NovelToon NovelToon

LOVE STORY IN COVID19 PANDEMIC

AWAL MULA

Author POV

Namanya Lovely Yamina Nizar, usia 24 tahun berprofesi sebagai seorang perawat di sebuah Rumah Sakit Umum. Ia baru saja lulus dari Fakultas Ilmu Kesehatan pada program studi S1 keperawatan setelah sebelumnya menyelesaikan kuliah D3 keperawatan.

Vely adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya bernama Nuha Jauhari Nizar berusia 29 tahun berprofesi sebagai dokter umum dan sudah PNS di salah satu Puskesmas, sudah menikah dan mempunyai dua orang anak laki-laki usia 5 tahun dan 3 tahun. Adiknya bernama Naila Chafiya Nizar usia 20 tahun masih kuliah di jurusan Akademi Kebidanan semester tiga.

Ayah mereka bermana Hilmi Nizar seorang dokter umum yang sudah purnatugas empat tahun yang lalu. Ibunya bernama Dina Erina berprofesi sebagai pengusaha dibidang kuliner dan mempunyai restoran besar bernama Gallery Food.

Dokter Hilmi Nizar selalu menyuruh agar Vely segera menikah dengan kekasihnya karena mereka berpacaran sudah cukup lama yaitu sejak Vely kelas 3 SMA. Namun karena alasan karier dan jenjang pendidikan sang kekasih, Vely selalu menolak.

Kekasih Vely bernama Damar Jauzan pria tampan berusia 29 tahun berprofesi sebagai dokter dan baru saja lulus menyelesaikan pendidikannya sebagai dokter spesialis paru. Sudah beberapa kali hubungan Vely dan Damar hampir kandas karena kesibukan Damar yang ingin mengejar karier dan pendidikan dulu sebelum ia menikah.

Damar adalah anak ke tiga dari 3 orang bersaudara, dia anak laki-laki satu-satunya. Mereka tinggal di Jakarta. Damar Jauzan adalah anak pengusaha yang terbilang sukses. Karena sebuah alasan pribadi Damar memilih untuk terjun di dunia medis daripada mengikuti jejak papa dan mamanya sebagai pengusaha.

Damar terobsesi untuk menjadi seorang dokter karena menurutnya profesi tersebut merupakan salah satu profesi yang sangat mulia. Selain itu kecelakaan mobil yang hampir merenggut nyawa papa dan mamanya saat ia kecil juga menjadi alasan bagaimana ia sangat mencintai profesi itu.

Kecelakaan itu terjadi saat Damar masih berusia 13 tahun. Damar juga menjadi salah satu korban, namun kondisinya tidak parah hanya memar-memar dan luka sobek di telapak kakinya. Saat itu ia masih ingat seorang dokter bersusah payah menyelamatkan papanya melakukan RJP, dengan keringat yang bercucuran, wajah panik, namun tetap profesional.

Damar melihat bagaimana dokter dan para perawat bekerja keras untuk membuat papanya kembali bernapas. Usaha mereka berhasil, hingga akhirnya Damar masih bisa melihat senyuman papa tercintanya sampai dengan saat ini.

***

Awal Mula Pertemuan Vely dan Damar.

Setelah menyesaikan ujian tengah semester mata pelajaran uropoetika 7 SKS dan reproduksi 7 SKS, Hari mengajak Damar untuk menginap di rumahnya. Persahabatan Damar dan Hari dimulai sejak mereka bertemu di ruang tes masuk jalur mandiri Fakultas Kedokteran di salah satu Universitas Kedokteran yang ada di Bandung.

Saat itu pensil Damar tidak sengaja terinjak oleh peserta lain, beruntung Hari yang saat itu duduk di belakang Damar membawa dua pensil dan meminjamkannya pada Damar. Setelah berkenalan mereka merasa nama mereka hampir sama 'Jauhari' dan 'Jauzan.' Sejak saat itulah mereka berteman, bahkan mendapat julukan 'Double Jau' dari teman-temanya.

Damar memilih kuliah di Bandung karena menyukai suasana di kota tersebut. Selain itu papanya juga mempunyai sebuah villa di Bandung yang letaknya dekat dengan tempat wisata terkenal.

"Mar nginep di rumah ku aja yuk! Daripada pulang ke rumahmu belum kena macetnya, Senin kita masuk asrama lagi, apa gak cape?" kata Hari.

"Di rumahmu ramai gak?" tanya Damar.

"Santai bro, kalau weekend mereka biasanya pada nginep di Gallery Food, soalnya akhir pekan tamu ramai," jelas Hari.

"Terus ayahmu?" Damar bertanya lagi.

"Aku manggilnya bapak, bapakku jaga bro tapi gak tahu dines apa," jawab Hari.

"Oke, kapan-kapan kamu juga main dong ke rumahku, sekalian cari gadis metropolitan," kata Damar.

"Maaf Mar, tapi aku udah punya pacar," jawab Hari.

"Yakin mau satu aja?" tanya Damar.

"Aku serius sama dia bro, sebelum internship rencananya kita akan menikah dulu," jawab Hari.

"Wah kamu hebat kawan," kata Damar sambil menepuk-nepuk bahu Hari.

"BTW kamu udah punya pacar belum bro?" tanya Hari.

"Hahaha, aku jomblo. Aku yang mutusin dia," jelas Damar.

"Kenapa? Kok putus?" Hari penasaran.

"Orang tuanya ngajak nikah mulu bro, aku belum siap," jawab Damar sambil tersenyum.

***

Pukul 17.00 WIB mereka sudah tiba di kediaman Hari. Rumahnya besar, terdiri dari dua lantai, berwarna putih dengan halaman yang sangat luas. Halaman rumah depan dan belakang rumah Hari juga dipenuhi oleh pepohonan rindang. Ada pohon mangga, jambu, rambutan, taman kecil yang dipenuhi berbagai macam bunga, dan lain-lain.

"Assalamu'alaikuum," kata Hari.

"Wa'alaikumussalaam," sahut seseorang yang tiba-tiba saja berlari dan membukakan pintu gerbang.

"Euleuh nukasep (yang ganteng) pulang? Naha (kenapa) gak bilang-bilang?" kata wanita tersebut. Sepertinya ia pekerja di rumah Hari usianya masih muda sekitar 35 sampai 40 tahunan.

"Muhun (ya) selagi libur Ceu Kokom," jawab Hari.

[Ceu adalah kependekkan dari kata ceuceu artinya panggilan untuk perempuan yang lebih tua, sama seperti istilah teteh].

"Saha eta maniku kasep pisan (siapa itu ganteng banget)?" tanya Ceu Kokom.

"Rerencangan abdi (teman saya; Sunda halus) Ceu," kata Hari.

"Di rumah ada siapa, Ceu?" tanya Hari.

"Gak ada siapa-siapa A," jawab Ceu Kokom.

[A adalah kependekkan dari Aa merupakan panggilan untuk kakak laki-laki dalam keluarga Sunda].

"Ayo masuk! Kalau sudah pada shalat Asar langsung makan aja ya, Ceu Kokom mau pulang dulu." Ceu Kokom memberikan kunci pada Hari.

.

.

"Yakin gak makan?" tanya Hari.

"Duh aku masih kenyang, nanti aja," jawab Damar.

"Mari kita lihat menunya!" Hari membuka tudung saji.

"Wah inimah makanan kesukaanku semua, yakin gak makan bro?"

Damar akhirnya melihat lagi ke meja makan, matanya berbinar saat melihat menu yang disajikan. Ada karedok, sambal cabai, rebusan petai, pepes peda, ayam goreng, tempe goreng dan kerupuk. Damar langsung memposisikan dirinya.

"Hahaha, tergoda kaan?" ledek Hari.

Setelah selesai makan Damar dan Hari bersantai di ruang keluarga sambil menonton TV. Tiba-tiba Hp Hari berdering, Hari menerima panggilan tersebut dan menjauh, mungkin agar tidak terganggu suara TV.

"Mar aku boleh pinjam mobilmu gak? Aku mau jemput bapak, mobilnya masih di bengkel, lagi dibetulin AC-nya," kata Hari.

"Pakai aja bro," jawab Damar sambil memberikan kunci mobil.

"Setelah shalat Maghrib, langsung istirahat di kamarku aja, ada di lantai dua paling depan. Berani kan sendirian? Atau mau ikut jemput bapakku?" tanya Hari.

"Aku dirumah aja Ri, sendirian juga gak masalah kok," jawab Damar.

***

Setelah shalat Maghrib Damar langsung merebahkan tubuhnya di kamar Hari. Pria itu menutupi hampir seluruh tubuhnya karena cuaca saat itu terasa dingin.

Tiba-tiba Damar merasakan seseorang memeluknnya tubuhnya dari belakang. Aromanya wangi parfum buah-buahan khas remaja. Damar mengira jika sosok itu adalah Hari. Karena matanya berat dan ngantuk Damar membiarkan saja Hari memeluknya.

Namun Damar sadar saat selimut yang mereka pakai merosot. Setahu Damar tangan Hari itu berbulu dan besar, tapi kenapa tangan Hari sekarang jadi berubah lebih putih, lebih kecil, lembut dan tak berbulu.

Damar yang sedang tidur dengan posisi miring itu, mulai merasakan jantungnya berdebar kencang, dan semakin tak karuan saat sosok itu mengusap-usap pipinya.

"Aa pakai minyak apa sih? Kok baunya beda?" tangannya masih mengelus pipi Damar.

"Aa bilang dong sama bapak, biar Vely dibeliin HP. Sadayana rerencangan Vely gaduh HP, Vely doang nu teu gaduh (semua teman Vely punya HP, Vely doang yang gak punya)."

Damar menganggukkan kepalanya.

"Asyiik, nuhun A (terima kasih A), Vely pijitin ya ..., ayo sekarang tengkureb!" perintah Vely.

Damar lalu memposisikan dirinya menjadi tengkureb, dan menyembunyikan kepalanya di bawah bantal. Pikir Damar jika ia langsung bangun begitu saja, gadis itu pasti akan kaget.

Damar terkesiap saat gadis yang bernama Vely itu duduk menduduki pinggangnya dan mulai memijat punggungnya.

"Ngenaheun teu A (enak gak A)? Kalau diem aja berarti enak," kata Vely. Padahal Damar diam karena tidak mengerti ucapan Vely.

To be continue ....

AKU TIDAK MAU DIBANDING-BANDINGKAN

Vely mulai memijat lembut pinggang Damar. Damar berusaha menahan rasanya sambil menekan kepalanya ke bantal. Pijatan Vely enak, tapi juga geli.

"Bug, bug, bug," Vely menonjok-nonjok punggung Damar.

"Ini jurus pijatan ala-ala jawara (jagoan), ini bisa mengeluarkan angin. Awas tong hitut nya! (Jangan kentut ya!)."

"Eeeuu ...."

Pukulan di pinggang dan punggung itu membuat Damar spontan sendawa. Damar mengangkat bantal sedikit untuk memberi ruang.

"Oeek, oeekk! Ih Aa bau tau! Makan jengkol atau pete nih kayanya."

Vely menututup hidungnya. Damar hanya bisa menahan tawa, dan menyembunyikan lagi kepalanya di bawah bantal.

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar terbuka.

"Neng! Kamu pulang duluan gak bilang-bilang sama U --," Hari tidak melanjutkan kata-katanya, ia terkesiap melihat pemandangan adiknya yang cantik tapi nyebelin itu sedang mendindih dan memijat Damar. Mendengar suara Hari, Damar hanya bisa mematung.

Vely menoleh ke arah Hari, ia masih belum menyadari kesalahannya.

"Ehh Aa ...?! Kenapa melotot gitu lihat Vely?! Kaget ya lihat Vely makin cantik? Hehee ...," kata Vely sambil nyengir.

"Ke-ke-ke ... (bentar-bentar), kalau itu A Hari, terus ini siapa dong?! Tidaaak!"

Vely loncat dari tempat tidur dan bersembunyi di balik punggung Hari. Hari terbahak-bahak melihat ulah adiknya, sedangkan Damar pura-pura tidur.

"Kamu tuh ya Neng, liat-liat atuh (dong) main pijit-pijit aja, dia teman kuliah Aa, kita satu angkatan semester 5."

Vely terkejut, ia langsung berlari dan menyerang Damar dengan bantal.

"Buk, buk, buk," Vely memukuli Damar.

"Kangeunahan (keenakaan) kamu ya aku pijitin! Bukannya bilang kalau kamu bukan A Hari! Ayo minta maaf!"

"Neng sudah-sudah! Gak sopan kamu sama teman Aa, dia lebih tua dari kamu Neng!" Hari melerai, menarik tangan Vely.

"Mau tua, mau muda, atau aki-aki (kakek-kakek) kalau salah ya salah A ...! Gak usah dibelain." Vely masih bersikukuh memukul Damar.

"I-i-iyaa ... ampuun, saya minta maaf."

Damar membalikkan badannya bangun dan menatap Vely. Eeuleh kasep geuning (wah tenyata ganteng), batin Vely.

Cantik banget, bening ... the power of Paris Van Java. Batin Damar.

"Udah deh, mending saling maaf-maafan aja, kenalan sekalian." Hari malah merebahkan dirinya di kasur sambil memainkan ponsel.

"Aku Damar," menyodorkan tangan.

"Sudah tau namaku kan?" Vely ketus, menerima tangan Damar tapi sambil memalingkan wajahnya.

"Neng ih, gak sopan kamu mah! Masa sama yang lebih tua begitu?! Ayo cium tangan!" perintah Hari.

"Iyaaa ...." Terpaksa deh aku cium tangan.

Setelah cium tangan Vely berlalu. Matanya mendelik menatap Damar, bibirnya mencucu seperti mulut ikan yang lagi minum.

Gemes ih. Batin Damar.

Gusti (Tuhan) dia ganteng banget sih?! Orang kotamah beda. Vely keluar dari kamar Hari, langsung di hadang sama uminya.

Umi adalah nama panggilan untuk ibu yang diserap dari bahasa Arab.

"Vely kenapa kamu pulang gak bilang-bilang sama Umi?! Orang tua mah khawatir Neng, ari kamu gimana siih?! Masa kalah sama adik kamu yang masih kelas dua SMP?! Dia lebih rajin dan cekatan."

"Umi tolong jangan suka banding-bandingin aku sama Fiya! Vely ya Vely, Fiya ya Fiya! Kita berbeda Umi ...!" Vely cemberut.

"Ari kamu kenapa sih kalau dinasihatin sama Umi selalu aja melawan! Nembal deui-nembal deui (menjawab lagi menjawab lagi)." Umi menjewer telinga Vely.

"Aduuh Umi sakiiiit! Bapaaak toloong Umi galak!"

Dokter Hilmi Nizar yang baru selesai mandi menghampiri.

"Makanya nurut sama Umi dong Neng!" Bapak berlalu masuk ke kamarnya.

"Bapak bukannya belain Vely, huuu ...."

Dasar cengeng malah nangis, baru juga dijewer dikit. Batin Umi. Umi melepaskan tangan dari telinga Vely.

"Kamu tu yaa, baru dijewer dikit udah nangis aja, lihat dong aa sama adik kamu. Mereka gak gampang nangis kaya kamu." Perkataan ibunya membuat tangisan Vely makin kencang.

"Huuu huuu ...." Gadis itu berlari masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan kencang.

"Gebruk." Umi terperanjat sambil mengelus dadanya.

"Sabar-sabaaar, anak gadis yang ini emang beda."

Aku nangis karena tidak suka dibanding-bandingkan dengan a Hari dan Fiya. Kenapa bapak dan umi tidak mengerti perasaan aku sih? Kalau aku berbeda dengan a Hari dan Fiya emang kenapa? Emang aku seperti ini. Aku sudah berusaha dan belajar keras biar masuk 10 besar seperti harapan kalian. Tapi kalau kenyataannya aku hanya mampu diurutan 20, mau bagaimana lagi?!

Vely menangis di kamarnya, gadis itu merasa sedih karena uminya selalu membanding-bandingkannya dan menututnya untuk berprestasi seperti Hari dan Fiya.

.

.

Di Kamar Hari

"Adikmu cantik Ri," kata Damar sambil memeluk guling.

"Haahaa, siapa dulu dong Kakaknya juga kan ganteng." Hari mengibaskan rambutnya.

"Kenalin aku sama adik kamu dong! Aku suka lihat bibirnya." Damar memejamkan matanya membayangkan kembali betapa menggemaskannya bibir Vely saat mencucu.

"Kenalan aja sono sama bibir boneka cakil, masa iya kamu suka sama bibirnya doang? Kalau suka sama adikku, ya harus suka sama semuanya." Hari menutup buku dan menarik selimut.

"Aku serius Ri, aku kan jomblo." Damar juga menarik selimutnya.

"Vely gak boleh pacaran Mar, gak pacaran aja nilai sekolah dia jelek, apalagi pacaran. Dia emang beda, kalau aku dan Fiya selalu masuk tiga besar, diamah sepuluh besar."

"Sepuluh besar juga lumayan Ri," sela Damar.

"Sepuluh besar dari belakang," sahut Hari. Damar dan Hari tertawa terbahak-bahak mentertawakan Vely.

"Bapak sama umi maunya dia masuk kuliah kedokteran, tapi dianya gak mau."

"Apa alasannya?" tanya Damar. "Bisi teu kaotakan." Damar mengernyitkan alisnya.

"Intinya dia takut gak mampu kuliah kedokteran," jelas Hari.

"Kalau adikmu yang lain?" tanya Damar.

"Kalau yang bungsu sih cerdas, masih bocah baru kelas dua SMP, tapi dia gak mau jadi dokter maunya jadi bidan. Cita-cita dia mau jadi dosen kebidanan."

"Wah hebat yaa masih SMP tapi sudah punya cita-cita jadi dosen," puji Damar.

"Nah maka dari itu aku aneh sama Vely, dia itu udahmah cengeng, terus masih bingung sama cita-citanya, bilangnya sih biar ngalir aja katanya kaya air sungai. Dia juga manjanya ampuuun dah. Dulu aku sempat mikir dia bayi yang tertukar soalnya beda banget sifatnya sama si bungsu."

"Unik dong, aku suka cewek manja," kata Damar.

"Yakiiin, Mar? Dia masak mie aja kalau gak kelembekan ya kementahan? Gak bisa diandelin deh pokoknya."

"Tapi masak air bisa kan?" tanya Damar.

"Bisa, bisa gosong pancinya. Dulu dia pernah disuruh masak air sama bapak, eh airnya habis pancinya gosong." Damar dan Hari kembali tertawa.

.

.

"Aduh kenapa telingaku panas siih?" Vely di kamarnya makin galau.

To be continue ....

JADIAN

Suasana menjelang subuh di daerah Bandung begitu memanjakan setiap insan yang saat ini masih bergelayut manja di peraduannya masing-masing.

Umi Dina Erina telah siap dengan ritual hariannya yaitu memukul tutup panci untuk membangunkan anak gadisnya. Ceu Kokom sibuk di dapur memasak sambil asoy geboy bergoyang ala-ala dangdut koplo.

Sedangkan sang kepala rumah tangga dokter Hilmi Nizar sejak pukul 03.00 WIB terlihat sudah bertadzarus di moshola keluarga yang letaknya di belakang rumah tersebut. Halaman moshola itu menyatu dengan kebun belakang.

'Tok, tok, tok.'

"Assalamu'alaikuum, Neng Fiya bungsunya Umi banguun geulis (cantik), bentar lagi subuh. Tidak lama kemudian,

"Wa'alaikumusaalam Umi," sahut Fiya, gadis kecil itu membukakan pintu kamar, melongokan kepalanya sambil mengucek matanya.

"Duh bageur pisan (baik banget) bungsunya Umi, langsung ke moshola ya! Tadzarusan sambil nunggu subuh." Ternyata tanpa memukul tutup pancipun Fiya langsung bangun dengan mudahnya.

"Haduuh, kudu (harus) siap-siap ngebangunin yang inimah, beurat (berat)."

'Tok, tok, tok.'

"Assalamu'alaikuum," Vely bangun!

Vely, Neng Vely banguun! Vely!!"

'Trong, trong, trong.'

Ternyata tutup panci itu fungsinya untuk membangunkan Vely. Tapi sayang tidak ada sahutan dari kamar Vely. Pintu kamarnyapun terkunci, gadis itu tidurnya malam karena menangis, salam umi dan panci rupanya tidak mempan.

"Astaghfirullaah'aladzim," umi mengusap dadanya.

Umi kembali mengulang salam dan memukul panci, barulah setelah salam keempat dan tangan umi pegal memukul tutup panci, pintu kamar Vely akhirnya terbuka.

"Wa'alaikumusaalam," kata Vely. Tapi Vely hanya membuka pintu kamar, setelah itu ia kembali naik ke tempat tidur dan menarik selimutnya.

Umi menggulung lengan baju dasternya dan 'pletek-pletek' terdengar suara jari-jemari umi yang diregangkan. Umi sepertinya sudah siap perang melawan Vely.

"Vely bangun! Atau mau Umi banjur nih?!" Vely menjawab umi sambil menggeliat.

"Umi kali ini aja ya, Vely mau tidur dulu, bentaar aja Umi ..., semalem Vely bobonya kemaleman." Vely menyembunyikan kepalanya di bawah selimut.

"Siapa suruh tidur malam?! Vely!!" Umi berteriak. 'Trong, trong, trong' suara tutup panci kembali menggelegar memekik telinga Vely.

"Sekarang terserah sok kumaha Vely wae (bagaimana Vely aja). Mau bangun boleh, mau tidur selamanya juga boleh." Umi meninggalkan kamar Vely.

"Tidur selamanya? Umi kenapa tega banget sama Vely?! Doa Umi itu mustajab, kenapa Umi bilang Vely boleh tidur selamanya? Apa Umi seneng kalau Vely mati muda?!"

"Tuh kan, salah sangka lagi kamu mah sama umi Vel," gumam umi sambil meninggalkan kamar Vely.

Gadis itu akhirnya terpaksa bangun sambil mengacak-acak rambutnya dan mengentak-hentakan kakinya, matanya terlihat masih sembab. Setelah berwudhu ia beranjak hendak ke mushola. Tapi di pintu tengah sudah di cegat oleh umi.

"Tolong bangunin aa di atas yaa! Pelan-pelan aja banguninnya kasihan ada temennya juga kan, takut terganggu kalau terlalu berisik." Mulut Vely langsung mencucu.

"Umiii, kenapa Umi beda-bedain lagi sih? Umi bangunin Vely pake panci! Kenapa tidak bangunin aa pake panci juga?!"

"Ngaca dong Neng! Siapa yang susah dibangunin? Aa kamu itu kalau dibangunin mudah, Fiya juga mudah, tidak seperti kamu." Umi melengos.

"Umi biar Fiya aja yang bangunin aa yaa, Vely gak mau."

"Neng kapan kamu dewasanya sih? Gak baik kalau disuruh orang tua malah nyuruh orang lain lagi." Umi berlalu, lama-lama berbicara dengan Vely membuat umi mulas-mulas.

Vely menaiki tangga dengan malasnya.

"Awas yaa a Hari, dan kamu orang kota, tak akan kubiarkan kalian enak-enak." Vely mengendap membuka pintu kamar Hari. Gadis itu lalu pasang kuda-kuda bersiap untuk meluncur dan menindih Hari.

"Hiyaaaat," setelah mengambil ancang-ancang, tubuhnya langsung melesat ke atas ranjang, dan 'brug' maksud hati ingin menindih Hari.

"Adaaw," sosok di balik selimut bersuara tapi suaranya halus, tidak ada sama sekali teriakan kesakitan.

"Ke-kenapa se-senang sekali menindihku?" Mata Vely terbelalak, lagi-lagi ia salah, dikiranya Damar akan tidur di posisi kiri seperti saat pertama kali mereka bertemu. Kenyataannya kini Damar berada di sisi kanan dan kakaknya ada di sisi kiri.

Vely sudah siap untuk berteriak, tapi mulutnya langsung dibekap oleh tangan Damar.

"Ssst, jangan berisik kasian aa mu masih ngantuk," bisiknya. Mata Vely membulat. Kok ada ya orang bangun tidur tapi ganteng. Damar masih membekap Vely, lalu berbisik lagi.

"Kamu mau gak aku kasih HP? Tapi jadi pacar aku." Veli menggelengkan kepalanya.

"Sory ya aku bukan cewek matre."

"HP ku bagus loh keluaran terbaru." Satu tangan Damar mengambil tas kecilnya untuk mengambil HP.

"Ini dia HP-nya." Damar menggerakan HP itu ke kiri dan ke kanan, seperti sedang menghipnotis Vely. Bola mata indah Vely terhipnotis, matanya mengikuti gerakan tangan Damar. HP-nya bagus, kumaha ieu (bagaimana ini) terima jangan yaa?

"Bagaimana mau gak?" Damar menatap Vely.

"Ma-mau, mau HP-nya." Vely langsung mengambil HP itu dan berlari menuju pintu. Damar langsung bangun dan mengejar Vely. Damar menghalangi pintu keluar.

"Hei sini HPku, kamu belum bilang mau jadi pacar aku gak?"

"Tapi sama bapak, umi dan aa akumah dilarang pacaran, soalnya takut ganggu belajar." Vely menunduk.

"Kita pacarannya sembunyi-sembunyi, mau yaa? Aku suka sama kamu, kamu cantik." Pasti cantiklah namanya juga wanita.

"Ya udah aku mau, ta-tapi takut ketauan kalau aku punya HP."

"Sembunyiin dong HP-nya! Nanti aku yang kirim pulsa. Kamu bilang aja kalau pulsanya habis, oke gelis?"

Ih kaku banget sih. "Bukan gelis tapi geulis, geu, eu, eu." Vely mengajari Damar.

"Eu, eu, eu, geulis," kata Damar.

"Nuhun HP na A Damar, ikhlas kan ngasih HP-nya?" Aduh hatiku jadi lemes dipanggil aa. "Su-su su ...." Damar mengernyitkan alisnya.

"Ih mau bilang apa sih?"

"Su-sumuhun aku ikhlas, aku mau bilang sumuhun."

"Vely!" sayup-sayup terdengar suara umi memanggil.

"Makasih Aa, mulai hari ini kita jadian berarti yaa, nanti aku mau tulis di buku diary." Vely bergegas keluar kamar.

"Iya umiii, a Harinya susah bangun tuh!" sahutnya. Damar tersenyum melihat ulah Vely, Damar mengangkat tangannya ke udara lalu dikepalkan.

"Yes, yes, yes," kata Damar.

"Hei kamu kenapa?" Hari mengagetkan.

"Gak apa-apa Ri, aku seneng aja bisa bangun sebelum adzan subuh, ternyata bener bro, bangun sebelum subuh itu bisa mendatangkan rizki. Barusan aku baru aja dapet rizki." Damar berbalik membuka tasnya untuk mengambil sarung.

"Rizki apa sih Mar, bagi-bagi dong." Mereka berjalan menuruni tangga untuk ke mushola.

"Lain kali kalau semuanya udah lancar aku ceritain deh." Kalau aku bilang, takutnya malah gak setuju lagi kalau adiknya pacaran.

"Kita biasanya tadzarusan dulu di mushola, sebelum berjamaah ke mesjid," kata Hari.

Damar sudah ada di moshola, matanya langsung tertuju pada gadis yang kini sudah menjadi pacarnya. Vely sudah memakai mukena gadis itu sedang membaca Al-Qur'an bersama umi dan adiknya. Damar melihat jika pemandangan itu sangat indah dan membuat hatinya damai. Sejak saat itulah ia tertarik untuk menjadi bagian dari keluarga dokter Hilmi Nizar.

To be continue ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!