Tak pernah sekalipun terbayangkan dalam hati Rindu, di usianya yang baru menginjak 20 tahun, dia harus merasakan pahit getirnya kehidupan ini. Dan ini yang membuat masa depannya hancur lebur seketika.
Rindu adalah seorang perempuan, yang kesehariannya ia habiskan dengan bekerja di sebuah pabrik kayu. Setelah lulus SMA, Rindu tak meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dan lebih memilih untuk langsung bekerja. Karena ia paham betul dengan kondisi perekonomian keluarganya yang morat marit.
Tadinya, orang tua Rindu akan bersikeras memasukkannya ke universitas, tapi Rindu menolaknya. Kasihan orang tuanya harus banting tulang bekerja lebih keras lagi demi meneruskan cita-cita Rindu. Biarlah Rindu yang mengalah. Dia bukan satu-satunya orang yang tidak dapat melanjutkan kuliahnya kok. Dan nasib baik berpihak padanya, toh masih ada pabrik yang mau menerima Rindu bekerja. Walau pun hanya sebagai karyawan biasa. Rindu masih bisa bersyukur. Yang paling penting, Rindu bisa membantu meringankan keuangan keluarganya. Kalau pun dia ada rezeki lebih, dia bisa kuliah dari uang hasil keringatnya sendiri suatu saat nanti.
Kala itu, sepulangnya dari tempat kerja, Rindu berjalan sendirian menuju tempat pemberhentian angkot yang menuju ke rumahnya. Teman-teman kerjanya sudah pulang semua.
Kebetulan hari itu dia kebagian masuk shift pagi. Harusnya jam 6 sore pun, dia sudah pulang ke rumah. Tapi berhubung bossnya yang tiba-tiba kurang puas dengan hasil kerjanya, jadilah Rindu memperbaiki hasil pekerjaannya itu. Oiya, Rindu bekerja di salah satu pabrik kayu yang berada di sudut kota K. Dan satu- satunya alat transportasi yang tersedia di tempat itu yaitu angkot. Itu pun tidak sebanyak seperti di kota besar. Dan untuk mencapai tempat pemberhentian angkot itu, Rindu harus berjalan 10 menit. Karena angkot tidak di perbolehkan masuk ke kawasan pabrik.
Jam 8 malam, pekerjaan pun selesai. Rindu pamit ke bossnya untuk pulang duluan.
"Pak, saya pulang duluan ya. Kerjaan saya sudah di perbaiki semua." Ucap Rindu.
"Kamu pulang naik apa Rin? Bawa kendaraan sendiri gak?" Tanya bosnya
"Tidak pak, saya naik angkot saja, kebetulan saya belum punya motor."
"Ya udah Rin, kamu pulang bareng saya saja, ini kan udah malam, gak baik anak perempuan jalan sendiri. Apalagi jalannya sepi banget." Sang boss menawarkan jasanya.
"Gak usah repot repot pak, saya bisa pulang sendiri." Rindu menolak dengan halus penawaran bosnya.
"Ya sudah, hati hati ya di jalan. Paling saya juga sebentar lagi pulang. Mau memeriksa hasil kerjaan yang lainnya dulu." Tukas bosnya.
"Iya pak, saya pamit pulang duluan ya," Rindu berpamitan pada atasannya.
Rindu pun pulang. Bukannya Rindu gak mau di antar pulang pak Reno bosnya. Sebenarnya Rindu merasa gak enak kalau diantar pulang sama pak Reno. Mereka hanya kenal sebatas anak buah dan atasan. Mereka pun jarang bertemu kalau tidak ada urusan yang seperti barusan. Di tambah lagi, sudah menjadi sebuah rahasia umum, kalau pak Reno itu ternyata adalah seorang playboy. Sering bergonta ganti pacar. Dan semua pacarnya itu, berasal dari pabrik yang sama tempat Rindu bekerja sekarang. Dan kata teman temannya Rindu, sekarang Rindu sendiri yang sedang jadi incarannya pak Reno.
Tapi Rindu tak seperti perempuan lain, yang dengan mudahnya menerima cintanya pak Reno, dan luluh di pelukan Reno. Rindu sangat sulit di dekati lawan jenisnya. Prinsipnya, jika lelaki yang mau dengan dia, maka harus bersedia untuk melamarnya langsung pada kedua orang tuanya. Dan lagi, Rindu tak mau berpacaran. Ingin segera menikah saja kalau nanti kelak ada lelaki yang meminangnya.
Rindu berasal dari keluarga yang sangat taat dalam agama. Dari kecil dia sudah di gembleng dengan pengasuhan agama yang kuat dari kedua orang tuanya. Abahnya tak segan-segan memarahi bahkan sampai memukul Rindu, apabila Rindu kecil kedapatan tak melaksanakan sholat atau pun mogok ngaji. Atas dasar agama itulah, Rindu menjadi sosok yang taat pada agamanya. Rindu sangat membatasi diri pada lawan jenis. Di umurnya yang sudah terbilang cukup matang, dia belum pernah berpacaran sekalipun. Temannya pun bisa terbilang jari. Bahkan teman lelaki pun hampir tidak ada. Bukannya dia memilih-milih dalam hal berteman, hanya saja orang lainlah, yang merasa segan terhadapnya.
Di lingkungan tempat dia tinggal juga, orang tuanya di kenal sebagai orang yang sangat religius, tokoh masyarakat yang menjadi panutan di lingkungan sekitarnya. Mereka hanya orang yang sederhana dalam ekonomi, akan tetapi sangat kaya hatinya. Mereka tidak akan segan menyingsingkan lengan baju, apabila ada tetangganya yang sedang kesusahan. Rindu dan orang tuanya sangatlah dermawan. Itulah yang menjadikan keluarga ini contoh yang baik bagi para tetangganya. Keluarga Rindu di kenal sebagai orang yang ramah pada siapa saja, bahkan pada orang yang lewat sepintas juga, perlakuannya sama.
Sedangkan Reno, berbanding terbalik dengan kehidupan Rindu. Dia berasal dari keluarga yang lumayan mapan, hanya saja orangtuanya sudah berpisah saat Reno berusia 12 tahun. Reno menjadi anak yang broken home. Dia tak mau ikut ibu atau ayahnya. Dia memilih di asuh oleh neneknya saja. Di saat usia yang baru beranjak remaja. Reno sudah terjerumus dalam pergaulan yang salah dan bebas. Tidak ada batasan. Reno bergaul dengan siapa saja.
Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi. Walau pun selama ini, Reno kecil tidak kesusahan dalam hal materi. Tapi soal perhatian dan kasih sayang orang tuanya hanya nol besar. Orang tuanya sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing. Bagi orang tua Reno, uang bisa merubah segalanya. Kebutuhan Reno memang semua terpenuhi. Tapi sama sekali tidak ada ikatan batin antara Reno dan orang tuanya. Itu yang menjadikan Reno mencari perhatian di luar rumah, walau dengan cara yang sangat salah.
Beranjak dewasa, Reno bisa menyelesaikan studinya walaupun dengan nilai yang sangat minim. Namun berkat kekayaan ayahnya lah, Reno bisa di terima kerja di sebuah pabrik kayu dengan jabatan manager. Berbekal kemampuan yang pas-pasan Reno mencoba bertahan bekerja di pabrik kayu itu. Sifat jelek Reno terbawa sampai sekarang. Suka berganti pacar seenaknya. Reno selalu merasa kesepian.
Mungkin, jika suatu saat ada perempuan yang dapat merebut hatinya, ia akan berubah. Tapi sampai saat ini, Reno masih terus dalam tahap mencari seorang perempuan yang benar-benar tulus, menerima apa adanya dia. Bukan perempuan yang hanya melihat Reno dari segi materinya saja. Di zaman yang sudah modern seperti ini, mencari perempuan yang tulus menerima laki-laki itu, hanya seribu satu. Bagai mencari jarum di tumpukan jerami.
Bersambung
*Anak Korban Perkosaan*
Part 2
Rindu berjalan sendirian ke tempat angkot itu berada. Tak seperti biasanya, tempat itu sangat sepi. Tak ada satu pun angkot yang berhenti di sana. Rindu menunggu di sana cukup lama. Dari kejauhan terlihat pendar lampu mobil mendekatinya. Tapi itu bukan angkot yang ditunggunya. Mobil itu makin dekat, berhenti tepat di depan tempat Rindu berdiri. Kaca mobil diturunkan. Terlihatlah wajah bosnya yang innocent.
"Ayo masuk Rin, aku antar kamu pulang. Udah malam banget nih. Kasihan kamu sendirian." Ucap Pak Reno.
"Gak usah pak, arah pulang kita kan beda. Saya gak mau ngerepotin bapak. Lagian saya di jemput sama kakak saya kok." Rindu berkilah.
"Ya sudah kalau gak mau. Saya duluan ya, selamat malam." Pamit pak Reno. Mobil itu perlahan berjalan menjauhi Rindu.
Tinggalah Rindu sendirian di tempat itu. Tak terasa waktu berjalan cepat.
'Ini udah hampir tengah malam, kenapa gak ada juga ya angkotnya?' Rindu sangat khawatir dan takut. Mau nelpon abahnya pun, hape nya habis baterai. Yang bisa di lakukannya hanya berdiri menunggu. Siapa tahu ada mobil atau apa pun yang lewat, yang bisa di mintai tolong.
Ada perasaan menyesal, karena telah menolak ajakan Pak Reno. Coba kalau tadi dia menerima ajakan bosnya, mungkin saat ini Rindu sudah berkumpul dengan orang tuanya.
Sia-sia Rindu menunggu begitu lama. Di tengah keputus asaannya, dia melihat ada angkot mendekat dan berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Buru-buru dia bergegas mendekati angkot. Kebetulan angkot itu searah dengan tujuannya pulang. Tak menyia-nyiakan waktu, Rindu pun naik ke angkot itu. Segera setelah dia naik, angkot pun berjalan lagi. Di dalam angkot dia bukan satu satunya penumpang. Ada 2 penumpang pria berikut dengan sopirnya. Semuanya tampak baik-baik saja. Lama perjalanan, akhirnya Rindu sadar, ini bukan rute jalan yang biasa ia lewati. Karena penasaran ia pun bertanya pada sopirnya.
"Pak, ini kok bukan jalan kearah yang biasanya ya?"
"Iya neng, ini kan udah tengah malam, jadi kedua penumpang ini ingin diantar sampai depan rumahnya" kata sopir sambil menunjuk ke arah belakang. Rindu menoleh ke belakang.
Tetapi dua penumpang di belakangnya itu, malah menyeringai ganas ke arahnya. Rindu hanya bisa menundukkan wajahnya. Rasa takut memenuhi relung hatinya. Tapi untuk berteriak pun tak ada gunanya. Karena angkot melaju dengan kencang. Yang dilakukannya hanyalah berdoa, semoga apa yang dia takutkan tidak benar-benar terjadi.
Sementara kedua penumpang itu, sibuk memperhatikan ke arah Rindu dengan kurang ajar, sambil sesekali mereka cengengesan seakan sedang merencanakan sesuatu. Dan mata liarnya memandang dari atas sampai bawah tubuh Rindu. Rindu benar-benar di landa ketakutan yang amat sangat. Dia tak berani menatap balik dua penumpang itu.
“Stop pak, berhenti di sini saja. Saya mau turun” kata Rindu berusaha mengendalikan suasana hatinya yang ketakutan.
Tapi bukannya berhenti, angkot malah melaju dengan kencang. Pak sopir pun memandang remeh pada Rindu.
“Bukannya belum sampai ke tempat tujuan neng! Sabarlah barang sebentar lagi.” Sopir pun cuma tertawa mengejek.
Rindu merasakan ada yang tidak beres dengan kelakuan si sopir.
“Saya mau turun sekarang pak! Turunkan saya, atau saya akan teriak!” Rindu mengancam sopir itu. Tapi perkataannya tak pernah di gubris oleh sopir itu.
Angkot terus melaju ke jalanan sepi yang sama sekali tidak dikenal oleh Rindu. Angkot itu sudah keluar jalur rute sangat jauh. Kini jalanan sudah bukan aspal yang halus lagi. Tapi lebih ke jalanan yang berbatu. Itu bisa di rasakan oleh Rindu, karena sesekali mobil berguncang. Jalanan di sekitarnya pun gelap gulita, tak ada penerangan satu pun. Suasana itu menambah kegundahan hati Rindu.
Rindu sesekali berusaha menyalakan handphonenya yang habis baterai. Siapa tahu masih bisa nyala barang sebentar. Dia akan menghubungi Abahnya untuk minta tolong. Tetapi handphone itu sama sekali tidak mau menyala.
Rindu putus asa.
***
Rindu semakin ketakutan, tatkala dua laki-laki itu mendekati tempat duduknya. Mobil itu melaju kencang ke sebuah kuburan umum yang lumayan luas, dan berhenti tepat di pintu gerbangnya.
Rindu dibekap dan di seret ke tengah2 kuburan itu. Berusaha teriak pun rasanya sia-sia. Di malam yang sunyi itu, takkan ada yang bakal mendengar teriakannya.
"Baru kali ini kita pesta dengan ditemani cewek cantik dan bahenol bro!" Ujar salah satu lelaki yang menyeret tubuh Rindu.
"Tolong, lepaskan saya. Saya tak kenal kalian. Kasihanilah saya. Saya masih punya masa depan." Rindu meratap.
"Nanti setelah kita puas, baru kita bebasin kamu cantik!" Kata si sopir. Dan di iringi dengan tertawa mengejek.
"Ha ha ha ha ha ... Nikmatilah malam ini cantik. Malam ini akan menjadi malam yang tak bisa kamu lupakan seumur hidupmu!" Ujar si pria ketiga.
"Tolong, TOLONG SAYAAA" teriak Rindu.
"Teriaklah sesuka hatimu. Bahkan setan sekali pun takkan mendengar teriakkanmu itu!"
Tetapi seperti kesetanan, mereka bertiga tidak menggubris teriakan Rindu. Rindu di jambak, ditampar, di siksa sesuka hati mereka, supaya berhenti berteriak. Satu persatu pakaian Rindu di sobek-sobeknya. Rindu sudah sangat kepayahan. Teriak pun rasanya sudah tak mampu. Mereka bertiga tertawa kegirangan manakala korbannya sudah tak berkutik. Mereka bergiliran menggagahi Rindu sampai syahwat mereka tersalurkan. Mereka memperkosa Rindu dengan sangat brutal, dan tidak manusiawi, sampai mereka semua puas. Itu pun tidak hanya sekali dua kali, sampai berkali-kali. Rindu yang sudah payah dan kehabisan tenaga akhirnya pingsan. Mereka pergi entah kemana. Meninggalkan Rindu sendirian di tengah kuburan umum. Rasanya, setan sekalipun tak ingin mendekatinya, risih melihat keadaannya yang sangat memprihatinkan.
Sungguh malang sekali nasib Rindu.
Rindu siuman, dan segera meratapi nasibnya. Dia menangis meraung, kehormatan yang selama ini dia pertahankan, harus ternoda dengan cara setragis ini. Dia teringat orangtuanya di rumah. Pasti mereka sangat khawatir, karena sampai sekarang, Rindu belum pulang.
Setelah pikirannya jernih kembali. Dengan sisa-sisa tenaganya dia beranjak bangun. Dan merapikan baju yang masih menempel di tubuhnya, walaupun sudah koyak sana sini.
Dia berjalan tertatih tatih menyusuri jalan setapak. Siapa tahu ada orang yang bersedia menolongnya. Area vitalnya sangat perih untuk di bawa berjalan. Tapi Rindu harus memaksa kakinya untuk tetap berjalan.
Dari kejauhan, tampaklah sebuah rumah. Rindu segera mengetuk pintu rumah itu. Tak lama berselang muncullah si empunya rumah membuka pintu.
"To-tolong, saya di perkosa" ucap Rindu sebelum kesadarannya hilang kembali.
Warga pun seketika berduyun-duyun keluar dari rumah mereka. Tengah malam buta, seketika gempar. Rindu di tonton oleh puluhan pasang mata.
Mereka berempati dengan keadaan Rindu.
Bersambung
Setelah beberapa saat menjadi pusat perhatian, akhirnya ada salah seorang warga yang berinisiatif untuk membawa Rindu ke kantor polisi terdekat. Dengan mengendarai sepeda motor, Rindu diantar beberapa warga yang kasihan melihat kondisi Rindu yang sudah sadar dari pingsannya sungguh sangat memprihatinkan.
Dengan hanya memakai baju yang sobek sana sini, dan ditutup oleh sarung yang di pinjamkan salah seorang warga, Rindu tiba di kantor polisi.
Segera setelah itu Rindu membuat laporan tentang dirinya yang jadi korban perkosaan orang yang tak dikenalnya. Dia menceritakan kronologi kejadian itu dari awal sampai akhir tak ada yang terlewat. Sesekali dia menangis tersedu dan kadang dia berteriak histeris. Dia tak mampu membayangkan kembali kejadian itu. Menceritakan kembali perkosaan itu, seperti membuka kembali luka yang tak berdarah itu.
Kalau seandainya badannya itu bukan barang bukti satu-satunya, dia akan segera membersihkan kotoran-kotoran bekas para manusia biadab itu sebersih mungkin. Rindu tak mau, ada jejak yang tertinggal dari para pelaku itu. Tetapi hal itu sungguh mustahil untuk saat ini. Dia harus melakukan serangkaian test untuk memperkuat laporannya. Untung dia masih mengingat nomor polisi angkot yang membawa Rindu ke tempat terkutuk itu. Hal itu bisa mempercepat polisi untuk meringkus para pelaku pemerkosa Rindu. Dan dia pun tak lupa menjelaskan ciri-ciri para pelaku.
Setelah selesai acara interogasi di kantor polisi, Rindu diantar ke rumah sakit untuk menjalani visum. Dia kembali menjalani serangkaian pemeriksaan dan sesi tanya jawab lagi. Kali ini dokter dan suster yang menanyainya, untuk laporan riwayat korban katanya. Terpaksa Rindu harus menceritakannya kembali.
Korban pemerkosaan seperti diperkosa dan di permalukan berkali kali di hadapan orang yang tak di kenalnya. Setiap petugas dengan seenaknya melolosi setiap pakaian yang dipakai Rindu. Rindu harus menahan rasa malu dan getir yang sedemikian rupa. Tapi dia sadar, ini konsekuensi yang harus diterimanya, kalau dia mau para pelaku itu di tangkap secepatnya.
Setelah selesai proses laporan dan lain-lain, pihak rumah sakit mengharuskan Rindu untuk rawat inap. Luka di sekujur tubuh dan area vital Rindu, di khawatirkan akan infeksi kalau hanya di rawat jalan. Dan juga kejiwaan Rindu harus di observasi terlebih dahulu. Tak lupa pihak rumah sakit menghubungi keluarga Rindu untuk segera datang ke rumah sakit tempat Rindu dirawat.
************
Tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya orangtua dan kakak Rindu datang. Mereka sangat terpukul melihat keadaan Rindu. Terdapat luka memar dimana-mana. Ada luka bekas cakaran juga. Tapi yang membuat keluarganya itu terpukul, adalah luka yang berada di dalam hati mereka. Luka moral dan mental yang sangat sulit untuk di sembuhkan. Abahnya langsung memeluk Rindu, tapi diluar kendali, tiba-tiba Rindu menangkis tangan abahnya, dan berteriak histeris. Ya, dia trauma.
"Jangan dekati akuuuuuuu ... Pergi kalian semua!!" Teriak Rindu histeris.
"Ini abah Rin, ya Allah, siapa yang tega melakukan semua ini pada anakku?". Abah tak kuasa menahan tangisannya.
Apalagi Uminya, sudah sedari tadi jatuh pingsan demi melihat anak perempuan kesayangannya terbaring tak berdaya.
Para dokter dan perawat yang mendengar teriakkan dari dalam kamar Rindu, segera menghampiri ruangan Rindu. Mereka sempat kewalahan dengan amukan Rindu yang di luar kendali. Dengan terpaksa, dokter menyuntikkan obat penenang ke dalam infusan Rindu. Perlahan Rindu berhasil di tenangkan.
Rindu dirawat di ruang isolasi khusus pasien kejiwaan, karena dia depresi, dan trauma pasca perkosaan itu. Dia seolah tak mengenal orang di sekitarnya. Yang dilakukannya hanya diam tertegun dan berteriak histeris apabila ada orang yang mencoba mendekatinya.
"Lakukan yang terbaik untuk anak saya dok!" Pinta abahnya suatu saat. Abah sudah tidak tahan melihat penderitaan anak gadis satu-satunya.
"Tim kita akan berusaha secara maksimal pak, mohon bantuan doanya dari pihak keluarganya. Psikis dan mental Rindu sangat terpuruk pak, jadi usahakan seminimal mungkin, jangan ada yang mengungkit tentang kejadian itu lagi." Dokter menjelaskan panjang lebar.
Satu persatu sanak saudara, dan teman-teman Rindu datang menjenguknya. Siapa tahu, hal itu bisa mempercepat pemulihan Rindu. Tapi tak ada kemajuan sama sekali. Rindu tetap bergeming dalam diamnya. Hingga Abahnya pun memutuskan untuk membawa pulang Rindu ke rumah mereka. Karena sudah terlalu lama Rindu di rawat dan tidak membuahkan hasil apa-apa. Mereka berharap suasana di rumah sendiri akan memperbaiki kondisi trauma Rindu.
Seminggu kemudian para pemerkosa Rindu berhasil di bekuk oleh polisi. Berkat kerjasama tim kepolisian, para pelaku tak berkutik, dan di bekuk setelah menghadiahi sebuah timah panas di kaki para terduga pelaku pemerkosaan.
Mau tak mau Rindu harus kembali ke kantor polisi untuk membuat keterangan lagi supaya kesaksian yang bertujuan untuk memberatkan para tersangka. Karena Rindu lah satu-satunya saksi kunci dalam kasus itu. Dengan sekuat tenaga Rindu ditemani oleh keluarga dan pengacaranya mendatangi kantor polisi.
Di sana, Rindu harus bertatap muka lagi dengan para pelaku. Rasa jijik kembali menghinggapi pikiran Rindu, manakala harus melihat kembali para pelaku yang seperti tidak ada rasa penyesalan sedikit pun. Tapi Rindu harus kuat. Demi keadilan buat dirinya.
Berkat kelihaian kuasa hukumnya, akhirnya para tersangka di tahan. Dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. Tapi itu masih belum berakhir. Semua vonis harus di selesaikan di meja hijau. Rindu dan keluarganya untuk sementara bisa bernafas lega, telah mencapai titik terang akar permasalahan itu.
Sidang demi sidang pun berjalan dengan cukup alot. Hal ini di karenakan para tersangka itu rela membayar seorang pengacara handal, yang membela mereka mati-matian.
Walau pun dia tahu, yang di belanya itu orang yang bersalah. Dengan serangkaian persidangan yang berkali-kali, akhirnya vonis hakim menjatuhkan hukuman pada para tersangka selama 6 tahun penjara berikut mereka harus membayar denda masing-masing sepuluh juta kepada pihak korban yang di rugikan.
Awalnya, pihak keluarga Rindu ingin mengajukan banding, demi keadilan hak anaknya. Tetapi melihat kondisi Rindu yang tidak memungkinkan lagi, dengan sangat terpaksa, keluarga pun harus merelakan para tersangka itu dihukum ringan. Memang keadilan pada saat ini masih bisa di bayar dengan uang. Siapa yang berduit, itu yang akan mereka bela habis-habisan. Dan rakyat kecil seperti keluarga Rindu yang harus menanggung semuanya. Ini menjadi sebuah aib tersendiri bagi keluarga yang di kenal sebagai keluarga religius.
Dengan para tersangka di hukum karena perbuatannya itu pun bisa sedikit mengobati perasaan keluarganya.
Untuk saat ini, fokus keluarga hanya pada kondisi kejiwaan Rindu. Mereka sama sekali tak ridho, anaknya menjadi seperti ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!