NovelToon NovelToon

Cinta Hafisa

Pengenalan Tokoh

Pemeran utama

- Hafisa

- Iqbal

- Destian

Pemeran lainnya

- Hasan - Antagonis

- Baron - Bapaknya Hasan

- marjanah - Ibunya Hasan

- Jajat- Abahnya Hafisa

- Aminah - Ibunya Hafisa

- Awalilah - Adiknya Hafisa

- Fransiska - Mamihnya Iqbal

- Setiawan - Papihnya Iqbal

- Nena- Adiknya Iqbal

- Euis - sahabatnya Hafisa

- Wawan - sahabat Iqbal

- Sheila - cewek yang suka dengan Iqbal

- Destian - Teman Iqbal yang suka Hafisa

- Ratna - Ibu Destian

- Yanah - Pembantu di rumah Destian

- Mamad- suami Yanah

- Retno - selingkuhan Pak Setiawan

- Bu Enok- Ibunya Euis

- Abah Rojak- Abahnya Euis

Aku Hafisa, Aku tinggal di Garut. Aku dari keluarga sederhana, percintaan aku sangat menyakitkan, berawal dari hutang Abah pada rentenir yang sangat menumpuk, sampai rentenir itu ingin menjodohkankanku dengan Anaknya yang bernama hasan, karena Abah tidak bisa membayar hutang, sampai aku nekat pergi ke Jakarta menghindari pernikahan, dan di situlah aku menemukan cinta sejati yang penuh rintangan.

Iqbal adalah cowok kota, yang playboy suka ganti-ganti wanita. Tapi setelah kenal dekat dengan Iqbal, ternyata Iqbal cowok setia, romantis, tanggung jawab, mau berkorban. Iqbal bisa membuat luluh hatiku.

Hasan cowok egois, manja, arogan, Hasan itu selalu ingin mendapatkan, apa yang dia inginkan, jika tidak, dia akan berbuat nekat. Hasan sangat tergila-gila padaku, sampai merengek pada orang tuanya untuk meminangku.

Baron adalah Bapaknya Hasan, Baron itu terkenal di kampung dengan sebutan Kang Baron Rentenir kejam. Setiap orang yang tidak bisa dan tidak mampu membayar, Baron akan melakukan hal nekat, bisa merampas hak milik peminjam hutang.

Marjanah Ibunya Hasan, yang angkuh, bawel, dan sombong, Marjanah selalu menggosipi orang yang tidak dia suka dan suka memfitnah. Marjanah juga suka pamer kekayaan Suaminya.

Jajat adalah Abahku, dia adalah sosok pria sabar, rajin dan bertanggung jawab, karena Adikku butuh biaya, Abah sampai rela meminjam rentenir untuk Adikku bisa ujian dan meneruskan sekolah. Abah selalu berkorban untuk Anak dan tidak mementingkan dirinya sendiri.

Aminah adalah Ibuku, dia sosok Ibu yang paling aku banggakan, sosok yang sabar, baik hati, mulia, dan bijaksana, kekurangan Ibu hanyalah gampang menangis dan selalu pasrah.

Awalilah adalah Adik perempuanku satu-satunya, dia masih SMP, Aku sering memanggilnya Lilah, dia Anak yang tidak manja, penurut dan mengerti keadaan. Lilah hanya menangis saja jika keinginannya tidak terpenuhi dan selalu tersenyum dan menutupi kalau dia sedih.

Fransiska adalah Mamahnya Iqbal, dia sosok yang sombong, arogan, dan jahat, bawel, suka bandingin derajat orang lain.

Setiawan adalah Papahnya Iqbal, Setiawan pria mata keranjang, Setiawan selalu selingkuh dengan wanita-wanita penggoda lainnya. Iqbal sangat membenci Papahnya itu.

Nena adalah Adik perempuan Iqbal yang sangat Iqbal sayangi. Nena sifatnya beda dari kedua orang tuanya, dia mirip dengan Iqbal baik hati, ramah, Nena sama seperti Awalilah masih duduk di bangku SMP.

Euis sahabatnya Hafisa di kampung. Euis sahabat terbaik Hafisa, dia adalah sosok sahabat yang ramah, mengerti, dan mau menolong. Euis selalu membantu Hafisa saat susah, Aku dan Euis suka dan duka selalu bersama.

Wawan adalah sahabatnya Iqbal. Wawan dan Iqbal kemana-mana selalu berdua, dan selalu membantu saat Iqbal susah maupun Wawan.

Sheila adalah wanita yang suka dengan Iqbal, Sheila sama dengan Hasan selalu ingin mendapatkan apa yang dia inginkan, Sheila sangat disukai oleh Fransiska. Sheila selalu menjahatiku saat Iqbal suka sama aku.

Destian adalah teman Iqbal, Destian suka dengan Hafisa, Destian sering bertengkar dengan Iqbal karena Destian sering mencuri hatinya Hafisa. Saat Hafisa susah, Destian juga sering membantu Hafisa. Aku dan Destian menjadi sahabat dekat di Jakarta.

Itulah pengenalan Tokoh cerita Cinta Hafisa. Penasaran tunggu episode selanjutnya ya guys semoga kalian suka dan bisa menghibur 🥰🥰🥰🥰

Bab 1

Pada malam hari, aku bersama Euis, pulang mengajar ngaji. Segerombolan Anak rentenir bernama Hasan dan teman-temannya, mengikuti Aku dan Euis. Hasan gak pernah berhenti mengejar-ngejar Aku, walaupun sudah beberapa kali aku tolak.

"Hallo, Hafisa! mau aku antar?" tanya Hasan.

"Gak usah! gak pantas, apa kata orang kampung, kalau kamu ngantar saya!" sahut Hafisa.

"Gak usah peduliin orang kampung, mereka, mulutnya emang kaya gitu! ayo naik!" minta Hasan.

"Cukup ya Hasan! tolong kamu gak usah ganggu saya lagi! ayo Is!" sahut Hafisa mengajak temannya Euis.

"Dia berani nolak gue cuy! gak terima gue!" sahut Hasan.

"Udah lah, Bos, bukannya, Bos sudah berkali-kali ditolak? Ha-ha-ha...." sahut teman-teman Hasan menertawakan Hasan.

"Diam kalian semua! lihat aja nanti! kalian lihat semua yah, Hafisa bakal jadi istri gue!" sahut Hasan tersenyum.

"Sa, sebaiknya, besok kamu gak usah ngajar ngaji dulu deh, Euis takut, takut kamu di apa-apain sama Hasan gila itu!" saran Euis.

"Kalau aku gak ngaji, gimana Anak-anak Is? pasti Bu Komar gak akan bayar aku!" ucapku bingung.

"Kamu tenang aja Sa, ada aku, aku bakal gantiin kamu ngajar, aku bakal bilang sama Bu Komar, kalau sementara, aku yang gantiin kamu, nanti, gaji kamu, aku kasih ke kamu!" saran Euis.

"Kamu serius Is? gini aja, gaji kita bagi dua aja ya Is!" ucapku merasa tidak enak.

"Hafisa, kamu teh, gak usah gak enak sama Euis, Euis sahabat kamu sejak kecil, kamu lebih membutuhkan dari pada Euis." Sahut Euis.

"Makasih Euis, kamu sahabat terbaikku, aku gak tahu, harus bilang apa lagi sama kamu, kamu sudah banyak bantu aku." Ucapku tersenyum sambil berlinang air mata.

"Tong ceurik kitu Sa, jelek ah!" sahut Euis meledek.

"Gak nangis, aku teh, terharu Is, punya sahabat, baik seperti kamu." Ucapku.

"Euis gak mau, kamu sampai didekatin sama Hasan, bahaya!" sahut Euis.

Euis memang sahabat terbaikku. Euis selalu ada buat aku, aku izin ke Abah dan Ibu, kalau aku sementara gak ngajar ngaji, karena menghindar dari Hasan. Alhamdulillah, Abah dan Ibu mengerti. Aku melihat Adikku menangis, aku masuk kamarnya, dan menegurnya.

"Kamu teh, kenapa Dek, kok nangis? bilang sama Teteh!" ucapku menghapus air mata Awalilah.

"Percuma Teh, percuma Lilah bilang ke Teteh, kalau Teteh, gak bakal bisa bantu!" ucap Lilah.

"Kenapa Lilah? insya Allah, Teteh akan usahakan!" ucapku, menyakinkan Adikku.

"Lilah belum bayaran, selama enam bulan Teh, kalau Lilah, gak bayar, Lilah gak bisa ikut ujian! Teteh bisa bantu?" tanya Lilah menatapku sambil menangis.

"Insya Allah, Teteh akan usahakan! sekarang, kamu tidur, istirahat, jangan dipikirkan lagi yah, biar Teteh yang tanggung jawab!" ucapku meyakinkan Lilah.

"Benar ya Teh, makasih Teh." Sahut Lilah sambil tiduran dan merasa tenang.

Astaghfirullah, aku harus bagaimana ini? aku harus cari uang kemana lagi? gaji aku ngajar aja, masih kurang untuk bayar uang bulanan Lilah, kalau aku bilang Abah, Abah pasti stres, apa lagi Ibu, tapi, aku bangga sama Adikku yang satu ini, dia gak mau, bikin Abah sakit dan Ibu sedih, dia pendam sendiri, sabar ya Dek, Teteh akan berusaha, cari uang buat kamu.

Saat itu, Abah mendengarkan obrolanku dengan Lilah. Abah bingung dan nangis di kursi. Aku melihat Abah sambil menghapus air matanya yang terus-menerus menetes.

"Abah, belum tidur? Abah kenapa?" tanyaku menatap Abah.

"Hiks-hiks-hiks... Abah ini, Abah macam apa? Abah yang gak pernah bisa bahagiakan Anaknya, hanya bikin Anaknya sengsara, hiks-hiks-hiks...." Abah menyesal pada dirinya sendiri.

"Maksud Abah apa? Fisa gak ngerti? kenapa Abah salahkan diri Abah sendiri?" tanyaku berlinang air mata.

"Hiks-hiks-hiks... Abah mendengar semua pembicaraan kamu dengan Adikmu, Adikmu belum bayar iuran SPP selama enam bulan, Abah merasa gak berguna sebagai orang tua! Abah bingung, harus cari uang kemana lagi, sedangkan, hutang Abah masih banyak dan belum bayar di Kang Baron, ya Allah, dosa apa aku ini, sampai gak bisa memenuhi kebutuhan Anakku sendiri." Sahut Abah menangis dan merasa bersalah.

"Astaghfirullah, hiks-hiks-hiks.... Abah kenapa sampai pinjam uang Kang Baron? Abah tahu gak, banyak warga sini, yang dibantai semua kalau gak bayar Abah, bunganya pun pasti tinggi, Kang Baron terkenal kejam di kampung sini! Astaghfirullah... gimana kalau kita, sampai gak bisa bayar Abah?" tanyaku takut dan cemas, hatiku semakin kacau dan gelisah. Ketakutan pada diriku, semakin mendekat.

"Maafkan Abah Nak, Abah bingung waktu itu, Abah kepepet Nak, buat makan, buat bayar Ibu ke rumah sakit, Abah gak mau bebanin kamu Nak, mangkanya, Abah pinjam ke Kang Baron!" sahut Abah menjelaskan.

"Ibu sakit? sakit apa Bah? kenapa Abah gak pernah mau cerita ke Fisa? Fisa Anak Abah, biar bagaimana pun, gak pernah ada beban dalam hidup Fisa Bah, Hafisa gak tahu lagi, harus bagaimana Bah, hiks-hiks-hiks..." aku langsung berlari dan masuk kamar. Aku menangis dan stres harus bagaimana, menghindari Hasan, sepertinya gagal, justru malah mendekat pikiranku. Aku hanya takut, seperti orang-orang kampung, yang gak bisa bayar bisa diperlakukan semena-mena oleh Kang Baron.

Hiks-hiks-hiks... maafin Abah Hafisa, maafin...

****

Di kediaman rumah Hasan. Hasan merengek-rengek minta dinikahkan dengan Hafisa. Ibunya Hasan tidak setuju, tapi karena melihat Anaknya yang manja merengek, akhirnya, setuju.

"Papah! Hasan mau nikah!" minta Hasan.

"Apa? kamu mau nikah? nikah sama siapa Hasan?" tanya Baron Papahnya Hasan.

"Sama Hafisa, Pah!" sahut Hasan cemberut.

"Apa? Anaknya si Aminah itu? enggak! enggak! Hasan, kamu cari yang lain, perempuan masih banyak!" minta Bu Marjanah.

"Mah, pokoknya Hasan minta Dinikahkan dengan Hafisa, titik! kalau enggak, Hasan akan kabur dari rumah!" minta Hasan.

"Aduh, duh, Hasan, iya, iya, Mamah setuju deh, tapi, kamu jangan kabur yah!" minta Bu Marjanah memeluk Hasan.

"Tunggu! Hafisa Anaknya Jajat kan? kamu serius, suka sama Anaknya? bukan Anaknya sangat alim dan soleha, mana mau dia sama kamu?" tanya Pak Baron.

"Kalau gak mau paksa Pah, pokoknya, gimana caranya, Hasan harus nikah dengan Hafisa, Hasan cinta sama dia, dia perempuan beda di kampung ini, Hasan penasaran sama dia Pah!" rengek Hasan.

"Ha-ha-ha.... rupanya, kamu sudah kepelet sama perempuan desa itu! oke, Papah akan nikahkan kamu dengan wanita itu, kebetulan, Bapaknya, punya hutang sama Papah, belum bayar, mungkin, dengan alasan itu, kamu bisa nikah dengan Anaknya!" sahut Baron menatap Hasan sambil tersenyum.

Bersambung...

Terima kasih, buat readers yang udah mau baca cerita baru saya, semoga ceritanya bisa menghibur dan suka ya teman-teman, sambil nunggu up selanjutnya, boleh yuk, mampir ke cerita aku yang lainnya, cekidot🥰🥰🥰

- TA'ARUF CINTA

- CINTA DAN DETIK TERAKHIR

- CINTA GADIS BISU

- CINTA COWOK DINGIN

- DIARY ASMARA

Bab 2

Pagi-pagi sekali, Ibu di dapur. Ibu bingung gak ada yang bisa dia masak. Aku melihat Ibu menangis di dapur. Aku langsung menghampiri Ibu.

"Ibu, kenapa Bu?" tanyaku penasaran.

"Gak apa-apa Neng, Ibu gak apa-apa." Ucap Ibu berbohong sambil menghapus air matanya.

"Ibu jangan bohong sama Fisa!" Aku langsung menatap mata Ibu.

"Ibu bingung Neng, mau masak apa, buat sarapan pagi. Beras, minyak, semua gak ada, hutang kita juga sudah menumpuk di warung." Ucap Ibuku.

"Astaghfirullah, biar Fisa nanti cari pinjaman uang ya Bu." Sahutku sambil meneteskan air mata.

"Kamu mau pinjam ke siapa Nak? jangan Nak!" pinta Ibuku.

Saat itu, hujan deras. Aku berlari-lari ke rumah Euis. Aku berlari, sampai terjatuh dan luka. Aku tidak peduli, luka di kakiku, gak seberapa di banding harus melihat keluargaku kelaparan.

"Assalamu'alaikum." Salamku sambil mengetuk pintu rumah Euis.

"Wa'alaikumsalam, Astaghfirullah... Hafisa, kamu teh kenapa? hujan-hujan begini? nanti sakit!" ucap Euis.

"Hiks-hiks-hiks... Euis, aku mau minta tolong sama kamu, kamu punya uang lima puluh ribu gak? keluargaku kelaparan, kalau aku dapat rezeki, aku ganti! atau kamu bisa ambil gaji dari aku mengajar." Ucapku sambil menangis dan basah kuyup.

"Gak ada!" sahut Ibunya Euis.

"Ibu..." panggil Euis.

"Enak saja kamu pinjam-pinjam! emang, kamu kira kita Bank! Euis, jangan mau dimanfaatkan dia! lebih baik kamu jauhi dia! Bapaknya, sudah banyak hutang di mana-mana, jangan sampai kamu seperti dia!" ucap Ibunya Euis.

"Hiks-hiks-hiks.... Ibu, tolong saya! saya butuh buat makan, nanti saya ganti Bu." Ucapku memohon demi keluargaku makan.

"Biar Abah kamu suruh cari! enak saja dia, nyuruh Anaknya ngemis-ngemis!" bentak dan hina Ibunya Euis.

"Astaghfirullah, Ibu keterlaluan! Euis gak menyangka, Ibu jahat seperti ini! istighfar Bu, istighfar!" nasihat Euis.

"Euis! masuk kamu! masuk!" tarik Ibunya Euis.

"Bu, kasihan Hafisa Bu! Euis harus bantu!" teriak Euis.

Hiks-hiks-hiks... sungguh berat, derita yang aku rasakan ya Allah. Aku harus cari uang kemana lagi? Kasihan keluargaku, hiks-hiks-hiks...

Aku berjalan perlahan. Gak lama, sandal jepit yang aku gunakan putus. Sampai akhirnya, aku tidak pakai sendal. Rasa sakit batu kerikil dan derasnya air hujan, membuat aku hilang dari rasa sakit dan dingin. Air mataku, terus menetes bercampur dengan air hujan.

Aku langsung ke tempat Bu Komar. Aku meminta pertolongan pada Bu Komar. Alhamdulillah, Bu Komar membayar gajiku mengajar ngaji, meskipun gak besar, tapi cukup untuk makan seminggu keluargaku.

Sesampainya di rumah, dengan baju basah kuyup. Kang Baron hujan-hujan bersama Anak buahnya datang ke rumah untuk menagih hutang Abah. Aku melihat Ibu, Abah, dan Adikku menangis. Ibu memohon pada Kang Baron agar tidak menjodohkan Anaknya dengan Hasan Anaknya Kang Baron.

"Cukup! ada apa ini?" tanyaku sambil basah kuyup.

"Hmmm.... ini Anakmu? kenapa kamu sejak dulu gak pernah bilang sama saya Jat! pantas, Anakku tergila-gila dengan Anakmu! Anakmu begitu cantik." Ucap Kang Baron sambil merokok dan membuang asapnya ke wajahku.

"Maksud Bapak apa? datang ke rumah saya, Bapak marah-marah sama Ibu dan Abah saya? maksudnya apa?" tanyaku sinis.

"Dengar Neng geulis, Abah kamu punya hutang sama saya dua puluh juta! sampai sekarang, Abah kamu ini, belum bayar sama saya. Wajar dong, saya tagih? tapi, sayangnya Abah kamu gak bisa bayar! apa kamu sanggup bayar? ha-ha-ha...." ucap Kang Baron.

"Saya minta waktu! hutang Abah, bakal saya bayar, tapi gak sekarang!" ucapku kesal.

"Ha-ha-ha... kamu gak usah sok pahlawan geulis! mau sampai kapan? mau bunganya sampai numpuk? hah? saya mau minta hari ini! kecuali, ada syaratnya, yang harus kamu penuhi!" ucap Kang Baron.

"Apa syaratnya?" tanyaku.

"Abah sama Ibu kamu tahu, tanya saja kedua orang tua kamu!" ucap Kang Baron.

"Abah, Ibu, apa syarat dari Kang Baron? jawab Abah! Ibu!" pintaku.

"Hiks-hiks-hiks... Ibu gak setuju syarat dari Kang Baron Neng!" ucap Ibunya.

"Syaratnya apa Bu? Abah? jawab!" pintaku sambil meneteskan air mata.

"Cepatan! saya gak ada waktu buat ladenin kalian! cepat kalian ngomong sama Anak kalian!" minta Kang Baron.

"Kamu harus menikah dengan Hasan Nak, kalau kamu menikah dengan Hasan, semua hutang Abah lunas! hiks-hiks-hiks..." ucap Abah sambil menangis.

"Apa Bah, menikah dengan Hasan? gak mungkin! Hafisa gak mau! Dengar Kang, sampai kapan pun, saya gak akan pernah mau menikah dengan Anak Kang Baron!" ucapku ketus.

Kang Baron langsung menamparku, sampai bibirku berdarah. Kang Baron menjambak hijabku dengan keras sampai berantakan.

"Hafisa! hiks-hiks-hiks..." teriak Ibuku memanggilku sampai menangis dan memohon pada Kang Baron, agar tidak berbuat kasar pada Hafisa.

"Jangan sakitin Anakku! hiks-hiks-hiks... nanti, biar kami musyawarahkan dulu!" minta Abah sambil menangis.

"Teteh.... hiks-hiks-hiks..." Adikku Awalilah syok dan menangis.

"Anak kalian ini, kurang ajar sama saya! dengar! saya udah baik sama kamu, mau menolong Bapakmu! kamu harus berterima kasih, sama Hasan, karena sudah mau menyukai kamu! kalau gak gara-gara Hasan, saya gak sudi punya mantu kurang ajar seperti kamu!" bentak Kang Baron menjambak hijabku.

"Kang Baron, jangan sakitin Anak saya, hiks-hiks-hiks... saya mohon!" pinta Ibu sambil berlutut di kaki Kang Baron.

"Ibu! bangun Ibu! Ibu gak pantas berlutut sama orang kaya dia! dia bukan tuhan Bu!" mintaku sambil membangunkan Ibu.

Kang Baron belum puas ingin menghajarku. Sampai Abah menghalangi dan mengenai Abah. Tapi, Kang Baron tidak ada ibah dan rasa kasihan dengan keluargaku.

"Saya kasih waktu tiga hari! kalau kalian belum ngambil keputusan juga, saya bakal ambil rumah ini! catat semua baik-baik!" ucap Baron bersama Anak buahnya keluar dari rumah.

Banyak tetangga yang berbincang dan menggosipi keluargaku. Tapi aku dan keluarga hanya diam tidak membalas ocehan para tetangga.

"Kasihan yah, keluarga Pak Jajat. Tapi Kang Baron masih baik lho, Anaknya mau dijodohkan, buat lunasin hutang Pak Jajat. Harusnya, Hafisa tahu diri kasihan sama orang tua, lagian Hasan ganteng." Ucap tetangga.

"Udah Hafisa, nurut aja kamu! kasihan tuh, Abah kamu!" tambah lagi ucapan tetangga.

"Masuk! jangan dengarin kata mereka!" ajak Abah masuk ke dalam.

"Ibu obati lukamu ya Neng." Sahut Ibuku.

"Kenapa Ibu sama Abah gak pernah cerita sama Fisa? kenapa Ibu gak mau jujur kalau Ibu sakit. Sebenarnya, Ibu sakit apa?" tanyaku.

"Maaf Neng, hiks-hiks..." ucap Ibu malah menangis.

"Jawab Bu! kamu juga, kenapa gak berangkat sekolah?" tanyaku.

"Sebenarnya, Ibu sakit Asma Neng, maafin Ibu gak pernah cerita sama kamu. Karena Ibu gak mau menyusahkan kamu Neng, Ibu yang larang Abah bilang Kamu, hiks-hiks-hiks...." ucap Ibuku.

"Astaghfirullah... Ibu." Sahutku kaget.

Bersambung...

Terima kasih atas dukungan kalian semua, readersku dan teman- teman udah setia ikutin cerita Cinta Hafisa,semoga ceritanya bisa menghibur dan gak ngebosenin ya, di tunggu episode selanjutnya 🥰🥰🥰

Sambil menunggu cerita Cinta Hafisa boleh yuk mampir ke cerita aku yang lainnya gak kalah seru dan romantis banget cekidot 🥰🥰

- TA'ARUF CINTA

- CINTA GADIS BISU

- CINTA COWOK DINGIN

- CINTA DAN DETIK TERAKHIR

- DIARY ASMARA

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!