisa menghabiskan waktu bersama dengan Diandra lebih lama.

"Ara tidak bisa datang, jadi kami yang datang." Kata Gibran menjelaskan

Mengangguk faham Anetta menatap pria disampingnya itu dengan senyuman. Menurutnya Gibran itu pria yang nyaris sempurna dengan wajah tampan serta sikapnya yang ramah juga humoris, tapi sayangnya dia cukup playboy.

"Habis ini kamu ada rencana?" Tanya Anetta

"Mengantar Diandra pulang karena kami berangkat bersama tadi." Kata Gibran membuat Anetta mengangguk faham

"Kamu masih bekerja sama Sahara?" Tanya Anetta lagi

"Tentu saja, kamu sendiri punya kegiatan apa?" Tanya Gibran

"Aku? Apalagi selain pemotretan." Kata Anetta

"Mungkin kalau ada waktu luang kita bisa makan siang besok?" Kata Gibra sambil mengangkat sebelah alisnya

"Why not?" Kata Anetta dengan senyum manisnya

Ikut tersenyum Gibran mengajak Anetta untuk duduk dan menikmati minuman yang telah disediakan sambil sedikit mengobrol. Pria itu tidak sadar bahwa Diandra memperhatikannya dengan wajah masam juga hati yang terasa sakit.

Belakangan Gibran seolah mendekatinya, tapi sikapnya yang dekat dengan wanita lain membuat Diandra jatuh dengan sendirinya.

Dia enggan berharap lebih.

Kembali pada Gibran yang terlihat tengah bercanda dengan Anetta mereka berdua terlihat bahagia.

"Oh aku ingat kamu pernah marah-marah dengan hasil pemotretan dan meminta untuk take ulang, hal itu menyebalkan asal kamu tau." Kata Gibran sambil mendengus kesal

Anetta tertawa mendengarnya dia memang pernah melakukan hal itu karena dia termasuk wanita yang perfeksionis.

"Hey salahkan dirimu yang tidak benar." Kata Anetta

"Kamu orang pertama yang protes dengan hasil pemotretan asal kamu tau." Kata Gibran

"Okay baiklah Tuan Gibran aku minta maaf." Kata Anetta sambil menepuk-nepuk bahunya

Gibran hanya tersenyum dan menenggak minumannya lagi, tapi ketika matanya menangkap sosok Diandra dia jadi ingin menghampirinya. Gadis itu sendirian sambil mengalihkan pandangan ke sekitarnya, tidak bisa kalau sudah sendirian pasti akan ada pria yang mendekat.

Tidak akan Gibran izinkan.

"Ta aku mau ke sana dulu ya? Besok aku hubungi lagi." Kata Gibran

Anetta tersenyum dan mengangguk singkat.

Menepuk pelan bahu gadis itu Gibran melangkahkan kakinya menghampiri Diandra yang tengah sendirian. Tadi gadis itu bersama Wenda, tapi mungkin Wenda sedang menyambut tamu yang lainnya.

"Diandra"

Diandra menoleh dan tersenyum ketika dipanggil, senyuman yang selalu berhasil membuat Gibran tergila-gila.

"Emm Kak aku mau pulang." Kata Diandra pelan

Tersenyum manis Gibran meraih tangan Diandra dan membuat gadis itu sedikit tersentak, tapi ikut tersenyum ketika Gibran berbicara.

"Kita izin Wenda dulu baru pulang"

Saat menghampiri Wenda dia terlihat tidak senang karena Gibran dan Diandra ingin pulang, tapi tidak bisa menahan juga akhirnya Wenda membiarkan mereka berdua pulang. Dalam hati Wenda memuji betapa cocoknya Gibran dan Diandra ketika bersama bahkan dia sampai berharap kalau kedua orang itu bisa jadi sepasang kekasih.

Dalam diam mereka berdua keluar dari gedung menuju parkiran dan ketika melihat mobil milik Gibran yang terparkir Diandra berlari kecil membuat Gibran tertawa melihatnya. Rambut gadis itu yang tergerai bergerak kesana kemari dan tubuhnya yang tidak terlalu tinggi membuat Diandra terlihat menggemaskan.

Tubuh Diandra tersentak ketika tubuh Gibran begitu dekat dengannya karena pria itu membuka pintu mobil yang sebenarnya bisa dia lakukan sendiri. Menundukkan kepalanya Diandra masuk tanpa banyak bicara dan Gibran langsung menutup pintu lalu berlari memutar dan memasuki kursi kemudi.

"Kamu sudah mengantuk ya?" Tanya Gibran

Diandra hanya menjawabnya dengan anggukan singkat saja.

Selama perjalanan mereka berdua hanya diam dengan alunan musik yang menemani perjalanan malam mereka. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga puluh menit mobil Gibran memasuki halaman rumah sederhana milik Diandra.

"Terima kasih banyak Kak"

Saat ingin membuka pintu Gibran langsung menahan tangan Diandra dan membuat gadis itu menoleh lalu menatapnya dengan tatapan yang begitu lugu juga polos. Sesaat Gibran terpaku pada kecantikan Diandra, tapi setelahnya matanya menatap bibir mungil Diandra yang merah.

Fikiran Gibran mulai berkelana apalagi ketika Diandra menggigit bibir bawahnya karena gugup.

"Ada apa Ka..."

Entah dimana fikiran Gibran berada karena dia langsung mendekat dan mencium bibir Diandra.

Awalnya dia hanya ingin menempelkan bibirnya disana, tapi merasakan manis dan lembutnya bibir Diandra membuat Gibran melepaskan sabuk pengamannya dan melingkarkan tangannya di pinggang Diandra. Mata Diandra terbuka dan dia dapat melihat mata Gibran yang terpejam dengan bibir yang terus bergerak lembut dibibirnya.

Nafas Diandra tertahan apalagi ketika Gibran semakin liar dan mendekat hingga membuat tubuh Diandra terpojok di pintu mobil. Merasa akan kehabisan nafas Diandra memukul-mukul lengan Gibran hingga pria itu menjauhkan wajahnya dan membiarkan dahi serta hidung mereka bersentuhan.

Mereka terengah dan Gibran tersenyum sambil mengusap pipi Diandra dengan lembut.

"Kak aku harus...emmm"

Sekali lagi Gibran menciumnya dan menarik dirinya agar semakin dekat sambil sesekali mengusap punggungnya.

"Kak...."

Setelah merasa cukup puas Gibran menjauhkan wajahnya dan menatap Diandra dengan senyuman.

"Maaf"

"Aku harus...."

Mata Diandra membulat ketika Gibran menyampirkan rambutnya kesamping lalu pria itu memiringkan wajahnya dan mendaratkan bibirnya di leher belakang Diandra. Tangan mungil Diandra menggenggam tangan kekar milik Gibran ketika pria itu memberikan kecupan disana.

Diandra ingin pingsan, dia lemas sekali.

"You're sweet"

Sambil mengatakan itu Gibran tersenyum dan mengusap bibir bawahnya dengan lembut. Mengecup bibirnya berulang-ulang barulah Gibran menjauhkan dirinya.

"Aku masuk dulu, terima kasih Kak"

Dengan terburu-buru Diandra turun dan berlari kecil ke rumahnya, tapi dia kembali dibuat jantungan kala suara pintu mobil terdengar serta langkah kaki yang mendekat. Baru selesai memutar kunci pintu suara Gibran mengejutkannyan dan perkataan pria itu membuatnya ingin pingsan.

"Aku mau nginap"

Diandra belum menjawab, tapi Gibran langsung membuka pintu dan masuk ke dalam membuat Diandra langsung berlari kecil menghampirinya.

"Tapi, Kak...."

"Bukankah ini sudah cukup larut? Kamu tau kan rumahku cukup jauh." Kata Gibran

Diandra menggigit bibir bawahnya karena merasa gugup, dia ingin menolak, tapi pria itu benar rumahnya cukup jauh.

Apa dia tidak kasihan?

Secara refleks Diandra memundurkan langkahnya ketika Gibran mendekat lalu menarik dagunya agar dia mendongak dan mengusap bawah bibirnya dengan lembut.

"Jangan digigit Diandra"

Mendorong sedikit tubuh Gibran dia berlari ke arah pintu untuk menguncinya.

"Aku hanya ada satu kamar karena yang satu lagi sudah dijadikan gudang." Kata Diandra

"Tidak masalah kita bisa tidur satu kamar." Kata Gibran membuat Diandra melotor mendengarnya

"Aku... tidur di sofa saja." Kata Diandra

"Kenapa? Kita bisa tidur satu kamar aku tidak akan aneh-aneh." Kata Gibran

Sayangnya Diandra tidak percaya karena satu mobil saja dia habis dicium apalagi satu kamar.

"Tidak papa aku akan tidur di sofa." Kata Diandra

Sekali lagi Diandra dibuat terkejut karena ketika dia berbalik dan baru jalan beberapa langkah tubuhnya di peluk dari belakang.

"Kak!!"

"Hmm kenapa?" Tanya Gibran

"Lepasin." Kata Diandra sambil berusaha melepaskan diri

Menurut Gibran mengikuti Diandra ke arah pintu yang ternyata merupakan kamarnya.

"Kakak tunggu sini aja." Kata Diandra

Diandra berjalan menuju lemari dan mengambil piyama tidurnya lalu mengganti di kamar mandi.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk Diandra keluar dengan piyama juga rambut yang dikuncit tinggi dan membuat Gibran semakin menggila. Saat Diandra berjalan mendekat dan mengambil satu bantal Gibran menariknya hingga jatuh ke atas ranjang.

"Kakk"

"Sini aja Diandra." Kata Gibran

"Aku akan tidur di sofa saja." Kata Diandra lagi

Tapi, Gibran malah semakin menariknya mendekat dan memeluknya.

Pria itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Diandra dan membuat Diandra merasa begitu cemas.

"Kak ini tidak benar." Kata Diandra sambil berusaha mendorong tubuh Gibran yang memeluknya

"Kenapa tidak benar?" Tanya Gibran

"Kita tidak boleh kayak gini Kak." Kata Diandra

"Kalau gitu ayo menikah." Kata Gibran

Helaan nafas Diandra terdengar bersamaan dengan Gibran yang menjauhkan tubuhnya.

"Jangan bercanda Kak." Kata Diandra

"Jadi aku bercanda?" Tanya Gibran tidak suka

Diandra mengangguk singkat lalu mengambil bantal, tapi baru akan beranjak Gibran kembali menarik tangannya.

"Aku mau tidur..."

"Tidur disini saja." Kata Gibran

"Tidak Kak aku...."

"Tidur disini dan aku tidak akan berbuat apapun atau tidur disana dan aku tidak akan membuat kamu tidur sampai pagi." Kata Gibran sambil menatapnya dengan penuh ancaman

"Kak Gibran...."

"Katanya bercinta di sofa itu luar biasa, mungkin kita bisa coba kalau kamu tidur disana." Kata Gibran tanpa dosa

Mata Diandra membulat dengan sempurna lalu dia meletakkan bantalnya dan berbaring memunggungi Gibran. Senyum Gibran mengembang dia ikut berbaring dan meminta gadis itu menghadapnya.

"Hadap sini Diandra." Kata Gibran

Tak ada jawaban yang Diandra berikan.

"Atau aku akan...."

Berhasil Diandra berbalik dengan wajah kesalnya dan membuat Gibran tertawa lalu memeluknya.

"Kak..."

Belum sempat bicara Gibran sudah mengecup bibirnya sekilas.

"Satu kali protes satu kali ciuman." Kata Gibran

Diandra diam dan mulai memejamkan matanya, tapi ketika Gibran memeluknya semakin erat dengan ragu Diandra juga melakukan hal yang sama.

Dia memeluk Gibran dan menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu.

"I love you Diandra"

Tapi, sampai sekarang Diandra belum bisa percaya.

Dan mungkin tidak akan pernah percaya karena baginya cinta itu tidak nyata.

Cinta hanya sebuah angan semu yang menyakitkan.

Tidak cinta dan tidak juga menikah, dia tidak akan melakukannya.

¤¤¤

Hehe nanti update lagi yaaaa😉

Tidak Percaya

Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah jendela kamar mengusik tidur nyenyak Diandra hingga perlahan dia membuka matanya. Rasa kantuk masih menyerangnya hingga dia belum sadar bahwa ada lengan kekar yang melingkar di perutnya.

Beberapa kali Diandra mengerjapkan matanya lalu ketika dia ingin bangun sesuatu menahannya dan membuat Diandra menunduk lalu mendapati bahwa ada lengan kekar yang memeluknya. Ingatannya mulai berkelana pada kejadian tadi malam dimana Gibran menginap dan memaksa dia untuk tidur satu kamar.

Mencoba melepaskan pelukannya tanpa sengaja lengan Diandra menyentuh perut Gibran, tapi dahinya berkerut ketika menyadari bahwa tangannya menyentuh kulit dan bukan kain. Jantung Diandra berdetak dengan sangat cepat dan perlahan dia berbalik membuat Gibran menggeram pelan lalu semakin mengeratkan pelukannya.

Diandra melotot karena gerakan tiba-tiba Gibran juga matanya yang menangkap bahwa sekarang pria itu bertelanjang dada.

"KAK GIBRAN!"

Seruan itu membuat Gibran terkejut dan ketika tangannya mulai mengendur Diandra langsung bangun sambil bergerak mundur. Sedangkan Gibran yang masih belum mendapatkan kesadarannya bersandar pada dinding ranjang sambil mengusap matanya.

"Kenapa Kakak gak pakai baju?!" Tanya Diandra marah

Perlahan Gibran mendapat kesadarannya dan dia menunduk melihat perut kotak-kotaknya, tadi malam dia kepanasan makanya dia melepas kemejanya.

"Panas Diandra"

"Tapi, harusnya jangan di lepas Kakak bisa menghidupkan kipas!" Kata Diandra

"Kenapa sih Ra? Lagian aku kan gak ngapa-ngapain." Kata Gibran santai

"Tapi, Kak aku...."

Rasa takut menghampiri Diandra ketika Gibran turun dari ranjang dan berjalan mendekat. Secepat kilat Diandra berusaha kabur, tapi Gibran sangat cekatan dan berhasil menahannya yang sudah sampai pintu.

Tubuh mereka berhadapan dan Gibran semakin mendorong tubuh Diandra ke tembok.

"Aku gak berbuat apapun Diandra atau kamu berharap aku melakukannya?" Tanya Gibran

Diandra menggelengkan kepalanya cepat dan berusaha mendorong Gibran menjauh, tapi pria itu malah melakukan hal yang membuatnya melotot. Tangan mungil Diandra di bawa untuk menyentuh perut Gibran dan pria itu menatap Diandra yang sekarang wajahnya sudah memerah dengan sempurna.

Gibran ingin tertawa melihatnya Diandra terlihat sangat lucu, seandainya ini wanita lain pasti dia sudah menyerang Gibran lebih dulu, tapi Diandra malah melotot dengan wajah memerah.

"Sentuh saja kalau kamu ingin." Kata Gibran

"Kak apaan sih?!" Tanya Diandra kesal

Dengan penuh kekuatan Diandra mendorong pria itu menjauh laku berlari kecil ke kamar mandi dan menutupnya dengan kencang.

Gibran tertawa kecil lalu kembali ke ranjang dan mengambil ponselnya yang ada di meja. Ada cukup banyak pesan yang masuk, tapi Gibran hanya membuka pesan dari Mama dan juga adiknya.

Astaga dia bahkan lupa memberi kabar hanya saja Gibran yang memang sering kali menginap tidak membuat keluarganya terlalu panik hanya mengomel saja.

Gibran! Kalau mau menginap itu bilang!

Kamu punya ponsel kan?!

Tersenyum singkat Gibran mengetikkan sebuah balasan untuk Mama nya.

^^^Maaf Ma tadi malam Gibran lelah sekali makanya lupa kasih kabar^^^

Kembali meletakkan ponselnya Gibran mengelilingi kamar Diandra yang ukurannya mungkin setengah dari kamarnya. Rapih sekali semua tersusun pada tempatnya berbeda dengan kamarnya yang sangat berantakan hingga membuat Mama nya selalu mengomel.

Senyum Gibran mengembang ketika melihat foto Diandra dengan balutan dress sederhana yang tetap membuat gadis itu terlihat cantik. Mendadak ingatannya beralih pada kejadian tadi malam dimana dia mencium gadis itu dengan liar bahkan memberikan kecupan di lehernya.

Shit, dia bahkan masih bisa merasakan bibir manis Diandra.

Ceklek

Mendengar suara pintu yang terbuka Gibran menoleh dan melihat Diandra yang sekarang memakai celana jeans serta kemeja putih dengan rambut yang masih basah.

Melihat hal itu saja fikiran Gibran mulai berkelana.

"Kak kenapa gak pakai baju juga?!" Seru Diandra sambil membelakangi Gibran

Gibran tertawa kecil dan berjalan mendekat.

"Kenapa memangnya Ra?" Tanya Gibran

"Kakak gak malu apa?!" Tanya Diandra kesal

Bukan menjawab Gibran malah memeluk gadis itu dari belakang dan dia dapat merasakan tubuh Diandra menegang.

"Kakk"

"Aku lupa kalau aku gak bawa baju." Kata Gibran

"Pakai yang kemarin aja habis ini Kakak pulang untuk ganti baju." Kata Diandra sambil berusaha melepaskan pelukan Gibran

"Tapi, aku gak mau pulang lebih suka disini sama kamu." Kata Gibran

"Kak jangan kayak gini, lepasin aku." Kata Diandra

"No"

Bukan melepaskan Gibran malah mengeratkan pelukannya.

"Kak ini gak benar Kak kita gak boleh kayak gini." Kata Diandra pelan

"Kenapa gak boleh?" Tanya Gibran

Membalik tubuh Diandra agar menghadapnya Gibran menatapnya dengan senyuman. Saat Diandra ingin bicara Gibran sudah lebih dulu mencium bibirnya.

Jantung Diandra berdetak dengan sangat cepat, dia semakin merasa kalau ini semua salah.

Mereka tidak seharusnya begini dan dengan sedikit paksaan Diandra mendorong Gibran menjauh.

"Disini ada baju teman aku mungkin bisa Kakak pakai." Kata Diandra membuat Gibran menatapnya dengan tidak suka

"Ada yang pernah menginap disini? Siapa? Pria yang pernah menjemput kamu di butik?" Tanya Gibran tidak suka

Diandra mengangguk lalu berjalan ke arah lemari, tapi Gibran langsung menahan dan menatapnya dengan tajam.

"Tidak perlu aku akan ganti baju di rumah saja." Kata Gibran

Setelah mengatakan hal itu Gibran mengambil kasar kemejanya yang tergantung dan pergi ke kamar mandi tanpa mengatakan apapun. Mengerutkan dahinya bingung Diandra memilih untuk membuat sarapan dulu, dia tidak bisa memulai aktifitas kalau belum makan.

Membuka kulkasnya Diandra menghela nafasnya pelan, sudah hampir kosong. Tersenyum tipis Diandra kembali menutup kulkas dan membuka lemari lalu mengambil dua bungkus mie instan serta telur.

Entah Gibran suka atau tidak, tapi karena pria itu ada disini dia juga akan membuatkan untuknya.

Bersamaan dengan Diandra yang selesai Gibran juga keluar dari kamar lalu menghampirinya. Wajahnya terlihat lebih cerah pasti pria itu habis membasuh wajahnya dengan air.

"Aku cuman punya mie instan emm kalau Kakak tidak mau...."

"Mana? Aku lapar." Kata Gibran

Diandra tersenyum dan memberikan mie yang sudah dia masak lalu mereka berdua pergi ke ruang makan. Duduk berhadapan sesekali Gibran melirik Diandra dan entah kenapa fikirannya kembali berkelana.

Bukankah mereka sudah seperti pasangan suami istri?

Ya ampun Gibran jadi membayangkan kalau mereka benar-benar menikah dan pasti dia akan mengurung Diandra seharian di rumah ah tidak bukan di rumah, tapi di kamar.

"Kamu beneran tidak mau Diandra?" Tanya Gibran tiba-tiba

Diandra mendongak dan menatapnya dengan alis bertaut.

"Mau apa?" Tanya Diandra bingung

"Menikah denganku, kita sudah cocok menjadi suami istri kan? Seperti tadi malam kita tidur bersama dan pagi ini kamu membuatkan aku makan ah jangan lupakan juga kalau kamu sering buatkan aku kopi." Kata Gibran

Diandra tidak menjawab dan kembali melanjutkan makannya membuat Gibran menghela nafasnya pelan. Memang dia belum pernah melamar secara resmi, tapi Diandra seolah menunjukkan penolakan padanya bahkan selalu menghindar dengan topik itu.

"Katakan, kenapa kamu sensitif sekali dengan topik menikah? Kamu punya trauma atau semacamnya?" Tanya Gibran

"Tidak Kak." Kata Diandra

"Kalau gitu karena kamu tidak menyukai aku?" Tanya Gibran

"Bukan gitu Kak." Kata Diandra

"Kalau gitu kamu menyukai aku?" Tanya Gibran

Diandra membuka mulutnya ingin menjawab, tapi mengurungkan niatnya. Dibilang tidak itu semua salah karena Diandra menyukai Gibran, tapi dia tidak berani mengatakannya.

"Hey jangan buka mulutnya begitu aku jadi mau cium kamu." Kata Gibran

"Kakk"

Gibran tertawa ketika melihat Diandra yang mengatupkan kedua bibirnya setelah mendengar perkataannya.

Gibran benar-benar penasaran, kenapa Diandra selalu menghindar dari topik pernikahan?

¤¤¤

Diam-diam Diandra memperhatikan Gibran yang tengah fokus dengan kameranya dan tanpa sadar dia tersenyum. Rasanya ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya ketika melihat pria itu tersenyum, dia seperti penguntit.

Ada alasan kenapa Diandra selalu menghindar dari topik pernikahan bahkan dia tidak pernah sekalipun berfikir akan menikah, baginya kata menikah itu hanya sekedar status. Meskipun dia menyukai Gibran, tapi untuk menikah rasanya Diandra tidak bisa dan lagi pria itu masih terlalu sering bermain-main dengan banyak wanita.

Gibran seolah sangat menyukainya, tapi dia bisa dengan mudah memeluk dan mencium pipi banyak wanita.

"Hayoo ngapainn?"

Diandra tersentak dan langsung menoleh lalu dia melihat Sahara yang tertawa karena habis menangkap basah dirinya yang tengah memperhatikan Gibran yang merupakan sepupu dari atasannya.

"Emm itu Kak... aku..."

"Kamu memperhatikan Kak Gibran kann?" Tanya Sahara dengan suara yang cukup keras

Secara refleks Diandra meletakkan telunjuknya di bibir dengan wajah panik, malu sekali kalau sampai Gibran tau.

"Sst Kak jangan keras-kerasss." Kata Diandra

Sahara tertawa, tapi benar saja Gibran menoleh lalu tersenyum pada mereka dan kembali fokus dengan kamera di tangannya.

"Ya ampun muka kamu merah." Kata Sahara sambil tertawa

"Kak Araa jangan gituuu." Kata Diandra

"Iya maaf, baiklah aku mau pulang dulu ya? Nanti telpon kalau ada apa-apa aku takut Angga rewel karena dia sedang bersama Oma nya." Kata Sahara

Diandra mengangguk faham, setelah menikah atasannya itu memang jarang berada di butik.

"Hati-hati Kak"

Selepas Sahara pergi Diandra melangkah mendekat ke tempat pemotretan karena dia dan Jenni memang biasa membantu masalah pemotretan. Disana sebisa mungkin Diandra menghindari tatapan Gibran dan pria itu memang cukup profesional dalam bekerja jadi Gibran benar-benar fokus dengan objek yang akan dia potret.

Sekali lagi Diandra memperhatikan Gibran yang ketampanannya bertambah berkali-kali lipat ketika dia sedang fokus. Namun, senyumnya memudar dan dadanya terasa sesak seketika ketika Alicia yang merupakan salah satu model berjalan mendekat untuk melihat hasil pemotretan.

Wajah mereka sangat dekat dan mereka berdua juga saling melemperkan senyum. Menghela nafasnya pelan Diandra mengalihkan pandangannya dan berjalan ke arah wardrobe untuk beristirahat sejenak.

Tugasnya sudah selesai untuk sekarang.

Duduk di dekat kipas Diandra mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri lalu melihat foto yang diam-diam dia simpan.

Foto dia dan Gibran.

Foto itu diambil oleh seseorang ketika mereka berdua membantu Wenda melakukan foto pre wedding untuk client nya di pantai dan tiba-tiba Gibran meminta seseorang untuk mengambil mereka berdua.

Entah pria itu menyimpannya juga atau tidak.

Saat suara deringan terdengar Diandra mengalihkan pandangannya dan melihat ponsel mikik Gibran yang sedang di charger. Ada nama Anetta disana dan Diandra berusaha mengatur ekspresi wajahnya lalu berjalan keluar.

"Kak ada telpon"

Gibran berhenti sejenak lalu menghampiri Diandra dan mengambil ponselnya.

"Halo Ta"

Gibran tersenyum pada Diandra sebelum berjalan menjauh lalu samar-samar dia dapat mendengar perkataan pria itu.

"Iya jadi nanti habis makan sian ya? Hmm aku yang jemput kamu, oke see you"

Lihat kan?

Memang benar kata pernikahan hanya sekedar ikatan dan status belaka.

Diandra tidak berniat menikah atau menjalin kasih dengan siapapun.

Hatinya telah mati.

¤¤¤

Hai haii update nihh😚

Makasih untuk dukungannya yaa❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!