NovelToon NovelToon

Adikku Sayang Adikku Malang

Pengenalan Tokoh

...🍁🍁🍁...

Dalam cerita ini, ada beberapa orang tokoh utama dan tokoh pendukung yang akan melengkapi setiap peristiwa yang akan terjadi. Tokoh utama dalam cerita ini di antaranya :

Bapak Aidi (Suami Bu Aini) merupakan seorang pekerja keras dalam keluarganya. Pak Aidi bekerja sebagai PNS di salah satu kantor Kedinasan yang ada di Jakarta.

Ibu Aini (Istri Pak Aidi) juga seorang PNS tapi bekerja sebagai seorang Guru di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta.

Ammar Pratamaidi (Putra Pertama Pak Aidi dan Bu Aini). Ammar merupakan seorang mahasiswa lulusan jurusan Kedokteran di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Ia mendapatkan beasiswa gratis untuk kuliah di jurusan itu karena berhasil menghafal al-qur'an sebanyak 30 juz. Setelah ia berhasil menyelesaikan studinya di bidang kedokteran, Ammar melanjutkan pendidikannya dengan mengambil spesialis kanker. Saat ini Ammar sudah menjadi seorang dokter spesialis kanker di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta. Ammar mempunyai sifat yang penyayang, baik dan juga perhatian. Karena sifat baiknya itu, tidak jarang Ammar sering dikelilingi oleh wanita-wanita cantik seumurannya.

Sadhajiwa Dwitamaidi (Putra Kedua Pak Aidi dan Bu Aini). Sadha merupakan seorang lulusan jurusan Ekonomi di Universitas yang sama dengan Ammar. Di saat kuliah ia juga mendapatkan beasiswa undangan untuk kuliah di jurusan tersebut. Usia Sadha 3 tahun lebih muda dari Ammar. Saat ini dia sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama di Jakarta. Sifat Sadha sangat berbeda dengan Ammar. Sadha mempunyai sifat yang dingin terhadap siapapun kecuali keluarganya. Di dalam rumah, sadha sangat humble pada ayah, ibu, mas dan adik-adiknya. Berbeda jika dia berada di luar rumah.

Dhana Trinandaidi (Putra Ketiga Pak Aidi dan Bu Aini). Adik laki-laki ammar yang kedua ini juga merupakan seorang fresh graduate jurusan Teknik di salah satu Universitas di Jakarta. Berbeda dengan kedua masnya, pada saat kuliah, Dhana kuliah bukan karena mendapatkan beasiswa gratis ataupun undangan. Melainkan melalui jalur tes, karena ia sangat ingin kuliah di jurusan tersebut. Usia dhana 2 tahun lebih muda dari Sadha dan 5 tahun lebih muda dari Ammar. Saat ini ia sedang menjalani sebuah bisnis cafe. Walaupun berbeda jauh dengan basic ilmu yang ia pelajari diperkuliahan, tapi membuka bisnis cafe merupakan salah satu impian dhana dari sejak SMP. Dhana mempunyai sifat yang unik, ia humoris dan membuat semua orang yang berada didekatnya merasa senang. Dhana juga baik, ia suka membantu teman-temannya jika ada yang kesusahan.

Dhina Deltoriaidi (Putri Keempat Pak Aidi dan Bu Aini). Dhina, anak perempuan satu-satunya dan anak bungsu di keluarga kecil ini. Dhina adalah saudari kembar Dhana, mereka saudara kembar yang lahir di selang waktu 10 menit. Setelah Dhana lahir, 10 menit kemudian lahirlah Dhina. Dhina merupakan seorang fresh graduate jurusan manajemen di salah satu Universitas di Sumatera. Ia kuliah juga dengan mendapatkan beasiswa undangan disana. Saat ini, Dhina sedang mencari pekerjaan yang ia minati. Tapi sampai saat ini, ia belum mendapatkannya. Walapun begitu, Dhina sering datang ke cafe dhana untuk membantu masnya itu. Dhina mempunyai sifat keras kepala, baik hati, murah senyum dan juga pintar. Ia sering dijahili oleh ketiga masnya karena sifatnya yang juga mudah merajuk hingga membuat mas-masnya senang menjahili adik perempuannya itu.

Adapun beberapa tokoh pendukung dalam cerita ini, di antaranya :

Bella Indriyani (Sahabat kuliah Ammar dan dekat sekali dengan Ammar sekaligus satu tempat kerja sebagai dokter dengan Ammar).

Miranti (Pacar Ammar saat kuliah sekaligus teman satu fakultas dengan Ammar).

Bi Iyah (ART di rumah Pak Aidi dan Bu Aini).

Vanny Dwiputri (Teman kerja Sadha di perusahaan dan ternyata teman masa kecil Sadha).

Rezky Sanjaya Putra (Sepupu Mira dan Teman Dhina di organisasi masa kuliah).

Imam Permana (Teman Dhana di organisasi masa kuliah).

Ronald Armadanto (Senior Ammar dimasa kuliah sekaligus teman karib Ammar).

Uci Dwi Anggraini (Sahabat Dhina dari masa kuliah sampai sekarang).

Sekian info tentang tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini. Jika ada tokoh lain, anggap saja itu tokoh pendatang baru yaa.

Semoga kalian suka sama cerita ini

Terima kasih ✨✨✨❤️❤️❤️

Episode 1 ~ Cemberut Pagi

...🍀🍀🍀...

Di pagi hari yang cerah membuat suasana hati seorang gadis cantik menjadi lebih ceria seperti biasanya. Menjadi anak gadis satu-satunya dalam keluarga, membuat ia selalu disayangi dan dimanja oleh kedua orang tuanya dan juga kakak-kakaknya.

Seperti biasa, Dhina kembali bangun jam 6 hari ini. Ia suka sekali membantu Bi Iyah di dapur untuk membuat sarapan. Setelah bangun dan mandi, Dhina bergegas pergi ke dapur untuk membantu Bi Iyah.

"Selamat pagi, Bi." ucap si gadis cantik yang ceria dari arah ruang makan kepada Bi Iyah.

"Selamat pagi, Non Adek. Pagi-pagi sudah rapih saja, Non. Mau ke mana?" jawab Bi Iyah sambil senyum lebar pada Dhina.

Ya... Dhina memang lebih sering dipanggil dengan sebutan Adek dibandingkan dengan nama aslinya. Sejak kecil, orang tua dan ketiga masnya tidak pernah memanggil namanya. Posisinya sebagai anak perempuan satu-satunya dalam keluarga dan juga sebagai anak bungsu, menjadikan dirinya seperti gadis kecil dan karena sudah terbiasa, dirinya pun juga menyebut 'adek' sebagai panggilan sehari-hari. Berbeda jika ia berada di luar rumah, ia tidak menggunakan panggilan kesayangan bagi keluarganya itu.

"Tidak ke mana-mana kok, Bi. Adek mau bantu Bibi masak saja, seperti biasa." sambung Dhina sambil berjalan mendekati Bi Iyah.

"Tidak usah repot-repot, Non. Ini sudah menjadi tugas Bibi. Tidak usah ya, lebih baik Non Adek nonton saja di depan." pinta Bi Iyah agar Dhina tidak membantunya.

"Tidak apa-apa, Bi. Adek sudah biasa juga bantu Bibi di dapur. Lagi pula Adek tidak ada kegiatan, Bi. Kalau seperti ini, Adek cepat bosan di rumah." ucap Dhina dengan tampang melasnya yang lucu.

"Ya sudah. Tapi janji hati-hati ya, Non. Jangan sampai seperti kemarin." kata Bi Iyah sambil menatap Dhina.

"Iya, Bi. Adek janji." sambung Dhina sambil mengangkat jarinya yang menunjukan piss pada Bi Iyah.

Dhina akhirnya dapat izin dari Bi Iyah untuk membantunya memasak di dapur. Sempat sulit membujuk Bi Iyah karena kejadian kemarin yang membuat salah satu jari Dhina terluka karena pisau dan membuat Bi Iyah tidak mau melihat gadis itu terluka lagi. Namun Dhina tetap memaksakan diri sehingga Bi Iyah tidak ada pilihan lain.

Sekilas tentang Bi Iyah. Bi Iyah sangat menyayangi Dhina dan juga kakak-kakaknya. Bi Iyah sudah menganggap mereka sebagai anak-anaknya sendiri. Bi Iyah adalah seorang ART yang mencari nafkah untuk keperluan keluarganya di kampung. Bi Iyah mempunyai seorang suami dan juga seorang putri yang masih sekolah.

Suami Bi Iyah tidak mampu lagi untuk bekerja karena kecelakan yang pernah dialaminya beberapa waktu yang lalu. Hal itu membuat Bi Iyah pergi ke Jakarta untuk mengadu nasib sebagai ART agar bisa mengirim uang kepada anak dan suaminya di kampung. Bi Iyah sudah 5 tahun bekerja di rumah Pak Aidi. Selama itu Bi Iyah bekerja dengan giat dan jujur. Pak Aidi dan Bu Aini juga senang dengan pekerjaan Bi Iyah sehingga membuat mereka betah mempekerjakan Bi Iyah di rumah.

"Semuanya sudah beres, Bi. Kita tinggal tunggu Ayah, Ibu dan yang lainnya untuk sarapan." ucap Dhina sambil meletakkan hidangan terakhir di meja makan.

"Kalau begitu, Bibi membereskan dapur dulu ya Non. Habis itu Bibi mau membersihkan halaman depan." jawab Bi Iyah yang ingin pergi ke dapur tapi dicegah oleh Dhina.

"Bibi tidak sarapan dulu?" tanya Dhina pada Bi Iyah sambil memegang tangan Bi Iyah.

"Bibi sudah makan, Non. Sebelum Non datang ke dapur, Bibi sudah makan duluan. Makan pagi bibi jadwalnya lebih pagi, Non." jelas Bi Iyah.

"Oh iya, Adek lupa. Ya sudah Bi. Adek mau ke kamar Mas Ammar dulu ya." ujar Dhina dan dibalas anggukan oleh Bi Iyah.

Setelah itu, Dhina pergi ke kamar Ammar yang ada di lantai dua rumahnya. Kamar Ammar, Sadha, Dhana dan Dhina bersebelahan satu sama lain dan kamar mereka berada di lantai atas.

Tok... Tok... Tok...

Tok... Tok... Tok...

Tok... Tok... Tok...

"Mas Ammar... Mas... sudah bangun belum. Ini sudah Adek bangunin ya. Kalau tidak bangun, bukan salah Adek loh, Mas." ucap Dhina sambil mengetuk pintu kamar Ammar.

Beberapa kali Dhina berusaha mengetuk pintu namun tidak ada jawaban dari sang pemiliknya.

"Mas... Mas Ammar...hmmm, tidak keluar juga nih orang. Kemarin minta tolong dibangunkan, sekarang malah tidak ada respon." gerutu Dhina yang masih berdiri didepan kamar Ammar.

Saat Dhina sedang marah-marah sendiri di depan kamar Ammar, tiba-tiba Dhana yang keluar dari kamarnya pun melihat dan menyapa Dhina.

"Hei, Dek. Adek sedang apa di depan kamar Mas Ammar?" tanya Dhana pada adik kembarnya itu sambil merapihkan lengan jaket levis yang ia kenakan.

"Tidak apa-apa, Mas. Kemarin Mas Ammar minta tolong dibangunkan, tapi saat Adek bangunkan malah tidak ada respon." ucap Dhina dengan tampang melasnya itu.

"Mungkin Mas Ammar lagi mandi, Dek. Jadi dia tidak dengar Adek ketuk pintu kamarnya. Lebih baik kita ke bawah. Apa sarapan Bi Iyah sudah masak?" ucap Dhana yang mencubit pipi cubby adik kembarnya itu karena menggemaskan.

"Sudah, Mas. Bi Iyah sudah selesai masak. Tapi nanti Mas Ammar malah marah sama Adek." Kata Dhina sambil memanyunkan bibirnya dan membuat Dhana gemas melihat tingkah adik kembar perempuannya itu.

"Sudah biarkan saja. Mas Ammar itu sudah dewasa, mana mungkin dia marah sama Adek hanya karena itu. Nanti Mas bantu Adek kalau Mas Ammar marah ya." ujar Dhana sambil mengusap kepala Dhina.

"Ya sudah, ayo." Kata Dhina mengajak Dhana turun ke lantai bawah.

Di lantai bawah, sudah ada Pak Aidi dan Bu Aini yang sedang menunggu anak-anak mereka bangun untuk sarapan. Bu Aini sedang menyiapkan bekal untuk Pak Aidi, Ammar dan Sadha untuk dibawa ke tempat kerja mereka masing-masing. Sedangkan Pak Aidi sedang asyik membaca koran sambil menunggu anak-anaknya turun dari lantai atas.

"Pagi Ibu, Ayah." sapa Dhana yang turun bersama Dhina.

"Pagi, Ayah. Pagi, Ibu." sapa Dhina yang memeluk ayah dan ibunya satu persatu dan mencium keduanya.

"Pagi juga anak Ibu yang ganteng dan yang cantik ini. Kenapa hanya kalian yang turun Sayang? Mas Ammar dan Mas Sadha kalian mana?" tanya Bu Aini pada anak-anaknya sambil asyik menyiapkan bekal.

"Pagi, anak-anak Ayah. Iya nih, kenapa hanya anak-anak kembar kita yang turun ya, Bu?" Sambung Pak Aidi sambil menggoda Dhina yang sudah duduk disebelah kiri ayahnya itu.

"Itu Mas Sadha. Baru turun, Yah. Kalau Mas Ammar tadi sudah Adek ketuk pintu kamarnya, tapi tidak ada jawaban." jawab Dhina sambil memajukan bibirnya dan mengarahkannya ke Sadha yang baru turun tangga dengan pakaian kantornya yang rapih.

"Mas Ammar mungkin masih mandi, Nak. Jangan cemberut seperti itu, nanti cantiknya hilang." goda Pak Aidi pada putrinya sambil mencubit pipinya itu.

"Pagi, Ayah. Pagi, Ibu. Pagi, Dhana. Pagi Adikku yang cantik. Kenapa pagi-pagi sudah cemberut? Tidak baik loh, Dek." ucap Sadha menggoda adiknya sambil duduk di kursi meja makan.

"Adek cemberut karena Mas Ammar, Mas." jawab Dhana yang dari tadi melihat tingkah lucu Dhina.

"Mas Ammar? Kenapa dengan Mas Ammar?" tanya Sadha sambil melihat Dhana.

"Mas Ammar minta dibangunkan sama Adek, tapi saat dibangunkan malah tidak ada jawaban. Nanti malah badmood sendiri sama Adek." timpal Dhina sambil makan nasi goreng kesukaannya.

Semua orang yang ada di meja makan dibuat terkekeh oleh sikap Dhina yang cemberut hanya karena Ammar tidak bangun saat dibangunkan olehnya. Tidak lama kemudian, terlihat Ammar yang sedang berjalan menuju meja makan untuk bergabung dengan yang lainnya.

"Pagi, Ayah. Pagi, Ibu. Pagi, adik-adik Mas yang ganteng dan adik Mas yang cantik." sapa Ammar menyapa semuanya sambil duduk di tempat ia biasanya makan bersama keluarga.

"Pagi, Nak. Tumben sekali kamu bangunnya terakhir. Ketiduran ya Sayang?" tanya Bu Aini pada putra sulungnya itu.

"Tidak, Bu. Saat Ammar dengar suara Adek di luar ketuk pintu kamar, Ammar langsung ke kamar mandi, jadi lupa kasih tau Adek kalau Amamr sudah bangun." jelas Ammar sambil melihat Bu Aini dan Dhina secara bergantian.

"Betulkan, Dek. Mas bilang juga apa. Mas Ammar lagi mandi, makanya tidak buka pintu kamar." timpal Dhana sambil menyenggol tangan adik kembarnya itu.

"Memang kenapa Dhana? Adek kenapa pagi-pagi sudah cemberut?" tanya Ammar sambil menatap kedua adik kembarnya itu secara bergantian.

"Adek cemberut karena Mas tidak buka pintu kamar, tidak menjawab saat dibangunkan. Adek kira Mas belum bangun, makanya dia cemberut gitu." jelas Dhana sambil terkekeh melihat tingkah lucu Dhina.

"Ya ampun, Sayang. Mas minta maaf ya. Terima kasih sudah membangunkan Mas. Mas hari ini ada jadwal operasi pasien kanker, makanya minta tolong dibangunkan sama Adek. Tadi malam itu Mas pulang telat. Untuk minta tolong ke Adek saja Mas chatting, bukan bilang langsung. Mas kira tadi sudah siang, makanya Mas langsung ke kamar mandi tanpa kasih tau Adek dulu kalau Mas sudah bangun. Terima kasih ya, Sayang. Nanti mau Mas belikan apa? Anggap saja permintaan maaf dari Mas." tutur Ammar panjang sambil membujuk sang adik yang masih asyik makan tapi sebenarnya mendengarkan perkataan Ammar.

"Itu Mas Ammar sudah minta maaf, Dek. Maafkan saja, nanti menyesal baru tau." timpal Sadha yang masih saja menggoda adik perempuannya itu.

Sifat Sadha yang dingin itu tidak berlaku untuk keluarganya. Apalagi pada adik perempuan satu-satunya itu, bahkan ia sangat jahil. Sifat dinginnya itu hanya berlaku di luar rumah saja.

"Adek mau es krim yang lagi viral sekarang. Masau?" ucap Dhina yang akhirnya buka suara sambil menatap Ammar dengan tajam.

"Oke, nanti Mas belikan saat Mas pulang dari rumah sakit. Tapi Adek jangan cemberut lagi ya. Senyum dulu!" ujar Ammar sambil tersenyum manis membujuk Dhina.

"Iya, sudah tidak cemberut lagi." jawab Dhina sambil senyum lebar pada mas sulungnya itu.

Setelah itu, mereka semua menikmati hidangan sarapan pagi bersama yang dibuat oleh Bi Iyah dan dibantu oleh Dhina. Setelah semuanya selesai, Pak Aidi dan Bu Aini pun berangkat kerja bersama karena kebetulan sekolah tempat Bu Aini mengajar searah dengan Kantor Dinas Pak Aidi. Sedangkan Ammar dan Sadha, pergi ke tempat kerja dengan mengendarai mobil mereka masing-masing.

Setelah semuanya pergi, Dhana juga ingin pergi ke cafe. Namun Dhina masih mencegahnya karena gadis itu ingin ikut dan masih membujuk Dhana yang tidak mau mengajaknya.

"Mas... Adek ikut ke cafe ya. Masa Mas tega tinggalin Adek sendirian di rumah. Adek bosan di rumah, Adek tidak ada kegiatan. Ya, ya, mas, Adek ikut." ujar sang adik kembar Dhana dengan tampang melas.

"Adek kenapa mau ikut? Mas di sana hanya ingin melihat cafe sebentar saja. Habis itu Mas mau pergi berkumpul dengan teman. Masa Mas bawa Adek ikut berkumpul sama teman Mas sih. Mas lama kalau sudah kumpul-kumpul." jawab Dhana sambil menggenggam kedua tangan adik kembarnya itu.

"Pokoknya Adek mau ikut! Tidak masalah kalau Mas kumpul sama temannya lama. Adek tunggu, yang penting Adek tidak di rumah. Boleh ya Mas, boleh ya, ya Mas." tutur Dhina dengan wajah melasnya yang semakin jadi dan membuat Dhana tidak tega meninggalkan adiknya itu.

Dhana pun terdiam dan menatap lekat manik sang adik yang membuatnya berpikir ulang untuk meninggalkannya sendiri di rumah bersama Bi Iyah.

"Adek janji tidak akan menganggu Mas saat kumpul sama teman-teman nanti. Adek akan diam saja dan tidak akan bicara apapun." sambung Dhina sambil memohon pada sang mas kembarnya itu.

"Ya sudah. Tapi janjinya ditepati ya, Dek. Tidak akan mendesak Mas pulang. Awas saja! Nanti Mas tinggal baru tau." ucap Dhana sambil melebarkan matanya ke arah adik kembarnya itu.

"Janji, Mas." jawab Dhina dengan senyum lebarnya yang manis itu membuat Dhana pun ikut tersenyum.

"Ya sudah, ayo! Kita ke cafe dulu. Nanti di cafe kalau Adek ingin sesuatu, tinggal pesan saja. Semua karyawan di sana juga sudah kenal sama Adek." jelas Dhana sebelum nanti setiba di cafe Dhina merengek ingin sesuatu.

"Iya, Masku sayang." jawab Dhina singkat.

Akhirnya Dhana dan Dhina pergi ke cafe dengan menggunakan motor besar milik Dhana. Walaupun Dhina terbilang sudah dewasa, tapi sikap kepada mas-masnya itu tetap seperti anak kecil, suka merajuk, cemberut, merengek ingin ikut atau ingin sesuatu. Tapi hal itu tidak membuat Dhina lemah, ia tetap anak yang mandiri, baik, rajin dan juga pintar. Hanya di waktu dan di tempat tertentu saja ia bersikap seperti anak kecil. Di tempat lain, ia menjadi seorang wanita yang mandiri dan juga tidak suka dikasihani. Bahkan, diantara mereka berempat, Dhina lah yang paling dewasa pemikirannya dibandingkan ketiga masnya.

.

.

.

.

.

Happy Reading All ❤️❤️❤️

Episode 2 ~ Dhana Bad Mood

...🍁🍁🍁...

Selama di perjalanan menuju cafe, Dhana dan Dhina tidak ada yang bersuara. Dhana hanya fokus pada jalan, sedangkan adik kembarnya asyik melihat jalan yang begitu ramai dengan kendaraan lain.

Selang beberapa waktu, akhirnya mereka sampai di cafe. Suasana cafe saat ini sangat ramai, mungkin karena hari ini weekend jadi pengunjung lebih banyak dari hari biasanya. Setelah Dhana memarkirkan motor besarnya itu, ia langsung masuk ke dalam cafe bersama Dhina.

"Adek... Mas ke ruangan sebentar ya. Lebih baik Adek duduk dan pesan minum dulu, daripada bosan menunggu Mas." ujar Dhana yang menoleh ke arah Dhina.

"Oke, Mas. Adek tunggu di sana ya." jawab Dhina pada mas kembarnya itu sambil menunjuk ke arah tempat ia menunggu Dhana.

"Oke, nanti Mas susul Adek ke sana. Jangan kemana-mana ya! Awas saja kalau kabur." ujar Dhana pada adik kembarnya itu, karena Dhana tau betul dengan sikap Dhina kalau sudah bosan.

"Iya, Mas. Adek tidak akan ke mana-mana, janji." jawab Dhina sambil mengangkat dua jari tangannya dan dibalas anggukan oleh Dhana.

Dhana pun pergi ke ruangan pribadinya yang ada di cafe. Posisi Dhana di cafe adalah sebagai pemilik sekaligus CEO. Cafe ini merupakan salah satu impian Dhana. Ia merintis bisnis ini dari sejak awal memulai kuliah. Dengan modal yang dibantu oleh Pak Aidi dan Ammar, pria kembaran Dhina itu bisa membuka bisnis cafe yang ia impikan.

Kini cafe Dhana sudah maju, banyak anak-anak muda yang datang di cafe ini. Dhana memang lulusan teknik, tapi hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi seorang pembisnis. Cafe ini juga menjadi salah satu alasan Dhana untuk tidak bekerja sampai sekarang, karena ia ingin mendalami kegiatan ini.

Dhana juga sempat menawarkan pekerjaan untuk adik kembarnya sebagai Manager di cafe. Tapi entah kenapa Dhina masih belum menjawab tawaran bagus itu. Mungkin Dhina mempunyai alasan sendiri.

Di saat Dhina sedang menunggu Dhana seraya memainkan ponselnya, tiba-tiba ada seorang pria yang datang menghampiri dan menyapanya.

"Dhina?" sapa pria itu yang masih berdiri dan melihat ke arah Dhina.

Dhina yang menunduk pun terkejut lalu ia mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah sumber suara.

"Kak Rezky?"

Rezky... Tepatnya Rezky Sanjaya Putra. Ia adalah senior sekaligus teman Dhina di salah satu organisasi kampus di waktu masa-masa kuliah. Mereka berdua tidak cukup dekat, tapi Dhina pernah menyukai pria ini. Namun karena merasa tidak ada respon dari Rezky, akhirnya Dhina memutuskan untuk melupakan perasaan di hatinya itu.

"Iya, aku Rezky. Kamu masih ingat sama aku?" ujar Rezky seraya duduk di meja yang sama dengan Dhina.

"I-iya, Kak. Aku masih ingat. Sudah lama ya kita tidak bertemu. Apa kabar Kak?" jawab Dhina yang gugup karena bertemu kembali dengan pria yang sempat ia sukai dulu.

"Iya, tidak disangka ya, kita bertemu lagi. Kamu tambah cantik saja. Kabar Kakak baik, kamu sendiri bagaimana? Mas Ammar apa kabar?" ujar Rezky dengan senyum manisnya.

Ya, Rezky memang mengenal Ammar karena mereka sempat bertemu di acara penyuluhan untuk anak-anak yang menderita kanker. Acara itu diadakan oleh anak-anak jurusan Rezky. Di acara penyuluhan itu mereka mengundang Ammar sebagai pemateri. Rezky yang ditunjuk sebagai ketua panitia menjadi lebih banyak berkomunikasi dengan Ammar.

Di saat itulah Rezky menjadi dekat dengan Ammar dan mengetahui kalau Ammar mempunyai adik perempuan dan kuliah di Universitas yang sama dengan Rezky. Hubungan keduanya pun semakin dekat karena Ammar dan Rezky orangnya sama-sama humble. Apalagi Dhina dan Rezky juga sempat satu organisasi. Namun Dhina tidak pernah bercerita pada siapapun kalau ia pernah menyukai Rezky. Sekilas tentang Rezky.

"Aku baik, Kak. Mas Ammar juga baik. Alhamdulillah." jawab Dhina dengan gugup karena salah tingkah bertemu dengan Rezky.

"Syukurlah, kalau semuanya baik. Kamu sedang apa di sini? Sendirian saja?" tanya Rezky lagi yang membuat Dhina semakin salah tingkah.

"Aku... aku di sini sedang menemani Mas Dhana, Kak." jawab Dhina yang gugup berbicara dengan Rezky.

"Kamu kenapa gugup? Kamu sudah makan? Lalu Dhana di mana?" tanya Rezky yang mengedarkan pandangan ke sekitar dengan maksud menemukan Dhana di suatu tempat.

"Mas Dhana sedang di dalam ruangannya, Kak." jawab Dhina singkat sambil menunjuk sebuah ruangan.

"Ruangan? Jadi Dhana pemilik cafe ini?" tanya Rezky lagi dan melebarkan kedua matanya karena tidak menyangka kalau cafe yang sering ia datangi adalah cafe Dhana.

"Iya, Kak. Mas Dhana yang punya cafe." jawab Dhina singkat namun jelas terdengar oleh Rezky.

"Luar biasa! Cafe terkenal ini ternyata milik adiknya Mas Ammar. Aku tidak menyangka, Dhina. Aku sering datang ke sini, bahkan setiap weekend aku selalu datang bersama temanku. Memang sempat penasaran sih sama pemiliknya, katanya pemilik cafe ini mahasiswa waktu itu. Ternyata aku kenal sama pemiliknya." ungkap Rezky yang membuat Dhina terkekeh melihatnya.

"Alhamdulillah, Kak. Mas Dhana berhasil mewujudkan impiannya untuk mempunyai cafe sendiri." ujar Dhina dengan tersenyum melihat sekeliling cafe milik mas kembarnya itu.

"Aku salut sama Dhana. Masih muda, ganteng, pintar, punya bisnis sendiri lagi. Pria idaman sekali ya, Dhina." puji Rezky sambil terkekeh bersama Dhina.

Di saat Rezky dan Dhina sedang asyik mengobrol, akhirnya Dhana keluar dari ruangannya dan ingin menghampiri Dhina. Saat ingin berjalan menuju tempat di mana Dhina menunggu, Dhana yang dari kejauhan melihat adik kembarnya itu sedang mengobrol dengan seorang pria yang tidak ia kenali. Dengan langkah yang cepat, Dhana pun menghampiri adiknya.

"Adek... maaf ya karena Mas, Adek jadi menunggu lama. Ini siapa Dek?" ucap dan tanya Dhana pada Dhina sambil melirik ke arah pria yang bersama adik kembarnya itu.

"Tidak apa-apa, Mas. Oh iya, ini Kak Rezky. Teman Adek waktu kuliah dulu. Yang pernah diceritakan Mas Ammar pada Mas dan Mas Sadha waktu itu." jawab Dhina yang beranjak dan mengenalkan Rezky pada Dhana.

"Hallo, Dhana. Saya Rezky. Teman lamanya Dhina." sapa Rezky seraya mengulurkan tangan pada Dhana.

"Hai, saya Dhana. Kakak kembarnya Dhina. Apakah sudah lama mengobrol dengan adik saya? Soalnya saya dan adik saya ini sudah ada rencana ingin pergi ke suatu tempat." jawab Dhana yang dingin melihat kearah Rezky.

"Oh iya, lumayan sebentar, bertemu untuk sekedar melepas rasa rindu terhadap teman lama. Lagi pula saya juga ingin pergi." jawab Rezky yang mungkin menyadari kalau Dhana kurang menyukainya.

Dhana pun hanya tersenyum tipis lalu menoleh ke arah sang adik.

"Oke, Dhina. Kakak pergi dulu ya. Sebenarnya tadi ke sini karena ada janji sama teman. Tapi sepertinya teman kakak lupa, jadi kakak ingin ke tempat lain dulu. Sampai ketemu lagi." ujar Rezky sambil mengambil minuman pesanannya tadi dan berlalu pergi dan dibalas Dhina dengan anggukan.

Melihat ekspresi Dhina yang begitu senang bertemu Rezky, membuat wajah Dhana menjadi cemberut dan kesal. Sejak dulu, sejak Ammar mulai kenal dan terus bercerita tentang pria itu, Dhana memang tidak terlalu suka dengannya. Tidak hanya Dhana, Sadha pun demikian.

Dari cara Ammar bercerita tentang Rezky, Sadha dan Dhana menebak kalau Rezky hanya berusaha mengambil perhatian Ammar saat di acara itu. Apalagi dengan Dhina, Rezky mungkin ingin mendapatkan hati Ammar karena ingin mendekati Dhina. Mengingat hal itu membuat Dhana jadi bad mood dan hanya diam dari tadi. Dhina yang menyadari tingkah laku mas kembarnya itu berubah langsung bertanya.

"Mas Dhana dari tadi diam terus. Kenapa Mas? Mas sakit? Atau Mas lapar? Kenapa Adek dicuekin seperti ini?" ujar Dhina pada mas kembarnya dengan wajah melas.

"Tidak, Mas tidak apa-apa." jawab Dhana singkat dan masih kesal.

"Kalau tidak apa-apa, tidak mungkin Mas diam saja dari tadi. Adek perhatikan, sejak Mas ketemu Kak Rezky, wajah Mas yang tadinya ganteng dan ceria berubah menjadi kusut seperti supir angkot yang tidak dapat penumpang." ujar Dhina yang bergelayut manja di tangan Dhana.

Dhina pun tampak membujuk Dhana dengan harapan bisa membuat mas kembarnya itu tidak kesal lagi. Tapi usahanya sia-sia, Dhana masih saja diam sejak mereka berjalan dari dalam cafe.

"Kita jadi pergi ke tempat teman-teman Mas? Ini juga sudah mau siang, Mas. Maksud Adek bukan mau mengajak Mas pulang, tapi..." ujar Dhina sambil meraih tangan mas kembarnya itu.

Tapi belum habis Dhina berbicara, Dhana sudah memotong pembicaraan Dhina.

"Ayo cepat Dek, Mas sudah telat nih." ujar Dhana ketus sambil menarik tangan Dhina agar cepat berjalan menuju tempat parkir motornya.

Tanpa bertanya lagi, akhirnya Dhina hanya mengikuti kemana Dhana membawanya. Sesampainya mereka di restoran, dimana teman-teman Dhana sudah menunggu, Dhana langsung berkumpul dengan teman-temannya. Walaupun ia sedang kesal dan bad mood pada Dhina yang sangat senang bertemu dengan Rezky, Dhana tetap menggenggam tangan adik kembarnya itu sampai ke dalam restoran. Seakan-akan memberi kode bahwa adiknya itu tidak boleh diganggu oleh siapapun, termasuk Rezky bahkan tanpa terkecuali teman-temannya.

"Assalamualikum, Bro. Sorry ya, saya telat. Tadi ada urusan sebentar di cafe." sapa Dhana pada teman-temannya yang sudah datang dari tadi.

Dhana pun duduk dan juga mengajak Dhina untuk bergabung dengan teman-temannya.

"Adek, sini duduk! Tidak apa-apa, tidak usah malu, ini semua teman-teman Mas." ujar Dhana pada Dhina yang dari tadi sudah malu-malu bertemu dengan teman-teman mas kembarnya itu.

"Iya, Mas." jawab Dhina yang malu-malu.

"Wa'alaikumsalam. Ini yang ditunggu-tunggu akhirnya sampai juga." ujar salah satu teman Dhana.

"Siapa ini Dhana? Kamu sudah berani membawa cewek ya sekarang. Cantik juga cewek kamu, Dhana." ujar salah satu teman Dhana sambil melirik ke arah Dhina.

Teman-teman Dhana memang tau kalau Dhana punya adik kembar, tapi mereka belum tau kalau adik kembar Dhana perempuan dan yang sedang bersama mereka saat ini adalah adik kembar Dhana.

"Cewek, cewek. Jangan asal bicara kamu, Panji! Dia memang cewek, tapi dia adik saya bukan pacar." ujar Dhana ketus pada Panji sambil melebarkan kedua matanya.

Yaa, nama salah satu teman Dhana adalah Panji.

"Jadi ini adik kamu? Bukannya kamu punya adik kembar? Kenapa tidak mirip? Dan kenapa adik kembar kamu perempuan?" tanya Panji yang penasaran karena selama ini ia hanya tau kalau Dhana punya saudara kembar.

"Panji, panji. Bisalah, ini buktinya. Kita berdua ini kembar tapi tidak identik. Makanya beda, beda wajah, beda gender, dan beda semuanya. Yang kamu tau itu kembar identik, wajah serupa. Sampai sini paham!!" ujar Dhana yang membuat teman-temannya mengangguk, sedangkan Dhina hanya tertunduk malu.

"Iya, selama ini yang saya tau kembar itu sejenis dan mirip sekali. Seperti pinang dibelah dua, sulit membedakannya." jawab Panji yang membuat teman-teman lainnya tertawa.

"Jadi nama adik kamu siapa Dhana?" tanya salah seorang teman Dhana.

"Namanya Dhina." jawab Dhana singkat sambil melihat ke arah adik kembarnya itu.

"Namanya cantik seperti orangnya." goda Panji yang membuat Dhana melirik tajam ke arahnya.

Setelah Dhana memperkenalkan Dhina pada teman-temannya, akhirnya Dhina pun berangsur akrab dengan beberapa teman Dhana seperti Panji.

Satu jam berlalu, tidak terasa waktu sudah semakin siang. Dan Dhana memutuskan untuk mengajak Dhina pulang karena mungkin ayah dan ibu mereka juga sudah pulang kerja. Akhirnya, Dhana dan Dhina pamit untuk pulang duluan.

"Saya dan Dhina pulang dulu ya, Bro. Karena sudah siang. Kapan-kapan kita kumpul lagi ya. Soalnya kumpul sekarang tidak lengkap. Si Imam malah tidak datang." ujar Dhana pada teman-temannya.

"Oke, Bro. Besok saya coba hubungi Imam deh kalau begitu agar ikut kumpul sama kita." jawab Panji.

Imam, bukan hanya sekedar teman berkumpul bagi Dhana tapi juga sahabat. Mereka kenal dan dekat karena sering bertemu di acara kajian agama setiap minggu waktu perkuliahan dulu. Walaupun beda jurusan dan fakultas, mereka tetap bisa bersahabat dekat sampai sekarang.

Sejak bersahabat dengan Dhana, di sanalah Imam bertemu dengan Dhina. Ya, Imam jatuh hati pada adik kembar sahabatnya itu. Tapi Imam tidak pernah mengatakan apapun pada Dhana. Sudah lama ia memendam rasa terhadap Dhina tapi karena Imam tau bahwa wanita yang membuatnya jatuh hati itu adalah adik sahabatnya, Imam memilih untuk mencintai Dhina dalam diam. Sekilas tentang Imam.

"Siap, saya pulang dulu ya, Bro. Assalamualaikum." ucap Dhana sambil mengangkat salah satu tangannya tanda memberikan salam.

"Kita pulang dulu ya, Kak. Assalamualaikum." timpal Dhina yang juga ikut pamit pada teman-teman Dhana.

"Wa'alaikumsalam, kalian hati-hati ya. Terima kasih karena sudah mau gabung berkumpul sama kita ya, Dek." jawab Panji pada Dhina dengan memanggil panggilan yang sama dengan Dhana memanggil Dhina.

Dhina hanya mengangguk lalu mengikuti Dhana yang sudah berjalan di depan sana.

"Kumpul lain waktu, ajak Adek kamu lagi, Dhana." sahut Panji.

"InsyaAllah Bro." Jawab Dhana singkat.

Setelah berpamitan dengan semuanya, Dhana dan Dhina pun akhirnya pergi. Rasa kesal dan bad mood di hati Dhana karena kejadian tadi pagi di cafe menjadi hilang setelah berkumpul dengan teman-temannya. Tapi disisi lain, Dhina masih merasa heran dengan sikap aneh Dhana tadi dan berniat ingin menanyakan hal itu nanti setelah mereka sampai di rumah.

.

.

.

.

.

Happy Reading All ❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!