BAB 1
PERTEMUAN
Khrisna POV
-Jika angin bergerak sesuka hati, begitu pula dengan hati ia berdebar tanpa berpikir-
-
-
Aku menghirup udara sore, hari ini aku merasa jenuh. Jenuh atas rutinitasku sebagai aktivis semua berjalan datar, hanya ada permasalahan politik yang sering kuhadapi. Kupejamkan mataku, menikmati semilir angin di atap gedung tertinggi di kampus ini, mengisi waktu senggang seperti ini adalah hal yang paling menyenangkan. Hanya seorang diri, hanya ada aku dan hembusan angin di tempat yang sepi ini.
"Hiks-hiks" aku mendengar suara perempuan menangis, apa ada hantu? Kubuka mataku melihat sekeliling. Aku kira di tempat ini hanya ada aku namun nyatanya ada seorang gadis bergamis merah jambu dengan kerudung berwarna senada berdiri di tepi gedung. Aku menatap gadis itu penasaran.
Apa yang gadis itu lakukan?
Apa gadis itu ingin bunuh diri di sini?
Langkah kakiku bergerak, menuju gadis itu. Ada perasaan ingin mendekat, gadis itu seperti magnet yang menggiringku tanpa adanya paksaan. Langkahku semakin dekat dengan gadis itu, tapi gadis itu tidak menyadari kehadiranku. Aku berdiri di belakang tubuhnya, aku bisa melihat tubuhnya bergetar menahan tangis, bukan hanya itu aku juga bisa melihat raut wajahnya dari sini walau tidak jelas, gadis itu sangat cantik. Ingin rasanya aku memeluk tubuh rampingnya, tapi aku menahannya tanpa sadar aku mundur satu langkah. Aku takut jika gadis itu terkejut dengan kehadiranku.
Semilir angin berhembus ke arah kami, gadis itu masih setia menangis. Hatiku terasa pilu mendengar tangisannya, sebenarnya apa yang terjadi kenapa gadis ini menangis? Kuangkat tanganku, ingin sekali kutepuk bahunya tapi aku mengurungkannya. Hatiku dipenuhi rasa ingin tahu, apa yang membuat gadis itu menangis, aku sebelumnya tidak pernah tertarik mendengar suara perempuan menangis tapi gadis ini seperti membawaku ke dunianya.
Gadis itu membalikkan tubuhnya, dan seperti dugaanku ia terkejut menyadari kehadiranku. Keterkejutannya membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan, dengan sigap aku menarik tangannya membawanya mendekat ke arahku. Tubuh gadis itu bergerak membentur tubuhku membuat kami terjatuh bersamaan. Jantungku berdebar merasakan tidak ada jarak di antara kami, ini pertama kalinya aku begitu dekat dengan wanita selama ini aku selalu menjaga jarak dengan wanita namun berbanding terbalik dengan gadis ini. ketika mata kami bertemu, aku bisa melihat dengan jelas betapa cantiknya gadis itu. Mata hitamnya yang sendu, dan airmatanya yang membekas di pipi membuatnya terlihat cantik, aku terpesona melihat itu.
"Astagfirullah, ya allah ampuni aku yang begitu mengagumi gadis ini." ucapku dalam hati.
Sebanarnya, Siapa gadis itu?
Kenapa aku tidak pernah melihatnya?
Mata gadis itu membulat, terlihat lucu dimataku. Dengan cepat gadis itu beranjak dari dekapanku. Gadis itu terduduk, sedang aku masih terbaring.
"Mas siapa?" tanya gadis itu, sambil menghapus air matanya.
Aku tersenyum, lalu ikut duduk di sampingnya. Gadis itu menjaga jarak dariku, diam-diam aku tersenyum.
"Kenapa kamu menangis?" aku tidak mengindahkan pertanyaan gadis itu, namun aku balik bertanya.
Gadis itu menatapku takut, dengan cepat ia memalingkan wajahnya dariku. Aku menghela nafas, biasanya para wanita akan mencari perhatian kepadaku namun gadis ini berbeda ia seakan takut kepadaku. Aku menggeser dudukku mendekat ke arahnya, gadis itu menjauh melihat itu. Aku terkekeh, melihat gadis itu terdesak membuatku senang, terus begitu posisi kami ketika aku mendekatkan posisiku gadis itu berusaha menjauh. Hingga kami berada di tepi gedung, hanya beberapa langkah saja gadis itu akan jatuh ke bawah. Gadis itu diam, menatapku takut. Kenapa gadis ini terlihat begitu ketakutan melihatku? Apa gadis itu tidak mengenal siapa aku? Aku termasuk aktivis yang paling berpengaruh di kampus ini. Aku juga belum pernah melihat gadis ini, apa dia mahasiswa baru? Tapi dilihat dari penampilannya ia seperti baru semester 3, sedang aku semester 5. Seharusnya dia mengenalku atau dia pura-pura tidak mengenalku.
"Apa yang mas inginkan?" cicit gadis itu.
"Kenapa kamu menangis?" gadis itu menggeleng, aku menghela nafas. Lalu tersenyum lebar, tapi gadis itu sama sekali tidak tersenyum. Jarak kami begitu dekat, aku bisa melihat wajah cantiknya yang menunduk itu. Aku sangat ingin tahu penyebab gadis ini menangis, aku melihat kesedihan dan rasa sakit yang ditanggung gadis ini sendirian. Aku memegang bahu gadis itu, ia terkejut menatap perlakuanku. Ia berusaha melepas tapi aku menahannya. Aku tidak memperdulikan hal itu, gadis ini begitu menarik perhatianku dan aku ingin memilikinya.
"Kamu tahu baru pertama kali," aku memutus ucapanku, untuk membuatnya penasaran dan itu berhasil. Karena gadis itu mendengarkanku walau tidak menatapku.
"Aku melihat seorang gadis yang sedang menangis terlihat sangat cantik di mataku." Wajah gadis itu terangkat manatapku dalam, aku ikut menatap matanya begitu cantik dan aku menyukainya.
"Maaf," ucap gadis itu.
"Kenapa harus minta maaf?" tanyaku, seharusnya dia berterima kasih karena aku memujinya cantik.
"Permisi aku mau pergi," gadis itu berdiri dan aku mengikutinya. Gadis itu berjalan kikuk di depanku, aku mengikuti langkah kecilnya menuruni tangga. Aku benar-benar menikmati setiap langkahku. Gadis itu berbalik menghadapku mungkin dia tidak nyaman dengan kehadiranku, tapi aku tidak memperdulikan itu.
"Maaf kenapa mas mengikuti saya?"
"Jika aku mengatakan aku tertarik padamu, apa kamu akan marah." Ucapku dengan penuh percaya diri.
Gadis itu tanpa mengucapkan apapun, ia berlari meninggalkan aku. Aku mendesah kecewa ada satu hal yang aku lupakan. Aku lupa menanyakan siapa namanya? Aku langsung berlari mengejar gadis itu, tapi nihil tak ada jejak ia lenyap begitu saja di hadapanku. Dengan langkah kecewa aku keluar dari gedung menyambut rutinitasku yang menyebalkan. Menyelesaikan tugas kuliah dan rapat organisasi.
"Aku berharap bertemu dengan gadis itu lagi," gumanku dalam hati.
BAB 2
GADIS DI TENGAH DEMO
Author POV
Krisna menghapus peluhnya, bediri sambil membawa spanduk di tengah kerumunan orang banyak bukanlah hal yang mudah seperti yang dikatakan orang-orang. Banyak orang yang meremehkan demo bahkan memandang rendah demo tapi bagi aktivis kampus demo adalah jalan meminta keadilan. Tangan pemerintah tidak akan bergerak jika suara rakyat tidak diperdengarkan, itulah kenapa sebagai seorang mahasiswa kita harus berpikir kritis dan mengamati perkembangan politik di negeri ini, atau kita akan terpedaya oleh kebijakan pemerintah yang menyusahkan rakyat.
Demo penuntutan penurunan biaya UKT di depan Rektor telah berlangsung satu jam lebih, suasana dipenuhi hingar binger orasi akan penolakan. Tepat saat itu Krisna melihat gadis cantik yang kemarin menarik hatinya. Gadis itu seperti mencari jalan keluar dan tersesat di tengah kerumunan, entahlah Krisna juga tidak tahu kenapa gadis itu keluar dari gedung Rektorat. Tapi hal itu tidak penting, yang terpenting adalah menemui gadis itu. Krisna melepas spanduk yang dibawanya, ia menaruhnya sembarangan.
Di tengah kerumunan orang-orang, Krisna berusaha menuju ke tempat gadis itu. Ia ingin menggapai gadis itu secepatnya. Dengan napas yang tersenggal, dan peluh akibat desak-desakkan. Krisna berhasil mencapai gadis itu. Gadis itu tidak menyadari kehadiran Krisna, namun disaat Krisna menggenggam tangan gadis itu, barulah gadis itu menyadarinya. Krisna membawa gadis itu keluar, suasana yang begitu menggelegar dan padat membuat Krisna berusaha melindungi gadis itu kedalam pelukannya, walau ia tahu gadis itu menolak kehadirannya, namun Krisna tetap dengan keteguhannya menggenggam erat tangan gadis itu. Jantung Krisna tidak henti bergejolak berada di dekat gadis itu.
Ketika mereka berhasil keluar dari sana, gadis itu dengan cepat melepaskan diri dari Krisna. Bukan Krisna namanya jika ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Krisna menahannya bahkan membawa gadis itu ke dalam pelukannya, tidak peduli dengan keadaan sekitar dan dia tidak peduli dengan statusnya yang masih tercatat sebagai aktivis BEM kampus.
"Mas, bisa lepaskan." Pinta gadis itu.
"Oke, tapi kamu jangan pergi." Balas Krisna, gadis itu menganggukan kepala menyetujui ucapan Krisna.
Krisna melepaskan pelukan gadis itu, tapi tidak dengan tangannya. Tangan krisna menggenggam erat tangan gadis itu membawa gadis itu masuk ke dalam gedung di salah satu Fakultas Teknik. Mereka menaiki anak tangga yang membawa mereka ke lantai 3, Krisna terus berjalan mencari ruangan yang kosong, hingga berada di ujung lorong Krisna menemukannya. Krisna membuka pintu ruangan itu, lalu melepas genggaman tangannya.
Mereka berdua masuk ke dalam kelas itu, kelas itu, entahlah setan dari mana yang membuat Krisna melakukan hal ini berada di tempat yang tak berpenghuni dengan gadis cantik ini, yang Krisna tahu ia hanya ingin berdua dengan gadis ini. Gadis cantik itu berjalan mendekat ke arah jendela, Krisna mengikutinya ia berdiri di samping gadis itu.
"Apa yang kamu lakukan di gedung rektorat?" tanya Krisna.
"Menemui ayahku." ucap gadis itu.
Krisna berpikir sejenak mencerna ucapan gadis itu, mata Krisna langsung membulat menatap gadis itu tidak percaya. Apa gadis ini anak rektor di kampus ini? seakan bisa membaca raut wajah Krisna gadis itu mengangguk.
"Kenapa aku tidak pernah tahu?" Pikiran Krisna dipenuhi tanda tanya, jika gadis ini anak rektor kenapa gadis ini kemarin terlihat murung dan menderita, seharusnya gadis ini memiliki wajah ceria. Karena ia anak orang yang paling berpengaruh di kampus ini. memikirkan hal itu membuat Krisna menyadari satu hal bahwa sejak pertemuan pertama mereka hingga sekarang gadis ini tidak pernah tersenyum.
"Kenapa aku harus memberitahu mas?" gadis itu balik bertanya, Krisna tersenyum mendengar ucapan gadis itu.
"Sejak bertemu dengan kamu, ada satu hal yang aku pelajari." Ucap Krisna, mata hitam Krisna menatap mata gadis itu dalam. Gadis itu mengernyit bingung atas ucapan Krisna.
"Kamu tahu itu apa?"
"Apa?" tanya gadis itu penasaran.
Krisna diam, tidak menjawab. Ia malah memandang keluar jendela melihat kerumunan orang yang berdemo di depan kantor rektorat. Krisna belum bisa menjawab, ia harus memastikan hal itu nanti.
"Siapa nama kamu?"
"Apa arti sebuah nama hingga kamu menanyakan hal itu." gadis itu berbalik sambil berkata dengan nada yang tajam, Krisna terkekeh mendengarnya. Masih dalam posisi yang sama mereka saling memunggungi, Krisna menatap langit biru yang terpancar di angkasa.
"Karena aku ingin tahu siapa namamu?" balas Krisna.
"Rasa ingin tahu saja tidak cukup untuk mendapatkan nama seseorang." Ucap gadis itu, Krisna menaikkan alisnya kenapa gadis itu berbeda kepribadian dengan yang kemarin. Jika gadis yang kemarin Krisna temui dipenuhi rasa takut dan air mata. Tapi gadis ini terlihat arogan dan menyeramkan namun masih memperlihatkan kecantikan gadis ini.
Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis ini?
"Kamu terlihat berbeda dengan kemarin," Krisna tanpa sadar mengucapkan hal itu, Krisna bisa menangkap perubahan gekstur tubuh gadis itu yang kaku ketika mendengar ucapan Krisna.
"Itu bukan urusanmu," dengan cepat gadis itu meninggalkan Krisna sendirian di ruangan ini. Ada rasa ingin mengetahui sebenarnya apa yang disembunyikan gadis itu, seoalah-olah ia memiliki rahasia yang disembunyikan dan Krisna ingin tahu hal itu.
BAB 3
Who is he?
Ariana Putri Pov
Aku menatap langit sore, entahlah aku membenci hidup ini. Jika kalian mengira aku bahagia maka aku akan berkata jujur, aku membenci hidupku. Aku harus menjadi simpanan seorang rektor hanya untuk membiayai rumah sakit ibuku. Ibukku mempunyai penyakit gagal ginjal dan kalian tahu berapa banyak biaya yang harus aku tanggung untuknya, aku begitu mencintai ibuku, bahkan dia tidak pernah tahu tentangku karena aku tidak ingin menyakiti hatinya. Jika kalian tanya dimana ayahku maka aku akan menjawab entahlah, aku sudah tidak mempedulikan orang itu. Aku harap pria itu mati. Pria berengsek itu mengatur hidupku bahkan dengan tega menjual anak perempuannya sendiri yang berakhir menjadi simpanan.
Sialnya! Orang itu yang telah membeliku begitu pintar memanipulatif menipu semua orang. Dengan mengatakan jika aku adalah anak angkatnya, padahal sebaliknya aku harus menjadi pemuas nafsunya kapanpun dia mau. Aku juga tidak pernah tahu, kenapa pria terhormat yang sudah memiliki istri dan keluarga bisa seberengsek itu? Sejujurnya aku ingin lepas, tapi aku memerlukan uang orang itu untuk membiayai hidupku dan pengobatan ibuku. Aku tersedu, kenapa tuhan tidak begitu adil? Kenapa aku harus diberi kehidupan seperti ini?
Ingin sekali aku loncat dari atap gedung pascasarjana ini, tapi jika aku mati lantas siapa yang akan membiayai pengobatan ibuku. Aku menangis meluapkan semua emosiku, aku tidak peduli jika ada yang melihatku.
Aku menyeka airmataku, aku rasa aku sudah terlalu lama disini. Aku takut ibuku mencariku dan aku tidak ada di sampingnya. Aku berbalik, tepat saat itu aku merasakan ada kehadiran seseorang selain aku, aku terkejut tanpa sadar tubuhku goyah. Entahlah aku tidak tahu apa yang selanjutnya yang terjadi, ketika aku membuka mata aku sudah ada didekapan pria itu.
"Mas siapa?" tanyaku sambil menghapus airmataku.
Reflek aku menjauh darinya, tapi siapa sangka jika ia akan tersenyum lebar melihatku. Ketika aku duduk, ia ikut duduk di dekatku.
"Kenapa kamu menangis?" bukannya menjawab pertanyaanku, orang aneh ini malah bertanya hal yang membuatku takut, aku takut jika pria ini akan memperlakukan tidak baik. Laki-laki adalah mahluk berengsek, dan aku harus menjauh dari pria ini. Tanpa sadar aku menjauhkan badanku darinya, tapi dia mengikutiku hingga aku terpojok. Sekali saja aku bergerak aku akan jatuh dari gedung ini dan aku belum mengharapkan hal itu terjadi padaku.
"Apa yang mas inginkan?" cicitku.
"Kenapa kamu menangis?" lagi-lagi hal itu yang aku dengar, aku semakin menjadi takut jika orang ini akan bertindak jahat padaku. Aku menggelengkan kepala sebagai tanda aku engan menjawab pertanyaannya, tapi justru pria itu malah memegang bahuku. Tubuhku gemetar ketakutan, aku takut pria ini akan berbuat macam-macam padaku.
aku mencoba rileks, seakan-akan hal ini bukanlah apa-apa.
"Kamu tahu baru pertama kali," ia memutus ucapannya, dan itu berhasil membuatku penasaran apa yang ingi pria ini katakan.
"Aku melihat seorang gadis yang sedang menangis, terlihat sangat cantik di mataku." Wajahku terangkat menatap mata hitamnya yang kelam, entah kenapa jantungku berdebar begitu kencang, jujur karena ini pertama kali ada pria yang mengatakan hal manis seperti itu padaku. Aku masih menatapnya, aku berusaha merekam semua hal tentang pria ini sekejap, paling tidak ada seseorang yang menatapku dengan tulus.
"Maaf?" ucapku sambil melepaskan tangannya.
"Kenapa harus minta maaf?" tanyanya.
"Permisi aku mau pergi." Aku langsung berdiri meninggalkannya, aku kira ia akan membiarkanku pergi namun dia mengikutiku. Jujur aku salah tingkah dan aku tidak suka dengan getaran yang menjalar di tubuhku hanya karena ia orang yang baru pertama kali aku temui tapi mampu mempengaruhi hidupku. Aku membalikan badanku, dan menatap pria itu.
"Maaf kenapa mas mengikuti saya?" tanyaku
"Jika aku mengatakan aku tertarik padamu, apa kamu akan marah." Ucapnya dengan nada penuh percaya diri.
Aku tak mengucapkan apapun, aku langsung berlari meninggalkannya. Aku takut jika laki-laki itu hanya menipu diriku dan menyakiti diriku seperti laki-laki lainnya. Aku mempercepat lajuku ketika aku menyadari jika laki-laki itu mengikutiku. Aku berbelok ke sebuah lorong, untuk bersembunyi menghindar darinya. Dan ternyata itu berhasil, laki-laki itu menyangka jika aku telah pergi. Diam-diam aku tersenyum senang, entahlah laki-laki itu mampu memperbaiki moodku seketika.
****
Aku berlari membenarkan bajuku, aku menghela nafas. Pria ini masih bisa-bisanya menyuruhku memuaskan nafsunya padahal sedang ada demo gentar-gentaran di depan gedung ini. aku juga tidak pernah tahu, padahal ia baru setahun menjabat menjadi rektor tapi sudah membuat banyak kasus, ah bahkan dia membeliku sebagai simpanannya. Entahlah terbuat dari apa pikiran manusia itu, padahal sudah berkepala empat dan mempunyai dua anak tapi tetap saja berperilaku bejat dan bodohnya aku mengikuti semua yang diinginkan pria itu. Sabar Ariana ini semua demi uang, demi ibumu.
"Kau boleh pergi, tapi jika kamu masih mau memuaskan nafsuku aku akan senang hati menerimanya." Ucap Andre dengan nada menggoda, aku mendiamkannya. Aku melakukan semua ini dengan terpaksa, tidak pernah aku menikmatinya. Karena di dalam hatiku aku ingin mengakhiri hal bodoh ini.
"Aku pergi." Pamitku sambil membanting pintu. Aku masih bisa mendengar tawanya.
Aku keluar dari ruagannya bersikap normal, dan menyapa pegawai yang raut wajahnya kacau mendengar seruan-seruan demo dari luar gedung. Aku mempercepat lajuku mencapai pintu utama dan aku berhasil keluar dari neraka ini.
Aku menatap sekelilling dan ternyata 'Bingo!' banyak sekali orang-orang di sini. Aku mencoba menerobos kerumunan anggap saja aku gila tapi aku butuh keluar dari tempat ini. Aku tidak ingin berlama-lama disini, sampai saat itu aku merasakan tanganku digenggam seseorang awalnya aku kaget, aku berusaha memberontak. Tapi ketika aku melihat siapa orang yang mengengganya, aku membiarkannya. Aku menerima setiap perlakuan hangatnya, laki-laki itu begitu tulus melindungiku untuk keluar dari keruman ini. perlindungan yang tidak pernah aku dapatkan dari siapapun. Aku tersenyum kecil, didalam kehangatannya.
Ketika kami berhasil keluar dari kerumunan, aku dengan cepat melepaskan diri dari laki-laki itu. tapi laki-laki itu tidak melepaskannya, malah ia memelukku erat. Aku melihat seragam Badan Eksekutif Mahasiswa yang melekat pada pria itu, bisa aku tebak jika ia adalah salah satu aktivis di kampus ini. Jadi dia orang yang berpengaruh di kampus ini.
"Mas, bisa lepaskan." Pintaku. Aku mulai risih dipandang orang-orang.
"Oke, tapi kamu jangan pergi." Balas pria itu, aku menganggukan kepala menyetujui ucapan pria itu.
Lalu pria itu melepaskan pelukanku, tapi tidak dengan tangannya. Tangannya menggenggam erat tanganku bahkan membawaku masuk ke dalam gedung di salah satu Fakultas Teknik. Kami menaiki anak tangga yang membawa kami ke lantai 3, aku menatap punggung pria ini, entahlah dia terlihat mempesona di mataku. Tidak pernah ada pria yang memperlakukanku lembut. Pria itu terus berjalan mencari ruangan yang kosong, hingga berada di ujung lorong ia berhasil menemukannya. Aku terus berada di belakangnya, sambil mengenggam erat tangannya. Jujur aku takut pria itu akan berbuat macam-macam padaku, tapi untuk apa aku berpikir macam-macam jika aku saja sudah tak layak dibilang seperti wanita, aku sudah kotor jadi apa yang perlu aku jaga dari laki-laki. Aku tersenyum miris memikirkan hal itu.
Pria itu membukakan pintu ruangan itu, lalu melepas genggaman tanganku. Kami berdua masuk ke dalam kelas itu. Aku berjalan mendekat ke arah jendela, pria itu mengikutiku, dan ia berdiri di sampingku.
"Apa yang kamu lakukan di gedung rektorat?" tanya pria itu penasaran.
'Aku habis melakukan sesuatu yang mungkin akan membuatmu jijik kepadaku.' Ucapku dalam hati, jujur aku ingin berbicara tapi aku mengurungkannya.
"Menemui ayahku." balasku.
Pria itu tampak berpikir sejenak mencerna ucapanku, mata pria itu langsung membulat menatap gadis itu tidak percaya. Apa aku ini anak rektor di kampus ini? seakan bisa membaca raut wajah pria itu. aku menganggukan kepala.
"Kenapa aku tidak pernah tahu?" tanya pria itu.
'seandainya kamu tahu aku simpanannya, apa kamu masih mau menyapaku?' tambahku dalam hati.
"Kenapa aku harus memberitahu mas?" aku balik bertanya, Pria tersenyum mendengar ucapanku. Kadang aku berpikir kenapa pria itu senang sekali tersenyum. Bahkan aku benci tersenyum.
"Sejak bertemu dengan kamu, ada satu hal yang aku pelajari." Ucap pria itu, mata hitamya menatap mataku dalam. Aku mengernyit bingung atas ucapan pria itu.
"Kamu tahu itu apa?"
"Apa?" tanyaku penasaran.
Pria itu diam, tidak menjawab. Ia malah memandang keluar jendela melihat kerumunan orang yang berdemo di depan kantor rektorat.
"Siapa nama kamu?" bukannya menjawab, tapi pria itu malah mengalihkan dengan pertanyaan jujur ada rasa penasaran di hatiku.
"Apa arti sebuah nama hingga kamu menanyakan hal itu." aku berbalik sambil berkata dengan nada yang tajam, pria itu terkekeh mendengarnya. Masih dalam posisi yang sama kami saling memunggungi,
"Karena aku ingin tahu siapa namamu?"
"Rasa ingin tahu saja tidak cukup untuk mendapatkan nama seseorang." Ucapku.
"Kamu terlihat berbeda dengan kemarin," ucap pria itu tanpa sadar, tubuhku bergetar apa pria ini mengetahui rahasiaku.
"Itu bukan urusanmu," dengan cepat aku meninggalkan pria itu. Aku takut jika pria itu masuk kedalam duniaku semakin dalam. Aku tidak ingin terlibat dengan siapapun cukup dengan kehidupanku yang menyakitkan. Tapi aku menyukai kehadiran pria itu, sedikit membawa warna di kehidupanku.
Dan kenapa tuhan selalu mempertemukanku dengan pria itu, sebenarnya siapa dia? siapa pria itu? Apakah dia dikirim tuhan kepadaku untuk merubah hidupku?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!