NovelToon NovelToon

KARMA BERDARAH

Chapter 1

Ilustrasi Tokoh :

Aslam. Pemuda tampan dan sukses yang sangat menyayangi keluarganya.

Anjani. Adik Aslam yang cukup manja.

Maria dan Ammar. Ibu dan Ayah. Aslam, Anjani yang saling mencintai.

Galuh. Kakak dari Ayah Aslam dan Anjani yang misterius.

Lia. Sahabat dekat Anjani yang super perhatian.

*********

Dengan nafas terengah-engah Ammar, Maria, dan anak mereka yang masih berusia delapan tahun Aslam, berlari begitu kencang menuju ke balik pohon besar yang ada di tengah hutan.

Di pohon besar itu mereka bersembunyi dan beristirahat sambil menyenderkan tubuh masing-masing.

“Sayang, cepat lari bawa Aslam! aku disini saja menghalau Ayah!” pinta Ammar, laki-laki berperawakan tinggi besar yang langsung terbangun dari istirahatnya.

Ia menatap tanpa berkedip sembari memegang pundak sang Istri, terlihat jelas dari sorot matanya penuh dengan kekhawatiran, bibirnya pun bergemetar.

“Nggak! kita menikah untuk selalu bersama! nggak ada istilahnya meninggalkan Yah!” sahut Maria, wanita berwajah manis itu yang diiringi linangan air matanya.

“Dengerin aku! Aku nggak mau kalian kenapa kenapa. Cepat pergi, aku akan menghalau Ayah disini! tunggu aku diujung desa, jika dalam beberapa menit aku tidak kembali kamu dan Aslam harus segera pergi dari sini!!" paksa Ammar, “Tapi Yah…” potong Maria.

“Sudah! Dengarkan saja apa kataku! pikirkan Aslam dan bayi kita yang ada di dalam kandunganmu. Cepat pergi!” tegas Ammar seraya menunjuk ke arah ujung desa.

“Ayah!!!!!!!!” teriak bocah berkulit putih itu menunjuk ke arah belakang Ayahnya. Mendengar teriakan sang Anak, Ammar kemudian membalikkan tubuhnya.

Betapa terkejutnya ia, terlihat cukup dekat sesosok makhluk tinggi besar berbulu hitam dengan taringnya yang tajam menatap mereka dengan mengerikan.

Makhluk itu menjulurkan lidahnya yang panjang hingga menyentuh dasar tanah yang kering.

“Lari Cepat!!!!!!!!!!” bentak Ammar kepada Anak dan Istrinya.

Dengan air mata yang berlinangan, Maria terpaksa harus meninggalkan sang Suami yang dicintainya itu bersama makhluk menakutkan tersebut.

*******

*17 tahun kemudian*

“Selamat ulang tahun anak-anakku sayang…” ucap Maria berjalan mendekati anak-anaknya yang sedang menonton TV di ruang tamu berukuran sedang itu.

Ia membawakan dua kue ulang tahun kecil berwarna putih buatannya yang ditengahnya telah ia letakkan lilin bertuliskan angka 25 dan 17.

Aslam dan Anjani, kedua Kakak Adik ini memang memiliki tanggal lahir yang sama, bahkan lahir di hari dan jam yang sama pula, hanya tahun saja yang membedakan mereka berdua.

Maria kemudian mendudukan tubuhnya di sofa dan menaruh kue-kue tersebut di atas meja. Kedua kaki beradik itu lalu duduk dengan posisi rapi menghadapi kue mereka masing-masing.

“Barengan Bang niupnya,” ajak Anjani.

“Iya deh. Bu tolong hitung kan ya,” ucap Aslam menatap sang Ibu.

“Baiklah. 1 2 3!!” hitung Maria.

“Fuhhhhhh” tiup mereka bersama-sama.

Tak! Tiba-tiba saja lampu rumah mereka mati total. Keadaan menjadi gelap gulita. Aslam kemudian bergegas menghidupkan senter pada gawainya.

“Ya ampun kok tiba-tiba mati lampu sih,” gumam Maria.

“Ya sudah bentar Bu. Aku liat sekringnya dulu,” ucap Aslam. Ia kemudian berdiri dan berjalan ke area luar pelataran rumah.

Saat di area pelataran, ia begitu terkejut melihat seluruh rumah tetangganya tidak ada yang mengalami pemadaman listrik.

“Astaga.. kenapa cuma rumah kami saja yang mati begini,” gumamnya.

Ia kemudian kembali masuk ke dalam rumah untuk memberitahukan hal tersebut kepada keluarganya.

Hampir beberapa langkah lagi ia mendekati Adik dan Ibunya, penerangan rumah berukuran sedang itu mendadak menyala kembali.

Saat penerangan itu menyala, Aslam merasakan ada sesuatu yang aneh. Seketika banyak hembusan angin yang tanpa henti melewati bagian samping kiri dan kanannya.

Ia juga merasakan seperti ada seseorang yang sedang mengintipnya dari balik jendela dan saat ditolehnya ia tidak melihat siapapun disana, kecuali tanaman Ibunya yang nampak bergerak-gerak. Seolah ada yang sedang memainkannya, dengan terheran-heran ia terus memperhatikan tanaman tersebut tanpa berkedip.

Tiba-tiba sebuah suara lembut memanggil namanya.

“Aslam..” tegur Maria.

“Eh, iya Bu..”

“Kok melamun Nak, sini potong dulu kuenya.”

“Iya Bu…” sahut Aslam, ia kemudian duduk bersila disamping sang Adik dan mereka pun kemudian memotong sedikit bagian kue lalu menaruhnya di atas piring kecil dan memberikan potongan pertama kue tersebut kepada sang Ibu.

“Terimakasih Nak..” ucap Maria dengan raut bahagianya.

“Andai saja Ayah masih ada mungkin potongan kue ini salah satunya akan aku berikan kepada Ayah,” celetuk Anjani memandang ke arah kue yang sedang ia potong itu.

Mendengar apa yang diucapkan Anjani seketika semuanya menjadi hening.

Aslam yang sedang memotong kue miliknya dan Maria yang hendak menyuap kue yang diberikan anak-anaknya itu pun langsung terhenti seketika. Maria lalu menaruh piring kecil yang berisi potongan kue tersebut di atas meja.

“Ibu mau ke kamar dulu,” ucapnya dengan lesu. Ia lalu berjalan pergi meninggalkan Aslam dan Anjani yang hanya terdiam menatapnya.

“Kamu sih Dek, kan sudah tau Ibu paling gak bisa kalau ada sesuatu yang berhubungan dengan Ayah,” tegur Aslam kepada Adiknya itu.

“Iya maaf Bang aku lupa..” Jawab Anjani memandang kakaknya itu dengan penuh penyesalan.

Sementara di dalam kamar Maria hanya duduk di pinggir ranjangnya sambil menatap foto pernikahan dirinya dan sang Suami. “Bayi mungil kita sudah besar sekarang Yah.. Dia sangat ingin sekali bertemu denganmu,” ucapnya dengan air mata yang seketika jatuh ke pipi.

********

Malam semakin larut, jam dinding pun telah menunjukan pukul 12. Malam ini seperti malam-malam biasanya, sebelum tertidur Anjani selalu membuka gawainya dan berselancar ke berbagai sosial media.

Tak lupa ia juga menonton beberapa video Youtube kesukaannya, hingga ia pun memutar beberapa musik klasik dan akhirnya tertidur.

“Hati-hati….” ucap sesosok pria tua tanpa menggunakan kaos dan hanya menggunakan celana selutut berwarna coklat kubas,dengan wajah yang terlihat sangat lelah dan kantung mata yang sangat cekung pria tua bertubuh kurus itu berdiri jauh di depannya, di antara rimbun pepohonan.

Dari arah belakang pria tua tersebut, muncul sesosok makhluk hitam besar dengan mata yang merah menyala beserta taring dan lidah panjangnya menjilati seluruh tubuh pria tua itu.

Tidak lama kemudian makhluk besar beserta pria tua tersebut menghilang diantara kabut putih yang menyelimuti pepohonan.

“Astaga! Ternyata cuma mimpi,” ucap Anjani yang seketika terbangun dan menyadari bahwa dirinya masih terbaring di atas kasurnya yang empuk.

*********

Pagi pun tiba, suara burung-burung kecil terdengar sangat merdu merasuk ke telinga. Sinar mentari memantulkan cahayanya dan mulai memasuki cela-cela bagian atas jendela.

Alam pun terlihat sangat bersahabat, sedari tadi udaranya begitu nyaman dan membuat siapapun yang terbangun menjadi lebih bersemangat.

Tok tok tok! terdengar bunyi ketukan pintu. “Anjani bangun nak udah jam setengah tujuh ni. Hari ini ujian pertama kamu!” seru Maria dari luar kamar.

Mendengar suara Ibunya, Anjani seketika terbangun, “Astaga! Ujian!” ia pun bangun dari kasurnya dan berlari kencang menuju kamar mandi.

Setelah membersihkan seluruh tubuh dengan kecepatan yang begitu kilat, Anjani langsung berjalan menuju kamar sang Kakak.

“Abanggg bangun Banggg cepetan antar aku! Hari ini aku mau ujian!!” teriaknya dari luar kamar sambil terus mengetuk pintu Kakaknya tersebut.

“Ya ampun Dek, gak usah kencang-kencang ketuk pintunya, Abang sudah bangun dari tadi” ucap Aslam dengan sabar membuka pintunya.

“Ya udah cepetan Bang aku hampir telat ni!” desak Anjani yang kemudian langsung berlari menuju ruang makan.

Di ruang makan ia hanya meminum secangkir teh panas dan satu buah roti kesukaannya, “Adek.. Kamu jangan makan roti aja nanti bisa pusing. Ayo makan nasi sama ikannya dikit..” tegur Maria kepada putrinya itu.

“Gak mau Bu. Nanti telat,” sahut Anjani sambil mengunyah rotinya dengan terburu-buru.

“Dek! Ayo!” seru Aslam yang datang dari arah belakang. Ia nampak sudah rapi dengan pakaian kantornya sambil berjalan mendekati sang Ibu.

“Makan dulu Nak,” ucap Maria dengan lembut.

“Aku makan di kantin kantor aja Bu. Kasian Anjani nanti telat,” sahut Aslam, ia kemudian mencium tangan Ibunya dan berjalan cepat ke arah depan meninggalkan Adiknya yang masih sibuk mengunyah roti.

“Bang bentar Bang!!!” teriak Anjani yang kemudian lari terburu-buru mengejar kakaknya tersebut sambil terus mengunyah roti dan menjinjing tas slempangnya.

“Buuuu pergi dulu!! Assalamualaikum!!” teriak Anjani dari dalam mobil.

“Waalaikumsalam, hati-hati ya!” sahut Maria sambil berjalan ke arah luar rumah.

Chapter 2

~Di depan gerbang sekolah~

“Dek nanti pulang pakai Grabbi aja ya.. Abang hari ini rapat sama Boss sampai malam.. Uangnya ada gak?”

“Oh..Ada kok Bang, kemarin kan baru Abang kasih.”

“Ya udah kalo gitu sana masuk kelas, 15 menit lagi mulai ujian"

“Asiappp Abang ganteng! Assalamualaikum!” sahut Anjani dengan gaya tangan menghormat.

Aslam terkekeh, “waalaikumsalam...” sahutnya dengan lembut sambil terus tersenyum melihat tingkah adiknya.

Anjani lalu membuka pintu mobilnya dan langsung berlari menghampiri teman-temannya yang terlihat sedang berjalan masuk menuju sekolah.

*********

Di dalam rumahnya Maria sedang sibuk mencuci piring dan gelas-gelas yang kotor. Tiba-tiba saja terdengar bunyi telpon rumahnya berdering dengan nyaring.

–Tlililit-Tlililit –

Mendengar bunyi itu ia lalu meninggalkan cuciannya dan bergegas menuju sumber bunyi tersebut.

“Hallo, Assalamualaikum..”

“Hallo..” ( 5x)

“Astaghfirullah siapa ini?!” ucap Maria sambil terus memegang gagang telpon yang di tempelkan di telinganya.

Ia heran, bingung dan juga takut karena tidak ada suara siapapun pada panggilan itu, yang terdengar hanya suara cekikikan aneh yang begitu menakutkan.

“Si..Siapa ini!! Jangan main-main!!” lanjutnya lagi.

Merasa kesal, Maria pun kemudian menutup panggilan tersebut dan berjalan kembali menuju dapur.

Baru beberapa langkah ia meninggalkan posisinya, tanpa di duga deringan telelpon terdengar kembali. Ekspresi Maria nampak terheran-heran, kedua alisnya saling bertautan, ia pun terdiam sebentar memandangi telpon tersebut.

- Tlililit-Tlililit-

Suara dering telpon dari arah yang lain terdengar. Bunyi tesebut berasal dari arah ruang tamu. Kini ada dua telpon berbeda yang berdering secara bersamaan yaitu telepon yang berada di ruang keluarga dan telepon yang berada di ruang tamu.

Melihat hal itu Maria kebingungan, ia lalu berlari meninggalkan telepon yang berdering di depannya dan berjalan menuju ke arah ruang tamu.

“Hallo.. Assalamualaikum..”

Suara cekikikan itu terulang kembali dan diiringi dengan suara desahan aneh yang membuat sekujur tubuhnya merinding.

Sontak ia pun terkejut dan meloncat ke belakang sehingga tanpa sadar melempar gagang teleponnya sampai terjatuh ke bawah meja.

Pada saat yang bersamaan foto dirinya, Anjani dan Aslam yang tergantung di atas TV ruang tamu tiba-tiba saja jatuh dan pecah dengan sendirinya.

“Ya Allah.. Ada apa sebenarnya ini..” gumamnya dalam hati.

*******

Anjani mumpung kita pulang cepat, temenin aku ke perpustakaan daerah bentar yuk,” kata Lia, hijaber cantik teman dekat Anjani yang sudah ia kenal sejak SMP.

“Ngapain kesana? mending kita nongki-nongki di depan rumahnya si Soleh, mumpung manggannya lagi banyak hahaha!” canda Anjani.

“Udah sering kita ke rumah Soleh makanin mangga dia, sekarang temenin aku sebentar aja ke perpustakaan daerah,” paksa Lia sambil merangkul pergelangan tangan temannya itu.

“Iya iya deh..” sahut Anjani dengan pasrah.

Mereka berdua kemudian menuju parkiran sekolah dan pergi menggunakan sepeda motor milik Lia, dengan posisi Lia yang berada di depan dan Anjani yang berada di belakang.

Setelah hampir 20 menit mereka menempuh perjalanan, sampailah mereka di perpustakaan daerah tersebut. Mereka melakukan tahap registrasi terlebih dahulu. Setelah semuanya selesai mereka berdua kemudian langsung masuk dan mulai berkeliling menyusuri setiap lorong perpustakaan.

“Lia, kamu nyari apa sih sebenarnya?”tanya Anjani heran, sambil terus menguntil sahabatnya itu. “Nggak papa mau baca buku aja,” terang Lia seraya terus melihat-lihat ke sekelilingnya.

“Tumben baca buku kamu, biasanya dandan aja kerjaannya,” ejek Anjani. Saat sedang fokus melihat buku-buku di perpustakaan tersebut, tiba-tiba saja sebuah buku bewarna coklat tua yang terlihat usang terjatuh dari rak buku bagian atas.

“Eh, buku apaan ni.. Judulnya Peng-huni Hutan Kalimantan,” Eja Anjani. Seketika raut wajah Lia berubah menjadi tanpa ekspresi sambil berucap “Penting untukmu.. Baca Anjani, duduklah disana” dengan wajah datarnya.

“Penting apaan. Kita kan tinggal di Jakarta bukan Kalimantan,” remeh gadis berambut panjang sepinggang itu.

“Baca saja. Suatu saat akan penting untukmu,” sahut Lia dengan nada dan wajah yang tetap datar.

Melihat temannya yang begitu memaksa, Anjani pun mengalah. Ia mulai mencari tempat yang nyaman kemudian duduk dan mulai membaca.

Ia membaca setiap lembar halaman buku tersebut dengan cukup serius. Buku tersebut berisi pengetahuan luar biasa tentang pedalaman hutan Kalimantan yang tidak pernah ia baca atau ia lihat sebelumnya.

Setengah jam berlalu Anjani masih sibuk membaca setiap lembar buku tersebut tanpa terlewatkan selembar pun, tiba-tiba dari arah samping Lia datang berjalan mendekatinya.

“An.. Anjani…” tegur Lia sambil menepuk pundaknya.

“Apaan Lia,” sahut Anjani yang terlihat sedikit risih karena merasa terganggu.

“Kita ngapain disini?” tanya Lia heran.

“Lah. Kamu sakit ya? kan kamu yang ngajak aku kesini tadi,” jawab Anjani sambil mengkrenyitkan dahinya.

“Kapan juga aku ngajak kamu kesini, kan kamu tau aku paling nggak hobi ke tempat buku,” terang Lia. “La iya, tapi tadi kamu yang paksa aku kesini..” lanjut anjani.

“Ya Allah. Sumpah deh aku nggak ngerasa sama sekali,” ucap sahabatnya itu sambil mengangkat kedua jari telunjuk dan jari tengahnya.

” Lia.. nggak lucu deh kamu ini..” ucap Anjani yang mulai terlihat takut.

“Ngapain sih aku bercanda, gak liat ya mukaku serius begini,” sahut Lia sambil membelalakkan matanya.

“Kok bisa gini sih...”

“Nggak tau juga. Seingatku tadi terakhir kali aku ketemu kamu di depan kelas, tapi waktu aku berdiri disamping rak buku disana aku baru sadar. Kok bisa aku ada disini? Aku jadi kaya orang linglung gitu, nah waktu aku mau keluar, aku kaget liat kamu duduk sambil baca buku disini, ya udah aku deketin aja kamu,” perjelas Lia.

“Kok bisa ya..” ujar Anjani sambil mengkerutkan keningnya. Saat sedang serius mendengarkan penjelasan Lia, tiba-tiba muncul di belakang sahabatnya itu sesosok perempuan muda berambut panjang terurai menggunakan pakaian layaknya gadis suku pedalaman Kalimantan berdiri menghadapnya, perempuan itu menundukkan wajahnya dan kemudian secara perlahan-lahan mengangkat kepalanya dan memandang Anjani dengan tatapan jahat.

Netranya terlihat menghitam keseluruhan dan bibirnya berwarna putih pasi. Perempuan misterius itu kemudian tersenyum datar kepada Anjani dan perlahan-lahan mendekatkam wajahnya yang mengerikan itu ke hadapan Anjani. Ia pun mulai membuka mulutnya dan berteriak “mati kau!!”

“Aaaaaaaaaaaaaaaa.. menjauh!!” jerit Anjani terpelungkup di atas meja perpustakaan.

“An!Anjani!! sadar! buka mata kamu! kamu kenapa!” pekik Lia yang terus menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya tersebut, hingga mengundang beberapa petugas perpustakaan serta orang-orang yang ada di perpustakaan itu mendekati mereka. Tidak beberapa lama kemudian Anjani pun tersadar.

“Ada apa ini Dek?” tanya seorang petugas yang masih terlihat muda.

“Nggak papa Mas. I…I…Ini teman saya terlalu menghayati membaca bukunya,” jawab Lia dengan terbata-bata.

“Oh dikira ada apa. Tolong kalau disini tenang ya Dek, karena ini tempat membaca buku banyak orang-orang yang sedang fokus disini,” jelas petugas tersebut.

“I..Iya mas maaf.. permisi,” ucap Lia membungkukan badannya, “Ayo An.. kita pergi. Aku antar kamu pulang,” Lanjutnya sambil memapah Anjani yang terlihat lemah dan ketakutan tersebut.

Chapter 3

“Hallo abang dimana?” ucap Anjani di telepon yang sedari tadi sudah menunggu kedatangan sang Kakak, ia ingin menceritakan kejadian mengerikan yang di alaminya tadi siang.

“Abang masih di kantor Dek. Kenapa? Mau minta di belikan gorengan ya?” jawab Aslam dengan lembut.

“Nggak. Abang jangan malam-malam pulangnya ya. Aku mau cerita,” rayu sang Adik.

“Iya bentar lagi Abang pulang kok. Ini Abang lagi beresin meja kerja Abang. Emang mau cerita apa Dek?”

“Nanti aja ceritanya kalau Abang sudah di rumah.”

“Iya udah deh, kalau gitu Abang siap-siap dulu ya.”

“Iya bang. Dah Abang.”

“Dah..” Aslam pun menutup telepon dari Adiknya itu.

Ia lalu mematikan komputernya dan merapikan berkas-berkasnya yang berhamburan di atas meja. Kebetulan malam itu tinggal ia yang tersisa di kantor, para karyawan lain sudah semuanya pulang sekitar setengah jam yang lalu. Dilihatnya jam di tangan pun sudah menunjukan pukul setengah sepuluh. Setelah selesai membereskan semuanya ia lalu mengambil tas kerjanya dan bersiap melangkah pergi.

Baru beberapa langkah ia meninggalkan meja kerjanya, dari arah dinding kaca pembatas diantara ruang kerja dan lorong jalan kantor, ia melihat penampakan sebuah tangan dengan kukunya yang runcing dan panjang muncul dari sisi sudut atas dinding kaca. Tangan itu bergerak ke atas dan ke bawah sambil menyentuhkan setiap jari-jarinya.

Tangan itu kemudian semakin turun hingga akhirnya berhenti ke bagian tengah sudut kaca. Tangan itu pun lalu semakin memanjang dan akhirnya memunculkan sesosok bayangan hitam bermata merah yang berjalan lurus menyusuri lorong jalan kantor.

“Apa itu…” tegur batinnya, dengan ekspresi melongo heran.

Seketika sosok itu membelokkan badannya ke hadapan Aslam. Kini hanya kaca pembatas antara ruang kerja dan lorong jalan kantor yang menjadi penghalang antara ia dan makhluk menakutkan itu. Tubuh Aslam mulai lemas, jantungnya seakan berpacu dengan keringat dingin.

Bayangan itu kemudian semakin maju dan maju seolah ingin menerobos dinding kaca pembatas dan mendekatinya. Melihat hal itu Aslam semakin tegang ia lalu memundurkan langkah kakinya hingga menabrak pot bunga berukuran besar di belakangnya. Saat sosok tersebut telah menyentuh kaca pembatas, sosok itu seketika saja melebur dan hanya menyisakan asap berwarna hitam pekat.

“Hah! Asap!” Aslam terkaget-kaget melihat hal diluar nalar itu.

Asap hitam pekat itu pun kemudian bersatu dan berputar-putar hingga akhirnya menghilang. Melihat hal demikian Aslam menghela nafasnya.

“Aku harus segera pergi dari sini,” ujarnya yang kemudian langsung berlari meninggalkan ruang kerja yang berada di lantai 13 tersebut.

Saat berjalan pergi dan melewati beberapa lorong panjang kantor, lampu-lampu di sekitarnya mendadak berkedap-kedip sendiri, ia merasa semakin cemas. Belum selesai sampai disitu saja malam mencekam itu semakin menegangkan ketika penerangan-penerangan di kantor tersebut seketika mati total. Kini seluruh ruangan benar-benar gelap.

“Ada apa lagi ini!” Gumamnya.

Ia benar-benar terkejut bukan kepalang. Detak jantungnya sudah tidak karuan, kedua kakinya pun terasa semakin lemas. Ia lalu mengambil gawainya dan menghidupkan mode senter dan meneruskan perjalanannya.

Ia berjalan perlahan sambil gemetaran memegang senter pada gawainya, karena listrik sedari tadi mati total, hal ini membuat membuat lift – lift yang ada di kantornya pun menjadi tidak ada yang bisa berfungsi, sehingga membuat ia terpaksa harus keluar dari kantor menggunakan anak tangga yang begitu banyaknya.

Setiap ruangan ia lewati dengan penuh was-was dan ketakutan, sesekali ia mendengar bisikan-bisikan aneh yang tidak jelas, kadang pula ia melihat penampakan perempuan berbaju putih melayang di depannya, manusia-manusia muka rusak yang meringis kesakitan di sudut-sudut ruangan kantor, bahkan yang membuatnya semakin aneh adalah ia melihat banyak anak-anak kecil bermain dan berlari lalu-lalang melewatinya.

“Apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa aku bisa melihat makhluk-makhluk ini?!” Gumamnya dalam hati.

Sambil terus berjalan dengan perasaan takut akhirnya sampailah ia di luar kantor. Aslam langsung terduduk lemas di teras kantornya. Pak Jambrong salah satu security senior yang melihat Aslam terduduk pun kemudian mendekati dan menegurnya.

“Lah. Pak Aslam masih ada disini? tadi bukannya sudah pulang,” tanya pak Jambrong bingung.

“Pulang? Dari tadi saya ada di dalam ruangan Pak,” jelas Aslam.

“Tapi saya melihat bapak tadi keluar bersama karyawan yang lain,” terang Pak Jambrong.

Mendengar hal itu Aslam merasa terkejut. Seluruh tubuhnya merinding seketika.

“Nggak mungkin Pak, saya dari tadi nggak ada keluar,” sahut Aslam.

“Loh! Pak Aslam? Masih ada disini?” tegur Andi yang berjalan keluar dari arah dalam Kantor.

Ia adalah Security termuda berusia 24 tahun yang baru masuk kerja sekitar sebulan yang lalu.

“Iya. Kenapa Ndi?” heran Aslam.

“Saya tadi masuk kantor buat cek keadaan sampai lantai 14. Kok gak ketemu Bapak ya?” Tanya Andi yang terlihat bingung, Aslam merasa ada yang tidak beres.

Mengapa dua security yang ada di depannya ini memberi pernyataan yang menunjukan seolah-olah ia sudah pergi sedari tadi.

“Kamu sudah cek sampai ruangan saya? Jam berapa kamu cek?” Tanyanya yang ingin memastikan.

“Sudah pak. Saya cek setelah para karyawan sudah pulang sekitar jam Sembilanan, saya liat kursi bapak sudah kosong,” terang security muda itu meyakinkan Aslam.

Mendengar hal itu sekujur tubuhnya merinding lagi. Memang setelah para karyawan pulang. Para security akan melakukan tugas mengelilingi ruangan kantor hingga lantai 14 untuk memastikan semuanya baik-baik saja.

“Astaghfirullah,” sahut Pak Jambrong seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Merasa kondisi benar-benar tidak beres, Aslam pun berpamitan pulang kepada dua security tersebut.

“Ya udah Pak Jambrong, Andi saya pamit pulang duluan,”

“Oh iya, hati-hati di jalan Pak,” sahut Andi serta Pak Jambrong yang menganggukan kepalanya.

*******

“Ting Tung"

“Sebentar!” Sahut Anjani dari dalam.

“Eh. Abang! Akhirnya pulang juga,” seru Anjani sambil membukakan pintu rumah berwarna coklat itu.

“Maafin Abang ya Dek, pasti kamu nunggu lama banget,” sahut Aslam sambil berjalan masuk dan kemudian duduk di sofa berwarna putih tersebut.

“Lama nunggu gimana Bang? Gak lama kok aku nunggunya. Jam 10 aja belum, kan terakhir kali aku nelpon Abang itu jam setengah sepuluh,” ungkap Anjani yang kemudian menyusul duduk di sebelah kakaknya itu.

“Masa sih Dek???” tanya Aslam yang merasa keheranan.

“Iya Bang… coba cek jam tangan Abang.” Aslam lalu mengecek jam tangannya dan ternyata memang benar waktu menunjukan pukul 09:45 malam.

Ia benar-benar keheranan, karena menurutnya ia di kantor tadi cukup lama, di tambah gangguan-gangguan yang membuatnya kadang kala harus terhenti.

“Emangnya ada apa Bang?” tanya Anjani heran sambil memandangi wajah kakaknya yang terlihat pucat dan penuh keringat itu.

“Nggak papa Dek. Oh ya Ibu kemana?” tanya Aslam sembari memandang ke arah sekitarnya.

“Ibu lagi ke rumah Tante Galuh, tadi perginya pakai taksi online.”

“Buat apa dek? Malam-malam begini?”

“Gak tau Bang. Bang aku mau cerita boleh gak?”

“Iya boleh aja. Cerita apa?”

“Jadi Bang. Sehabis ujian di sekolah tadi aku pergi ke perpustakaan daerah sama Lia tapi anehnya sampai disana Lia malah linglung, dia bilang dia gak ada ajak aku kesana, yang dia ingat terakhir kali dia ketemu aku di depan kelas. Trus ya Bang, setelah Lia cerita itu aku liat ada sosok perempuan serem banget, perempuan itu makin mendekat dan mendekat ke aku sampai akhirnya dia ada di depan wajahku Bang, sambil teriak mati kau gitu” tutur Anjani dengan ekspresi wajah serius.

“Kok bisa Dek??? Terus kamu nggak papa kan?” tanya sang Kakak yang terlihat khawatir.

“Aku teriak-teriak nggak sadar gitu kata Lia, aku baru sadar setelah banyak petugas perpustakaan yang datang. Sampai rumah badanku langsung menggigil Bang tapi sekarang udah gak papa sih,” terang Anjani.

“Dek, jujur ya. Abang juga mengalami gangguan supranatural di kantor tadi,” tambah Aslam.

“Astaga!!! yang bener aja Bang! gimana ceritanya!!” timpal Anjani dengan ekspresi kagetnya.

“Kurang lebih seperti kamu lah dek. Ya udah ya Abang mau mandi air hangat dulu. Badan Abang rasanya gak enak banget,” sahut Aslam yang kemudian bangun dari tempat duduknya dan beranjak pergi menuju kamar mandi.

Mendengar hal itu Anjani hanya terdiam ia termenung memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!