NovelToon NovelToon

Wanita Yang Tersakiti

Prolog.

Aisyah Naira adalah seorang fotografer muslimah yang mana pekerjaannya itu selalu membawa dirinya ke tempat tempat baru, yang pada suatu hari tanpa sengaja mempertemukannya kembali dengan Devano Altair, sang mantan suami yang sudah beberapa tahun menghilang bagai ditelan bumi setelah menyakitinya.

Kini sosok Devano Altair telah sukses menjadi seorang Kapten Militer yang sangat disegani dan di hormati oleh semua orang.

Dan ketika bertemu dengan Aisyah lagi, Devano terlihat begitu menyesali perbuatannya kepada Aisyah empat tahun yang lalu. Pria tampan itu meminta maaf karena telah membuat hati dan harga diri Aisyah terluka parah di masa lalu.

Tapi akankah Aisyah bisa memaafkan kesalahan Devano yang pernah menghancurkan hidupnya nyaris tanpa sisa itu?

Dan apakah Aisyah mampu memberikan kesempatan kedua kepada Devano untuk memperbaiki apa yang telah dirusak oleh pria itu?

C A S T

Assalamualaikum....

1. Aisyah Naira.

-23 th.

-Fotografer, traveler.

2. Devano Altair

-26 th.

-Kapten militer (TNI AL)

3. Rifa Sherina.

-24 th.

-Model, Aktris.

4. David Steven Lee.

-25 th.

-CEO & Model DSL beauty care.

5. Kanaya Fitria Afna.

-18 th.

-Santriwati

Avila Tsany.

-23 th.

-Fotografer, Pelatih karate.

7. Robbie Ahmad Arizal.

-24 th.

-Fotografer, Seniman.

...Selamat datang...

...di Novel :...

...Wanita Yang Tersakiti~❤️...

...Jazakumullahu khairan katsiran... Bismillahirrahmanirrahim.🤍...

^^^Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala Alihi sayyidina Muhammad. 🤍🤲🏻^^^

...FOLLOW IG AUTHOR : asyiahmuzakir...

Part 01 | Sahabat sebaik dirimu

Ombak tampak berayun mengikis pasir putih pantai tempatku duduk menikmati keindahan mentari pagi yang muncul di ufuk timur lautan. Aku termangu memandangi sinar matahari yang tampak masih malu-malu menyoroti wajahku. Dan tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari sahabatku yang membuat aku terpaksa mengalihkan pandanganku dari indahnya sunrise.

"AISYAH!"

"Ada apa Vi?" tanyaku sambil menatap Avila yang tersenyum, memamerkan gigi kelincinya kepadaku.

"Kamu ngapain sendirian di sini?" cecarnya sembari duduk di sebelahku.

"Emang kenapa kalo aku sendirian disini?" tanyaku balik.

"Ya gak kenapa-napa sih, aku cuma khawatir kamu tersesat aja," jawab Avila yang membuatku menggelengkan kepala.

"Aku ini udah dewasa, Avi. Jadi jangan khawatirkan aku seperti anak kecil begitu dong," peringatku.

"Iya iya, maaf deh Syah," ucap Avila.

"Heum," gumamku menanggapi.

"Eh Syah, semuanya pada nungguin kamu tuh, balik ke Villa yuk?" ajaknya lalu menarik tanganku untuk berdiri dan ikut dengannya.

"Nungguin aku? Memangnya ada apa?" tanyaku penasaran.

"Biasa, ada mayoran keberhasilan tim, dan pokoknya kali ini, kamu wajib ikut," ungkap Avi yang menjawab rasa penasaranku.

"Ooh, pedahal aku masih mau di pantai,"

gumamku lesu dan pelan tapi masih bisa di dengar oleh Avila.

"Syah, jangan nutup diri lagi, oke? Gak baik loh kamu nolak terus tiap tim kita ada acara," nasehat Avi sambil menatapku dan tak lupa menyunggingkan senyuman manisnya.

Aku balas tersenyum kaku dan mengangguk pertanda aku mendengarkan nasehatnya.

"Nah gitu, dong! baru ini sahabatku yang pemberani," kata Avi senang.

Aku menoleh, tersenyum kepadanya seraya menggenggam erat tangan kanannya dengan tangan kiri ku.

"Makasih ya, Avi," lirihku yang di balas senyuman tulus dari Avila.

Beruntungnya aku memiliki sahabat seprofesi denganku seperti Avila yang dapat memahami keadaanku dengan baik. Avila selalu menjadi tameng ku dimana pun aku menginjakkan kaki, dia sudah seperti ibu kedua bagiku yang selalu merepotkan nya karena mentalku yang lemah ini.

°°°°°

Sesampainya di Villa tempat aku, Avila dan semua anggota tim fotografer lainnya menginap, aku disambut ramah oleh semua orang yang sedang berbeque-an dihalaman belakang Villa. Mereka banyak yang menatapku dengan senyuman hangat, sebab baru pertama kali aku mau ikut dalam perayaan berbeque seperti ini.

"Aisyah! Sini! Dagingnya udah mateng nih, enak lho," teriak Robbie memanggilku seraya menunjukkan daging hasil panggangan nya.

"Ayok ke tempat Robbie, kita serbu daging panggangan nya sampe dia sendiri gak kebagian!" seru Avila, membuat Robbie melotot tak terima.

"Eh, cewek rakus tapi kurus, gua itu nawarin Aisyah ya, bukan nawarin lo!" protes Robbie seraya menatap Avila dengan kesal, tapi entah kenapa menurutku itu lucu.

"Eh, pelit amat lo asem jawa! Aisyah juga gak bakal mau makan daging panggangan lo itu kalo gak sama gue, iyakan Syah?"

Aku hanya mengangguk dan lantas tersenyum geli saat melihat Robbie dan Avila saling menatap sengit satu sama lain. Mereka memang begitu, setiap kali bertemu pasti sudah seperti Tom and Jerry yang tak pernah mau akur.

"Ah, bodoh amatlah sama lo, mau ikut makan atau gak, terserah! yang penting mah Aisyah harus makan daging panggangan gue ini," pungkas Robbie yang sepertinya lelah berdebat dengan Avila.

Cowok berkulit sawo matang itu memilih menyiapkan dua piring berisi ayam dan daging sapi panggang untuk aku dan Avila nikmati.

"Nah gitu dong, bersikaplah adil, kalo begini kan gue juga ikut enak."

"Ya udah yok Syah, kita santap hasil panggangannya asem jawa ini," ajak Avila sambil mengatai Robbie dan membawaku duduk disampingnya untuk menyantap daging panggang yang terlihat sangat lezat itu.

"Gimana Syah? rasanya enak apa enggak?" tanya Robbie yang memilih duduk di hadapanku.

"Masya Allah, enak banget, Rob. Makasih ya," jawabku seraya tersenyum simpul.

"Syukurlah, iya sama sama, Syah," ucap Robbie seraya tersenyum lebar,

lalu melanjutkan sesi makannya.

"Kamu gak mau bilang makasih ke Robbie, Vi?" pancingku sambil menatap Avila.

Dan ternyata Avila menoleh balik kepadaku seraya mengangkat sebelah alisnya.

"Emang perlu banget ya, Syah? Dosa kalo misalnya aku gak bilang makasih ke dia?" Avila malah balik menanyaiku.

Aku lihat Robbie menatap bengis ke arah Avila yang memasang wajah tanpa dosa dihadapannya. Aku spontan meringis, menyesali pertanyaanku kepada Avila soal 'bilang makasih' tadi. Aku kira Avila dan Robbie bisa akur dalam waktu sebentar saja, rupanya mereka benar-benar tidak bisa seperti itu.

"Gak dosa sih, Vi. Tapi kan sebagai rasa terimakasih, kita harus bilang makasih ke Robbie," jawabku seraya mengambil tissue untuk mengelap bibirku yang terkena saus.

"Udahlah Syah, jangan paksa si kurker alias si kurus kering itu bilang makasih ke gue, dia mah dari dulu emang gak punya akhlak." cetus Robbie yang sedikit menyinggung perasaanku sebagai sahabatnya Avila.

"Makasih atas pujiannya ya, asem jawa gak laku, eugrh," ucap Avila seraya bersendawa tanpa malu.

Lalu ia bangkit dari duduknya dan menarik ku ikut bersamanya, meninggalkan Robbie yang tengah menatapnya dengan geram.

Aku hanya bisa meringis dan menatap Robbie dengan tak enak hati.

°°°°

"Gedeg banget aku tuh sama si asem jawa! Dia itu selalu menatap aku seolah aku tuh kecoa yang wajib dia racunin. Liat aja tadi, dia baik banget sama kamu, tapi dengan seenak jidatnya dia ngatain aku. Gak habis pikir deh aku sama dia, ternyata ada ya Mak lambe versi cowok!" gerutu Avila mengungkapkan kekesalannya terhadap Robbie kepadaku.

Aku mengusap lengannya dan tersenyum lembut. "Mungkin dia seperti itu karena mau cari perhatian sama kamu, dia mungkin suka sama kamu," tutur ku yang langsung mendapat rollingan matanya.

"It's impossible, Syah," ucapnya tak setuju denganku.

"Oke, oke, ya udah sekarang jangan terlalu dipikirin, ntar malah kamu loh yang jatuh cinta sama dia," godaku mencandainya.

"Ishh, amit-amit deh. Kalo sampe aku jatuh cinta sama dia? aku pasti udah gila," elak Avila yang membuat aku tertawa.

"Jangan terlalu benci, Vi. Nanti kamu bisa jatuh cinta sebucin-bucin nya, lho," peringatku yang dibalas pelototon Avila.

"Jangan nakutin aku, Syah! Aku gak mau bucin sama orang yang menyebalkan kaya si asem jawa itu!" jerit Avila prustasi. Kemudian dia melangkah pergi meninggalkan aku sendirian di Balkon Villa.

Jangan dulu salah paham, Avila tidak marah kepadaku, kok. Dari dulu dia memang lebih memilih pergi dari hadapanku ketika dia mulai merasa kesal dengan candaan ku seperti sekarang ini.

Avila memang tidak pernah marah kepadaku, itu karena dia benar benar menyayangiku seperti saudarinya sendiri. Dia pernah bilang kalau dia akan marah kepadaku jika aku kembali menangisi sosok yang sampai kini selalu aku bawa di dalam do'a ku, yakni Devano Altair.

To be continued ❤️

Jangan lupa untuk :

-LIKE 👍

-KOMEN 📝

-TEKAN BINTANG LIMA ⭐⭐⭐⭐⭐

-VOTE CERITA INI ❤️

-DAN FOLLOW PROFILKU 🙏😊👍

Bye bye bye...

Part 02 | Luka lama yang kembali berdarah

Kau pasti tahu, luka yang lama saja masih belum sepenuhnya tertutup rapat. Lantas, mengapa kau datang kembali dan membuat luka di hatiku kembali berdarah? Belum puas kah kau melihatku menangis?

💔💔💔

Author POV

Malam ini Aisyah dan Avila memutuskannya untuk keluar mencari udara segar ke pantai yang terletak tak jauh dari Villa tempat mereka dan kawan-kawan satu tim menginap.

Setibanya di pantai, angin yang sepoi-sepoi membuat lengkungan indah di bibir Aisyah semakin melebar. Begitu juga dengan Avila yang tampak ceria dan berlarian ke sana ke mari seperti anak kecil berusia lima tahun yang baru mendapatkan mainannya.

"Aviii...kamu mau kemana?!" panggil Aisyah melihat Avila yang berlari ke tepi pantai meninggalkannya.

"Aku mau berenang, Syah!" sahut Avila dengan berteriak.

Aisyah menggelengkan kepalanya pertanda bahwa ia tak setuju dengan niat Avila yang ingin berenang di malam hari seperti ini.

"Jangan Avi! Berenang di pantai pada malam hari itu gak baik! Kamu nanti kedinginan!" sergah Aisyah seraya lari mendekati Avila dan menarik tangan sahabatnya itu.

"Kamu tenang aja ya, aku cuma bercanda kok," jawab Avila seraya tersenyum lebar.

"Aku kira kamu mau berenang beneran," ucap Aisyah dengan wajah lega.

"Bercanda sayang ku!" ujar Avila seraya mencubit pipi Aisyah gemas.

"Ishh! Sakit tahu!" protes Aisyah seraya mengenyahkan tangan Avila dari pipi chubby-nya.

Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan meriam dari laut yang letaknya sangat dekat dengan Aisyah dan Avila yang masih berdiri di tepi pantai. Sontak saja suara itu mengejutkan dua gadis itu sampai akhirnya mereka dengan serentak mengambil langkah untuk lari menjauhi pantai.

"Avi! Suara apa itu? Apa sedang ada pengeboman?" tanya Aisyah dengan panik di sela-sela larinya.

"Aku tidak tahu, Syah. Tapi sepertinya itu kapal TNI angkatan laut yang sedang mengusir para nelayan asing yang mengambil ikan secara ilegal!" jelas Avila sembari berhenti untuk menetralisir nafasnya.

"Kalau begitu kita harus pergi dari tempat ini, takutnya ada peluru yang nyasar dan mengenai kita," ujar Aisyah dengan wajah panik dan ketakutannya.

"Tenanglah Syah, kita pasti....AISYAH AWAS!" teriak Avila yang melihat sebuah peluru meluncur ke betis Aisyah.

Avila ingin mendorong Aisyah, namun tindakannya itu sudah terlambat karena peluru itu sudah menembus betis Aisyah terlebih dulu.

"Aaarghh...Ya Allah, sakit sekali," jerit Aisyah kesakitan seraya membungkuk dan memegangi kakinya, namun dia malah terjatuh dan darah segar dari betisnya mengotori pasir putihnya pantai.

Avila segera mendekati Aisyah, lalu dengan panik dia berteriak meminta tolong kepada siapapun yang ada di pantai yang sepi itu.

"Ya Allah, Aisyah! Kamu harus bertahan, Aku akan cari bantuan dari warga sekitar sini," kata Avila sambil mengusap air mata Aisyah. Kemudian wanita itu bangkit berdiri dan berlari meminta tolong kepada warga yang tinggal di daerah pantai itu.

Aisyah memohon dengan suara lemah. "Ya Allah, berikan pertolonganmu kepada hamba."

Darahnya sudah menggenang dan membuat pasir putih di sekitarnya berubah warna menjadi merah.

Dan tak lama kemudian, seseorang berseragam TNI angkatan laut datang menghampiri Aisyah dan menolongnya.

"Astaghfirullah..."

"Hiks...lukanya sangat menyakitkan, seperti membakar daging saya," ungkap Aisyah seraya memperlihatkan luka tembak di betis dekat mata kakinya.

"Pelurunya menembus cukup dalam, saya akan segera membawa kamu ke rumah sakit," ujar pria itu yang sayangnya tak bisa di dengar lagi oleh Aisyah, sebab wanita berjilbab itu sudah tak sadarkan diri.

Dengan cepat pria tampan berseragam TNI angkatan laut itu menggotong tubuh Aisyah, namun keterkejutan tiba-tiba terlihat di wajahnya saat menatap wajah Aisyah.

"Ya Allah, ternyata dia Aisyah?! Wanita yang aku cari selama tiga tahun ini," ucap pria tampan berseragam TNI angkatan laut itu yang tak lain dan tak bukan adalah Devano Altair.

"Ya Allah, terimakasih. Engkau telah mempertemukan aku dengannya lagi. Aku mohon Ya Allah, selamatkanlah Aisyah," ujar Devano seraya mempercepat langkahnya menuju mobil tentara yang sudah datang membantu ia dan Aisyah untuk sampai ke rumah sakit yang letaknya lumayan jauh.

"Cepatkan laju mobilnya! Aku tidak mau terjadi apa apa dengan Aisyah!" teriak Devano dengan cemas.

Devano lalu mengusap peluh di dahi Aisyah dengan lembut. Pria itu merasakan sesak juga sakit di hatinya ketika melihat wajah pucat Aisyah yang pingsan karena banyak kehilangan darah.

"Kenapa kita bertemu kembali di saat yang tak mengenakkan seperti ini, Aisyah?" gumam Devano dengan sendu. Dua tentara lainnya yang berada di mobil itu ikut prihatin mendengar nada sendu dari suara kapten mereka yang biasanya terkenal tegas dan anti mellow itu.

"Sabarlah, kapten. Kita sudah semakin dekat dengan Rumah sakitnya," kata tentara yang mengendalikan mobil.

"Ya, terimakasih. Tolong lebih cepat kan lagi laju mobilnya," perintah Devano dengan tegas.

"Baik, kapten!" sahut sang tentara yang sedang menyetir.

"Bertahanlah Aisyah, aku sudah berjanji untuk memperbaiki kesalahanku di masa lalu."

"Aku juga sudah berjanji untuk menikahi dan membahagiakanmu. Maka dari itu, tolong bertahanlah, Aisyah. Agar kamu bisa memberiku kesempatan untuk memperbaiki apa yang telah aku rusak di masa lalu," bisik Devano sambil terisak dan meneteskan air matanya. Hilanglah sudah ketangguhannya sebagai kapten tentara.

°°°°°°

Sesampainya di rumah sakit, Aisyah langsung ditangani secepatnya oleh tim dokter. Devano pun dengan cemas menghubungi nomor teman Aisyah yang tertera di kontak ponsel milik wanita itu.

"Halo? Dengan siapa i... Ini?" sahut suara terbata-bata yang tak lain adalah milik Avila yang sedang menangis begitu mengetahui Aisyah sudah tidak berada di tempat kejadian.

"Saya Devano, dari pihak TNI yang membawa Aisyah ke Rumah sakit, bisakah anda datang ke Rumah sakit ini?"

"Baiklah saya akan ke sana! Cepat kirimkan alamatnya."

"Ya, tentu saja. Baiklah kalau begitu saya tutup dulu telponnya."

Setelah men-share lokasinya kepada Avila, Devano duduk di salah satu kursi ruang tunggu dengan perasaan cemasnya. Pria tampan itu masih memakai seragam tentara yang penuh darah milik Aisyah.

"Ya Allah, tolong selamatkan Aisyah. Aku ingin menepati janjiku untuk menikahinya, Ya Allah," pinta Devano kepada Sang Khaliq untuk keselamatan Aisyah.

Dan lima belas menit kemudian, Avila datang dengan tergopoh-gopoh sambil terus menerus menangisi sang sahabat yang sedang ditangani tim medis diruang operasi.

"Bagaimana keadaan Aisyah?!" tanya Avila kepada Devano yang sedang kalut juga.

"Dokter belum keluar dan memberi keterangan," jawab Devano dengan sendu.

"Argh! Kenapa bukan aku saja yang terkena peluru itu?! Kenapa harus Aisyah?! Dia itu gadis rapuh Ya Allah!" ujar Avila seraya mengacak rambutnya dengan prustasi.

Devano yang mendengar perkataan prustasi Avila itu, seketika merasakan sakit dihatinya semakin menjadi. Pria itu sadar, dialah yang merubah Aisyah menjadi wanita yang begitu rapuh seperti yang dikatakan sahabat wanita itu.

Tiba-tiba ruangan operasi terbuka dan memperlihatkan seorang dokter yang mengatakan...

To be continued ❤️

Jangan lupa yang udah baca, klik ❤️ untuk menyimpan cerita ini ke rak buku kalian dan aku minta bintang limanya juga dong😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!