Terlihat seorang lelaki berteleponan.
"Hallo"
"Bisakah kau habisi nyawa keluarga di perumahan vvvv dan bereskan tanpa jejak."
"Baiklah"
"Bagus, anak buah cerdas semoga usahamu berhasil" Muncul senyum seringai diwajahnya.
Dia adalah Deni sang psikopat sadis sekaligus seorang mafia yang selalu lolos dari jerat hukum, dengan tindak kriminalnya itu ia menutupi jejaknya agar tak terendus polisi.
Di sisi lain ada mobil melaju kencang di tengah jalan raya.
"Tiit Tiit"
"Awas!" Ujar seorang wanita dari seberang jalan yang melihat seorang wanita paruh baya menyeberang.
"Ya Allah kau terluka nak, mari kita obati lukamu!"
"Tidak apa-apa ibu, ini hanya luka kecil" Tersenyum sambil memegang sikunya yang terluka".
Mereka pun duduk di kursi di pinggir jalan.
"Siapa namamu nak?"
"Nama saya Dita ibu."
"Apa kamu sudah ada calon suami?"
"Be...belum bu" Jawab Dita gelagapan karena bingung
"Kenapa dia bertanya tentang calon suami" Batin Dita.
"Terimakasih telah menolongku. Besok datanglah ke rumahku, aku ingin mengundangmu makan malam bersama. Ini kartu namaku dan ada alamatnya di sana."
"Insyaa Allah Ibu" Seraya mengambil kartu nama yang diberikan.
Keesokan harinya.
"Tok tok tok, Assalamualaikum"
"Wa'alaikumus'salam. Dita kamu sudah datang, ayo masuk nak" Terlihat kegembiraan diwajah ibu itu.
Dita masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi karena telah di persilahkan oleh Lala mamanya Deni.
"Deni, perkenalkan ini adalah Dita" ujar Lala tersenyum.
"Oh, perkenalkan aku Deni" Memainkan ponselnya kembali, setelah sekilas melihat Dita."
"Idih, dingin banget seperti es" Gumam Dita dalam hati."
"Dita silahkan dimakan, kamu jangan sungkan iya, Deni memang seperti itu orangnya cuek kalau baru kenal."
"Iya ibu, tidak apa-apa."
Mereka pun makan bersama dengan diam beberapa menit, hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar.
"Deni, maksud mama mengajak Dita ke sini untuk membicarakan pernikahan, mama ingin kamu menikah dengannya."
"Uhuk...Uhuk... Deni mengambil minum di meja makan tanpa mengucapkan apapun, karena ia terkejut.
"Ibu kenapa bicara seperti itu" Dita terkejut tidak percaya.
"Nak ibu mohon menikahlah dengan Deni, kamu wanita baik yang sudah menolong ibu saat hampir tertabrak mobil."
"Ta...tapi ibu, maaf saya tidak bisa."
"Deni kamu mau iya menikah dengan Dita" tanya ibunya dengan memohon.
"Tapi ma Deni baru ken...." Belum selesai bicara, mamanya sudah memotong.
"Deni, apa kamu tega melihat mama bersedih memikirkan amanah terakhir almarhum papa kamu, bahwa dia ingin kamu menikah secepatnya. Sementara yang mama tahu sifat kamu yang keras, cuek, dan tak pernah bersama wanita itu membuat mama berpikir untuk menjodohkan kamu dengan Dita" Ujar mama Deni dengan wajah sedih.
"Arrrgh....kenapa bisa seperti ini, rumit sekali " Batin Deni yang kesal.
"Deni, Dita kalian mau iya menikah" Lala melihat mereka dengan tatapan penuh harap"
"Iya ma Deni mau" Menjawab terpaksa.
"Bagaimana denganmu Dita"
"Iya, baiklah ibu"
"Terimakasih iya sayang. Panggil saja mama jangan ibu" Lala mendekat dan memeluk Dita dan dia pun membalas pelukan Lala.
Hari yang di tunggu-tunggu tiba, meski dengan pernikahan sederhana yang hanya dihadiri dengan penghulu dan beberapa para saksi. Setelah mengucapkan ijab qabul dan kata sah dari yang menghadiri, acara pun diakhiri dengan doa.
"Selamat iya, kalian berdua telah menjadi suami istri."
"Iya ma terimakasih" Ucap mereka berdua bersamaan.
Malam harinya ketika di kamar pengantin.
"Hei kau ingat iya aku tidak pernah mencintaimu, dan kau jangan tidur satu ranjang denganku."
"Iya" Jawab Dita singkat dan jelas, lalu berjalan mengambil bantal untuk tidur di sofa.
"Baguslah kalau kau sadar diri. Tapi ingat satu hal, kita akan masih tetap bersandiwara di depan mama sampai dia pulang kembali ke Bandung"
"Iya" Jawab Dita dengan malas.
"Haaha pernikahan macam apa ini" Batin Dita yang tertawa untuk menghibur dirinya sendiri meski bersedih, dia yang sudah terbaring di atas sofa lalu tertidur.
Di tengah malam Dita terbangun dengan tubuh menggeliat, sambil mengucek matanya hendak ke kamar mandi.
"Hah kemana tuan Deni? kenapa dia tidak ada di ranjang, mungkin di kamar mandi. Sesampai di kamar mandi ia mengetuk pintu tak ada yang menjawab, ia masuk dan tidak melihat siapa pun juga.
Pagi harinya Dita bersiap untuk pergi ke mall untuk berbelanja keperluan sehari-harinya namun ketika berjalan ia melewati ruangan di rumah itu dengan sedikit heran.
"Kenapa ruangan ini selalu terkunci dan tidak ada yang boleh memasukinya?"
*Flashback On*
Saat acara pernikahan selesai Lala mengajak Dita untuk berbicara hal penting.
"Nak, pesan mama ketika kamu sudah menjadi istri Deni jangan pernah masuk ke pintu merah yang ada didekat ruangan kerja itu"
"Insyaa Allah ma Dita tidak memasukinya
*FlashBack Off*
Dita masih mematung di depan pintu berwarna merah itu dengan rasa penasaran dan penuh tanya di kepalanya.
"Sedang apa kau di sini" Ucap Deni dengan setengah berteriak dengan sorot mata tajam.
"Ma...ma....maaf tuan saya hanya kebetulan lewat mau turun ke bawah karena saya mau pergi ke mall bersama teman saya" Ujar Dita dengan gugup.
"Jangan pernah kau mendekati ruangan ini apalagi memasukinya ini adalah ruangan pribadiku"
"Iy...iya tuan" Dita mendongakkan kepalanya dengan sedikit takut.
"Ini ambil untukmu, pakailah untuk memenuhi kebutuhanmu" Mengambil kartu ATM berwarna gold dari kantungnya.
Dita mengambil kartu tersebut.
"Terimakasih tuan."
"Hmmm" Deni melangkahkan kakinya meninggalkan Dita.
Sesampainya di mall Dita dan Jessica berhamburan menuju ke arah sepatu-sepatu cantik di sana.
"Eh lihat deh sepatu yang itu bagus" Ucap Jessica seraya menunjuk ke arah lemari kaca.
"Iya itu bagus sekali."
"Mau cari apa mbak" Ucap pelayan yang menghampiri mereka.
"Saya mau beli sepatu yang warna putih ini mbak" Dita menunjuk ke arah kaca.
"Saya yang itu warna hijau tosca" Ucap Jessica sambil menunjuk ke arah kaca.
"Baiklah mbak" Pelayan itu mengambil sepatu tersebut dan membungkusnya.
Setelah itu mereka pergi memilih-milih baju_baju di sana.
"Masyaa allah bagus sekali jaket hoodie ini aku ingin membelinya."
"Iya cocok untuk kamu Dita."
Mereka berjalan-jalan mengelilingi mall besar di ibu kota itu dengan perasaan senang, setelah selesai mengambil semua barang yang mereka butuhkan tibalah saat membayar.
"Saya bayar pakai kartu ini saja mbak" Dita menyerahkan kartu berwarna gold tersebut.
"Dita kamu punya kartu itu dari siapa?"
"Ini kartu ATM dari suamiku, memangnya kenapa?"
"Jarang sekali orang yang mempunyai kartu itu, karena hanya orang kalangan kelas atas yang memilikinya. Itu adalah kartu unlimited tanpa batas"
"Oh begitu, aku sih tidak tahu" Ucap Dita sambil tersenyum menoleh ke arah Jessica.
Jam menunjukkan pukul 11.30 mereka pun makan siang di sebuah restoran sebentar, lalu mereka pulang ke rumah masing-masing.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumus'salam. Sudah pulang nak" Ucap Lala sambil menggandeng tangan menantunya.
"Iya ma, kemana mas Deni ma?"
"Oh, dia pergi ke kantor nak"
"Oh baiklah ma. Ini aku bawa buah-buahan segar dan baju untuk mama sudah aku beli"
"Oh terimakasih nak kamu baik sekali" Menatap Dita dengan tersenyum.
"Iya ma ini juga tadi belinya memakai uang mas Deni hehehe" Tersenyum kepada mertuanya.
Jam menunjukkan pukul 24.00 Dita terbangun dari tidurnya.
"Kemana mas Deni, kenapa sudah larut malam seperti ini dia tidak ada juga di kamar?"
Dita berjalan ke arah toilet, dia melihat pintu toilet sedikit terbuka dan Deni yang sedang duduk berjongkok menunduk.
"Apa yang dia lakukan tengah malam seperti ini, hah dia sedang mengasah parang untuk apa aneh sekali kenapa tidak besok saja" Dita yang tengah mematung di depan pintu terus memikirkan suaminya yang aneh itu.
"Hei sedang apa kau di situ" Deni berteriak dan membuyarkan lamunan Dita.
"Ti...ti...tidak aku hanya ingin buang air kecil."
"Oh"
Deni pergi membawa parangnya keluar dari toilet dan segera keluar dari kamarnya. Dita yang melihat suaminya langsung pergi keluar kamar pun, terbelalak menatap dengan keheranan.
"Ah aku penasaran dengan dia, lebih baik nanti saja aku ke toilet aku harus mengikutinya dengan sangat hati-hati."
Dita melangkah dengan sangat pelan dan langsung bersembunyi di balik tembok ketika Deni menoleh ke belakang.
"Tidak ada siapa-siapa, ah mungkin hanya perasaanku saja seperti ada yang mengikuti"
"Ceklek" Deni membuka pintu merah itu lalu masuk ke dalam dan menutupnya.
"Huft...hampir ketahuan" Ujar Dita sambil mengelus dadanya yang berdebar-debar.
Dita berjalan mendekat ke arah pintu namun tiba-tiba gagang itu berbunyi.
"Ah gawat dia mau keluar dari ruangan ini"
Dita pun berlari secepat mungkin dan bersembunyi di balik meja vas bunga di dekat pintu. Deni keluar dan menutup pintu tersebut lalu melangkahkan kakinya berjalan melewati Dita, dan pergi ke arah tangga lalu menuruninya.
"Ini kesempatanku untuk masuk ke ruangan itu." Dita segera bergegas ke arah ruangan itu dan mengambil gagang pintu lalu membukanya dan menutup kembali.
"Gelap sekali ruangan ini lampunya redup" Ucap Dita sambil berjalan melihat sekeliling. "Banyak sekali alat-alat tajam di sini, pistol, pedang, gergaji, kapak, mesin pemotong kayu, selurit. Semua tampak tajam seperti di asah terus, ada kardus di sana apa isinya iya" Monolog Dita.
Dia berjalan menuju kardus dan di pegangnya kardus itu.
"Cairan apa ini bau amis sekali"
Dita membuka kardus dan melihat kantung kresek berwarna hitam, lalu membukanya dan melihatnya.
"Astagfirullah, kepala manusia" Dita terkejut ketika melihat isinya sampai kantung itu terjatuh.
"Aku harus ikat kembali kantung kresek ini sebelum mas Deni datang" Monolog Dita dengan tangan bergemetar. Dia membuka kardus dan memasukkannya seperti semula.
"Ceklek" Suara pintu terbuka.
"Ya Allah dia sudah kembali selamatkan hamba" Dita berjalan pelan-pelan agar tidak ketahuan dengan jantung berdegup kencang, ia bersembunyi di balik lemari dan kain panjang yang tampak lusuh.
"Hah dingin sekali malam ini" Ujar Deni dengan meletakkan kopi di meja.
Dita mengintip di balik kain panjang itu dengan tangan yang dingin.
"Ternyata suamiku psikopat" Gumam Dita pelan sambil menutup mulutnya.
Deni meminum kopinya sambil memandangi langit_langit ruangan itu.
"Gadis itu merepotkanku saja kenapa mama harus menyuruhku menikahinya, tidak mungkin aku membunuhnya karena ia sudah menolong mamaku"
"Apakah dia akan menyingkirkan aku dengan cara sadis dia kan psikopat" Gumam Dita yang mengintip dari balik kain panjang tersebut.
"Drrt....Drrt...."
Telepon Deni berbunyi diapun mengangkatnya.
"Hallo" Terdengar suara dari seberang telepon.
"Ada apa kau meneleponku"
"Polisi telah mengendus pembantaian yang kita rencanakan, sekarang dua polisi itu tengah mengendarai mobil mengejar kami"
"Singkirkan polisi itu dengan cara halus jangan sampai ada jejak kalian membunuh mereka"
"Baik bos"
"Lakukan secepatnya"
"Baik bos kami berencana membuat mobilnya supaya jatuh ke tebing"
"Hahaha rencana berlian" Senyum menyeringai di wajah Deni.
Dita di balik lemari tengah berfikir keras penuh tanda tanya di kepalanya.
"Ayo Dita berfikir, berfikir bagaimana caranya kau keluar dari ruangan psikopat ini jangan sampai kau tertangkap"
Tidak lama kemudian Deni berjalan menuju ke arah pintu keluar.
"Ceklek" Deni membuka pintu dan menutupnya.
"Hah kesempatanku kabur" Dita berlari mendekati arah pintu. Terdengar bunyi langkah kaki dan mulai memegang gagang pintu Dita pun segera bersembunyi di belakang pintu.
"Ceklek" Deni membuka pintu.
"Ah sebaiknya aku kunci saja ruangan ini"
Deni berjalan menuju meja mengambil kunci ruangan dan membuka laci mengambil pistol. Dita yang melihat Deni masih berdiri membelakanginya, dia berjalan mengendap_endap keluar agar tak ketahuan.
"Alhamdulillah berhasil" Monolog Dita.
Dita segera berlari ke kamar dan secepat mungkin ke toilet karena dia sudah tidak tahan lagi ingin buang air kecil dan setelah itu ia keluar dari toilet.
"Kamu belum tidur" Seru Deni.
"Be...belum" Ujar Dita dengan gugup karena kaget melihat suaminya telah di kamar.
"Kenapa?"
"Aku tidak enak perut" Alibinya.
"Tidurlah sudah malam aku mau pergi"
"Mau ke mana tuan"
"Bukan urusanmu" Deni mengambil jaketnya yang tergantung dan berjalan keluar kamar.
Di perjalanan Deni mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang dan tibalah ia di markasnya.
"Bagaimana apa kalian sudah membereskan semuanya"
"Sudah bos aman" Jawab anak buahnya secara bersamaan.
"Bagus kalian memang anak buah yang bisa aku andalkan hahaha"
"Mari bos kita lancarkan aksi kita lagi malam ini menghadang mangsa di gang sepi di dekat pasar" Ujar salah satu anak buah.
"Yoi" Sahutan anak buah yang lain.
Mereka bergegas menuju gang sepi itu mengendarai mobil, tak beberapa lama kemudian sampailah mereka dan terlihat dua orang wanita memakai seragam kantoran tengah berjalan kaki.
"Hei kalian berhenti" Ujar Deni dengan mengangkat pistolnya.
"Ampun...jangan bunuh kami" Seraya merapatkan kedua tangan ke depan memohon belas khasian.
"hahaha tentu tidak nona, kami akan bermain_main terlebih dahulu dengan menyiksamu" Muncul seringai jahat.
Mereka bercuil_cuilan satu sama lain karena begitu takut. Tiba_tiba datang seorang wanita memakai jas hoddie dengan penutup kepala serta topeng di wajahnya dan langsung menghajar anak buah Deni satu persatu. Deni yang melihat ke belakang terkejut melihat anak buahnya terkapar ia langsung mengangkat tinggi pistolnya untuk menembaknya namun ia terjatuh di tendang dua wanita di belakangnya.
"Terimakasih nona sudah menyelamatkan kami berdua"
"Kita tidak punya banyak waktu ayo kita pergi"
Mereka semua berlari bergegas pergi mengikuti wanita asing itu yang dengan cepat melangkahkan kaki menuju mobilnya dan kabur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!