NovelToon NovelToon

SEANDAINYA...

PANDANGAN PERTAMA

"Enak saja Daddy menyuruhku jemput si Narsis itu !" Gerutu seorang Gadis berusia kisaran 20 tahunan.

Ia berjalan cepat mencangklong tas nya sambil sesekali menengok ke belakang, di telusurinya Danau buatan yang berada di halaman rumahnya yang besar berlantai 3, dengan halaman luas nya yang tidak hanya terdapat danau buatan, tapi juga kebun mawar putih beserta rumah kacanya.

Penampilannya sangat tomboy dengan celana jeans dan kaos oblong yang di rangkap kemeja lengan panjang dengan kancing-kancing nya yang terbuka, sekilas orang akan mengira jika ia laki-laki kalau saja tidak melihat rambut panjangnya yang ia kuncir ekor kuda, dengan anak-anak rambutnya yang berantakan menutupi kening nya.

Wajahnya putih mulus tanpa make up, mata nya sipit dengan bola matanya yang berwarna cokelat terang. Alisnya terukir sempurna dengan bibirnya yang berwarna merah meskipun ia tidak mengenakan apa pun. Untungnya wajah nya di atas rata-rata, jadi walaupun ia terlihat berantakan soal penampilan, ia masih terlihat cantik.

"Nona Mudaa...!"

"Nona Muda, Anda di manaa...??"

Di lihatnya dari atas Pohon, beberapa Pelayan wanita yang mencarinya di pinggir-pinggir danau buatan. Iya, Gadis itu sudah berada di atas Pohon cemara tua yang tingginya hampir 5 meter.

Dengan cekatan ia memanjat Pohon yang tingginya melebihi dinding pembatas Rumahnya tersebut. Ia baru saja berpegangan pada ranting Pohon Cemara, ketika di dengarnya suara seorang Laki-laki yang langsung membuat jantungnya berpacu lebih kencang.

"KIRANAAA...!!"

Suara Laki-laki itu pastilah keras sekali karena bisa terdengar sampai ke telingan Kirana yang sedang memanjat Pohon Cemara yang banyak tumbuh di pinggir taman belakang yang bersebelahan dengan tembok Pembatas yang menjulang tinggi.

Bersamaan dengan itu, ranting yang di peganginya patah dan ia hampir meluncur jatuh di ketinggian 3 meter kalau saja ia tidak dengan sigap meraih batang ranting yang lebih besar, kemudian kembali memanjat dan meraih tembok Pembatas Rumahnya.

Sesaat ia bergelantungan di Tembok Pambatas Rumahnya tersebut yang bertinggi tidak kurang dari 5 meter , tapi dengan sangat ahli Gadis bertinggi sekitar 168 cm itu langsung menapakkan kakinya yang bersepatu converse warna hitam dengan list putih tersebut ke atas dinding, kemudian tanpa ragu langsung melompat begitu saja keluar pagar.

Kirana menghela nafas panjang sambil mengelap keringat di kening dengan punggung tangannya, ketika ia mendarat dengan sempurna.

"Hampir saja..." ucapnya lega. "Bisa mati aku kalau ketahuan Daddy..." ia berkata sambil membenarkan letak cangklongan tas nya sambil tersenyum sendiri.

"Nona Muda sedang apa di atas...?" Suara seorang Laki-laki terdengar.

Gadis itu melongok ke bawah, di lihatnya Satpam Rumah nya sedang menatapnya khawatir.

Rupanya Kirana tidak langung mendarat ke jalan, tapi di atas atap Pos Satpam Rumahnya yang berada tepat di luar tembok Pembatas.

"Biasa Pak Bowo..." Kirana terkekeh sambil menarik lengan bajunya ke atas siku, memperlihatkan lengan putih nya yang terdapat goresan panjang terkena patahan ranting tadi.

Tidak seperti Gadis-gadis lain pada umumnya yang menjerit atau menangis ketika melihat kulit nya luka, Kirana yang slengean cuma mengusap-usap luka goresnya tersebut dengan ludah dan meniup nya beberapa kali.

"Nona Muda saya ambilkan tangga dulu." Pria paruh baya itu masih menatapnya khawatir saat melihat Nona Muda nya tersebut sudah mengambil ancang-ancang untuk lompat.

Udara siang itu begitu panas, membuat Pak Satpam itu sampai menyipit melihat Nona nya yang berada di atas Pos tempatnya berjaga.

"Nggak usah, Pak Bowo !" cegah Kirana bersamaan dengan ia yang langsung melompat dari atas.

"BUUK...!"

Suara sepatu converse nya yang beradu dengan aspal.

"Pendaratan yang sukses !" Gadis itu melonjak kegirangan.

Satpam berkulit gelap itu hanya geleng-geleng melihat tingkah Nona Muda nya.

"Untung yang lain sedang keliling, coba yang lain lihat. Sudah di laporkan ke Tuan Besar , Nona Muda ini..." ucapnya.

"Itu lah kenapa Pak Bowo yang aku jadiin partner !" Gadis itu nyengir kuda sambil memukul pundak Satpam Rumahnya tersebut keras-keras, membuat Satpam berusia 40 tahunan ini meringis sambil mengelus pundaknya.

"Nona Muda jangan kabur-kaburan lagi, kalau Tuan Besar tahu, saya di pecat bagimana...??" Satpam bernama Bowo itu memandang cemas ke arah Kirana yang masih mengusap-usap keningnya yang yang berkeringat sambil menyingkirkan anak-anak rambut nya yang menutupi kening.

"Nggak akan !" Kirana memastikan. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang 100ribu yang terlipat-lipat. "Nih !" ia memberikannya pada Satpamnya.

Sebelum si Satpam berterimakasih, Kirana sudsh berlari menjauh dan berbelok ke sebuah tikungan di Kawasan Perumahan elite tersebut.

" Cepat banget larinya..." si Satpam berguman sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah anak majikannya tersebut, sebelum kemudian ia tersenyum dan memasukan uang 100rb tadi ke dalam saku celananya.

Kirana bersiul-siul dengan riang sambil berjalan santai ketika ia sudah berada jauh dari Rumahnya. Meskipun ia masih berada di kawasan Perumahan tempat tinggalnya, namun ia sudah merasa aman, karena tak mungkin Ayahnya itu akan mengejar dan tetap memaksakan kehendaknya pada dirinya.

Mengingat Ayahnya membuat ia tertawa sendiri. "Daddy pasti ngamuk." ucapnya. "Salahnya sendiri memaksaku ikut jemput si Narsis melambai itu !" bibirnya yang berwaran merah tanpa lipstik itu mengerucut.

Sejak asik-asiknya ia berjalan dengan riang memdadak ia memegangi perutnya dengan satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain berpegang pada tembok. Siang yang terik dan lingkungan Perumahan yang sepi membuat Kirana hanya seorang diri di situ.

Di usapnya keningnya yang berkeringat, wajahnya yang putih bening tampak memerah menahan sengatan sinar matahati. Ia semakin membungkukkan badannya seperti menahan sakit.

"Aduuuh...laapaaarr..." keluhnya. Ia memegangi perutnya yang terus berbunyi dengan kedua tangannya sambil menengok kanan dan kiri mencari Rumah makan, tapi tentu saja di lingkungan Tempat tinggalnya yang elite tidak akan ia temukan warung di pinggir jalan.

"Harusnya sebelum kabur aku makan dulu tadi.." ucapnya dengan wajah penuh penyesalan. "Salah perhitungan ini..." lanjutnya sambil duduk jongkok bersandar di tembok pembatas Rumah Orang.

Ia berpikir sejenak, sebelum tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia langsung bangkit berdiri dan segera berlari menuju Pintu Keluar Lingkungan Tempat tinggalnya.

"Di depan pintu masuk ada yang jual bakso sama es teler !" Kirana berkata dengan penuh semangat.

Terdorong rasa laparnya, ia berlari cepat tanpa melihat kanan dan kiri lagi, sampai pada suatu belokan...

"TIIIIINNN...!!"

Mobil Lamborghini Huracan EVO warna grey yang nyaris menabarak Kirana yang tidak hati-hati saat melintasi belokan itu langsung banting setir ke kiri.

Kirana langsung syok dan terduduk lemas di tengah jalan dengan jantungnya nya yang berdetak kencang. Sesaat ia mengira dirinya akan tertabrak tadi.

Laki-laki dengan kaos putih dan berkaca mata hitam itu segera keluar dari mobil nya yang masih melintang di tengah jalan dalan Lingkungan Perumahan dengan Rumah-rumah besarnya yang berpagar tinggi dengan pintu gerbang yang tertutup rapat tersebut.

"Anda tidak apa-apa...?" Lelaki itu mengulurkan tangannya, membuat Kirana tersadar dari keterkejutannya.

"Tidak apa-apa nya...?!" Kirana menampik uluran tangan Lelaki tersebut dan segera bangkit berdiri. "Nggak lihat ada orang nyebrang yaa...??" Di tatapnya Laki-laki berkacamata hitam tersebut sambil berkacang pinggang.

Sesaat lelaki itu terdiam menatap wajah Gadis dengan rambutnya yang terikat sembarangan dengan anak-anak rambutnya yang berantakan tersebut.

"Apa lihat-lihat ?!" Ucap Kirana galak dengan kedua tangannya yang tetap di pinggang.

Lelaki itu terkekeh, menunduk sebentar lalu membuka kacamata hitamnya.

"Sudah salah, di tolong malah menyalak." Lelaki itu berkata dengan nada sinis sambil menatap Kirana dengan kedua mata hitamnya.

Mendadak wajah Kirana yang di liputi amarah berubah merah saat memandang wajah Lelaki tinggi di hadapannya yang tanpa kacamata hitam nya itu. Jantungnya pun berdebar tak karuan, sampai-sampai untuk bernafas pun rasanya sulit.

"...Ka, kau.." Sebenarnya Kirana ingin balas mengumpat mendengar omongan Lelaki tersebut, namun sampai lidahnya pun terasa kelu.

Melihat Kirana yang hanya terdiam, tanpa membuang waktu Lelaki itu memakai kacamata hitamnya kembali dan berjalan menuju mobil nya.

Tak lama suara deru dari Mobil sport berharga lebih dari 8 Miliar itu langsung membuat Kirana tersadar.

Perlahan-lahan jantungnya mulai berdetak dengan normal saat di pandanginya mobil sport mewah itu menjauh dari tempatnya berdiri.

...----------------...

KIRANA MAIRA MARTADHINATA

KEMBALI PULANG

"Kenapa Kirana jadi anak yang susah di atur seperti itu...??" Laki-laki berusia 50 tahun bertubuh tinggi dengan wajahnya yang sangat mirip Kirana itu mengkerutkan kening dengan tangannya yang sesekali mengusap rambutnya ke belakang dengan kasar.

Ia terlihat emosi, mata sipitnya yang berwarna cokelat terang dengan sedikit kerutan di bawah mata masih menatap punggung Para Pelayan, dan Penjaga Rumahnya yang baru saja ia marahi habis-habisan, karena tidak bisa menemukan purtinya tersebut, dan kini mereka berjalan membubarkan diri sambil menundukkan kepala dalam-dalam.

"Daddy..." Panggil seorang anak lelaki berusia 5 tahun yang memeluk sebelah kakinya dan mendongkak melihat ke arahnya dengan kedua matanya yang bulat dan berwarna cokelat terang.

Perlahan wajahnya yang di penuhi amarah langsung melembut, di raihnya anak lelaki itu kemudian di gendongnya.

"Kirana bikin Daddy marah lagi iyaah...?" ucapnya sambil memegangi wajah Ayahnya, kemudian mencium pipinya lembut. " Sabar iyah Dad, Kirana kalo lapar pasti pulang sendiri." ia meringis memperlihatkan deretan gigi putihnya yang kecil-kecil.

"Aah...Kiandra anak Daddy yang paling ganteng..." Andreas balas mencium pipi anak lelakinya yang tahun ini menginjak usia 5 tahun.

Anak lelaki yang di lahirkan Istrinya di usia 38 tahun, kehamilan tak di rencanakan karena Dokter melarang Istrinya untuk hamil lagi. Selama bertahun-tahun Istrinya pun telah memakai alat kontrasepsi untuk mencegahnya, tapi jika Yang Memberi Hidup sudah berkehendak, maka mau tidak mau anugerah itu harus di terima nya.

9 Bulan lebih Istrinya hanya bisa berbaring dengan meminum segala macam vitamin untuk memperkuat tubuhnya selama mengandung, agar jangan sampai terjadi pendarahan seperti yang sudah-sudah, yang menjadi awal dulu Dokter menyuruhnya agar tidak mengandung lagi.

Tidak seperti kelahiran Kirana yang bisa melahirkan secara normal, kelahiran Kiandra harus di lakukan secara secar karena kondisi Istrinya yang selalu drop dan fisiknya yang tidak mendukung.

Setelah rangkaian kecemasan dan kekhawatiran, lahirlah anak lelaki nya yang tampan dengan kulit putih, hidung mancung, mata yang lebih mirip istrinya, namun dengan bola mata cokelat terang seperti dirinya.

Anak lelaki yang hampir ia benci karena kehadiran dirinya dalam rahim istrinya, membuat belahan jiwanya itu selalu kepayahan dan hanya bisa tidur di atas ranjang. Namun kini anak lelaki itu lah yang menjadi kesayangannya karena sifat manis dan penurutnya.

"Kian sudah maem...?" tanya Andreas sambil mengelus rambut anaknya yang bergelombang.

"Belum, nunggu Ibu selesai masak dulu." Ucap anak lelaki berusai 5 tahun itu sambil memeluk pundak Ayahnya yang lebar, yang walaupun telah berusia setengah abad tapi tetap tegap dan kokoh untuknya bergelantungan.

" Kalau begitu ayo kita lihat, Ibu sudah selesai memasak apa belum." Andreas tersenyum, mempertegas kerutan di bawah matanya yang sipit, namun wajah oriental nya cerah memancarkan kebahagian.

Ia baru saja berjalan beberapa langkah menuju ruang makan sambil mengendong anak lelakinya, ketika seorang Pelayan wanita berseragam hitam putih memanggil dan berjalan ke arahnya.

"Tuan besar...!" Panggilnya.

Andreas menoleh ke arahnya, dengan Kiandra yang masih bergelayut dalam gendongannya.

"Tuan Muda Dave datang..." ia berkata dengan sopan sambil menundukkan pandangan.

"Dave...??" Andreas membulatkan matanya.

Ia segera menurunkan Kiandra. "Bilang pada Ibu kalau Kak Dave datang." ia berkata sambil membungkukkan badannya dan tersenyum pada anak lelakinya.

"Siapa Kak...Dev...??" Kiandra memandang tak paham.

"Mari Tuan kecil, kita beri tahu Nyonya." Pelayan tadi mengandeng Kiandra sebelum menunduk sebentar pada Andreas dan berjalan pergi.

Lelaki berusia 50 tahun dengan beberapa helai rambutnya yang telah beruban itu dengan terburu segera menuju ruang tamu di rumah besarnya yang di penuhi hiasan kayu ukir kegemaran mending orang tuanya.

Di lihatnya dari kejauhan punggung lebar dari seorang Lelaki yang sedang duduk membelakangi dirinya.

Ia tersenyum dan berjalan perlahan ke arahnya. "Dave...?" panggilnya.

Lelaki yang sama, yang beberap saat lalu hampir menabrak Kirana itu menoleh dan bangkit dari duduknya.

" Dad..." ia berkata sambil tersenyum tipis.

Andreas tertegun, mata nya langsung berkaca-kaca menatap sosok tinggi di depannya. Wajah dan perawakan dari Lelaki muda tersebut begitu mirip dengan seseorang, apa lagi kedua mata hitamnya yang terlihat sendu jika menatapnya.

"Lama tidak bertemu Dad..." ucapnya lagi saat Andreas hanya berdiri mematung di hadapannya.

"Kau sudah besar Dave..." Andreas langsung memeluk Dave dan menepuk-nepuk pundaknya penuh perasaan rindu.

Dave tertegun tanpa membalas pelukan dari Ayahnya yang selama bertahun-tahun jarang ia temui karena perbedaan tempat tinggal itu.

"Kau sudah makan...?" tanya nya saat melepas pelukannya. "Kebetulan hari ini Ibu mu sedang memasak sesuatu." ucapnya lagi dengan mata cokelat terangnya yang menatapnya.

Entah kenapa alis hitam dari lelaki muda itu sedikit berkerut ketika mendengar kata Ibu, namun itu hanya sesaat sebelum wajannya kembali seperti biasa.

"Tidak Dad..." tolaknya. " Aku kemari hanya untuk memberi tahu jika mulai minggu depan aku akan kuliah di Universitas Jayabaya, dan ada beberapa berkas yang aku minta tolong untuk Dad tanda tangani." Lelaki dengan tinggi 183cm itu memandang Ayahnya yang berdiri di depannya.

Mata Andreas membelalak. "Kau memutuskan kuliah di sini ??" ucapnya tak percaya.

"Yaah...setelah aku pikir-pikir, Kuliah S2 sebenarnya tidak begitu penting, tapi Mom dan Kakek memaksaku untuk tetap melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi." Ia berucap dengan santai. "Makanya...aku memutuskan untuk pulang dan Kuliah di sini." lanjutnya.

Andreas terkekeh, maklum dengan sedikit kesombongan yang terselip dalam perkataan Dave.

Ia berjalan satu langkah, lalu di tepuk-tepuk nya pundak anak lelakinya tersebut dengan bangga. "Jayabaya pasti akan sangat beruntung menerima lulusan INSEAD ( Institut Europeen d'Administratipn des Affaires) termuda di usia 19 tahun."

Dave menunduk, dan hanya tersenyum simpul saat mata Ayahnya yang berwarna cokelat terang itu beradu pandang dengan mata nya. Dian-diam ia merasa senang dengan pujian yang keluar dari mulut Lelaki berusia 50 tahun yang ia panggil Dad itu.

"Dave...??" Suara seorang wanita terdengar.

Dave mengangkat wajahnya dan melihat ke sumber suara, di lihatnya seorang wanita berusia 43 tahun dengan rambut panjangnya yang tergelung sederhana langung berlari memeluknya.

"Kau sudah besar Dave..." ucapnya penuh haru.

Dave terkejut, bahkan ia hanya bisa membulat kan matanya dengan mulut membuka menerima pelukan dari wanita yang tingginya hanya sebatas dadanya tersebut.

"Marisa, kau tidak boleh lari-lari." Andreas berucap khawatir pada istrinya.

"Lihat...wajahmu menjadi semakin tampan..." ia tak menghiraukan omongan Suaminya.

Di tangkupnya pipi Dave dengan tangan kanannya, matanya berkaca-kaca menatapnya. Ada keharuan dan kerinduan yang terpancar dalam sorot mata wanita itu.

Lagi-lagi Dave hanya terdiam dengan sikap kikuk, ia seperti tak nyaman dengan wanita itu.

"Rasanya baru kemarin kau masih sekecil ini." Marisa menaruh tangannya di dekat pinggang, kemudian kembali memandangi wajah Dave. "Ibu rindu sekali pada mu Nak..." kembali ia memeluknya.

...----------------...

DAVE ANDREAS SANJAYA

RASA KAGUM

"...Ah, iyaa..." ucap Dave. Secara halus dan hampir tak terlihat, ia memegangi kedua lengan Ibu nya dan mundur selangkah, membuat pelukan wanita berusia 43 tahun itu mengendur dan terlepas. "...Maaf..kalau aku jarang berkunjung.." Dave berkata lagi.

"Kenapa meminta maaf..??" kening wanita yang meakipun telah berusia 43 tahun namun masih memiliki rambut hitam legam tanpa sedikitpun di tumbuhi uban itu berkata. "Kau selama ini tinggal di Paris, tentu Ibu maklum kalau kau jarang ke sini." ia tersenyum menatapnya.

Dave tersenyum, menunduk lalu mengigit bibir bawahnya.

"Apa kau pulang bersama Eva...?" tanya Andreas yang membuat Dave langsung melihat ke arah nya.

"...Tidak Dad, Mom masih belum mau meninggalkan Paris." jawabnya datar.

Meski begitu, ia tidak dapat menyembunyikan binar kebahagiaan di mata nya, saat ia mendengar Ayahnya tersebut menanyakan nama orang yang di panggilnya Mom tersebut.

Andreas dan Marisa sesaat saling pandang, sebelum kemudian Marisa merangkul punggung Dave dan tersenyum kepadanya.

" Ayo makan siang bersama." ajaknya.

"Ah, tapi..." Dave merasa tak enak.

"Makan lah di sini sebentar Dave, senangkan lah Daddy mu ini." Andreas berkata dengan nada memaksa.

Dave terdiam, ia melihat ke arah Marisa, kemudian beralih memandang Ayah nya lagi. Di lihat nya lelaki berusia 50 tahun yang tingginya melebihi tingginya itu memandang nya sambil tersenyum penuh harap.

"...Baiklah kalau begitu..." Ucap Dave setelah terdiam beberapa saat.

Andreas dan Marisa sama-sama tersenyum lebar mendengarnya.

Di rangkulnya anak lelakinya tersebut dan di ajaknya berjalan masuk ke dalam mengikuti Istrinya yang sudah berjalan duluan untuk melihat apa kah meja makan sudah di siapkan dengan baik apa belum.

"Daddy bangga pada mu Dave." Andreas berkata sambil memandangi wajah anak lelakinya dari samping, sementara tangan kanannya masih merangkul pundak Dave dan mereka berjalan perlahan menuju ruang makan. "Kau bisa lompat kelas dan di usia belum genap 19 tahun sudah lulus dari INSEAD ( Institut Europeen d'Administratipn des Affaires)." Andreas menepuk pundak Dave dengan perasaan bangga.

Dave tersenyum sambil menunduk dengan rona wajahnya yang memerah. Ia senang dengan pujian yang di berikan padanya, tapi ia malu untuk menatap wajah Ayahnya, apa lagi dari jarak sedekat ini.

"Kau tahu, dulu Daddy mu ini saja harus mengulang lagi 1 tahun baru lulus." Andreas berkata dengan nada bercanda, sambil tetap memandangi Dave dengan tatapan penuh rasa rindu.

Bicara dengan anaknya seperti ini, apa lagi yang di bicarakan adalah masa lalu, membuat Andreas seperti bernostagia. Karena percaya lah , baik wajah dan sosok dari anak nya itu begitu mirip dengan seorang yang begitu dekat dengannya di masa lalu.

Dave tertawa mendengarnya. "Dad pasti dulu sering absen." ucapnya di sela tawa.

"Tidak." Andreas langsung menyangkal.

Membuat Dave akhirnya melihat ke arah Ayahnya dalam jarak dekat, karena tangan Andreas yang masih merangkul pundaknya.

"Daddy paling rajin kalau urusan berangkat Kuliah." Andreas berkata dengan bangga.

Ia memandang Dave dengan sorot mata jahit. "Karena Dosennya tidak ada yang berani menulis absen di nama Daddy, wakaupun Daddy sering membolos." lanjutnya, kemudian tertawa terbahak-bahak.

Dave terkesima saat melihat orang yang ia panggil Dad itu tertawa sampai kedua matanya yang sipit itu hanya tinggal segaris dalam jarak dekat.

Ayahnya itu memang memiliki Ibu yang blasteran Korea-Jepang, sedangkan Ayahnya atau Kakeknya adalah orang Indonesia yang masih ada keturunan Belanda.

Meskipun tinggal berjauhan, Dave sangat menyayangi dan mengidolakan Ayahnya tersebut. Seorang Pebisnis handal, salah satu dari orang terkaya di Asia Tenggara, dengan bisnis utama Property dan Batu bara.

Walaupun selama ini ia tinggal di Paris, tapi ia sering update berita tentang Ayahnya yang beberapa saat lalu wajahnya juga menjadi cover majalah TIME Indonesia.

Di usia 50 tahun, dengan beberapa helai rambutnya yang telah memutih, namun badannya masih setegap ia yang baru berusia 19 tahun, Dave lagi-lagi memadnagnya dengan penuh perasaan cinta anak kepada orang tuanya.

Di matanya Ayahnya itu masih terlihat sangat tampan dengan kedua bola matanya yang berwarna cokelat, yang sangat ingin Dave punyai, namun sayangnya mata nya berwarna hitam, lebih condong ke Mommy nya.

"Dave, duduk lah !" Ibu nya berkata saat ia dan Ayahnya hampir sampai di meja makan.

Mata Dave membulat melihat seorang anak lelaki yang sudah duduk duluan di meja makan panjang dengan ukir-ukiran khas Kota Jeparanya tersebut.

Andreas melepas rangkulanya pada pundak Dave, kemudian berjalan mendekati Istrinya yang masih sibuk menata meja makan bersama beberapa Pelayan wanita yang membantunya.

Sebenaranya Istrinya itu tidak perlu repot-repot memasak dan ikut menyipakan meja makan, karena di Rumah Mewah itu tersedia banyak Pelayan yang siap melakukan segala pekerjaan.

Tapi memang Marisa ini type Nyonya yang lain dari yang lain, ia akan tetap ikut memasak dan bahkan mencuci piring-piring kotor bekas makan yang membuat para Pelayannya itu memohon agar Nyonya Rumah nya tersebut tidak melakukan hal tersebut lagi.

Tidak lain, jika ketahuan Andreas atau Tuan besarnya tersebut, bisa di pastikan mereka akan langsung di pecat.

"Kau masak apa...?" tanya Andreas sambil melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Istrinya dan mencium puncak kepalanya yang sedadanya itu. Istrinya itu memang hanya bertinggi 158 cm, sangat mungil di banding dirinya yang bertinggi 185cm.

"Aku masak rendang kesukaanmu." Marisa berkata sambil menengok ke arah nya.

Andreas tersenyum lebar. "Tahu saja aku kangen rendang buatanmu." ucapnya.

Mereka berdua tertawa mesra sambil saling tatap dengan tangan Andreas yang masih melingkar di pinggang Istrinya.

Dave yang masih berdiri di samping kursi dan belum duduk, mengatupkan bibir dengan kening yang berkerut melihat adegan yang berada persis di depan matanya itu.

Dadanya bergemuruh melihat kemesraan dari pasangan Suami Istri tersebut. Membuat ingatannya melayang ke masa kecil nya tentang sosok wanita menyedihkan yang tiap malam selalu ia lihat menangis seorang diri di kamar mewahnya yang gelap.

"....Apa Kakak yang namanya Kak Dev...?" suara Kiandra seperti membawanya kembali ke kenyataan.

Dave memandang ke arah anak lelaki berusia 5 tahun tersebut.

Kening Dave semakin berkerut saat melihat kedua bola mata yang di miliki anak tersebut juga berwarna cokelat terang, bola mata milik Daddy nya.

"Kau tidak duduk Dave...?" Andreas berkata.

Pandangan Dave langsung tertuju ke sumber suara, di lihatnya Ayahnya telah duduk di samping Istrinya.

Diam-diam Dave menghela nafas, kemudian ikut duduk di samping Kiandara.

Acara makan pun di mulai, beberapa Pelayan wanita berdiri tidak jauh dari mereka, bersiap menunggu perintah misal kan Majikan mereka butuh sesuatu.

"Dave, cobalah..." Marisa menyendokkan daging rendang ke piring Dave yang masing kosong. "Daddy mu sangat menyukai rendang daging." Ia tersenyum lembut pada Dave yang melihat nya.

"...Terimakasih..." ia berkata perlahan sambil menghindari tatapan mata dari Ibu nya.

"Makan lah yang banyak Dave." Andreas yang duduk tepat di depannya tersenyum.

Dave hanya tersenyum tipis dan sesaat.

Setelah berdoa yang di pimpin oleh Andreas sebagai Kepala Keluarga, mereka langsung memulai acara makan siang. Mereka makan tanpa bicara, karena memang begitu lah etika dalam makan.

Dave menyendokkan nasi nya sedikit demi sedikit, bukannya ia tidak lapar, atau rasa masakan dari Ibu nya itu yang kurang enak, tapi ia seperti terasing di anatara mereka.

"Ibu, apa dia Kak Dev yang sering Ibu ceritakan...??" tanya Kiandra setelah mereka telah selesai makan dan tinggal memakan dessert buah.

"Oh iyaa...Kian belum kenal yaa sama Kak Dave...??" Marisa berkata dengan lembut.

Anak lelaki itu saling tatap dengan Dave yang duduk di sampingnya.

"Iya, selama ini Kian memang belum pernah bertemu Dave." Andreas menimpali.

Dave hanya terdiam, selama ini ia memang hanya beberapa kali saja bisa bertemu dengan Keluarga nya.

"Ayo Kian kenalan sama Kak Dave. " Marisa tersenyum pada anaknya.

Kiandra memandang Laki-laki berwajah tampan yang masing memandang nya tersebut, ia mengulurkan tangan. "...Halo Kak Dave, saya Kiandra..." ia berucap.

Awalnya Dave hanya terdiam, tapi kemudian ia tersenyum pada anak kecil itu walaupun cuma sesaat, kemudian menjabat tangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!