NovelToon NovelToon

Selembar Kontrak Cinta Sang Presdir

*Episode 01*

“Bagaimana keadaannya sekarang?”

“Ya Tuhan! Segera bawa ke rumah sakit!”

“Ya ibu…. aku akan segera ke sana setelah pekerjaanku selesai!”

“Ya, minta bantuan ibu Rt. ! Segera kabari aku apapun yang terjadi!”

“Baiklah, bu!”

Raisya menutup telfonnya dengan tangan gemetar.

Adiknya Nadia yang berumur  9 tahun  masuk rumah sakit lagi.

Menurut diagnosa dokter, Nadia menderita gagal ginjal dan kondisinya semakin parah.

Ia sering kambuh akhir-akhir ini.

Jika boleh jujur, Raisya ingin segera berlari, menyusul ibunya yang pasti sedang panik membawa adiknya ke rumah sakit.

Tapi mau bagaimana ? Kini Raisya harus menunggu bosnya untuk meeting beberapa saat lagi, yang tidak mungkin ia tinggalkan.

Raisya baru resmi menjadi karyawan perusahaan itu selama sebulan dan menjabat sebagai sekretaris Direktur perusahaan tersebut, karena prestasi akademiknya yang cemerlang dan penampilannya yang menarik serta selama masa percobaan dia menunjukkan kinerja yang bagus.

Ya, secara akademik kemampuan Raisya patut diacungi jempol. Ia adalah lulusan terbaik di jurusannya dan memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Dari segi penampilan, jangan ditanyakan lagi.

Tubuhnya tinggi semampai bak model, wajahnya cantik alami serta rambut berwarna hitamnya yang indah. Jadi tentu saja Raisya menjadi pilihan utama sang manajer HRD ketika direkturnya membutuhkan seorang sekretaris baru untuk menggantikan sekretaris lamanya yang berhenti karena menikah dan ikut suaminya

Kriing…

Raisya tersentak begitu telepon di mejanya berdering.

"iya pak.."

"baik saya akan segera kesana "

Raisya segera mengambil berkas-berkas di mejanya dan segera berjalan ke ruangan direktur. Ia mengetuk pintu beberapa kali lalu masuk.

Ia menundukkan kepala, memberi hormat. Ia melihat manajer pemasaran dan manajer operasional juga berada di ruangan tersebut, berdiri di depan direkturnya yang dengan tenang duduk di kursi kebesarannya.

Ralat.

Raisya tidak tau apakah itu sikap tenang atau dingin. Seingatnya, direkturnya itu tidak pernah menunjukkan ekspresi lain.

“apa sudah siap semuanya..? tanya direkturnya dengan nada datar.

“Sudah, pak”

“Baiklah. Kita ke ruang meeting sekarang!”

“ya.” Raisya menjawab singkat seraya menundukkan kepala. Sang direktur berdiri, merapikan jasnya lalu berjalan mengelilingi meja, menuju pintu keluar, diikuti kedua manajernya.

Tepat di depan Raisya, ia berhenti sebentar.

“tolong jaga penampilanmu " ucap sang atasan penuh nada perintah.

Raisya terkesiap dan menundukkan  kepalanya, mengecek penampilannya. Dan segera merapikannya.

_oOo_

 

Raisya berlari di lorong rumah sakit, mencari kamar rawat adiknya. Ia segera pulang begitu jam kerja habis dan ia sudah merampungkan seluruh pekerjaannya.

Hari ini, setiap detik terasa berjalan sangat lambat. Dia sudah tidak sabar untuk pergi menemui adiknya.

Menurut kabar terakhir dari ibunya kondisi adiknya sudah membaik namun harus diopname. Tetapi ia tidak berani meminta izin untuk pulang lebih dulu.

Seperti yang sudah dikatakan tadi, dia masih pegawai baru dan hari ini bosnya memiliki banyak agenda yang notabene merupakan tugasnya untuk mengatur dan mendampingi bosnya itu.

Cklekk.

Raisya membuka pintu dan melihat tirai-tirai yang menutupi beberapa ranjang. Ia berjalan dan melihat satu demi satu penghuni ruang rawat itu. Pada tirai ketiga, ia menemukan adiknya tengah tertidur dan ibunya duduk di kursi samping ranjang.

"Bu "

“Sya, kamu sudah pulang?” tanya ibunya. Ia mengangguk, berjalan masuk lalu duduk di ranjang adiknya dengan hati-hati.

“Bagaimana Nadia?” tanya Raisya dengan suara pelan.

Ibunya menggeleng.

“Dokter mengatakan, ia harus transplantasi ginjal secepatnya. Untuk saat ini ia bisa bertahan jika menjalani cuci darah .

Jika kita tidak bisa mendapatkan donor ginjal secepatnya, maka terpaksa selama hidupnya ia harus menjalani cuci darah." jelas sang ibu seraya menahan tangis.

"ibu hanya tidak bisa membayangkan jika Nadia harus tersiksa selama hidupnya " ibunya kini tidak bisa menahannya. Tangisnya pecah. Raisya menghambur, meraih ibunya ke dalam pelukannya.

“Tenanglah bu, kita akan melakukan yang terbaik untuk Nadia Jika memang transplantasi ginjal adalah yang terbaik, maka kita akan melakukannya,”

“Tapi biayanya sangat mahal Sya…! Darimana kita mendapatkan biaya sebesar itu? Untuk biaya hari ini saja ibu meminjam pada bu Rt. Lalu bagaimana besok dan seterusnya, ??” Raisya tertunduk diam.

Sang ibu berkata benar..

Setiap hari sang ibu berjualan sayur matang keliling untuk menyambung hidup mereka sehari hari.

Hidup mereka kini bisa di bilang sangatlah minim.

Sedangkan dulu untuk kuliah, Raisya mengandalkan beasiswa dan honornya dari bekerja paruh waktu.

Sang ayah telah meninggal beberapa tahun yang lalu saat Raisya duduk di bangku SMA.

Sejak saat itu Raisya membantu berjualan sang ibu..

“Berapa biayanya?” tanya Raisya seraya melepas pelukan ibunya perlahan.

“sekitar 100 jt” Raisya tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. seratus juta rupiah? Darimana dia mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat? Jumlah itu sama dengan gajinya bekerja selama setahun lebih!

“jangan khawatir Bu aku akan berusaha mendapatkan uang itu,”

“Tapi darimana kamu bisa mendapatkan uang sebanyak itu?”

“Aku… Aku akan mencoba meminjam kepada perusahaan…”

“Apakah  bisa? Kamu masih baru bekerja disana, Sya”

“Aku akan mengusahakannya, ibu bantu doa saja!”

_oOo_

“Kamu harus segera menikah. Usiamu sudah waktunya untuk menikah. Lagipula, mama hanya ingin melihat kamu bahagia Arya..lagipula setiap mama berkumpul dengan teman teman mama mereka selalu menceritakan tentang menantu dan cucu mereka sedangkan mama,apa yang mesti mama ceritakan."

“ma,,pernikahan bukanlah suatu perlombaan,mungkin kalau sebuah tender besar Arya masih bisa berjuang mendapatkannya,tapi ini soal hati dan juga takdir.." jelas Arya.

“Tapi Arya kami ini sudah tua… Kami ingin melihatmu segera menikah. Kami tidak pernah meminta apapun darimu, tapi yang satu ini… Kami mohon!” Arya terdiam. Benar. Orang tuanya tidak pernah meminta apapun darinya, baru kali ini. Orang tua yang telah merawatnya, membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

“Baiklah,” jawab Arya singkat.

Sang ibu mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud sang anak

“baiklah kalau itu keinginan mama dan papa,,Aku akan segera menikah,” sang ibu terlihat kaget, sekaligus bahagia.

“Benarkah? apa Kamu sudah memiliki calon?” Arya mengangguk.

“Ya Tuhan! Mengapa kamu tidak mengatakannya? Baiklah, segera hubungi mama Kami akan bersiap menyambutnya!” ujar sang ibu dengan senyum bahagia.

“Tentu…”

...****************...

 

“seratus juta?” ulang Arya, mendengar laporan manajer keuangan.

“Ya, pak,”

“Untuk apa dia meminjam uang sebanyak itu? Lagipula dia belum lama bekerja di sini!” tanya Arya keras.

“Saya juga kurang tau. Begitu saya tiba, sekretaris anda langsung menemui saya untuk mengajukan pinjaman tersebut,” Arya mengerutkan keningnya.

“tolong panggil dia..suruh ke ruangan saya.."

”baik pak...permisi"

lelaki itu segera meninggalkan ruangan. Beberapa saat kemudian, sesosok wanita yang tengah mereka bicarakan pun datang.

“Maaf pak, apakah anda memanggil saya?”

“Ya!” jawab Arya dingin.

“katakan untuk apa kamu meminjam uang sebanyak itu?” lanjutnya, to the point, tetap dengan nada dingin, yang seakan bisa  membekukan Raisya.

“Saya… Saya membutuhkan uang itu…” jawab Raisya gugup dan terputus. Arya mendengus, lalu menatap Raisya tajam.

“Maksudku, uang itu akan kamu gunakan untuk apa?” Raisya menundukkan kepalanya, diam. Kemampuan berkomunikasinya mendadak menghilang karena tatapan tajam sang bos padanya, seakan mengulitinya. Ia sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi atasannya yang terkenal keras ini. Ia pikir, ia cukup mengajukan pinjaman ke bagian keuangan perusahaan.

“Kenapa? Kamu tidak bisa menjawab? Kamu terkejut karena saya mengetahui pengajuan pinjamanmu?”  Raisya terkejut Ternyata. Lelaki itu bisa membaca pikirannya. Raisya menunduk, meremas kedua tangannya. Sungguh, ia baru mengerti mengapa banyak sekali karyawan yang takut dengan direkturnya itu. Selain dingin dan keras, direkturnya itu seakan mampu mengintimidasi seseorang hanya dengan keberadaannya, tatapan, atau suaranya. Dan Raisya… Ya Tuhan! jika saja ada jalan lain untuk menyelamatkan adik nya ia tak akan pernah berhutang pada perusahaan tempatnya bekerja.

“Raisya lestari, Kamu mengajukan pinjaman yang sangat besar, dan kamu adalah pegawai baru, kamu adalah sekretaris saya, jadi manajer keuangan menyerahkan keputusan kepada saya. Sekali lagi saya bertanya, untuk apa uang itu?” Raisya menarik nafas seraya mengangkat wajahnya pelan.

“Untuk… Untuk pengobatan adik saya…” Raisya menjawab lirih.

“Apa?”

“Adik saya sakit…”

“Sebanyak itu?”

“Ya…”

“Apa penyakitnya?”

“Gagal ginjal. Dia harus di operasi secepatnya…” Arya mengerutkan kening. Ia memperhatikan gadis yang di hadapannya dengan seksama, berusaha melihat kebohongan di wajahnya. Namun yang ia temukan adalah sebaliknya. Raut wajah khawatir, bingung, putus asa, dan apalah itu.

Arya menghela nafas. Wajahnya sudah mulai melunak.

“Raisya!! Kamu mengajukan pinjaman yang sangat besar ke perusahaan. Sebelumnya tidak pernah ada yang mengajukan pinjaman sebesar itu. Dan kamu! Kamu masih pegawai baru di sini! Bagaimana bisa kamu mengajukan pinjaman sebesar ini? Dengan apa kau membayarnya? Kamu tau, sesuai kebijakan perusahaan, dengan memotong gaji mu, kamu baru bisa melunasi hutangmu selama  4 tahun lebih melebihi kontrak kerjamu di sini. Apakah itu masuk akal?”

“Maaf pak, saya tidak berpikir sejauh itu…” jawab Raisya, jujur.

“saya akan memikirkannya. Kamu boleh pergi.”

Dan Raisya pun pergi, dengan perasaan yang masih menggantung. Dalam hatinya ia berdoa semoga bosnya itu mau berbaik hati memberinya pinjaman.

...****************...

“Bagaimana keadaan Nadia bu?”

“Aku sedang mengusahakannya…”

“Ya… Baiklah!”

klik...sambungan telepon terputus.

Raisya menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Ia benar-benar bingung. Baru saja ibunya memberitahu bahwa ibunya gagal mendapatkan pinjaman dari sanak saudaranya. Mau tak mau, kini harapan satu-satunya adalah pak Arya Wijaya,bos nya. Dan ia masih menunggu keputusan darinya sampai sore ini.

Kriing..

Telponnya berdering. Raisya segera mengangkatnya..karena ia tau benar itu panggilan dari atasannya.

“Ke ruangan saya, sekarang!” dan untuk ke sekian kalinya, Raisya mendengar kalimat yang sama, nada yang sama, intonasi yang sama, setiap kali atasannya memanggilnya ke ruangan. Raisya bergegas ke ruang pimpinan yang tidak jauh dari ruangannya.

Raisya mengetuk pintu lalu membukanya perlahan.

“permisi, pak!”

“Masuklah!” Raisya menutup pintu perlahan lalu berjalan melintasi ruangan yang luas itu, dan berhenti di depan meja atasannya.

“Duduk!” perintah Arya. Dan sekali lagi, Raisya hanya menurut.

“Kamu sudah memikirkan masalah pinjamanmu?”

“iya pak?” Raisya balik bertanya, tidak mengerti maksud atasannya. Bukankah tadi ia mengatakan bahwa ia yang akan memikirkannya?

“Apa kamu sudah menemukan solusi untuk masalah pinjamanmu?” Raisya menunduk. Tentu saja tidak ! Bahkan kini harapan satu-satunya ada di tangan bos dingin di depannya ini.

“Belum, pak…” Arya menghela nafas, lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan gaya yang khas, sangat berkelas dan berwibawa.

“Raisya, kamu tau pengajuan pinjamanmu tidak masuk akal. Kamu mengajukan pinjaman yang baru bisa kau lunasi setelah bekerja 4 tahun lebih, sedangkan kontrakmu sendiri hanya selama setahun. Lagipula, kami juga tidak dapat memastikan apakah kami akan melanjutkan kontrak denganmu atau tidak…” Arya menjelaskan dengan tenang. Berbeda dengan Raisya. Jantung gadis itu berdebar kencang menunggu setiap kalimat yang keluar dari mulut bosnya.

“Jadi, tanpa saya jelaskan kamu pasti sudah tau jawaban dari perusahaan…” Raisya meremas kedua tangannya menahan air mata yang sudah berada di sudut matanya.

“Tapi pak, tidak bisakah Anda mempertimbangkannya kembali?” Tanya Raisya dengan suara bergetar.

“saya?” Arya tersenyum tipis.

“Baiklah. saya ada sebuah penawaran untukmu…” Raisya mengangkat wajahnya.

“Penawaran?” Arya tersenyum dingin melihat ekspresi dari gadis uang kini berhadapan dengannya.

“Menikahlah denganku!” Raisya terkejut.

“Menikah?” ulang Raisya.

“Ya, bisa di bilang… kawin kontrak. Aku ingin kau menjadi istriku selama 1 tahun. Setelah itu kita bercerai,” jelas Arya.

Sejak melihat Raisya tadi pagi, tiba-tiba saja Arya mendapatkan ide cemerlang untuk masalahnya, dan sepertinya, wanita itu adalah kandidat yang utama. Selain cantik,gadis itu juga pintar, beretika, walaupun ia berasal dari keluarga menengah ke bawah, namun melihat usaha gadis itu untuk keluarganya, menjadi sebuah nilai plus baginya. Selain itu, begitu Raisya keluar dari ruangannya, atasannya itu segera mengumpulkan berbagai informasi mengenai gadis itu.

Bukannya Arya memanfaatkan keadaan dan kesulitan Raisya,,tapi yang ada dipikirannya adalah cara membahagiakan kedua orang tuanya,dengan cara segera menikah.

“Kawin kontrak? Tapi pak…”

“saya tidak menawarkannya dua kali, Raisya” Gadis itu terdiam,mencoba mencerna dengan baik tawaran atasannya itu.

Tapi Ia sudah tidak punya cara lain lagi. Adiknya berada di ranjang pesakitan, menanti bantuannya, sedangkan tidak ada jalan lain lagi yang terlintas di benaknya.

Dan seperti gadis lainnya, perasaan emosionalnya berjalan lebih cepat dari logikanya.

“Maaf pak, mungkin saya lancang. Tetapi, apakah bapak akan memberikan pinjaman sebanyak itu kepada saya ? Maksud saya, sebanyak 100 juta?”

“Kamu meragukan saya?”

“Tidak pak saya tidak bermaksud begitu…” Arya tersenyum tipis.

“Raisya, jika kamu menikah dengan saya , saya tidak hanya akan memberikanmu pinjaman sebesar yang kamu ajukan tapi aku akan membiayai seluruh biaya RS nya sampai sembuh, dan biaya hidup keluargamu…” Raisya terkesiap.

“Benarkah?”

“Tentu!” Raisya menundukkan kepala. Dalam hatinya berbisik Ambil saja, Raisya! Darimana lagi kamu mendapatkan uang sebanyak itu,? Keluargamu juga tidak memberinya, bukan?

apa kamu tega melihat adikmu tersiksa terus dengan penyakitnya? "

“Baik, pak saya menerima penawaran itu…” Jawab Raisya dengan bergetar.

“Kamu gadis yang sangat berani, Raisya..Tetapi saya tidak mau kamu membuat keputusan dalam keadaan tidak tidak tenang seperti sekarang.

Aku akan segera mengirim draft perjanjian kita. Kau bisa mempelajarinya dulu. Jika kamu mau, segera hubungi saya. Semakin cepat kamu menandatanganinya, semakin cepat pula kamu mendapatkan uang itu " Arya berhenti sejenak, lalu menatap Raisya dengan menunjukkan senyumannya yang mengintimidasi.

“Tapi seperti yang saya katakan tadi, saya hanya menawarkannya… sekali!” lanjutnya, dengan menekankan kata “sekali”.

“Ya, saya mengerti… pak”

“Baiklah, kalau begitu, kamu boleh pergi,” Raisya bangkit, menunduk sebentar, lalu meninggalkan ruangan itu dengan pikiran yang tidak menentu.

...****************...

Bagaimana?

Sebuah pertanyaan yang cukup membuat Raisya pusing dengan keadaannya kini. Satu kalimat tanya yang jika di uraikan, jawabannya mungkin bisa menjadi berlembar-lembar.

Pertanyaan itu terus terlintas di benaknya, sejak ia meninggalkan kantor tadi, hingga kini ia berada di rumah sakit, menjenguk adiknya.

Bagaimana bisa ia menyetujui penawaran gila atasannya?

Bagaimana bisa ia seceroboh itu?

Bagaimana nanti dia menjelaskan pada ibunya?

Mengapa atasannya membuat penawaran semacam itu?

Ya, pertanyaan terakhir adalah pertanyaan yang paling membuatnya penasaran.

Atasannya,Arya wijaya, direktur muda yang berhasil, pewaris  kerajaan bisnis Wijaya Utama Group,  menawarkan sebuah pernikahan kontrak kepadanya? Apa alasannya?

Jika dilihat dari keluarga, jangan ditanya lagi! Keluarganya sangat terkenal di kalangan para pebisnis.

Harta? hanya orang bodoh yang menanyakan kekayaan seorang Direktur sekaligus pewaris perusahaan tersebut!  Lalu penampilan fisik?! Ya Tuhan! Raisya sangat yakin jika saja lelaki itu tidak menjadi seorang Direktur, ia pasti sudah menjadi seorang superstar terkenal! Badannya tinggi tegap, dadanya bidang, dan wajahnya… seandainya kebekuan di wajahnya diganti dengan senyuman tulus, tidak diragukan lagi, dia pasti adalah seorang malaikat yang turun dari surga!

ting!

Ponsel Raisya berbunyi, menandakan sebuah pesan masuk.

Dari: pak Arya

                Cek emailmu! saya sudah mengirim draft perjanjian itu.

 

Pesan yang singkat, padat, jelas!

Raisya segera membuka email melalui smartphone-nya, dan mengunduh lampiran draft perjanjiannya. Begitu berkas selesai diunduh, Raisya membukanya. Lembar pertama berisi tentang identitas dan kesepakatan, sedangkan lembar selanjutnya berisi peraturan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Raisya membacanya dengan seksama.

Raisya menghembuskan nafas berat.Ia merasa peraturan yang di buat atasannya ini berat sebelah. Begitu banyak peraturan yang harus ia lakukan. Harus menjaga sikap, bersikap baik, menyiapkan segala keperluan dan kebutuhannya, bahkan mematuhi setiap perkataan atasannya. Ya Tuhan! Apakah aku bisa memenuhinya? Sedangkan di perjanjian itu tertulis, “Bagi pihak yang melanggar perjanjian ini, harus membayar denda sebesar " seratus juta rupiah ”? mungkin bagi seorang direktur perusahaan besar seperti dia jumlah sekian sangatlah mudah.

Sedangkan baginya? darimana lagi ia mendapatkan uang sebanyak itu.??....

to be continued

*Episode 02*

Kesibukan di ibukota seakan tidak pernah berhenti. Walaupun jam menunjukkan tengah malam, tidak ada tanda-tanda kota tersebut akan tertidur.

Begitu pula yang terjadi di kawasan HM.Thamrin sebuah kawasan elit kawasan yang menjadi pusat kehidupan para konglomerat dan selebritis, salah satunya adalah Arya Wijaya sang Direktur grup bisnis ternama yang didirikan keluarga Wijaya. Lelaki itu berdiri di balkon kamarnya yang terletak di lantai 23 bangunan tersebut.

Dari lokasi apartemennya yang strategis, ia  bisa mengamati beribu lampu di kejauhan yang gemerlap indah. Tetapi bukan itu yang menjadi perhatiannya.

Walaupun tahu, lelaki itu bahkan tidak menghiraukannya. Ia tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, pikiran tentang ide gilanya yang tiba-tiba terlintas melihat sekretaris barunya yang kebingungan dan frustasi mencari pinjaman uang, serta reaksi gadis itu begitu mendengar tawarannya.

*Raisya Lestari.*

Namanya Raisya.

Kandidat pertama dan utama yang menjadi pilihan Arya untuk menjadi istri kontraknya.

Jika boleh jujur, ide itu terlintas begitu saja ketika ia melihat gadis itu datang ke ruangannya memohon pinjaman uang yang sangat besar, dan sebenarnya saat itu ia senang dan ia mau saja memberikan Gadis itu bonus karena secara tidak langsung ia telah memberinya ide untuk menyelesaikan masalah perkawinannya. Tetapi tentu saja tidak ia lakukan. Kemampuan analisis bisnisnya bekerja dengan baik pada saat itu. Dan inilah hasil observasi dari seorang Arya Wijaya mengenai seorang *Raisya Lestari* :

#Kelebihan Raisya:

*Cantik

*Berpendidikan

*Pintar

*Cerdas

*Memiliki penampilan yang menarik

*Memiliki postur tubuh yang ideal

*Beretika

#Kelemahan Raisya:

*Mudah gugup

*Terlalu menuruti perasaan

*Sedang membutuhkan uang banyak untuk pengobatan adiknya

*Tidak ada yang bisa memberikan pinjaman atau uang sebanyak itu selain Arya.

*berasal dari keluarga dengan status sosial tidak sama dengannya.

*Raisya memiliki kekasih.

 Arya mengerutkan kening mengingat analisis singkatnya. Jika dihitung secara matematis, Raisya memiliki banyak kelebihan, serta peluang yang dimiliki Raisya untuk memanfaatkannya sangat besar, karena itu bukan hanya peluang, tetapi masalah mendasar yang akan menjadi pendorong utama Raisya menerima tawarannya ini. Sedangkan kelemahan Raisya… Wanita itu mudah gugup dan terlalu menuruti perasaannya.

Arya mengangguk., Aku bisa mengatasinya, batin Arya. Sedangkan yang terakhir, keadaan yang bisa mengancamnya. Pertama, keluarganya tidak merestui hubungannya dengan Raisya karena keluarganya berasal status sosial yang tidak setara dengannya.

Sejujurnya, Arya tidak ingin menutupi asal usul keluarga Raisya, karena ia tidak ingin memusingkan rangkaian kebohongan yang harus ia rencanakan nantinya.

Jadi, tugasnya kini meyakinkan keluarganya untuk bisa menerima Raisya.

Arya tersenyum. Ia sangat tahu Keluarganya sangat menyayanginya dan selalu menuruti keinginannya.

Lagipula, ibunya terlihat senang dan antusias ketika ia mengatakan akan menikah, bahkan sebelum ibunya tau siapa wanita itu.

Hmmm… jika saja mereka nantinya tidak setuju, ia bisa mengatakan jika ia tidak akan menikah jika tidak dengan Raisya, dan orang tuanya tentu tidak akan memaksa.

Tapi semoga saja keluarganya tidak mempermasalahkan status sosial Raisya.

Toh, sejak dulu orang tuanya tidak pernah mempermasalahkan status sosial teman-teman dekat Arya.

Selain itu, Raisya juga memiliki banyak kelebihan yang bisa ia manfaatkan agar orang tuanya bisa merestui mereka. Nah, dan yang kedua, bagaimana jika Raisya memiliki kekasih ?.

Kekasih. Tentu saja itu bukan masalah baginya. Itu adalah masalah pribadi Raisya, dan dalam draft perjanjian yang ia berikan telah tertulis untuk  tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing. Toh ia hanya menggunakan Raisya selama setahun.. Yang menjadi ancaman baginya adalah jika saja lelaki itu tidak mengijinkan gadis itu untuk menerima penawaran ini. Mengapa informasi itu terlewat darinya?

Arya meraih ponselnya lalu menelfon Leo, asisten pribadinya sekaligus orang kepercayaannya atau tangan kanannya.

Tuut...

Pada deringan pertama Leo menjawab panggilannya.

“Leo, segera cari tahu mengenai status Raisya,, tentang pasangannya…”

“Ya, malam ini!”

Arya mematikan ponselnya lalu memasukkan kembali ke saku celananya.

Sejenak ia tertegun. Tiba-tiba sedikit pemikiran terlintas di benaknya.

Mengapa harus Raisya yang menjadi istri kontraknya? Bukankah ia bisa menunjuk wanita manapun yang ia inginkan, dan wanita itu akan dengan sukarela menyerahkan dirinya?

...****************...

“Sayang, kamu tidak pulang?” tanya sang ibu begitu menyadari sekarang sudah larut malam pada Raisya yang berada di depannya, duduk di ranjang Nadia. Sedangkan ia sendiri duduk di kursi samping  ranjang Nadia.

“Tidak bu… Aku ingin di sini, menemani ibu menjaga Nadia…”

“Tapi besok kamu harus bekerja nak. Sebaiknya kamu pulang dan beristirahat,?” Raisya menggeleng. Ibunya menghela nafas.

“Kamu kenapa? Kamu terlihat berbeda hari ini…” Raisya kembali menggeleng.

“Apa yang terjadi? Ceritakan pada ibu?” Raisya menunduk, memikirkan apakah sebaiknya ia bercerita kepada ibunya atau tidak.

“Sya, tolong jangan membuat ibu khawatir…” Raisya mengangkat wajahnya. Pandangannya menemukan wajah ibunya menatapnya khawatir, dan isyarat yang mengatakan untuk tidak membantahnya. Raisya menghela nafas. Ia tidak pernah bisa membantah dan membohongi ibunya.

Raisya melihat wajah Nadia, mengeceknya apakah adiknya itu sudah benar-benar terlelap atau tidak.

“Dia sudah tidur, percayalah! Atau kamu ingin kita bicara di luar?” Raisya mengerutkan kening. Jika mereka bicara di sini, ia takut penghuni ranjang di sampingnya, di balik tirai, mendengar percakapan mereka. Namun, jika mereka bicara di luar,ia pun takut adiknya tiba-tiba membutuhkan mereka.

“Bagaimana?”

“Disini saja, bu…”

“Kamu yakin?” Raisya mengangguk.

“Kita bisa bicara di koridor depan. ibu akan menitipkan Nadia pada Bu Tutik, keluarga pasien di samping kita. Kita bisa membuka tirainya agar bu Tutik bisa mengawasi Nadia juga,” Raisya mengangguk menyetujui ide ibunya.

Ya Tuhan! Bahkan ia sudah tidak memiliki kemampuan untuk memikirkan hal-hal kecil seperti itu.

Sang ibu bangkit lalu berbicara sebentar pada ibu Tutik yang tengah menjaga anaknya yang menderita sakit DB.

Raisya memberi salam pada ibu Tutik. Wanita paruh baya itu membalas salam Raisya dan sempat memuji kecantikan Raisya.

Raisya pun mengucapkan terima kasih, lalu mengikuti ibunya keluar dari ruangan itu. Mereka lalu duduk di kursi baja panjang yang tersambung satu sama lain di koridor.

“Sekarang, ceritakan apa yang terjadi!”

Dan Raisya pun menceritakan semua hal terkait penawaran direkturnya, Arya Wijaya, dari awal sampai akhir, tanpa terkecuali.

“Beraninya lelaki itu!” umpat sang ibu marah.

“bu… tenanglah…” mohon Raisya dengan lemah, seakan energinya telah habis menghadapi hari ini, dengan berbagai kejadian yang tidak disangkanya. Mulai dari interogasi masalah pengajuan pinjaman uang oleh bosnya, tawaran kawin kontrak, sampai draft perjanjian yang berat sebelah. Ditambah lagi ia harus menceritakan itu semua kepada ibunya.

“Tidak Sya! Bagaimana bisa ia mempermainkan putri kesayanganku dengan menawarkan kawin kontrak seperti ini, ?” ujar ibunya yang sarat dengan emosi.

“Tidak bu… ini tidak seperti yang ibu pikirkan. Dia berniat baik untuk membantu kita.”

“Membantu? Dengan memanfaatkan keadaan kita yang kesulitan untuk memaksamu menjadi istri kontraknya? Apakah itu yang namanya membantu, ?” tukas sang ibu dengan nada yang lebih tinggi. Raisya mengumpat dirinya sendiri karena telah menceritakan semuanya pada ibunya. Bodohnya kau Raisya!  Batinnya.

“bu… itu hanya bentuk balas budi karena dia telah menolong kita. Lagipula itu hanya setahun..ya setahun.”

“Tidak Sya! Dia bukan hanya membohongi keluarganya, tetapi juga melecehkan ikatan suci pernikahan! Tidak! ibu tidak akan membiarkanmu melakukannya! Tidak akan pernah!”

“Tapi bu… dengan apa kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu sesingkat ini? Dia satu-satunya harapan kita bu…”

“Tidak Sya! Lebih baik ibu mati daripada mengorbankan kamu , membiarkanmu menjadi istri kontrak lelaki bajingan itu!”

“bu…”

“Tidak Sya! Sekali ibu katakan tidak, tetap tidak!” sang ibu bangkit dan meninggalkan Raisya.

Raisya menghela nafas. Tanpa bisa ia tahan, bulir-bulir air mata tiba-tiba mengalir di pipi cantiknya.

...****************...

“Baiklah, sekian meeting hari ini. Tolong kirim laporan masing-masing divisi maksimal jam tiga sore ini! Terima kasih!” Arya menutup meeting  internal pada hari itu. Sekilas, ia melirik Raisya. Wanita sedang membereskan berkas-berkasnya. Arya mengerutkan bibir. Sampai saat ini wanita itu belum membahas penawarannya kemarin. Apakah ia tidak menerima tawaranku? tidak mungkin ! Dia sangat membutuhkan uang itu, dan tidak ada yang bisa memberikannya uang sebanyak itu!  Batin Arya

“pak, silakan!” Leo mempersilakan Arya untuk berjalan keluar mendahuluinya, dengan sikap formal. Arya menarik ujung jasnya, merapikan dengan gaya khasnya yang berwibawa, lalu berjalan melewati Raisya. Raisya menundukkan kepala ketika Arya berjalan melewatinya, lalu mengikuti bosnya itu berjalan di koridor menuju ruangan mereka, di lantai teratas gedung tersebut.

Mereka berhenti di depan lift. Leo menekan tombol lift. Begitu pintu terbuka, Arya masuk, lalu diikuti Leo dan Raisya. Leo berdiri di sisi kanan Arya, sedangkan Raisya di sisi kirinya.

Drrrttt… drrrttt…

Raisya merogoh saku blazernya lalu mengeluarkan ponselnya.

“iya bu…” jawab Raisya dengan suara pelan.

“Apa? Bagaimana keadaannya sekarang?” kini nada khawatir dan panik tampak jelas dari nada bicaranya.

“Ya Tuhaaan… Aku akan… segera kesana…”  Raisya mengucapkan kalimat terakhir, akan segera ke sana, dengan pelan dan ragu, seraya melirik ke arah bosnya.. Arya mengernyit mendengar pembicaraan Raisya

“ya…bu”

Raisya mematikan ponselnya.

“pak…” panggil Raisya dengan suara bergetar.

“Bolehkah aku… Adikku sedang…”

“Leo, antarkan dia ke rumah sakit. Pastikan dia tiba disana secepat mungkin dan selamat..."

”baik pak.." jawab Leo seraya sedikit menunduk.

Pintu lift terbuka dan Arya langsung melangkah pergi, meninggalkan Raisya dan Leo. Raisya masih terpaku di tempatnya, tidak mengerti sikap Arya.

“Silakan !” Raisya tersentak.

"iya!”

...****************...

“bu…” panggil Raisya pada ibunya yang sedang duduk di depan sebuah ruangan, yang Raisya tidak tau namanya, dimana dokter dan perawat memberikan perawatan intensif kepada Nadia yang mendadak collapse  lagi.

“Sya…” gumam ibunya. Mereka langsung menghambur satu sama lain. Raisya memeluk ibunya. Tubuh sang ibu bergetar karena tangis.

“Ada apa, bu? Bagaimana keadaan Nadia?” Ibunya menggeleng.

“Tenanglah bu… tenanglah…!” Raisya mencoba menenangkan ibunya, walaupun dia sendiri sedang panik.

“bu…” Raisya menuntun ibunya untuk duduk kembali.

“Tenanglah bu…” Raisya membelai punggung ibunya. Perlahan, tangisan ibunya mereda.

“Adikmu… Sya…” ujar sang ibu, tersendat.

“Iya?” Raisya menanti, berusaha sabar.

“Adikmu, Raisya…ibu tidak tahan melihat ia tersiksa seperti ini…” Air mata ibunya kembali mengalir.

“Adikmu… kata dokter, ia harus segera dioperasi. Kita harus memiliki uang itu, Raisya… dan kita harus menemukan donor yang cocok…” Raisya terdiam. Uang? Donor ginjal? Ya Tuhan…

“Sya… Kita harus mendapatkannya! Kita harus mendapatkannya!” sang ibu mengguncang tubuh Raisya. Kini yang ada dipikirannya hanya Nadia… Teringat jelas dibenaknya setiap jerit kesakitan Nadia, dan setiap jerit kesakitan itu ikut menggores luka di dalam hatinya. Ibu mana yang tahan melihat anaknya kesakitan? Bahkan, jikalau bisa, ia ingin menggantikan posisi itu dengan dirinya… Lebih baik ia yang kesakitan daripada sang anak…

“Raisya… kita harus mendapatkannya… kita harus mendapatkannya….” isak tangis ibunya semakin pilu. Tubuhnya merosot ke dalam pelukan Raisya.

“Iya bu… Kita akan mendapatkannya… Aku akan mendapatkannya… Kita akan mendapatkan uang itu…” Jawab Raisya. Namun suaranya terdengar hampa, tidak ada keyakinan sama sekali…

Raisya memperhatikan adiknya yang terbaring lemah di ranjang pesakitan dan ibunya yang duduk di samping ranjang Nadia. Kepala ibunya bertumpu pada kedua lengannya yang terlipat ranjang Nadia, dan sebelah tangannya memegang tangan Nadia. Tanpa bisa Raisya tahan, air mata mengalir menganak sungai di pipinya. Hatinya terluka melihat kondisi adiknya yang semakin hari semakin menyedihkan, serta kondisi ibunya yang sangat menyedihkan akibat beban yang ditanggungnya selama ini.

Aku harus melakukan sesuatu…

Aku harus menerimanya…

Tidak ada jalan lain…

Hanya dengan menerima tawaran itu…

Ya. Hanya itulah cara yang bisa ia lakukan untuk menolong adiknya, dan ibunya. Ia adalah anak sulung, tulang punggung keluarga, dan Raisya menyadari perannya itu. Ia yang harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, dan satu-satunya cara yang ada saat ini adalah menerima tawaran Arya Wijaya, untuk menjadi istri kontraknya.

 

Maafkan aku, ibu…

Hanya ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nadia.

Jikalau nanti ibu membenciku,

bahkan tidak mengakuiku sebagai anakmu karena menerima tawaran ini,

Aku rela, aku akan menerimanya,

Asalkan Nadia bisa selamat!

Jika nanti kau mengusirku karena melanggar larangan mu ini,

Paling tidak, saat itu ada Nadia yang akan menjagamu…

Raisya menengok jam besar di atas pintu masuk ruangan. Sekarang masih jam setengah delapan malam, dan hari Jumat. Menurut informasi yang ia dapat, biasanya pada Jumat bosnya pulang lebih malam, kira-kira sampai jam sembilan malam untuk menyelesaikan pekerjaan agar tidak mengganggu akhir pekannya. Raisya menyeka air mata, meraih tasnya lalu pergi tanpa berpamitan pada ibunya.

...****************...

 “Masuk!” ujar Arya dengan agak keras agar terdengar oleh orang yang mengetuk pintu, tanpa mengalihkan fokusnya dari laptop.

“ma..af....pak…” Arya menoleh ke asal suara bergetar yang memanggilnya. Dahinya berkerut melihat sosok wanita yang biasanya terlihat rapi dan anggun, kini tampil sangat kacau di depannya.

“Raisya, masuklah!” ujar Arya, tetap dengan gaya bicaranya yang dingin. Raisya berjalan mendekat lalu berhenti di depan meja kerja Arya. Karena posisinya kini, Arya dapat melihat Raisya dengan jelas.

Ia tidak menyangka wanita yang biasanya selalu tampil menarik, cantik, dan rapi kini berubah total. Rambutnya berantakan, sisa-sisa air mata terlihat jelas di wajahnya yang tidak kalah kacau.

Hidungnya memerah, matanya sembab, nafasnya juga tersendat karena bekas isak tangisnya.

Pandangan Arya kini turun, memperhatikan pakaiannya. ya, ia baru menyadari kini Raisya tidak mengenakan blazer, hanya kemeja lengan pendek berwarna krem, tetapi bagian leher dan satu kancing bagian atas tidak terkancing. Arya berdeham.

“Apa yang terjadi?” tanya Arya, tenang dan singkat.

“Saya… Adik Saya…” Raisya menyeka air matanya yang tiba-tiba mengalir.

“Duduklah!” Arya yang kaget atas kedatangan Raisya dan terlalu fokus pada penampilan  kacaunya sampai lupa untuk mempersilakan Raisya duduk.

Raisya menggeleng.

“Saya hanya ingin mengatakan…” Raisya menghentikan kalimatnya. Arya mengangkat sebelah alisnya menanti kelanjutan kalimat Raisya.

“Saya ingin mengatakan bahwa saya…” kalimat Raisya kembali tersendat.

“…Saya menerima tawaran Anda…”

...****************...

to be continued

*Episode 03*

“Duduklah!” Arya yang kaget atas kedatangan Raisya dan terlalu fokus pada penampilan  kacaunya sampai lupa untuk mempersilakan gadis itu duduk.

Raisya menggeleng.

“Saya hanya ingin mengatakan…” Raisya menghentikan kalimatnya. Arya mengangkat sebelah alisnya menanti kelanjutan kalimat gadis yang kini ada di hadapannya.

“Saya ingin mengatakan bahwa saya…” kalimat Raisya kembali tersendat.

“…Saya menerima tawaran Anda…”

...****************...

Arya mengerutkan keningnya mendengar pernyataan Raisya.

“Kamu yakin?” tanya Arya, memastikan.

“Ya…” jawab Raisya, singkat. Seulas senyum kemenangan terbentuk di bibir Arya.

Saya sudah menyangka, kamu tidak akan menolaknya Raisya.. batin Arya penuh kemenangan.

“Baiklah kalau begitu. Saya sudah menyiapkan berkas untukmu. Duduklah!” kali ini Raisya menurut. Ia menarik kursi di depan atasannya lalu duduk. Sementara itu, Arya mengambil sebuah map merah di lacinya.

“Ini surat perjanjiannya. Isinya sama dengan yang aku kirim tempo hari. Tapi, kamu bisa  membacanya dulu,” jelas Arya, seraya menyerahkan map tersebut kepada Raisya. Raisya menerima map itu lalu meraih pena di samping tangannya, pena yang memang disediakan untuk tamu atau klien.

“Kamu tidak membacanya dulu?”

“Tidak usah, pak,” Raisya buru-buru menandatangani berkas tersebut. Bukannya ia tidak ingin membaca baik-baik berkas itu, bukannya ia tidak tau bahwa membaca berkas perjanjian sebelum  menandatanganinya adalah hal yang wajib, tetapi ia takut berubah pikiran. Jadi, sebelum pikiran warasnya pulih, ia harus menandatanganinya. Setelah itu ia menyerahkan map tersebut kepada atasannya.

Arya membuka dan meneliti setiap lembar yang memang harus gadis itu tanda tangani, lalu menutupnya setelah ia rasa sudah benar.

“Baik pak, kalau begitu, saya pamit dulu,” ujar Raisya seraya bangkit.

“Kamu pulang sendiri?”

“Ya.”

“Membawa mobil?” Raisya tersenyum tipis.

Yaa Tuhaan apa yang ada di pikiran atasannya itu Jika aku memiliki mobil, lebih baik aku menjualnya daripada harus terlunta-lunta mencari pinjaman seperti ini, keluh nya dalam hati. Namun ia masih memiliki kesadaran untuk tidak mengatakan hal itu kepada direkturnya.

“Tidak pak.. saya naik taksi,” Arya mengerutkan keningnya

“Kalau begitu, biar sopir saya mengantarmu.."Raisya terperangah mendengar ucapan bos nya

“Tapi pak, bukankah Anda akan pulang?”

“Ikuti saja, ini juga termasuk dalam perjanjian kita!” Perjanjian? ya benar di sana tertulis dirinya harus mengikuti semua keinginan Arya

“Baik, pak. Kalau begitu, saya pamit dulu. Terima kasih!” tanpa menunggu jawaban Arya, ia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

“Tunggu!” Suara tegas Arya  membuat nya menghentikan langkah dan  berbalik. Ia melihat pria itu berjalan memutari meja dengan membawa jas kerjanya lalu berjalan mendekatinya.

Pria itu berhenti tepat di depannya, lalu menyelimutinya dengan jasnya, membuat Raisya terperangah.

“Jangan pernah berpenampilan seperti ini lagi di depan umum!” ujar Arya. Dan ia hanya bisa hanya mengangguk.

“Terima kasih, pak.” Ujar nya dengan suara pelan dan tercekat, lalu berbalik dan pergi meninggalkan ruangan itu.

...****************...

 

“Ruang VIP?” Ulang nya, tidak percaya atas keterangan dari perawat yang ia tanya perihal ranjang adiknya yang kosong. Ya, dia sangat terkejut mendapati ranjang adiknya kosong begitu ia datang dari kantor Arya, setelah menandatangani perjanjian itu.

“Ya mbak, adik Anda sudah di pindah ke ruang VIP, di kamar 12”

“Baiklah, terima kasih Suster!” Raisya mengalah dan memutuskan untuk mengecek sendiri kebenarannya. Jujur, jiwa dan pikirannya masih melayang-layang seharian ini.

Raisya berjalan menyusuri koridor-koridor rumah sakit sampai menemukan kamar yang ditunjuk suster tadi. Ia membuka pintu. Ia takjub dengan interior ruang rawat tersebut. Ruangan itu benar-benar mewah, berbanding terbalik dengan tempat tinggalnya. Ia tidak bisa membayangkan berapa harga sewa ruangan ini.

Raisya menggelengkan kepala, mengusir pikiran-pikirannya yang melantur. Kemudian ia masuk ke ruangan itu perlahan. Di balik dinding berbentuk L, yang sepertinya dinding kamar mandi, ia menemukan adiknya sedang bersenda gurau dengan ibunya.

“mbak Raisya sudah pulang?” sapa Nadia dengan riang.

“Ya, sayang! Bagaimana keadaanmu, ?” tanyanya, seraya mendekat lalu membelai kepala adiknya.

“Aku sudah lebih baik, mbak apa mbak tau, aku seperti sedang bermimpi indah berada di kamar ini. Saat aku bangun tadi, aku kira aku masih bermimpi. ” cerita Nadia panjang lebar dengan nada yang ceria.

“Terima kasih mbak… mbak pasti sudah bekerja keras untuk aku… terima kasih…” lanjut Nadia lalu memeluk pinggang kakaknya. Raisya pun tersenyum ragu. Ya, ini karena Arya.. Pria itu pasti sudah melakukan sesuatu.

Raisya menoleh pada ibunya. Seperti yang sudah ia duga, ibunya  tidak melihatnya, dan raut amarah terlihat jelas di wajahnya.

“Iya, sama-sama Sayang.” jawab nya dengan suara bergetar menahan tangis. Ia balas memeluk adiknya lalu mengecup puncak kepalanya.

“mbak Raisya, mbak menangis?” tanya Nadia seraya melepas pelukannya mendengar suara sang kakak yang bergetar.

“Tidak. mbak tidak menangis,” jawab nya dengan susah payah menahan air matanya.

“Nadia Sayang sekarang sudah malam, lebih baik kau istirahat.” sela sang ibu.

Nadia menggeleng.

“tapi ibu ingin berbicara dengan kakakmu sebentar,”

“Baik, bu.” sang ibu lalu bangkit dan berjalan ke arah sofa di dalam ruangan itu, tempat yang agak jauh dari ranjang Nadia.Dan Raisya mengikuti di belakangnya.

“Jelaskan pada ibu apa yang terjadi!” ujar sang ibu dengan pelan namun penuh penekanan.

“Aku.. aku.”

“ibu sudah menyangka! Kamu pasti sudah menyetujui perjanjian gila itu!"

”ibu aku bisa menjelaskannya…”

“Menjelaskan apalagi Raisya? Kamu sudah membantah ibumu…!”

“ibu...!” tiba-tiba suara jeritan Nadia mengalihkan perhatian mereka. sang ibu yang mendengar namanya di sebut langsung berlari ke ranjang Nadia diikuti Raisya.

“Ya Tuhan! sayang, kamu kenapa?”

“Sakit bu… sakiiit…” Nadia merintih kesakitan.

“Dokter… Raisya panggil dokter!” Raisya yang terdiam karena kaget langsung tersentak mendengar perintah ibunya. Ia memencet berkali-kali bel di samping ranjang adiknya dengan panik, ia juga berlari ke luar untuk memanggil dokter atau perawat.

...****************...

Kini suasana sunyi yang menyelimuti ruang rawat Nadia. Tidak ada satupun yang bersuara. Nadia sedang tidur. Sedangkan ibu dan kakaknya tidak ada yang mau bersuara.

“Lalu apa yang akan kamu lakukan?” Raisya menoleh pada ibunya yang tiba-tiba bertanya padanya.

“Maksud ibu?”

“Perjanjian Mu,” Raisya terdiam.

“Maaf bu, aku hanya ingin menyelamatkan Nadia, dan ini adalah satu-satunya cara…” ibunya menunduk Air matanya tiba-tiba mengalir di pipinya.

“Maafkan ibu, Nak… Kamu tidak seharusnya menanggung ini semua. Seharusnya ibu yang bertanggung jawab atas kehidupan kalian. Maafkan ibu… ibu bahkan tidak bisa berbuat apa-apa…” Raisya meraih tangan ibunya dan menggenggamnya.

“Tidak bu… ini adalah tanggung jawabku. Aku adalah anak tertua, sekarang sudah waktunya aku berbakti pada ibu…”

“Tapi bukan seperti ini caranya, Sya… ibu tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu…”

“ibu tenang saja… Dia orang yang baik…”

sang ibu menggeleng. “Tidak Sya… Jika dia memang  orang baik, dia tidak akan memanfaatkanmu.”

“bu… Dia pasti memiliki alasan khusus melakukan hal ini. Dia adalah orang baik. Percayalah! Dia bahkan menyuruh sopirnya untuk mengantarku kemari, padahal saat itu seharusnya sopirnya mengantarnya pulang. Dia juga meminjamkan jasnya padaku, karena aku tidak mengenakan jaket tadi…” sang ibu memandang Raisya sejenak.

“Benarkah?”

“Ya,” Jawab Raisya., paling tidak, apa yang dikatakannya benar. Untuk sifat atasannya yang lain, yang dingin dan suka memerintah, biarlah dia saja yang tau.

Ibunya menghela nafas. “Baiklah Sayang… ibu doakan semoga kamu baik-baik saja, dan semoga dia memperlakukanmu dengan baik.."Raisya mengangguk. “terima kasih, bu...!”

...****************...

Raisya duduk dengan gelisah di sebuah halte. Ia sedang menunggu jemputan Arya.. Ralat. Ia tidak tau apakah bos nya itu akan menjemputnya sendiri, atau menyuruh sopirnya.  Hari ini pria itu mengajaknya makan siang di rumahnya, bersama keluarganya. Ya Tuhan!!  Pria itu bertindak sangat cepat. Baru semalam ia menandatangani perjanjian itu, hari ini ia langsung mengenalkannya pada keluarganya. Parahnya lagi,ia tidak bisa menolak. Bagaimana tidak? pria itu langsung membiayai perawatan adiknya dan memindahkannya ke ruang VIP bahkan sebelum dia tiba di rumah sakit. Pria itu seakan memegang kendali dalam segala hal di tangannya.

Sebuah mobil  sedan mewah warna putih tiba-tiba berhenti tepat di hadapannya.

Raisya menyipitkan mata, mencoba mengenali sosok yang berada di belakang kemudi. Namun ia tidak perlu menunggu lama. Sosok itu membuka pintu dan keluar. Astaga !  Raisya sedikit terperangah melihat sosok lelaki yang berjalan ke arahnya. Lelaki itu tidak lain adalah Arya Wijaya.

Berbeda dari penampilan sehari-hari yang dilihatnya di kantor, kali ini Pria itu terlihat lebih muda, segar, dan tampan.

Pria itu mengenakan celana jeans berwarna biru dan atasan kaos berwarna putih yang diselipkan dengan rapi ke dalam celananya.

“Pak Arya!” Raisya segera bangkit dan memberi salam hormat formal seperti biasanya ketika atasannya berada di depannya.

Pria itu memperhatikan penampilan Raisya.

Gadis itu mengenakan kemeja berkerah warna putih dengan lengan sepanjang siku, rok pensil selutut berwarna biru dengan hiasan beberapa rempel di depan yang menggantung lututnya. Rambut hitamnya tergerai,dengan hiasan bando berwarna putih.

Di sisi lain, Raisya merasa risih dan tidak nyaman, menyadari atasannya memperhatikannya. Ia takut penampilannya salah. Padahal ia sudah mengenakan pakaiannya yang paling bagus yang ia punya, dan berusaha tampil sebaik mungkin yang ia bisa.

“Maaf pak, apakah ada yang salah dengan penampilan Saya?” tanya Raisya dengan hati-hati. Arya menggeleng.

“Tidak..Tidak Ada yang salah?" Arya tidak bisa memungkirinya, ia malah puas melihat penampilan gadis itu sekarang.

Gadis itu terlihat polos, lugu, cantik, dan..yang paling membuat nya sedikit heran kenapa tanpa sengaja warna baju mereka juga sama padahal ga ada persiapan untuk hal itu…Dan hanya 1 kata yang sesungguhnya ingin di katakan Arya soal gadis itu..yakni *Sempurna*.

...****************...

Tanpa sadar, Raisya menganga takjub melihat kediaman keluarga Wijaya yang mewah dan megah identik dengan rumah rumah konglomerat yang sering ia liat di TV saat mobil yang mereka kendarai melewati gerbang masuk rumah keluarga Wijaya tersebut. Setelah melintasi sebuah taman indah yang luas, Arya menghentikan mobilnya di tempat parkir, beberapa meter dari pintu masuk utama rumah itu.

“Kita sudah sampai,” Raisya tersentak ketika suara atasannya memecah kesunyian di antara mereka yang tercipta sejak mereka berada di dalam mobil tadi.

“ya” Raisya menjawab sedikit kikuk. Dengan gugup ia membuka sabuk pengaman yang melingkari tubuhnya.

“Ayo!” ajak Arya.

"iya pak..." duh Sial! Sabuk  pengamannya malah macet dan Raisya tak bisa membukanya.

Dan kini atasannya sudah berdiri di sampingnya, setelah membukakan pintu untuk nya, sabuk pengaman itu masih belum berhasil terbuka.

“Kenapa? Kamu tidak  bisa membukanya?” tanya Arya.

Raisya mengangguk pelan. Tanpa banyak kata, pria mendekat untuk membantu nya membuka sabuk pengamannya.

Arya menundukkan badan masuk ke dalam mobil, meraih kunci sabuk pengaman di sebelah Raisya, yang berada di bagian tengah.

Deg. Deg. Deg.

Raisya membeku di tempatnya dengan jantung yang berdebar. Tubuh pria itu sangat dekat dengannya, hanya berjarak beberapa inchi. Bahkan dari jarak sedekat ini ia bisa menghirup aroma tubuh Arya yang membuatnya bergetar.

klekk..

Bunyi kunci sabuk pengaman yang terlepas membuat Raisya tersentak. Ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang terasa memanas.

“Ayo!”  Beruntung! Arya tidak menengok wajahnya. Pria itu langsung keluar dan berdiri tegak, menunggu Raisya turun. Begitu ia turun, Arya mengarahkan nya untuk berjalan di sampingnya, menuju rumahnya.

Dalam langkahnya, Arya memperhatikan gadis disampingnya yang terlihat gugup dan takut, tetapi ia hanya diam, tidak berkata apapun padanya.

Tiba-tiba Raisya berhenti. “Kenapa?” tanya Arya.

Tanpa menjawab, Raisya berbalik, namun pria itu menangkap pinggangnya. Alhasil, langkah nya terhenti, karena kini Arya berdiri di tepat didepannya, menahan pinggangnya.

“Kamu tidak bisa pergi, Raisya! Ingat Kamu sudah menandatangani perjanjian itu,” ujar Arya dengan tenang.

“Maaf… Maaf pak… Saya… Saya takut…” Jawab Raisya dengan jujur.

“Takut pada siapa? Tenanglah, keluargaku baik. Mereka juga akan bersikap baik padamu, percayalah!” gadis itu diam dan menunduk.

“Bagaimana jika mereka menanyakan berbagai hal padaku? Terutama tentang… hubungan kita?”

“Kamu tidak perlu khawatir. saya yang akan menangani semuanya! Ayo, mereka pasti sudah menunggu!” tanpa menunggu jawaban, pria itu menggenggam tangannya dan berjalan dengan tangan yang saling bertautan.

...****************...

“Kalian sudah datang!” ujar ibu Lina,mamanya Arya ketika melihat gadis yang berdiri di samping putranya.

Tak usah di tanya lagi, melihat tangan mereka yang saling bertautan, serta senyum sumringah Arya, dan senyum gugup gadis di sampingnya, ibu Lina sudah bisa menebak hubungan apa yang terjalin di antara mereka.

Sebentuk senyum bahagia terlukis jelas di wajah ibu Lina, karena bukan hanya menepati janji untuk mengenalkan kekasihnya, Sang putra juga membuatnya senang karena gadis yang dibawanya itu berparas cantik, anggun, dan sopan.

Hal itu terlihat dari bagaimana cara gadis itu mengenalkan diri dan berbicara dengan orang tua Arya.

Tak seperti yang Raisya pikirkan diawal. Setelah perkenalan singkat, bukannya menuju ruang makan, Ibu Lina  malah membawa mereka ke taman belakang.

Ternyata Ibu Lina telah menyiapkan sebuah meja bundar besar dengan taplak berwarna putih di tengah-tengah taman dengan empat buah kursi melingkarinya.

Pak Ridwan wijaya dan istrinya ibu Lina berjalan di depan.

Ibu Lina juga menjelaskan berbagai koleksi tanaman anggreknya pada Raisya.

“mama.., jangan memberinya kuliah umum mengenai anggrek anggrek kesayangan mama. Dia tidak akan tertarik, itu bukan bidangnya…” Tegur Arya ketika mamanya sangat antusias menjelaskan salah satu koleksinya.

“Tidak Arya.. Dimana-mana, wanita pasti menyukai bunga dan tanaman hias. Benarkan, Raisya?”

“Ya, tante…” jawab Raisya, seraya tersenyum. Arya berdecak.

“Nah, duduklah!” seru Ibu Lina begitu mereka sampai di depan meja yang telah tersedia. Tepat sebelum Raisya duduk, ponsel Arya berdering. Pria itu mengambil ponselnya dengan tangan kanannya dan melihat id penelpon.

“Sebentar, aku menjawab telfon dulu,” pamitnya pada Raisya, seraya membelai lembut tangan kanan Raisya yang sedari tadi berada dalam genggamannya.

Raisya mengangguk pelan seraya tersenyum.

Ibu Lina melirik ke arah suaminya, pandangan mereka bertemu, lalu tersenyum penuh arti.

...****************...

“Jadi apa kesibukanmu sekarang?” tanya Ibu Lina seraya memasukkan potongan buah ke dalam mulutnya.

“Hanya bekerja, tante…”

“Oya? Apa pekerjaanmu?” Raisya sedikit membuka bibirnya.

“Saya… Saya…” ia menunduk dan melirik ke arah Arya, berharap pria melakukan sesuatu. Ia tidak tahu apakah ia harus mengatakan hal yang sejujurnya, bahwa dia adalah sekretaris Arya.

Dalam hati ia merutuk, mengapa ia tidak berbicara dengan bosnya dulu? Membuat kesepakatan mengenai apa yang harus mereka bicarakan kepada keluarga Wijaya?

“Dia sekretaris ku, ma…” Orang tua Arya terlihat sedikit terkejut.

“Sekretaris?” ulang Ibu Lina

“Ya tante…” jawab Raisya, gugup. Ibu Lina mengangguk pelan. Raut keraguan nampak jelas di wajahnya.

“Lalu pekerjaan orang tuamu?” tanya Ibu Lina kembali.

“Ayahnya sudah meninggal.

Dan Ibunya berjualan sayur keliling ma…” jelas Arya.

“Ber… Berjualan keliling?”

to be continued👉👉👉👉👉

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!