NovelToon NovelToon

Suamiku Senior Killer (Season 2 SGD)

SSK-01

#Suamiku_Senior_Killer (Season 2 SGD)

#SKK_01

Tidak sanggup menolak.

.

“Tidak boleh ikut, ini acara khusus untuk mahasiswa S3.” Larangan itu membuatku ingin membuka sepatuku dan mendaratkan di wajah tampan pria di depanku.

“Kenapa kami tidak boleh ikut? Kita ‘kan mau partisipasi juga, turut meramaikan, Kak,” protes Sakina. Gadis ini menyeretku datang ke gedung yang cukup jauh dari kelasku.

“Iya, biarkan kami ikut, Kak.” Ok, bukan hanya aku yang ingin ikut ke dalam acara yang diselenggarakan oleh seniorku.

Mendengar ada acara semacam prom nigth, walau aku tak jelas acara apa ini. Namun, aku simpulkan sebagai pesta menarik untuk didatangi dan semua buyar ketika lelaki dengan wajah sedatar triplek itu melarang kami.

“Kami mau ikut,” ujarku menatapnya sebal.

“Tidak bisa, sekarang kalian semua keluar dari sini.” What?! Kami diusir dan dia mendorong kami untuk keluar dari ruangan entah ruangan apa ini.

“Kak Mario,” protesku menahan tangannya.

“Keluar,” ulangnya mengusirku bersama teman-temanku. Akhirnya mereka pergi menyisahkanku dengan Sakina dan Afiah untuk menghadapi senior killer ini.

“Aku mau ikut, dong. Masa kamu ke pesta enggak ngajak-ngajak istri kamu.” Bibirku mencibir ke arahnya.

“Enggak bisa, Sa. Ini diperuntukkan untuk mahasiswa yang mengejar  S3-nya,” ujarnya.

“Kamu ‘kan panitianya, masa enggak bisa diatur, sih,” kesalku memasang wajah jutek.

“Sekali enggak tetap enggak.” Dasar pria dingin, arogan dan kurang pengertian kalau istrinya juga butuh hiburan setelah dihadapkan dengan kuis dari dosen.

“Jatah kamu aku potong! Enggak ada bercinta dalam minggu ini!”

Matanya terbelalak dan aku segera meninggalkannya. Mengentakkan kaki kesal agar dia tahu kalau aku merajuk.

Dulu jadi guru dia kelewat dingin, sekarang jadi sinior dia malah ngalahin Dosen Killer. Walau begitu, sikap dinginnya masih melekat sampai sekarang. Ingin kucabik-cabik wajahnya itu karena kesal padahal dia sudah bisa romantis.

Akhirnya aku, Afiah dan Sakina mojok di kantin. Kami memesan bakso dan jus. Di kantin cukup ramai dengan mahasiswa lainnya. Sebenarnya ini kantin untuk senior kami karena gedung kelasku dan Kak Mario berbeda.

Aku tidak menyangka kami bisa sampai di titik ini, setelah dia memutuskan untuk berhenti menjadi guru, melanjutkan pendidikan menjadi pilihannya.

“Jadi kita beneran gak bisa datang ke sana, dong,” ujar Afiah lesu. Ia memperbaiki kerudungnya.

“Ya, mau bagaimana lagi. Memangnya kamu mau membantah Kak Mario, seantoro kampus juga tahu dia itu senior paling killer di sini,” timpal Sakina. Setelah kami kuliah tahun ini, dia memanggil Kak Mario dengan sebutan ‘Kak’ selama ini.

“Tenang-tenang, Hot Daddy mana kuat tahan gak dapat jatah seminggu,” ujarku menyeringai. Aku tahu sekali suamiku tidak akan tahan.

***

Mario POV

Aku memutuskan untuk kuliah setelah menemani satu tahun Salsa yang menganggur. Uang juga masuk setiap bulannya ke dalam rekeningku karena perusahaan yang kubangun bersama temanku semakin berkembang. Cukup untuk kebutuhanku dan Salsa, juga biaya kuliah kami berdua.

Di tengah sibuk menyiapkan acara ulang tahun jurusan kami, Salsa datang bersama kedua sahabatnya, mereka ingin ikut berpartisipasi. Tentu aku menolaknya dengan keras.

Dan, itu malah menjadi bumerang untukku karena istriku malah menggunakan jatah sebagai ancaman. Berpikir tidak tidur di sampingnya saja membuatku frustrasi, bagaimana dengan jatah seminggu yang dipotong?

“Gua boleh mengajukan satu permintaan?” tanyaku pada Ketua Senat.

“Kenapa, Yo?” tanya.

“Istri gua boleh ikut bersama temannya? Berpartisipasi, mungkin,” ujarku.

“Boleh, malah lebih bagus. Dia jurusan mana?” tanya Sang Ketua Senat.

“Jurusan Admistrasi, dan dia baru tahun ini masuk, masih semester satu untuk capai S1,” jelasku.

“Enggak apa-apa, lagian kita cukup tuir, hahaha. Bagus kalau ada yang segar-segar,” ujarnya. Rendi Rewijaya adalah Ketua Senat yang cukup loyal dan tentunya wajahnya tak setua yang dia bilang, hanya umur saja yang tua.

Kami melanjutkan diskusi kami kembali dan soal statusku, tentu kami tidak menyembunyikannya. Bahkan membiarkan cincin pernikahan kami melingkar di jari manis. Walau yang di jariku bukan cincin pernikahanku yang asli karena itu tidak memungkinkan untuk kukenakan mengingat terbuat dari emas.

***

Pulang kampus, aku mengunggu Salsa di parkiran. Dia datang dengan wajah juteknya. Masih marah kayaknya.

“Pasang sabuk pengamannya, Sa,” ujarku.

Dia mengenakannya tanpa suara.

“Ihhhh! Aku mau singgah!” pekiknya saat kami terjebak macet. Aku langsung menoleh, melihat ke mana arah pandangnya.

“Mau ngapain?” tanyaku.

“Aku mau beli boneka itu, Kak,” ujarnya antusiasi.

Dia sekolah melupakan kemarahannya dan terpaksa aku menunggu macet selesai, lalu memutar arah ke seberang membeli bonekan beruang putih.

“Yuk, pulang,” ajakku setelah membayar di kasir.

Kami kembali ke rumah. Salsa masuk dengan mematikan bonekanya. Sesampai di kamar, dia meletakkan di kasur dan mengambil handuk.

Aku membuka sepatuku dan menyimpannya di rak. Menunggu Salsa selesai mandi. Semoga saja kemarahannya lenyap setelah mandi.

“Siapkan Sajadah, Sa,” titahku dan dia mengangguk. Aku segera mandi dan mengambil wudhu. Lalu, mengenakan baju kokoh dan kopiahku.

Setelah kami Shalat, Salsa ke dapur. Aku menyusulnya dan ikut membantu. Namun, kehadiranku seperti tak kasat mata karena aksi merajuknya belum kelar-kelar.

Hufhhh, kalau ngambek lama banget. “Bonekanya lucu, Sa," ujarku mendapat demikan tajamnya.

“Iya, lucu banget, gak kayak Kak Mario nyebelin. Bonekanya buat temanin Salsa karena Kak Mario mau happy-happy di luar sana,” sindirnya.

“Kamu boleh ikut. Aku sudah minta izin.” Meski dia membelakangiku, tetapi aku seolah melihat senyum merakah di bibirnya.

“Kalau begitu Salsa terpaksa tinggalin Celi,” ujarnya. Celi?

“Siapa Celi?” tanyaku.

“Boneka Beruangku,” jawabnya menghadapku. Astaga, boneka itu sekarang punya nama.

“Biarkan Celi menjaga rumah,” ujarku ikut memanggil bonekanya Celi. “Tapi, Sa, potong jatah batal, ‘kan?” tanyaku hati-hati.

Dia terdiam begitu lama dan betapa terkejutnya, tiba-tiba dia mendaratkan kecupan singkat si bibirku.

"Setelah makan, mana tahan liat Hot Daddy nganggur semalam," godanya mengedipkan mata. Ia menatap makanan.

Aku membuang napas kasar. Tahu begitu juga gak bujukin. Dia tetap Salsa yang liar. Ck, dulu jadi murid liar sekarang jadi junior nakal.

****

Bersambung ....

Halo, Reader. Ini cerita lanjutan dari "Suamiku Guru Dingin" Season 2 dengan beda judul saja. Suamiku Guru Dingin sudah tamat, dan sekarang ini lembar baru setelah Salsa mengalami depresi berat.

SSK-02

#Suamiku_Senior_Killer (Season 2 SGD)

#SSK_02

Godaan.

.

Salsa POV

Rencananya mau bolos, tetapi bagaimana, ya, suamiku nanti tahu dan membuatku belajar rumus-rumus matematikanya. Jangan, deh, mendingan belajar yang lain.

Terpaksa aku terjebak di kelas selama tiga jam. Di kelasku ini, aku lumayan dekat dengan teman-teman kelasku dan tentu paling akrab dengan Amanda. Dia teman sebangkuku.

Setelah kelas berakhir, aku segera mengacir mencium tangan Pak Gali. Dia Dosen yang cukup easy going dengan mahasiswinya, catat hanya mahasiswi bukan mahaswiswanya. Hahaha, jadi cewek itu juga ada untungnya.

“Manda, aku duluan, ya,” pamitku pada Amanda.

“Iya, Sa. Aku juga buru-buru mau pulang.” Aku melaimbaikan tangan dan segera menurungi tangga. Andai di sini ada kamar lift tidak akan susah payah melewati tangga darurat.

“Sakina, Afiah!” Aku memanggil kedua sahabatku. Mereka segera menghampiriku dengan wajah berbinar.

“Sa, buruan, yuk. Kita ke salon dulu,” ajak Sakina.

“Aku belum tahu gaun apa yang akan aku kenakan nanti malam. Apa aku harus samperin Kak Mario dulu?” tanyaku menunggu jawaban. Mataku memandang ke luar.

“Ya sudah, tetapi tunggu dulu Kak Bayu. Dia lagi ada urusan sebentar,” ujar Afiah.

Kami menunggu Kak Bayu di mobil Sakina. Cukup lama sebelum laki-laki jakun ini datang. Dia berbicara dengan Afiah, tampak keduanya berdebat kecil sebelum Afiah mendengkus keras.

“Kenapa, Afiah?” Mode kepo muncul melihat wajah kusut Afiah.

“Kak Bayu mau ngajakin aku keluar sebentar. Ngeselin banget, bagaimana, dong? Kita ‘kan mau happy-happy,” tanyanya.

“Ya sudah, keluar saja. Lagian Cuma bentaran ‘kan, kita tunggu kamu, kok. Aku sama Sakina mau ke kelas Kak Mario dulu,” ujarku mengusap bahunya.

Afiah turun dari mobil dan kami melambaikan tangan melihat keduanya.

***

Aku menunggu Kak Mario setelah mengirim chat di WA. Akan tetapi, batang hidung Hot Daddy belum muncul sama sekali. Apa sesibuk itu sampai menemui istrinya saja harus  seperti antrean di WC umum?

“Awas saja, semalam juga sudah dibilangin kalau mau lancar jatahnya harus romantis,” gerutuku.

Ingatanku terlempar soal tadi malam, setelah makan malam, dia menjadi suami yang liar. Wajah dinginnya berubah seketika. Ck, mau marah, tapi sama-sama keenakan, ups.

“Kak Mario lama banget, sih,” gerutuku.

“Sabar, Sa. Hot Daddy palng masih sibuk ngurus acaranya, namanya panitia,” bujuk Sakina.

“Salsa!” Aku dan Sakina sontak menoleh.

Langsung memeluk pria yang datang dengan cengir khasnya. Uh, gila, perubahan dratis yang terjadi setelah satu tahun.

Wajahnya semakin putih, tidak ada bekas jerawat di wajahnya. Tubuhnya lebih terbentuk, dan bahunya pun melebar.

“Gila, Gio. Kamu jadi tambah keren.” Tiba-tiba tubuhku terasa ditarik.

Mulutku hampir protes andai tidak melihat siapa yang menarikku. Tatapan tajam itu menghunusku sampai merinding disko.

“”Hehe, Pak Mario,” sapa Gio.

“Jangan panggil dia ‘Pak lagi, Gio. Dia itu senior kita, kasian, dong, senior dipanggil ‘Bapak’,” ujarku membuat Gio dan Sakina tertawa.

“Kenapa kamu ke sini lagi, Sa?” tanya Kak Mario to the point. Astaga, suamiku untung sayang dan cinta.

“Lupa tanya dress codenya. Kak Mario sudah siapin baju buat aku, gak?” tanya, kali saja dia mau couple.

“Enggak ada.”

Jleb.

Singkat, tetapi menusuk. Masa dia enggak menyiapkan dress buat aku pakai ke pesta. Lama-lama minta ditambok juga, ini.

“Kalau sudah tahu sekarang pergi.” Hobi banget ngusir. Dia pikir gedung ini punya Nenek Monyangnya kali, ya.

“Kalau engga ada, kita beli dulu. Terus aku juga mau ke salon danda,” ujarku.

“Enggak usah sampai menor begitu, Sa. Nanti kamu mirip badut,” ujarnya membuat semangatku langsung merosot ke bawah.

“Aku mau cantik tahu, masa enggak boleh, sih,” protesku.

Dia menghela napas dan menatap jamnya. Ngomong-ngomong, kasian juga Gio dianggurin sapaannya.

“Jam 8:30 pestanya di mulai, kita berangkat jam 8:20 menit,” ujarnya.

“Kok waktunya mepet banget, sih. Kita bisa-bisa ketinggalan, Kak,” ujarku.

“Kamu mau Shalat di mana di sana?” tanyanya. “Ya, sudah, kamu sekarang pulang ke rumah dan enggak usah aneh-aneh make upnya,” lanjutnya dan pergi begitu saja.

“Oh, sungguh kumenangis membayangkan betapa kejamnya Hot Daddy,” batinku.

***

Jam 05:00 aku berangkat ke salon bersama Sakina. Afiah dalam perjalanan ke sini dan kami sedang di make up.

Aku meminta Mbaknya make up natural saja. Jangan sampai menor dan membuat Hot Daddy mengejekku. Akan tetapi, naturalnya gak senatural mau hang out begitu.

Ini terkesan seksi dan glamour. Hijab pasmina warna hitam membungkus kepalaku. Bibirku merona merah dan juga sentuhan blush on tipis di pipiku.

“Aku cantik enggak?” tanyaku pada Sakina setelah di make up. Dia menilaiku dan mengangguk.

“Cantik, Sa. Dijamin deh Hot Daddy klepek-klepek,” goda Sakina.

“Hehehe, pastinya, dong. Hot Daddy pasti klepek-klepek sama aku,” ujarku dengan nada bercanda.

“Hahaha.” Btw, Sakina pun, tak kalah cantiknya. Kami memakai gaun warna merah maron.

“Assalamualaikum,” salam Afiah.

“Wa’alaikumsalam.”

“Ya, tungguin aku dulu.” Dia segera mengacir untuk di make up. Aku dan Sakina menunggu Afiah sambil memainkan gadget.

Cek story WA Kak Mario. Hanya foto panitia lainnya, kenapa enggak dia post fotonya, sih?

[Kak Mario, fotonya, dong.]

Centang dua tanpa balasan.

[Assalamualaikum.]

Centang satu dan akhirnya nyesek.

“Liat saja entar bakal anggurin di pesta,” gerutuku.

***

Mario POV

Salsa tukang ganggu, ngerusuh dan bawel. Bukan dia yang menyiapkan gaunnya sendiri, dia malah menunggu menyiapkannya.

Dan, sorenya saat pulang di rumah dia meninggalkan jas di atas kasur dan catatan kecil terselip di sana.

Aku mengenakan kemeja hitam dan jas merah maron. Sangat pas di tubuhku, ternyata da tahu ukuranku.

Rambutku kutata sedemikian rapi dan kancing atas bajuku sengaja dibuka. Lalu, meluncur ke lokasi pesta.

Sesampai di sana, beberapa panitia kufoto dan update di story WA. Lalu, chat dari Salsa masuk. Aku hanya membacanya tanpa membalasnya.

"Mario, kita ke depan. Acaranya sebentar lagi dimulai,” ajak Rendi.

“Iya.” Aku menyimpan gawaiku di saku.

Beberapa pasang mata menatapku, tetapi aku acuh dan memasang wajah datarku. Sampai mataku terpaku melihat tiga wanita yang berdiri di samping meja bercengkerama.

Di sana, seorang wanita yang sangat aku kenali tertawa menghipnotisku mendekat. Namun, sampai di sana dia malah mengacuhkanku.

“Sa,” sapaku.

“Kenapa, ya, Kak? Mohon dipahami adik tingkat Kakak yang unyu-unyu nan seksi ini mau menikmati acara tanpa godaan,” ujarnya melirik dadaku. Dasar, siapa yang menggodanya.

“Cuma mau menyapa,” ujarku, “jangan buat keributan di sini. Sebentar lagi acaranya dimulai.” Mereka mengangguk.

Aku mau pergi, tetapi Salsa menahan tanganku. Dia menarik kerah jasku membuatku melototkan mata. Hal gila apa lagi ini?!

“Sa,” tegurku tertahan. Aku melirik sekitarku dengan cemas. Jangan sampai dia nekat di depan umum.

“Ck, aku hanya mau mengancing bajumu,” ujarnya dan puk! Dia menepuk dadaku sambil menyeringai nakal.

“Jangan biarkan wanita-wanita di sini berfantasi liar tentangmu.” Aku mendorongnya pelan, memberi jarak di antara kami.

“Kalau pun ada, dia tidak akan seliar pikiranmu,” decakku membuka kembali kancing baju atasku dan meninggalkannya.

“Ck, habis kamu malam ini di Hotel.” Aku tersenyum tipis mendengarnya begitu kesal melihatku membuka kancing bajuku.

***

Bersambung ....

Note : Lanjutan dari SGD.

SSK-3

#Suamiku_Senior_Killer (Season 2 SGD)

#SSK_03

Calon HOT CEO Vs Sekretaris

.

Mario POV

Acara berjalan lancar dan semua tamu menikmati jamuan makan di pesta. Tak terkecuali juga gadis yang menatapku sejak tadi. Masih tersirat kekesalan di wajah cantiknya.

“Kamu jelek kalau cemberut,” ejekku membuat dia mendengkus. Matanya mendelik sebal.

“Kapan pestanya berakhir? Aku tidak sabar membuatmu mengerti kekesalanku, Kak,” rengutnya, lalu bibir mungilnya meneguk minumannya.

“Jam 10 malam, nikmati acaranya.” Dia menyilangkan kakinya.

Fisik Salsa semakin berubah. Dia yang terlihat seperti remaja labil bermake up polos kini seperti wanita dewasa, hal yang pernah hampir kusia-siakan dalam hidupku.

Kami menunggu acara sampai selesai, berbeda dnegan kedua sahabat Salsa, mereka pamit lebih dulu. Tidak mungkin aku pergi juga karena termasuk panitia acara.

“Ngantuk,” rengek Salsa menarik tanganku seperti anak kecil.

“Sabar, Sa. Sedikit lagi,” bujukku mengusap kepalanya.

Akhirnya puncak acara telah selesai, aku pamit kepada semua panitia. Lalu, membawa Salsa pergi dari sini.

“Kita menginap di hotel saja, ya,” ujarnya dengan kelopak mata menggantung.

“Iya, kamu perbaiki jalan kamu, Sa. Nanti jatuh,” tegurku melihatnya berjalan linglung.

***

Salsa POV

Hihihi, sebenarnya bakatku sudah semakin terlihat sejak mengenal Kak Mario luar dalam. Materi yang sejak bangku SMA kini berguna untukku karena teorinya sudah berada di luar dalam kepalaku juga.

Dia perlu diberikan perhitungan membuatku cemburu dan kesal selama pesta berlangsung. Kekesalanku bertambah saat melihat malam ini dia sangat tampan. Oh, good, dia benar-benar mirip pria asing yang punay tubuh atlit. Mana penampilannya seperti CEO.

Sekarang fantasiku berubah mendadak karena melihat Hot Daddy. Namun, tetap buyar karena hidup memang tak pernah seindah novel. Meski dia mengatakan punya perusahaan, tetapi nasibku tidak sama dengan pemeran dalam novel yang bisa ke restoran mewah kapan saja, punya kartu golden cart dan juga punya pesawat pribadi, hell no!

Meski begitu, aku tetap bersyukur karena kehidupan kami cukup mewah. Tidak pernah kekurangan dan itu sudah cukup untukku.

“Kak Mario,” lirihku serak menahannya saat dia menyelimutiku.

Dia sudah membuka jasnya dan menggulung lengan kemejanya setenagh lengah. Dalam hati aku mulai menjerit-jerit kesenangan. Dia menyipitkan mata melihatku.

“Kamu tadi bilang mau tidur,” ujarnya menatapku curiga. Aku menyengir.

“Ck, kamu mau apa?” tanyanya galak. Dasar Hot Daddy sok galak urusan begini padahal kalau sudah jalan juga suka.

Brak!

Aku menariknya hingga jatuh di atasku. Sintak aku meringis karena sakit, sialan! Kenapa di novel-novel justru romantis tetapi ini malah menyakiti tubuhku.

“Aw, minggir cepat! Berat tahu! Sialan sekali novel-novel itu. Harusnya dia mengatakan kalau berat!” teriakku mencoba menyingkirkan Kak Mario.

Dia menyeringai membuatku meneguk ludahku. Bukan bangkit dia melah menahan kedua tanganku.

“Ka—Kak Mario, mau apa?” Gugup tentunya.

“Melakukan seperti di novel.”

Aku memejamkan mata dan dia tidak mengizinkanku istirahat. Kapok baca novel romansa adult kalau begini jadinya. Besok, aku yakin pasti tubuhku remuk sekali. Niatnya aku yang mau liar, tahu-tahu dia lebih liar.

***

Jam berapa sekarang? Mataku masih silau memandang sekitarku. Lalu, meraih gawaiku dan ternyata jam 10 pagi.

“Enghh! Waduh, badanku remuk semua!” keluhku memijat lenganku.

Kak Mario ke mana, ya? Kok, kamar sepi. Apakah aku akan seperti cerita dalam novel dicuri Hot Daddy ke hotel dan bangun-bangun dalam keadaan tidak memakai busan.

Well, itu tidak mungkin karena dia suamiku sendiri. Ck, otakku tolong kamu harus fokus agar tidak menghubungkan adegan dalam novel. Aku bermonolog pada diriku sendiri.

“Sa, kamu mandi dulu, terus kita makan.”

Hot Daddy kagetin saja tiba-tiba dia nongol. “Remuk badanku, bukan hatiku. Kak Mario tega banget, sih. Gak bisa jalan mendadak, ini,” keluhku seraya bangun dan mengeratkan selimutku.

“Kamu juga yang menginap di hotel,” ujarnya cuek.

“Iya ... iya ... tapi, bantuin ke kamar mandi, dong. Enggak bisa jalan,” rengekku karena kaki dan pahaku terasa kram.

Kak Mario langsung mengendongku ke kamar mandi dan menyiapkan air hangat. Aku butuh berendam agar otot-ototku rilex kembali.

***

Kami ceking out setelah selesai makan. Hari ini aku tidak ke kampus karena sudah telat. Ini juga kata Kak Mario tidak mengizinkanku ikut karena pasti aku melewatkan satu mata kuliahku.

Mau bagaimana lagi, dong. Jangan salahkan aku, bagi wanita yang masih baru melepas masa remajanya pasti mengingkan pesta di tengah kuis-kus yang menguras otak.

“Kak Mario kalau selesai kuliah, mau kerja jadi guru lagi, gak?” tanyaku.

Paling tidak menyangka dia mau kuliah kembali saat aku menganggur satu tahun. Menurutku, dia kuliah karena mau mengawasiku. Mungkin dia masih khawatir soal kondisiku akibat depresi berat yang aku alami.

Sedikit cerita, aku pun khawatir dengan kondisiku. Paling tidak mau bertemu dengan pria itu lagi, walau sekarang dia mendekang di penjara karena perbuatannya. Namun, bagaimana jika dia keluar?

“Enggak mau jadi guru lagi, Sa. Aku mau membuka cabang perusahaan di sini.”

“Kapan perusahaannya ada di Bandung, Kak?” tanyaku memperbaiki posisi dudukku di dalam mobil.

“Sekarang dalam proses, kenapa?” Ih, masih tanya kenapa? Fantasiku mulai berkelana ke mana-mana. Jadi, Hot Daddy bener bakalan jadi CEO. Pasti dia bakal jadi Hot CEO.

“Aku ‘kan jurusan Admistrasi Perkantoran, boleh, dong, aku jadi sekretaris Kak Mario,” ujarku mengeluarkan ideku.

Dia mengentuk-ngetik stir mobilnya. Melirikku sejenak dan fokus kembali menatap jalanan. “Kalau nilai kamu memungkinkan, kamu bisa jadi sekretarisku,” ujarnya.

“Pokoknya harus jadi sekretaris Kak Mario. Kan enak bisa kerja sambil pacaran,” godaku mulai membayangkan yang iya-iya.

Rasa panas mulai menjalar di wajahku. Enggak sabar jadi sarjana terus melamar kerja di kantor suamiku. Aman juga buat hindari scandal antara sekretaris dan CEOnya.

“Semoga saja aku fokus bekerja,” gumam Kak Mario masih bisa kudengar.

“Hihihi.” Aku cekikan dalam hati.

***

Bersambung ....

Note : Season 2 lanjutan dari CB SGD.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!