Jangan pernah mengucapkan kata pisah, bila kamu belum mau menyerah.
Jangan pernah berputus asa, ketika kamu masih merasa kamu dapat menggapainya.
Mei 2013
“ Dua belas tahun mendatang, kira-kira kita akan menjadi apa ya, Rel?”
“Hmm, apa ya, Moy?” tanyanya balik. Dia bingung dengan pertanyaan sahabatnya itu.
“Kitakan baru kelas 6 SD,” ujar Karel lagi.
" Tolonglah Karel jangan manggil namaku dengan Moy. Namaku Evo. Evo lebih manis," protes Evo.
" Bagusan Moy."
"Ih, kesal sama kamu!"
Karel tertawa menanggapinya.
“Terserahlah. Baiklah kita kembali ke topik semula. Walaupun baru kelas 6 SD kan kita harus punya impian!” sahutku.
Karel sahabatnya berpikir sejenak, kemudian dia berkata, “Aku mau keluar negeri aja.”
“Luar negeri?” Evo terkejut. Ada perasaan yang mengganjal mendengar ucapannya itu, rasa tak rela kehilangannya.
“Iya, kuliah terus main sepak bola dan jadi pemain professional kaya kapten Tsubasa!”
Evo tertawa keras. Karel memukul kepalanya..
“Aduh! Sakit, Karel!" ringkisku.
“Kenapa tertawa?”
“Habis kamu lucu sekali. Kapten Tsubasakan hanya kartun. Tokoh kartun kenapa dijadikan impian?”
“Walau hanya kartun, Tsubasakan bisa memotivasi aku menjadi seorang pemain sepakbola professional!” belanya.
“Baiklah, baik! Jangan cemberut seperti itu!”
“Cemberut? Tidak.” bantah Karel. Evo tertawa lagi melihat tingkah sahabatnya itu.
" Bagaimana dengan kamu? Di mana kamu akan kuliah?" tanya Karel lagi.
“Ya, aku di sini ajalah. Aku kan cinta Indonesia! Kamu di sini ajalah kuliahnya. Biar aku ada teman!”
Karel sedang berpikir, lalu dia berkata ”Aku punya ide. Bagaimana beberapa tahun mendatang kita bertemu? Kamukan suka menulis, lalu cobalah untuk menerbitkan bukumu."
“Terus?” tanya Evo masih bingung dengan arah pemikirannya.
“Aku janji, kalau nanti novelmu terbit aku jemput kamu di sini. Kita ke luar negeri bersama. Bagaimana?”
“Apa? Apa kamu pikir menerbitkan novel itu mudah?” sewot Evo. Dia angsung berdiri karena saat itu bel selesai istirahat sudah berbunyi.
“Kalau kamu berusaha pasti bisalah! Pokoknya kita sepakat!” Karel menarik tangan Evo lalu menjabat tangannya.
“Aku belum setuju! Aku belum bilang iya, Karel!” kataku kesal. Karel selalu begitu. Dia selalu memaksakan kehendak dia aja. Karel memberikan senyum menanggapi perkataanku.
"Hai Evolet Rebecca, kenapa malah bengong?" Karel berkata lagi.
" Ya semoga aja aku bisa mewujudkan mimpi aku dan bisa bertemu dengan kamu lagi." Jawab Evo.
“Kita harus bertemu, karena beberapa tahun lagi kita...," Karel berbisik ditelinga Evo.
Karel menjanjikan sesuatu pada Evo. Janji yang selama dua belas tahun melekat dihati perempuan itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
12 tahun kemudian
KRINGGGGGGGGGG!!!!!!!!!
Bunyi jam weker membangunkan Evo. Evomembuka matanya lebar-lebar.
"Oh, Dear! Aku telat!!! Hari ini ada rapat lagi!!!"
Evo bangun dari tempat tidur, lalu dengan kecepatan maksimalnya, dia bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Dalam waktu sepuluh menit perempuan itu sudah siap. Dia berlari cepat menuju ke ruang tamu.
"Mam, Evo pergi."
"Jangan lupa sarapan, sayang!"
Evo geleng kepala untuk menjawab pertanyaan Mamanya. Mustahil aku sarapan, kalo sampai telat, kelar hidupku.
Evo berlari mengejar bus yang sebentar lagi akan tiba di halte. Kalau aku tidak naik bus ini, tamat sudah riwayatku.
Bus sudah sampai di halte, jarak stasiun seratus meter lagi dari pandangan Evo. Ya, Tuhan, semoga busnya ngga jalan, jangan jalan dulu sebelum aku naik.
Doa aku terkabul. Aku berhasil menaiki bus tersebut. Evo yang sudah masuk, tiba-tiba terjatuh karena tersandung.
BRUK
"Aduh!" ringis Evo.
Sial bener sih aku hari ini. Sudah mau terlambat mau jatuh lagi.
Evo berdiri dibantu penumpang yang lain."Te... terima kasih," ucap Evo.
Baru saja Evo melangkah, dia merasakan sesuatu yang mengganjal di kakinya.
Tunggu sebentar. Di mana sepatuku?
Mata Evo dibuka dengan lebar, dia tajamkan sudut pandangnya untuk mencari sepatunya yang hilang.
"Permisi, mbak, maaf ini sepatunya tadi mendarat dikepalaku."
Evo menelan ludahnya, wajahnya pucat. Dia merasa sangat sial hari ini. Dia mengutuk akan mengoperasi mukanya atau pindah ke planet manapun agar tidak bertemu dengan lelaki yang telah menemukannya sepatunya di bus ini.
"Sini, saya pasangi," kata pria itu. Diapun memasangkan sepatu dikaki Evo.
"Lain kali jangan dilempar ya mbak sepatunya. Kasihan sepatunya, jadi tidak punya pasangan."
Evo mengangguk, tak mampu berkata apa -apa lagi. Dia hanya berpikir, sebisa mungkin lenyap dari pandangan laki - laki itu.
"Terima kasih ya, mas," kata Evo akhinya. Ya ampun, aku benar-benar malu dengan tingkahku hari ini.
"Huahahhahhahahahhahahahaa!" tawa Maureen menggelegar di ruangan kami.
"Puas? Temannya lagi kesialan, malah diketawain!" ujar Evo sewot.
"Ya, maaf. Hari ini harusnya kamu abadikan, Vo. Ini kejadian yang perlu disebarkan. Pokoknya kamu keren!"
"Keren dari hongkong!" gerutu Evo lagi.
"Jangan bilang tadi malam kamu bermimpi tentang cinta pertamamu, makanya kamu bisa sampai bangun telat seperti ini," ucap Maureen lagi. Evo terdiam menanggapi perkataannya.
"Mau sampai kapan, Vo? Umurmu udah 27 tahun. Udah saatnya tante minang cucu. Hahahhaaa."
"Bawel, ah!"
Ya, hari ini aku bermimpi tentang janji itu. Janji tepat 15 tahun lalu kami ikrarkan bersama. Seperti film, mimpi itu selalu terngiang dibenakku. Entah kenapa aku selalu mengingat hal tersebut. Padahal itu hanyalah janji seorang anak SD. Janji yang harusnya segera dilupakan.
"Nanti malam kita mau ke mana, Vo?"
"Kayanya ngga bisa malem ini, Ren kita jalan. Aku mau selesaikan novelku."
"Ya, aku sedih mendengarnya. Kenapa tidak besok saja kamu selesaikan?"
"Tidak bisa. Lagi pula ada tugas juga kan dari Mak Lampir buat selesai mengedit majalah yang mau diterbitkan minggu depan."
"Ih, Mak Lampir nyebelin banget ya!"
Hai, namaku Evolet Rebecca. Umurku 27 tahun. Aku bekerja dibagian editor suatu perusahaan majalah. Tadi itu temanku namanya Maureen. Lalu yang dijulukin Mak Lampir itu adalah manager editor di perusahaanku. Kenapa disebut Mak Lampir? karena orangnya nyebelin banget. Aku punya satu sahabat lagi, nanti makan siang pasti dia muncul. Sabar ya para pembaca.
*****
Siang hari, waktunya makan siang.
"Evo. Ayo kita makan."
"Tunggu sebentar. Berikan aku waktu lima menit," pinta Evo.
Evo segera membuka friendster. Nihil. Tak ada perubahan dari friendsternya. Setiap hari Evo suka membuka media sosial itu untuk mengetahui kabar Karel. Saat SMA dulu, media sosial tersebut lagi booming. Karel juga membuat, tapi sayangnya aku membuat pesan tidak dibalas olehnya.
"Apa yang sedang kamu lihat?"
"Tidak, bukan apa-apa. Ayo makan."
*****
Di kantin.
"Evo, Maureen sini!" panggil seseorang dipojokkan. Dia meihat kami membawa makanan tapi belum menemukan tempat. Kami mendekati si empunya suara.
"Terima kasih Din. Untung suara kamu besar. Tumben tempat ini ramai." ujar Evo sambil duduk.
Namanya Dina salah satu sahabatku di kantor juga.
"Aku ada gosip," ucap Dina dengan penuh semangat. Dina merupakan teman yang paling update dalam gosip. Makanya kita juluki dia radio berjalan.
"Apa? Apa?" balas Maureen penasaran.
"Besok akan datang anaknya pemilik perusahaan dari luar negeri. Dia akan menggantikan Pak Freddy yang mau pensiun secepatnya."
"Ya ampun, aku kira ada apa. Kirain gaji kita naik atau mendapatkan bonus. Bukan hal yang penting."
"Ini penting sekali. Siapa tau anaknya pemimpin itu jodoh kita."
"Ya, aku tidak berharap. Lagi pula apa kamu yakin dia cowok?"
"Dari sumber terpercaya anaknya bos kita berjenis kelamin cowok, dan dia seumuran sama kita."
"Nah, ini baru namanya berita!" kata Maureen bersemangat.
" Tolong ya Maureen, kamukan udah punya pacar. Tolong kasih kesempatan buat kami ini yang belum punya pacar," ucap Dina kesal. Maklum dari kami bertiga, hanya Maureen yang sudah punya pacar. Tahun depan Maureen dan pacarnya akan segera menikah.
"Sebelum jalur kuning melengkung, sebelum aku resmi nikah, ya bolehlah lirik-lirik," balas Maureen membuat Evo tertawa geli.
"Kenapa kamu begitu yakin anak Pak Freddy seorang cowok? Seingetku dulu Pak Freddy pernah cerita anaknya cewek bukan cowok."
"Ada cowok, Evo! Kalau tidak salah, ini anak angkat."
"Serius?" tanya aku dan Maureen berbarengan.
"Memang kalian tidak pernah denger kalau Pak Freddy itu ingin sekali memiliki anak laki-laki. Akhirnya karena terlalu lama menunggu, dan mereka udah pada tua, Pak Freddy memutuskan mengangkat anak." Kami berdua menangguk menjawab pernyataan Dina.
Kemudian Evo mengambil segelas teh manis, ingin meminumnya.Rasanya tenggorokan dia kering karena bercakap- cakap dengan kedua sahabatnya.
" Kalau tidak salah, namanya Karel."
"Kalau tidak salah, namanya Karel."
"Uhuk! Uhuk!" Evo tersendak. Dia sepertinya mendengar nama tidak asing ditelinganya.
"Evo, apa yang terjadi padamu??" ujar keduanya. Mereka tampak khawatir.
"Siapa? Siapa namanya tadi?" tanya Evo terbata - bata. Apakah pencariannya selama ini akan berakhir hari ini?
"Cornel, Vo, Cornel. Bukan Karel," jawab Maureen. "Makanya nama Karel kamu hapus dulu dari pikiranmu."
Dina dan Maureen tertawa menyaksikan Evo yang tersendak itu. Evopun kembali kecewa.
*****
Aku bertahan karena cinta.
Aku menunggu karena cinta
Semoga penantianku akan kamu tidak sia-sia.
*****
Keesokan harinya.
"Kenapa pekerjaanmu seperti ini? Masa edit seperri ini saja kamu tidak bisa. Kamu itu udah lama kerja di sini," omel Makpir alias mak lampir.
"Baik, Mbak. Saya akan segera perbaiki."
"Bagus," ucapnya langsung meninggalkan meja Evo.
Maureen mendekati aku, lalu dia berkata, "Ada apa?"
"Aku tidak bisa fokus"
"Kenapa lagi? Apa kamu memikirkan cinta pertamamu itu?"
Evo mengangguk karena dugaan Maureen sangat tepat. Entah sudah beberapa purnama, Evo dan Maureen berteman. Maureen sudah sangat mengenal Evo seperti saudaranya sendiri.
"Ya, ampun Evo!" Maureen tepuk jidat. "Tolong ya sayangku. Sebaiknya kamu melupakan pria itu. Itu cuma janji semasa kecil."
"Tapi...."
"Sekarang aku tanya sama kamu, apakah dia pernah hubungi kamu?"
Evo menggeleng kepala.
"Apa dia pernah kirim surat?"
"Pernah, pernah." kata Evo penuh semnagat.
"Terakhir kapan?"
Evo kembali menggeleng kepala, dia menjadi lemas, karena sudah lama sekali Karel mengirim surat pada dirinya.
"Tuh, kamu saja lupa!" ucap Maureen. "Udah ya, Vo. Dari pada kamu mikirin dia yang ngga jelas itu, sebaiknya kamu fokus ya sama kariermu. Kalo dia emang jodoh kamu, pasti dia balik ke kamu, tapi kalo dia bukan jodoh kamu, lebih baik kamu belajar ikhlas."
Evo mengangguk pasrah. Ya, ini nasehat yang selalu Maureen berikan padanya kalau Evo lagi seperti ini. Mikirin Karel. Ya, cinta pertamanya.
*****
"Hari ini Pak Freddy mau memperkenalkan anaknya, Vo!"
"I dont care."
Pak Freddy merupakan pemimpin perusahaan ditempatku kerja. Beliau care banget sama anak buahnya. Beda banget sama mak lampir. Mak Lampir selalu menindas anak buahnya dengan beban pekerjaan. Walau demikian mak lampir sangat profesional dalam bekerja, karena itu dia cepat diangkat menjadi manager di sini.
"Evo, Maureen ke aula, Bapak mengadakan rapat penting."
"Ya, Mbak," sahut kami berbarengan.
.
.
Di Aula.
Pak Freddy mengundang seluruh karyawan untuk berkumpul di aula. Ini kejadian langka. Pertemuan kaya gini pasti mau menginformasikan hal yang penting.
"Selamat siang semua," sapa Pak Freddy penuh semangat.
"Siang, Pak!" balas kami berbarengan.
"Hari ini saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan."
Tempat yang tadinya hening menjadi berisik. Mereka bingung karena siapa yang akan menggantikan sosok seperti Pak Freddy. Karyawan hanya tau anak Pak Freddy seorang wanita, kecuali kami bertiga.
"Tenang, tenang. Saya sudah membawa pengganti saya," ujar Pak Freddy kemudian.
"Cepat, Pak, cepat. Kita mau lihat," kata Dina tidak sabar.
"Ssst. Jangan berisik Dina!" perintah Mak lampir yang tidak suka dengan tingkah anak buahnya itu. Aku dan Maureen tertawa.
"Dia adalah Bagas Pratama."
" Katanya namanya Cornel. Beda jauh Dina. Kali ini kamu salah. Hahahhaha" kata Evo dengan tertawa kegirangan.
"Kenapa bisa salah ya? Haduh."
"Bagas. Ayo sini masuk, Nak."
" Di mana? Di mana? Bikin penasaran," Dina heboh, diikuti kami berdua yang mencari tahu sosoknya.
Aku jadi ikut penasaran.
"Sini, Nak masuk!" Ucap Pak Freddy lagi
Semua hening. Mereka terkagum dengan sosok lelaki itu. Lelaki tampan, bertubuh tinggi, kulitnya putih.
"Bagas Pratama anak lelaki saya yang baru selesai kuliah S2 akan menjadi pengganti saya di perusahaan ini. Saya harap kalian membantu dia bekerja di perusahaan ini."
Aku terkejut. Mata itu. Mata itu. "Ren, Dia. Dia."
"Hah? Kenapa? Kamu kenapa, Vo?"
"Itu, Karel."
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!