Malam semakin mencekam, dan jam digital didinding kamar seorang pemuda menunjukkan pukul 00.00 di Hari Jumat. Ia terlihat senang akan hal itu. Dengan stelan serba hitam dan terlihat rapi, ia segera bergegas. Tak lupa ia menyandang satu jaket dari brand ternama yang menunjang penampilannya malam ini.
"Dimas." panggil satu orang teman. Ia bertubuh kerus dengan rambut keriting yang panjang sebahu. Pria itu memegang Kamera di tangannya. "Lo sudah siap?" tanyanya.
"Siap, KUn. Kita opening dulu." ucapnya yang mencari tempat yang sekiranya menarik di layar smartphone para penggemarnya. Dimas lansung berdiri di samping jam digitalnya. "Jangan lupa kita adain live buat edisi khusus, perayaan Lima ratus ribu subcriber akun Youtube Kita, Merinding Disko!"
"Siap!" seru temannya yang berbadan gendut. dia memegang satu handphone yang siap merekam aksi dimas secera live. "Wah, udah lansung di lihat 100 orang nih, lansung hajar Dim, para pecinta Merinding Disko udah kangen sama Merinding Disko!" seru temannya.
"Siap!! Kuncoro, Bobi, mari kita beraksi!!! Kita buat Merinding Disko tembus sepuluh juta subcriber!!!!"
"Kamera rolling, action!"
"Guys, selamat malam dan selamat datang di chanel Youtube gue, Merinding Disko. Tiada malam tanpa Merinding namun tidak perlu ke disko. Malam ini, Gue bernama Dimas, akan mengajak kalian ke sebuah bangunan tua yang lumayan angker. Gue akan Keep hingga kita sudah ada di bangunan tersebut. Sebab jam digital ini sudah menunjukkan pukul 00:03 itu artinya gue beraksi!"
"Cut!" seru Kuncoro. "Kita bergeas ke tempat yang di maksud." seru Kuncoro.
"Jangan terlalu terburu-buru, bangunannya ada di belakang hotel ini kan?" tanya Dimas duduk santai.
"Dim, kenapa lu ulurin waktu?" tanya Bobi.
"Apa lo mulai takut?" tanya Kuncoro memasang wajah penuh curiga. Ia tersenyum melihat wajah tampan Diman yang tiba-tiba pucat.
"Nggak, siapa bilang gue takut."
"Kalau lo takut sih wajar aja Dim. Kita kali ini penelusuran nyata, bukan mengada-mengada seperti beberapa video yang kita apload kemaren. Kemudian rumah ini juga memiliki sejarah cukup menyeramkan, banyak para konten kreator dan youtuber horor lainnya mundur karena tiba-tiba alatnya rusak atau mereka kesurupan." jelas kuncoro yang semakin membuat keadaan mencekam.
"Guys!" panggil Bobi yang masih terus merekam mereka. "Para penggemar mulai marah." ingat Bobi.
"Bajng*n, kenapa rekam sih, trus apa kata mereka?" Dimas segera mencek kolom komentar yang tidak henti mereka lontarkan.
@Rambe67 Mananih penelusurannya, masa ngobrol sih
*@*12345 Oiii buruan....
@12345 jadi kalian boongan selama ini
@siskawek kak Dim kamu nggak boongkan
@ayunta Payah merinding disko isinya sampah
@tamatama gue unfoll aja nih akun
@rekasint1 iya boong nih
@12345 gue juga mau tidur aja, ngapain buang-buang kuota
*"*Kurang ajar!" gumam Dimas kesal. Dia ingin melampiaskan keapada Bobi yang sangat ceroboh. Tapi niat itu akan ia simpan setelah penelusuran malam ini selesai. Dimas lansung mengambil hape itu dan melakukan live-dirinya.
"Oke para penggila merinding disko, itu hanya akting. Gue dan tim tidak pernah merekayasa semua kontent. Bahkan beberapa ada video hantu beneran yang masuk tanpa kita sadari." ucap Dimas.
@rambe67 Payah
@ayunta Tukang boonng lu
@tartar Buruan penelusuran
@12345 jangan banyak bacot
"Baik... gue akan buktiin kalo gue nggak bohong. Kita akan pergi ke TKP sekarang!"
@12345 Gitu dong
@tartar Gue pantau
Komentar Netizen tak henti-hentinya beragumen. Hal itu membuat Dimas lupa akan rasa cemasnya. Ia bersama tim penelusurannya yaitu Kuncoro dan Bobi segera berangkat. Dibandingkan di teror setan, kehilangan kepercayaan dan menjadi musuh para netizen jauh lebih menyeramkan. Disisi lain, ia semakin di dekatkan dengan namanya sebuah bencana yang mengancam nyawa.
.
.
.
"Ini rumahnya?" tanya Dimas kepada Kuncoro.
Mereka bertiga di hadapkan pada sebuah bagunan rumah yang besar dan juga rapuh. Bangunan rumah bak istana namun suasananya terasa mencekam dan berbau misteri.
"Dua puluh tahun yang lalu, rumah ini dimiliki oleh seorang dukun wanita yang penuh akan dendam. Suaminya mati sewaktu dia hamil putrinya. Sejak saat itu ia semakin dingin. Konon kabarnya ia mengurung putrinya agar tidak keluar dari rumah. Tapi ternyata pertarungan sengit terjadi, pembunuh dari suaminya adalah ibu kandung dari dukun tersebut. Mereka bertarung hingga salah satunya mati. Kemungkinan besar yang mati adalah wanita tua, alias ibunya yang juga merupakan dukun paling licik. Konon kabarnya ia masih sering meneror walau dalam bentuk arwah. dan konon kabarnya, arwahnya akan semakin kuat untuk menuntut balas kepada anak dan cucunya." jelas Kuncoro.
"GLEK!!" Dimas dan Bobi menelang ludah kering. Entah kenapa cerita Kuncoro membuat buluk kuduknya merinding.
"Satu hal, ada satu benda yang disimpan disini. Benda keramat." lanjut Kuncoro."
"Apa lagi?"
"Boneka beruang yang di pakai untuk memanggil arwah setan."
"Kok yang itu kedengaran imut ya?" pikir Dimas.Pernyataan Kuncoro yang terakhir merontokkan semua rasa takutnya. Ia lansung menyalakan kamera handphonenya dan melakukan live. Disana beberapa komentar baik mulai bermunculan, mereka mendengar cerita Kuncoro dan mereka juga ketakutan.
"Untuk kalian, gue akan merinding disko di bangunan tua yang cukup menyeramkan ini. Satu hal lagi, gua akan cari boneka beruang itu untuk semua follower dan subcriber gue." seru Dimas.
Perjalanan mereka terus berlanjut begitu juga dengan ancaman yang akan mereka terima. Seribu satu penghuni lama rumah itu terus memantau mereka. Menunggu kedatangan mereka dan siap menerkam mereka. Tentu dengan menjebak mereka agar membuka satu kata kunci yang membuat mereka bebas merajalela untuk meneror. Satu dari sekian hantu itu, telah berdiri sosok yang hitam kelang, dengan tinggi yang sangat teramat. Dua pasang mata merah menyala itu terus memperhatikan ketiga remaja yang berjalan memasuki rumah. Menelusuri tiap bangunan dari rumah ini. Makhluk itu menyunggingkan senyum licik yang memamerkan deretan gigi tajam halus di dalam mulutnya.
"Maertaaa... apa kau lapar?" tanya sebuah suara.
Makhluk itu tersenyum licik dan tertawa penuh kebahagiaan. "Kita sudah melakukan perjalanan jauh. Anakku Kusuma dan cucuku Merri tidak ada dirumah. Tapi setidaknya kita di sambut dengan tiga anak manusia bertampang bodoh itu. Sedikit hiburan juga bolehkan?" gumam bayangan wanita yang bersembunyi di balik tubuh hitam Maerta. "Bermainlah dulu sesuka mu, Maertaku."
.
.
.
"Kuncoro, gue rasa kita di ikuti sesuatu." ucap Bobi. Mereka tengah melewati taman belakang rumah tersebut. Mata Bobi dan Kuncoro melihat kearah kolam renang yang di penuhi dedaunan kering.
"Rumah ini nggak ada yang mau beli apa?" tanya Kuncoro.
"Lah, kan lo sendiri yang cerita seseram itu. Mana ada yang mau beli lah."
"Itu cuma karangan gue. Gue juga dengar dari anak-anak yang pernah penelusuran kesini."
"Berarti lo bohong dong!"
"Jangan keras-keras, nanti Dimas tau." ingat Kuncoro. Mereka melihat kearah dalam rumah, dimana Dimas masih sibuk shooting mengitari rumah tersebut sendirian. "Gue sengajain biar dia serius. Selama inikan kita yang capek, kita yang cari lokasi, kita yang browsing, kita yang siapin alat, kita yang nyupir, kita yang edit, kita yang apload. Dia kebagian dapat nama sendiri. Jadi gue pingin dia serius aja." jelas Kuncoro.
Bobi yang polos hanya mengangguk. Dia tau perasaan Kuncoro tapi ia tidak mau terlibat masalah dengan Dimas juga. Die memilih berada di tengah-tengah, tanpa harus memihak dan memojokkan siapapun dengan cara diam dan mengangguk.
"Ini dia!" seru Kuncoro. Dia menunjuk anak tangga yang menjorok kedalam tanah. "Ruang bawah tanah."
"Kenapa disini?" tanya Bobi.
"Disini tempat paling menyeramkan yang sesungguhnya."
"Apa perlu gue panggil dimas buat syuting."
"Tidak perlu! Kita hanya butuh satu boneka beruang yang tersimpan disini."
"Hmm.... bukankah itu namanya mencuri, Kun?"
Kuncoro hanya mengangkat bahu. Dia kemudian menarik Bobi agar mau ikut dengannya kedalam ruang bawah tanah itu. Setelah menuruni 13 anak tangga, mereka di hadapkan sebuah pintu kayu yang sudah rapuh dimakan rayap. tanpa ada angin, pintu tersebut seketika membuka seolah menyambut kedatangan mereka.
Drrreeekkkk.....!!!
MASIH PESTA JAILANGKUNG 2// BERSAMBUNG...
Pintu kayu itu terbuka. Padahal tidak ada angin yang mendoronganya. Hal itu membuat Bobi dan Kuncoro semakin ketakutan. Namun mereka juga enggan mundur. Demi subcriber dan juga follower yang setia, mereka harus mencari boneka beruang tersebut.
"Kun... lu yakin?" tanya Bobi sekali lagi.
"Ya, gue yakin. Kita cari boneka itu disini lalu kita pamer kepada penonton setia kita. Lu harus ikut karena lu bertanggung jawab atas berkurangnya ketidak percayaan mereka kepada kita." ucap Kuncoro menarik kerah Bobi.
"Kok gue?"
"Gara-gara lo yang tidak menghentikan live, rahasia kita hampir terbongkar."
"Kan itu juga salah kalian yang ngomong sembarangan depan layar."
"Sudahlah, lo juga ikut salah. Lo juga ikut bertanggung jawab."
"Bac*t, bilang aja kalo lu juga takut."
"Nggak, gue nggak takut sama sekali ya!"
Dreeee...
Pintu kayu kedua terbuka sendiri. Suara derit kayu tua yang rapuh itu membuat mereka berhenti berdebat. Bulu kuduk mereka kembali berdiri. Aura dingin membuat suasana semakin mencekam. Ditambah lagi dengan satu cahaya dari luar yang menerangi satu benda yang terduduk rapi diatas kursi kayu goyang. Benda itu yang mereka cari. Sebuah boneka beruang yang sudah lusuh dan kotor. Boneka beruang yang diikat dengan dua benda seperti penggaris, ada ujung bagian bawahnya, terdapat sebuah spidol tua yang tintanya juga mengering.
"Itu dia!" ucap Kuncoro yang terus memperhatikan benda tersebut.
"Apa benar itu boneka beruangnya? Kenapa terlihat menyeramkan?"
"Karena dia pernah membawa bencana dan membunuh orang yang ia mau." jelas Kuncoro.
"Seseram itukah?"
"Ya, sangat menakutkan!"
"Glek!"
"Mari kita ambil."
"Nggak apa-apa emang?"
"Sekarang sudah 2020, tahun diaman manusia lebih menakutkan dibandingkan setan. Jika dia benar ada dan terekan kamera itu artinya kita Viral. Jika kita Viral, maka kita terkenal. Jika kita terkenal akan banyak tawaran iklan dan mungkin film. Kalau kita nulis buku horor walau hanya berisi teori konspirasi, juga tidak masalah. Karena kita sudah mendapat perhatian masyarakat dengan menjual rasa seram dan menakutkan." jelas Kuncoro. "Jika itu terjadi, gue nggak butuh Dimas lagi, gue bisa berdiri sendiri tanpa harus jadi pesuruh dia." ucap Kuncoro.
Sekali lagi, Bobi hanya bisa diam. Dia tidak berani memihak salah satu dari temannya. Kuncoro benar, Dimas lebih bersikap ngebos dibandingkan teman atau tim kerja. Padahal mereka sudah berteman sejak SMA. Tapi sisi lain, Kuncoro terlalu serakah dan itu membuat Bobi tidak nyaman. Walau cerdas, Kuncoro juga agak pelit dan perhitungan sebagai teman. Beda dengan Dimas yang suka mentraktirnya makan dan jalan-jalan. Oleh sebab itu ia tidak mau memihak. Dua orang ini tidak sempurna di matanya, namun selalu ada untuknya.
Kuncoro mendorong tubuh tambun Bobi. "Lo yang ambil."
"Kenapa harus gue?" tanya Bobi. Dia terdorong hingga pintu kedua dimana dalam tiga atau lima langkah lagi ia bisa meraih boeneka tersebut.
"Karena lo dekat dengan boneka itu!"
"Kurang ajar!" sembur Bobi. Dia dikerjai.
"Cepat ambil, gue nggak mau berlama-lama disini!" perintah Kuncoro.
"Dasar keriting!"
"Oi gendut, cepatan!!"
"Ya, gue ambil."
Bobi melihat kearah kursi goyang. Dia memperhatikan boneka yang duduk dan menghadap kearahnya. Boneka lusuh itu juga tersenyum, dan hal itu semakin terlihat menakutkan dimata Bobi.
"Kenapa dia melihat gue?" tanya Bobi dalam hati.
"Bob, buruan!" suruh Kuncoro.
"Sabar, bawel!"
Bobi memberanikan diri untuk mendekati boneka tersebut. Dia masuk kedalam ruangan gelap dan pengap. Saat Bobi menginjakkan langkah pertamanya, ia mendengar derik kayu dan juga daun kering. Pria berbadan gempal itu sekali lagi berusaha tegar. Dia tidak mau kembali terlebih lagi Kuncoro telah melototinya.
Berlahan tapi pasti, Bobi terus mendekati kursi goyang tersebut. Perhatiannya tak lepas dari boneka yang duduk diatas sana. Sehingga, baik Bobi maupun Kuncoro tidak sadar jika seekor tikus got meletawi kakinya, berlari kearah kursi goyang tersebut dan menggoyangkan kursi.
Dreeeek Dreeeeekkk
Bunyi kayu yang menderu itu cukup mengagetkan dua pemuda ini. "GYAAA!!!"
"Kursinya goyang!!!" tunjuk Bobi.
"Buruan ambil, dasar gend*t."
Bobi hanya bisa membatin. Dengan terpaksa ia mengambil boneka tersebut. Saat ia membalikkan badannya, ia melihat sepasang mata hijau bersembunyi diantara kegelapan ruangan tersebut.
GLEK
"Apa lagi ini?" tanya Bobi.
"Lo liat apa lagi, cepat buruan kesini!!!" bentak Kuncoro.
"Itu!!" tunjuk Bobi. Ia masih melihat dua bayangan mata hijau yang menatapnya. Bobi mencoba mempertajam pandangannya, tapi seketika dua mata itu hilang begitu saja di hadapannya. "Itu ba barusan apa ya?" pikirnya. Ia memperhatikan boneka beruang itu lagi. "Apa yang gue lakuin benar?"
"Oi Bob, lo lama amat. Buruan keseni!!" bentak Kuncoro.
"Ya!!" jawab Bobi. Dia segera menghampiri Kuncoro.
TAP
"Maaaaain..yuuuk...."
Bobi seketika berdiri. Bulu kuduknya meremang hingga menggigil ke puncuk kepala. Ia baru saja merasakan sebuah tepukan yang mendarat di pundaknya. Terkebih dengan suara tipis yang lewat saja di kedua pendengarannya. "Ma main?" pikir Bobi yang mulai merasakan ada yang tidak beres dirumah ini dan boneka yang ia genggam.
"Bob! Lu bener-bener lelet banget!!" desak Kuncoro.
Bobi tersadar dan ia hendak memberitahukan kepada dua temannya, "Kita harus pergi dari sini, gue dibisikin hal aneh-aneh tadi."
"Jangan ngarang lu. Mana bonekanya, bawa kesini!" Kuncoro malah membawa boneka itu dan pergi meninggalkan Bobi. Bobi mencoba melihat kedalam ruagan tersebut. Sebuah bayangan putih dengan stelan gaun lusuh lewat melintasi ruangan gelap tersebut. Bobi membelalakkan matanya dan ia segera pergi menyusuli Kuncoro.
.
.
.
"Guys, ini piring apa ya? gambarnya ayam jago? Sepertinya orang kaya jaman dulu juga makan piring sederhana seperti ini guys. Tapi gue bingung lagi, kenapa rumah ini sampe nggak laku gitu?" Dimas masih sibuk melakukan Live, sampe pada akhirnya Kuncoro dan Bobi masuk dalam layar mereka.
"Kalian ngapain?" tanya Dimas. Dia tidak suka saat live dua temannya ikutan masuk tanpa seizinnya.
"Ini, boneka Jailangkung yang gue maksud. Ini boneka pembawa petakanya!" seru Kuncoro.
Dimas melihat boneka itu dengan pandangan jijik. Kotor, lusuh dan bau. "Kalian serius?" tanya Dimas.
"Ya Dim. Lu tanya aja Bobi kalau nggak percaya?"
"Ya Dim, gue juga lihat penampakan disana." ucap Bobi.
Dimas hanya menatap miris dengan kondisi teman mereka. Selera mereka sama payahnya dengan penampilan mereka. Dengan berat hati Dimas mengambil boneka ditangan Kuncoro. Lembab dan basah, dan ada cairan lengket yang menempel di tangannya. Tapi demi terlihat profesional didepan kamera, Dimas menahan rasa jijiknya.
"Guys, ini boneka beruang yang dimaksud dua teman gue. KUncoro dan Bobi. Menurut kalian bagaiamana, boneka ini seram atau lebih terlihat kotor kumal dan jijik?"
"Dim, jaga omongan lo!" ingat Bobi.
"Tapi menurut cerita yang beredar, boneka ini berhasil memanggil setan terganas dan memakan banyak korban jiwa. Gue jadi penasaran, seseram apa setan yang bisa dia panggil. Soalnya, kalo gue sendiri malah menilai boneka ini kalau di cuci sampe bersih trus jahitannya di rapiin, sama badannya di isi kapas bisa gue jadiin kado ulang tahun cewek. Cewek gue pastinya hahaha!!"
"Coba lo dengar, disana juga ada suara!" seru Kuncoro.
"Hahaha!!Suara ? Guys, Kuncoro bilang ada suaranya."
"Coba aja lo dengar, pak telinga lo sendiri."
Dimas terdiam, wajahnya terlihat serius. Sebab Kuncoro sudah bicara dengan nada tinggi. Jika di tolak, maka ia bisa ngamuk. Demi terlihat didepan kamera, maka Dimas akan mengikuti arahan Kuncoro.
"Mari kita dengar, seperti apa bunyinya?" Dimas mendekatkan boneka itu kedaun telinganya. Dia tidak menddengar apa-apa selain suara air yang mengdendap di dalam serat kain boneka tersebut.
"Coba lo dengar baik-baik, Dim!"
Dimas mulai gondok dengan sikap keras kepala Kuncoro. Tapi demi follower tercinta dan juga harga diri sebagai kontent horor, maka dimas akan mematuhinya. Namun sekali lagi, ia tidak mendengar apa-apa.
"Ok guys, gue nggak dengar apa-apa. Sekarang gue minta saran kalian. Terutama kalian yang mungkin saja terlahir indigo. Jika kalian dengar sesuatu, coba isi kolom komentar gue." ucap Dimas berusaha tetap tersenyum didepan kamera.
"Sluku-sluku bathok, bathok’e ela-elo Si romo menyang solo, oleh-oleh’e payung muntho Mak jenthit lo-lo lobah, wong mati ora obah Yen obah medheni bocah Jaelangkung jaelangkung disini ada pesta, pesta kecil-kecilan datang tak dijemput, pulang tak diantar,"
@12345 Keknya gak ada apa-apa
@12345 Kuncoro pecat aja tuh
@renata1 Suara tembang jawa
@pia kak hati-hati
@milo34 kok gue nggak dengar apa-apa woi
@arindafashion Hentikan! Hentikan!!
@Rollipolly apa ini apa? gue nggak dengar!!
@arindafashion HENTIKAN!!!
@Melinmew Kok di hentikan
@arindafashion jangan nonton, keluar dari live orang ini
@12345 apaan sih?
Saat bersamaan, sebuah bayangan hitam dengan tinggi menyentuh loteng rumah ini berdiri di belakang mereka. Saat itu kamera Dimas mati, begitu juga dengan kamera lainnya. Aura dingin juga lansung mencekam dan mengancam ketiga orang ini.
"GYAAAHAHAHA...!!!" gelak tawa menggema di tiap tiang bangunan tua itu. "Maerrtaaa!!!" panggil suara tua yang serak.
Dimas, Bobi dan Kuncoro memperhatikan sekitar rumah. Mereka mencari tau darimana sumber suara itu. Namun tidak ada siapa-siapa. Hanya angin yang tiba-tiba datang menyerang masuk melewati fentilasi dan menghantam jendela kayu dan pintu kayu tua tersebut.
"Gyahahaha!!!" suara itu kembali menggema di penjuru ruangan. Dimas melihat kearah tangannya. Boneka yang ia genggam tiba-tiba mengeluarkan berbagai jenis serangga yang menjijikkan.
"Gya!!" Dimas melempar boneka tersebut kelantai. Kuncoro dan Bobi juga menyaksikan hal tersebut. Mereka sama terkejut dan ketakutannya.
Mata mereka terus melihat serangga yang jumlahnya semakin lama semakin banyak. para serangga yang terdiri dari kaki seribu, kecoa, lipan dan lalat itu berkumpul pada satu titilk. Semakin lama semakin menumpuk dan meninggi yang kemudian menyerupai sebuah sosok yang aneh dengan seringai senyum licik dan tatapan mata menyeramkan. Mulut itu terus menyebutkan mantra:
"Sluku-sluku bathok, bathok’e ela-elo Si romo menyang solo, oleh-oleh’e payung muntho Mak jenthit lo-lo lobah, wong mati ora obah Yen obah medheni bocah Jaelangkung jaelangkung disini ada pesta, pesta kecil-kecilan datang tak dijemput, pulang tak diantar,"
.
Dimas, Kuncoro dan Bobi hanya terdiam dengan mulut menganga tanpa suara. Mereka ketakutan, tapi sayangnya kaki mereka terlalu berat untuk kabur dari sana. Katakutan atas penampakan yang aneh itu juga mengisap energi mereka yang membuat wajah ketiga pemuda ini semakin lama semakin pucat, memutih, menjadi biru dan kemudian membeku seperti patung lukisan. Jika sudah seperti itu, mereka tidak akan pernah kembali lagi.
"GYAHAHAHA!!!!"
**PESTA JAILANGKUNG SEASON 2// BERSAMBUNG... **
Jika Tuhan berkehendak lain, maka malam itu aku telah mati. Tapi seorang wanita telah menyelamatkanku dan membawaku kembali ke ragaku. Saat itu aku bersyukur. Namun setelah satu purnama, aku di temui wanita lainnya. Dia melakukan perjanjian. Bisa di katakan, apapun keputsanku adalah sebuah kerugian besar untukku dan keberuntungan baginya.
.
.
.
03.15 dini hari. Angin pagi semakin menusuk hingga ke tulang. Membuat semua orang yang terbuai dalam mimpi tak ingin terusik. Mereka menarik selimut hingga menutupi kepala. Sehingga sang angin malam tak bisa mengganggu lagi. Mimpi indahpun berlanjut.
Namun tidak semua orang bisa melakukannya. Hanya mereka yang terlahir spesial menyadari arti dari angin tersebut. Mereka akan berkeringat basah, mersakan kepanasan dari tiap hembusan tersebut. Tiupan angin itu adalah pesan bagi mereka. Pesan yang bisa saja sebuah mimpi buruk di kehidupan nyata. Dan itulah yang ia rasakan malam ini.
“Merrriiii.....!!!!” suara bisikan serak menggema di langit-langit kamarnya. Dia semakin terusik akan lelapnya. “Aku... kembali... dan akan menuntut BALAS!” ucap gema suara tersebut. Di akhir katanya, ada penekanan yang membuat matanya terbuka dan terbelalak.
“M e r r r i i i. . .!” sayup-sayup suara itu masih
menggema. Entah dari mana, namun cukup mengganggu.
“OOOWAAAA!!!” tangsian bayi di tengah malam, membuatnya bersiaga. Ia dekati bayi kecil nan lemah tak berdaya itu. Bayi berusia enam bulan yang tidurnya tiba-tiba terganggu.
“Ust.. ust... ibu disini nak... jangan nangis...!” ia mengangkat anaknya dan menimang-niman dalam ayunan kecil. Lambat laun tangisan itu reda.
“Merri?” sapa seorang wanita paruh baya. “Satria bangun lagi?” tanyanya yang mendekati Merri.
“Ya buk.” Angguk Merri pelan.
“Hmm... sudah seminggu ini, dia terbangun pukul 03.15 dini hari.” Pikir ibunya yang tak lain bernama Kusuma. “Apa kalung yang aku buat tidak mempan ya?” pikir Kusuma lagi.
“Mungkin dia rindu bapaknya.” Ucap Merri mencoba berfikir positif. Dia melihat rona wajah bayi kecil itu.
“Hmm... baguslah kalau benar begitu. Aku lebih suka jika dia benar-benar merindukan ayahnya dari pada mengalami mimpi buruk.” Ucap Kusuma. Tapi mata Kusuma begitu awas melihat sekitar. “Dimana Rohi?” tanya Kusuma tiba-tiba.
“Dia menghadiri pertemuan dengan bangsa jin di puncak gunung.” Jelas Merri. “Katanya permintaan itu datang lansung dari juru kunci.”
Kusuma terlihat tidak tenang. Dia agak cemas. Merri yang telah tumbuh dewasa dengan kepribadian yang matang juga terdiam. Mereka berdua sama-sama menyadari jika ada yang tidak beres. Sesuatu yang buruk atau mungkin
lebih dari apa yang mereka takutkan.
“Hiks Hiks... oweeeee oweee!!!” tiba-tiba bayi di pangkuan Merri kembali merengek. Tangis itu pecah dengan suara tinggi melengking. “OWEEEEEE!!!!”
“Satria... ini ibu nak... tenang ya tenang...!” Merri mencoba menenangkan putranya.
Dalam gelapnya malam yang di sirami cahaya lampu yang temaram, baik Kusuma maupun Merri lansung mengacu pada satu hal. Bayangan hitam yang berdiri di balik tirai kamar. Terlihat seperi seseorang yang berdiri di balik jendela sana.
“Itu apa?” tanya Merri kepada Kusuma.
Kusuma tidak menjawab karena ia sendiri juga tidak mengenal sosok yang berdiri di balik jendela tersebut. Tapi secara mengejutkan, sosok itu berjalan mengitari rumah berjendela besar tersebut. Berlahan dan semakin jelas, Merri dan Kusuma menangkap ada sepasang benda terlihat runcing di atas kepalanya yang membuat bayangan itu memiliki tanduk yang panjang dan juga berbahaya.
“OOOWAAAAAAAA!!!!!!” bayi kecil itu histeris.
“Ibuk!!!” Merri yang ketakutan dan tidak tega dengan bayinya memohon kepada sang ibu.
“Kau jaga Satria.” Perintah Kusuma yang kemudian mencoba mengikuti langkah bayangan tersebut.
Merri tidak bisa diam. Ibunya sudah berumur dan keadaannya tidak sesehat dulu. “Ibu! Aku minta ibu jaga Satria!!” panggil Merri yang telah di tinggal jauh oleh Kusuma.
“OWEEEEEE!!!!!” bayi di tangan Merri juga semakin tidak tenang.
“Nak!! Ibu disini nak... tenang... tidak terjadi apa-apa...!!”
Tangan kecil Satria menggenggam baju tidur Merri bewarna peach dengan motif bunga. Genggaman itu sangat erat. Merri memperhatikan jari-jari kecil anaknya. Ia melihat wajah Satria yang terus menangis dan meronta.
“Apa, kenapa Satria?” tanya Merri.
“OOOWEEEEEE!!!!”
“Rohi...? dimana kau?” Merri memejamkan matanya dan berharap komunikasi melalui telepati ini bisa menghubungkannya dengan Rohi, sosok yang bisa ia percayai selain keluarganya saat ini.
.
.
.
Kusuma kembali mamasuki kamarnya yang berada samping kamar Merri. Ia membuka lemari pakaiannya yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran pohon rimbun lengkap dengan akar yang menjalar di dalam tanah. Kusuma meraih sebuah kotak bewarna hitam. Ia membuka kotak tersebut dan mengambil sebilah keris kecil yang di gulung kain putih.
Kemudian tubuh tua dan mulai lamban itu segera menuju lantai dasar rumah. Ia mengambil segelas air dan bumbu-bumbu dapur dalam genggaman tangannya.
DUAAARRRR
Petir menyambar, listrik seketika padam. Membuat rumah semi permanen, dengan bentuk bangunan atik dan bertingkat dua itu lansung padam dan gelap gulita.
Kusuma memperhatikan langit-langit rumah tersebut. Hitam dan gelap. Tapi ada satu sosok yang berdiri di belakangnya. Sosok yang mengenakan gaun putih dengan rambut hitam ter-urai panjang. Di atas kepalanya juga di hiasi sepasang tanduk panjang yang menyamai separuh panjang tubuhnya.
.
.
.
Merri yang berada di kamar juga terdiam. Begitupun dengan bayi yang ia gendong. Suasana semakin hening. Hanya ada deru hujan, angin kencang dan juga petir yang terus menyambar di luar sana. Hal itu membuat
suasana malam dini hari itu semakin mencekam.
“Hee eh...!” Bayi bernama Satria menggumam. Dia merasakan detak jantung sang ibu yang semakin berdebar kencang.
Merri mengusap kepala sang bayi. Dia ingin anaknya merasa nyaman dan tidak merasakan apapun, seperti yang ia rasakan saat ini.
Kalatak...
Klatak...
Lantai dua yang berbahan kayu itu berbunyi. Seseorang berjalan di atasnya. Langkah pelan dan penuh hati-hati itu semakin lama terasa semakin mendekat.
“Siapa kau?” tanya Merri.
Tidak ada jawaban.
Klatak....
Klatak...
Tapi langkah itu terus berjalan mendekati Merri. Hawa dingin dan mencekam menyerang bulu kuduknya.
“Siapa kau?” tanya Merri sekali lagi. “Jika berani menyentuh anakku, kau akan mati detik itu juga!” ancam Merri yang berjalan mundur.
“O ya?!” suara itu datang tepat di belakang Merri. Serak, getir dan penuh kebencian itu menyapu daun telinga kirinya.
Merri segera berbalik dan mundur beberapa langkah.
“Hyaaahaha...!!” tawa itu pecah dan membuat gema yang sangat mengerikan di dalam ruangan tersebut. Merri bergidik. Dia mengenal warna suara ini. Ini suara yang telah lama tidak ia dengar.
“Kau...?” ucap Merri.
“Ya... ini aku!” ucapnya. Sosok itu berdiri di depan Merri. Penerangan dari luar memperlihatkan sosok yang mengenakan baju bewarna putih.
“Ke kenapa kau kesini?” tanya Merri.
“Hyaahaha!!” sosok itu tertawa. Petir di luar menyambar seolah menyambut tawa menakutkan itu. “Bukankah kita keluar, Merri!” satu petir menyambar keras dan memperlihat sebuah wajah menakutkan.
Mbah Uti tidak lagi terlihat tua. Dia terlihat muda dan juga menakutkan. Terlebih lagi dengan sepasang mata bewarna merah dan tanduk runcing yang menghiasi kepalanya.
“Bolehkah aku melihat cicitku?” tanya mbah Uti.
Merri menggenggam bayinya dengan erat. Dia tidak mau bayinya di sentuh sedikitpun oleh wanita mengerikan ini.
“Kau bukan mbahku, kau bukan keluarga. Pergi kau dari sini!” ucap Merri geram.
“HYAAAAHAHAHA!! Anak durhaka ternyata kau belum pernah berubah sedikitpun!!”
“Tidak ada yang berubah selain kau!”
“Ooya?!” Mbah dengan wajah tirus dan putih pucat itu tersenyum sinis. “Oo betapa aku merindukan kalian, tapi sayangnya tidak ada yang menerimaku lagi. Begitu juga dengan Kusuma. Anak durhaka itu telah aku urus. Sekarang giliran cucuku dan kemudian cicit kesayanganku.”
Merri membelalakkan matanya. Dia mencemaskan ibunya. Tapi untuk saat ini, jangan sampai ia lengah. Ia berharap, semoga wanita jadi-jadian ini hanya menggertak dan membuyarkan konsentrasinya. Sementara itu dalam
genggamannya, Satria terus memperhatikan raut wajah sang ibu, seolah ia membaca tanda bahaya dari sang ibu.
Pesta Jailangkung Season 2// bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!